STEP 1
1. Ketorolac
Merupakan obat OAINS. Termasuk gol indoles. secara kompetitif menghambat COX 1
dan COX 2 dg memblokade ikatan arachidonat shg memberikan efek farmakologis
antiinfalamsi, antipiretik, analgesic.
(Dewi, Dinda)
2. Angiodema
Jenis alergi kulit karena obat atau makanan. Timbul benjolan di subkutan atau mukosa,
dikelopak mata, alat kelamin, muka, dll.
(Sherly, Karina)
3. Inotropik
Ada 2:
Agen positif: meningkatkan kontraktilitas otot jantung atau miokard dan mendukung
fungsi jtg yg digunakan saat gagal jantung
Agen negatif: menurunkan kontraktilitas otot jantung atau miokard dan
menurunkan beban kerja jantung
(Dinda, Hifna)
4. Vasopressor
Utk merangsang kontraksi otot polos dlm pemb darah kapiler dan arteri shg meinbulkan
efek vasokonstriksi
(Dina)
5. Urtikaria
Reaksi pemb darah berupa erupsi kulit dmn batas tegas dan bentol, warna merah,
apabila dipencet akan memutih dan gatal.
(Desi karina)
STEP 2
STEP 3
Sistem pernafasan
Gangguan respirasi dapat dimulai berupa bersin, hidung tersumbat atau batuk saja yang
kemudian segera diikuti dengan udema laring dan bronkospasme. Kedua gejala terakhir
ini menyebabkan penderita nampak dispnue sampai hipoksia yang pada gilirannya
menimbulkan gangguan sirkulasi, demikian pula sebaliknya, tiap gangguan sirkulasi pada
gilirannya menimbulkan gangguan respirasi. Umumnya gangguan respirasi berupa
udema laring dan bronkospasme merupakan pembunuh utama pada syok anafilaktik.
Sistem sirkulasi
Biasanya gangguan sirkulasi merupakan efek sekunder dari gangguan respirasi, tapi bisa
juga berdiri sendiri, artinya terjadi gangguan sirkulasi tanpa didahului oleh gangguan
respirasi. Gejala hipotensi merupakan gejala yang menonjol pada syok anafilaktik.
Hipotensi terjadi sebagai akibat dari dua faktor, pertama akibat terjadinya vasodilatasi
pembuluh darah perifer dan kedua akibat meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
sehingga selain resistensi pembuluh darah menurun, juga banyak cairan intravaskuler
yang keluar keruang interstitiel (terjadi hipovolume relatif).Gejala hipotensi ini dapat
terjadi dengan drastis sehingga tanpa pertolongan yang cepat segera dapat berkembang
menjadi gagal sirkulasi atau henti jantung.
Syok diwali dengan perfusi organ yang berkurang
Penyebab syok penurunan curah jantung jika pada syok anafilaktik (alergi obat
atau makanan sehingga terjadi pelepasan zat vasoaktif) dikarenakan pelebaran
pembuluh darah perifer dengan penurunan venous return
2. Mengapa setelah mendapat suntikan ketorolac pasien merasa sesak napas hebat dan
pusing? Bagaimana hub pemberian ketorolac dg keluhan pasien wheezing dan fase
ekspirasi memanjang?
Charles Vacanti, Scott Segal, Pankaj Sikka – 2011. Essential Clinical Anesthesia Halaman 268 -
books.google.com/books?isbn=1139498401
- Whezzing adaah suara memanjang yang disebabkan oleh penyempitan saluran
pernafasan dengan aposisi dinding saluran pernapasan. Suara tersebut dihasilkan
oleh vibrasi dinding saluran pernapasan dan jaringan disekitarnya. Karena secara
umum saluran pernapasan lebih sempit saat ekspirasi, mengi terdengar lebih jelas
saat ekspirasi
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi
dengan paksa menekan bagian luar bronkiolus . Karena bronkiolus
sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan
eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Kapasitas
residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat
selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal
ini bisa menyebabkan barrel chest.
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton and Hall ,Ed 11. EGC
Posisi syok adalah posisi orang yang terbaring di punggungnya dengan kaki terangkat
sekitar 8-12 inci. Ini digunakan ketika seorang pasien menunjukkan tanda-tanda syok.
posisi syok juga digunakan untuk pasien yang mengalami keadaan darurat terkait
panas..
Tujuan dari posisi syok adalah untuk mengangkat kaki di atas jantung dengan cara
yang akan sedikit membantu aliran darah ke jantung. (meninggikan tungkai
memungkinkan darah mengalir dari tungkai kembali ke jantung). membantu lebih
banyak mengalirkan oksigen melalui darah dan membantu menghilangkan hipoksia
yang dapat menyebabkan shock.
Sumber : Irwin, Richard S.; Rippe, James M. (January 2003). Intensive Care Medicine
dan first aid Pertolongan Pertama Ed 5 (American College of Emergency Physicians)
5. Interpretasi dari pasien somnolen, nafas cuping hidung, retraksi subcostal, wheezing (+),
dan sianosis?
Tahap dekompensasi shock dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-fungsinya.
Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ vital yaitu dengan
mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut dan mengutamakan aliran ke
otak, jantung, dan paru.
Tanda dan gejala yang dapatditemukan diantaranya adalah rasa haus yang hebat,
peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit dingin, pucat, serta
kesadaran yang mulai terganggu.
6. Apa yg dinilai saat monitoring ECG dan puse oxymetri saat pemeriksaan pasien?
Pulse oxymetri utk mengukur kadar O2 dalam darah dan dilengkapi pengukuran detak
jantung atau HR. Alat in akan memancarakan cahay di jaringan seperi jari tangan dan jari
kaki. Dapat digunakan utk emonitor hipoksemiadan pedoman terapi pasien, dan
hasilnya dapat diektahui secara cepat.
Harus dilakukan terus krn jika < 85 dpt mengancam jiwa, dimana treatmentnya diberi
Oksigen.
85 - < 90 pasien hipoksi sedang sampai berat, sungkup muka ada bagnya
Pada pasien syok anafilatik krn dia hipoksi dapat dilihat terkenanya di atrial atau di
ventrikelnya.
Farmakodinamik Epinefrin
1. kardiovaskular
Kerja utama epinefrin adalah pada sistem kardiovaskular. Senyawa ini memperkuat
daya kontraksi otot jantung (miokard) (inotropik positif : kerja β1) dan mempercepat
kontraksi miokard (kronotropik positif : kerja β1). Oleh karena itu, curah jantung
meningkat pula. Akibat dari efek ini maka kebutuhan oksigen otot jantung jadi
meningkat juga. Epinefrin mengkonstriksi arteriol di kulit, membrane mukosa, dan
visera (efek α) dan mendilatasi pembuluh darah ke hati dan otot rangka (efek β2).
Aliran darah ke ginjal menurun. Oleh karena itu, efek kumulatif epinefrin adalah
peningkatan tekanan sistolik bersama dengan sedikit penurunan tekanan diastolik
(Mycek et al, 2001).
2. Respirasi
Epinefrin menimbulkan bronkodilatasi kuat dengan bekerja langsung pada otot polos
bronkus (kerja β2). Pada kasus syok anafilaksis, obat ini dapat menyelamatkan nyawa
(Mycek et al, 2001).
Farmakokinetik Epinefrin
Epinefrin mempunyai awitan cepat tetapi kerjanya singkat. Pada situasi gawat, obat ini
diberikan secara intravena. Untuk memperoleh awitan yang sangat cepat dapat pula
diberikan secara subkutan, pipa endotrakeal, inhalasi, atau topikal pada mata.
Pemberian peroral tidak efektif, karena epinefrin dapat dirusak oleh enzim dalam usus
(Mycek et al, 2001)
2. Mengurangi Hipersensitivitas – b2
Selain memberikan manfaat, adrenalin/epinefrin juga memiliki efek samping, antara lain :
Menimbulkan rasa takut, cemas, dan gelisah., Sakit kepala, Tremor, Palpitasi, Cardiac
Arrhythmia, Penyakit Angina Pectoris
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26908/4/Chapter%20II.pdf
http://yoyoke.web.ugm.ac.id/download/farmakologi.pdf
Golongan obat yang digunakan adalah golongan vasopressor. Golongan ini memiliki efek
farmakologi membuat pembuluh darah berkonstriksi karena pada syok anafilaktik, pembuluh
darah mengalami dilatasi sehingga terjadi penurunan tekanan darah secara drastis. Konstriksi
pembuluh darah diperlukan untuk meningkatkan tekanan darah untuk menjaga perfusi darah
ke organ-oragn vital seperti jantung dan otak.
11. Indikasi dan farmakodinamik penggunaan kortikosteroid dan antihistamin?
Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di bagian korteks
kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan
oleh kelenjar hipofisis, atau atas angiotensin II. Hormon ini berperan pada banyak sistem
fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan tubuh,
dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit
darah, serta tingkah laku1.
Farmakodinamik kortikosteroid
Pada waktu memasuki jaringan, glukokortikoid berdifusi atau ditranspor menembus sel
membran dan terikat pada kompleks reseptor sitoplasmik glukokortikoid heat-shock protein
kompleks. Heat shock protein dilepaskan dan kemudian kompleks hormon reseptor ditranspor
ke dalam inti, dimana akan berinteraksi dengan respon unsur respon glukokortikoid pada
berbagai gen dan protein pengatur yang lain dan merangsang atau menghambat ekspresinya.
Pada keadaan tanpa adanya hormon, protein reseptor dihambat dari ikatannya dengan DNA;
jadi hormon ini tidak menghambat kerja reseptor pada DNA. Perbedaan kerja glukokortikoid
pada berbagai jaringan dianggap dipengaruhi oleh protein spesifik jaringan lain yang juga
harus terikat pada gen untuk menimbulkan ekspresi unsur respons glukokortikoid utama.
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin
terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor –histamin (penghambatan saingan). Pada
awalnya hanya dikenal satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor
khusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor-H2,maka secara farmakologi reseptor histamin
dapat dibagi dalam dua tipe , yaitu reseptor-H1 da reseptor-H2. Berdasarkan penemuan ini,
antihistamin juga dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni antagonis reseptor-H1 (sH1-blockers
atau antihistaminika) dan antagonis reseptor-H2 ( H2-blockers atau zat penghambat-asam).
Antihistamin yang digunakan sebagai anti alergi adalah golongan antagonis reseptor H1.
Secara farmakodinamik, AH1 dapat menghambat efek histamine pada pembuluh darah,
bronkus dan pemacam otot polos. AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas
atau keadaan lain yang disertai pelepasan histamine endogen berlebihan. Bronkokonstriksi,
peninggian permeabilitas kapiler dan edema akibat histamine dapat dihambat dengan baik.
· Berkompetisi dengan histamine untuk mengikat reseptor yang masih kosong. Jika
histamine sudah terikat, antihistamin tidak bisa memindahkan histamine.
· Pengikat AH1 mencegah efek merugikan akibat stimulasi histamine seperti vasodilatasi,
peningkatan secret gastrointestinal dan respirasi serta peningkatan permeabilitas kapiler.
Antihistamin juga digunakan untuk mengatasi inflamasi. Invasi virus direspons oleh sistem
kekebalan, yang tersusun secara berlapis, dengan sasaran mempertahankan keseimbangan
antara lingkungan di luar dan didalam. Alat pertahanan itu antara lain kulit, selaput lender,
batuk, flora normal, dan berbagai sel seperti limfosit T (sel T) dan limfosit B (sel B) dalam
jaringan limfoid. Meknisme pertahanan itu disebut sebagai inflamasi yang dirasakan sebagai
kemerahan, sembab, demam, dan nyeri.
Antihistamin disebut sebagai anti-alergi karena alergi juga menimbulkan inflamasi. Ia adalah
reaksi yang berlebihan dari sistem pertahanan tubuh terhadap gangguan dari luar, baik
makanan, obat, maupun udara dingin. Salah satu alat serang yang dilepas tubuh ke dalam
pembuluh darah adalah histamine yang menyebabkan kontraksi atau menciutnya berbagai alat
vital, sperti bronkus dan usus, serta peningkatan sekresi mucus atau lender dan resistansi
saluran napas.
Indikasi
Indikasi pemberian AH1 adalah untuk pengobatan simpatomimatik berbagai alergi dan
mencegah atau mengobati mabuk perjalanan
Farmakokinetik
AH1 dapat diabsorpsi dengan baik secara parenteral maupun oral. Efek timbul dalam 15-30
menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja antihistamin
generasi I setelah pemberian dosis tunggal umumnya 4-6 jam, sedangkan beberapa derivat
piperazin seperti meklizin dan hidroksizin memiliki masa kerja yang lebih panjang seperti juga
umumnya antihistamin generasi II.
Obat generasi pertama merupakan obat yang dapat bekerja secara perifer maupun sentral.
Efek antikolinergiknya lebih besar dibandingkan dengan agen non sedative. Penghambat SSP
akibat AH1 dapat bermanifestasi sebagai gejala mengantuk, maupun kewaspadaan turun.
Contohnya adalah ;
Obat generasi kedua merupakan antihistamin non sedative yang dikembangkan untuk
mengeliminasi efek samping sedasi dari obat generasi pertama. Obat ini berukuran besar dan
tidak bersifat lipofilik sehingga tidak menembus BBB. Dengan begitu, efek ke sistem saraf
pusatnya lebih kecil. Dibandingkan generasi 1, obat ini memiliki durasi kerja yang lebih lama
dan memiliki spesifisitas reseptor H1 dan atau H2 untuk menekan efek histamin.
Contohnya adalah
1. Cairan Kristaloid
Cairan kristaloid terdiri dari:
1. Cairan Hipotonik
Cairan ini didistribusikan ke ekstraseluler dan intraseluluer. Oleh karena itu
penggunaannya ditujukan kepada kehilangan cairan intraseluler seperti pada dehidrasi
kronik dan pada kelainan keseimbangan elektrolit terutama pada keadaan hipernatremi
yang disebabkan oleh kehilangan cairan pada diabetes insipidus. Cairan ini tidak dapat
digunakan sebagai cairanresusitasi pada kegawatan. Contohnya dextrosa 5%
1. Cairan Isotonik
Cairan isotonik terdiri dari cairan garam faali (NaCl 0,9%), ringer laktat dan plasmalyte.
Ketiga jenis cairan ini efektif untuk meningkatkan isi intravaskuler yang adekuat dan
diperlukan jumlah cairan ini 4x lebih besar dari kehilangannya. Cairan ini cukup
efektif sebagai cairan resusitasi dan waktu yang diperlukanpun relatif lebih pendek
disbanding dengan cairan koloid.
1. Cairan Hipertonik
Cairan ini mengandung natrium yang merupakan ion ekstraseluler utama. Oleh karena
itu pemberian natrium hipertonik akan menarik cairan intraseluler ke dalam ekstra
seluler .Peristiwa ini dikenal dengan infus internal. Disamping itu cairan natrium
hipertonik mempunyai efek inotropik positif antara lain memvasodilatasi pembuluh
darah paru dan sistemik. Cairan ini bermanfaat untuk luka bakar karena dapat
mengurangi edema pada luka bakar, edema perifer dan mengurangi jumlah cairan yang
dibutuhkan, contohnya NaCl 3% Beberapa contoh cairan kristaloid :
Larutan yang mengandung konsentrasi Natrium 130 mEq/L, Kalium 4 mEq/l, Klorida
109mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Laktat 28 mEq/L. Laktat pada larutan ini
dimetabolisme didalam hati dan sebagian kecil metabolisme juga terjadi dalam ginjal.
Metabolisme ini akan terganggu pada penyakit yang menyebabkan gangguan fungsi
hati. Laktat dimetabolisme menjadi piruvat kemudian dikonversi menjadi CO2 dan
H2O (80% dikatalisis oleh enzimpiruvat dehidrogenase) atau glukosa (20% dikatalisis
oleh piruvat karboksilase). Kedua proses ini akan membentuk HCO3. Sejauh ini Ringer
Laktat masih merupakan terapi pilihan karena komposisi elektrolitnya lebih mendekati
komposisi elektrolit plasma. Cairan ini digunakan untuk mengatasi kehilangan cairan
ekstra seluler yang akut. Cairan ini diberikan pada dehidrasi berat karena diare murni
dan demam berdarah dengue. Pada keadaan syok, dehidrasi atau DSS pemberiannya
bias diguyur.
2) Ringer Asetat
Cairan ini mengandung Natrium 130 mEq/l, Klorida 109 mEq/l, Kalium 4 mEq/l,
Kalsium 3mEq/l dan Asetat 28 mEq/l. Cairan ini lebih cepat mengoreksi keadaan
asidosis metabolik dibandingkan Ringer Laktat, karena asetat dimetabolisir di dalam
otot, sedangkan laktat didalam hati. Laju metabolisme asetat 250 ± 400 mEq/jam,
sedangkan laktat 100 mEq/jam.Asetat akan dimetabolisme menjadi bikarbonat dengan
cara asetat bergabung dengan ko-enzim A untuk membentuk asetil ko-A., reaksi ini
dikatalisis oleh asetil ko-A sintetase danmengkonsumsi ion hidrogen dalam prosesnya.
Cairan ini bisa mengganti pemakaian Ringer Laktat.‡ Glukosa 5%, 10% dan 20%Larutan
yang berisi Dextrosa 50 gr/liter , 100 gr/liter , 200 gr/liter.9 Glukosa 5%
digunakanpada keadaan gagal jantung sedangkan Glukosa 10% dan 20% digunakan
pada keadaan hipoglikemi , gagal ginjal akut dengan anuria dan gagal ginjal akut
dengan oliguria .
3) NaCl 0,9%
Cairan fisiologis ini terdiri dari 154 mEq/L Natrium dan 154 mEq/L Klorida, yang
digunakan sebagai cairan pengganti dan dianjurkan sebagai awal untuk
penatalaksanaan hipovolemia yang disertai dengan hiponatremia, hipokloremia atau
alkalosis metabolik. Cairan ini digunakan pada demam berdarah dengue dan renjatan
kardiogenik juga pada sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium seperti
asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikaldan luka bakar. Pada anak dan bayi
sakit penggunaan NaCl biasanya dikombinasikan dengancairan lain, seperti NaCl 0,9%
dengan Glukosa 5 %.
3) DextranCampuran dari polimer glukosa dengan berbagai macam ukuran dan berat
molekul.Dihasilkan oleh bakteri Leucomostoc mesenteriodes yang dikembang biakkan
di mediasucrose. BM bervariasi dari beberapa ribu sampai jutaan Dalton.Ada 2 jenis
dextran yaitu dextran 40 dan 70. dextran 70 mempunyai BM 70.000 (25.000-125.000).
sediaannya terdapat dalam konsentrasi 6% dalamgaram fisiologis. Dextran ini lebih
lambat dieksresikan dibandingkan dextran 40. Oleh karenaitu dextran 70 lebih efektif
sebagai volume ekspander dan merupakan pilihan terbaik dibadingkan dengan dextran
40.8Dextran 40 mempunyai BM 40.000 tersedia dalam konsentrasi 10% dalam garam
fisiologisatau glukosa 5%. Molekul kecil ini difiltrasi cepat oleh ginjal dan dapat
memberikan efek diuretik ringan. Sebagian kecil dapat menembus membran kapiler
dan masuk ke ruangintersisial dan sebagian lagi melalui sistim limfatik kembali ke
intravaskuler.8Pemberian dextran untuk resusitasi cairan pada syok dan kegawatan
menghasilkan perubahanhemodinamik berupa peningkatan transpor oksigen. Cairan
ini digunakan pad penyakitsindroma nefrotik dan dengue syok sindrom. Komplikasi
antara lain payah ginjal akut, reaksianafilaktik dan gangguan pembekuan darah.8
4) GelatinCairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama pada orang
dewasa dan padabencana alam. Terdapat 2 bentuk sediaan yaitu:1.Modified Fluid
Gelatin (MFG)2. Urea Bridged Gelatin (UBG)Kedua cairan ini punya BM 35.000. Kedua
jenis gelatin ini punya efek volume expander yang baik pada kegawatan. Komplikasi
yang sering terjadi adalah reaksi anafilaksis.83.1.3 Cairan Kombinasi‡ KaEn 1 B (GZ 3 :
1)Larutan yang mengandung Natrium 38,5 mEq/L, Klorida 38,5 mEq/L. Dextrose 37,5
gr/L.Cairan ini digunakan sebagai cairan rumatan pada penyakit bronkopneumonia,
statusasmatikus dan bronkiolitis.9
5) Cairan 2aLarutan yang terdiri dari glukosa 5% dan NaCl 0,9 % dengan
perbandingan 1 : 1 yang terdiridari dextrosa monohidrat 55gr/L, dextrosa anhidrat 50
gr/L, Natrium 150 mmol/L dan klorida150 mmol/L. Cairan ini digunakan pada diare
dengan komplikasi dan bronkopneumonidengan komplikasi. Sedangkan campuran
glukosa 10% dan NaCl 0,9 % dengan perbandingan1:1 digunakan pada bronkopneumoni
dengan dehidrasi oleh karena intake kurang9‡ Cairan G:B 4:1Larutan yang terdiri dari
glukosa 5% dan Natrium Bikarbonat 1,5 % yang merupakancampuran dari 500 cc
Glukosa 5% dan 25 cc Natriun Bikarbonat 8,4%. Cairan ini digunakanpada neonatus
yang sakit
6) Cairan DGCairan ini terdiri dari Natriun 61 mEq/L, Kalium 18mEq/L serta Laktat
27 mEq/L danKlorida 52 mEq/L serta Dextrosa 25 g/L.9 Cairan ini digunakan pada
diare dengankomplikasi.‡ Cairan Natrium Bicarbonat (Meylon)Cairan ini mengandung
natrium 25 mEq/25ml dan bicarbonat 25 mEq/25ml. Cairan inidigunakan pada
keadaan asidosis akibat defisit bicarbonat.9 Sediaan dalam bentuk flakonsebanyak 25
ml dengan konsentrasi 8,4% ( 84 mg/ml)‡Cairan RLDCairan yang terdiri dari I bagian
Ringer laktat dan 1 bagian Glikosa 5% yang bisa digunakanpada demam berdarah
dengue .‡Cairan G:Z 4:1Cairan yang terdiri dari 4 bagian glukosa 5-10% dan 1 bagian
NaCL 0,9% yang bisadigunakan pada dehidrasi berat karena diare murni.
Hipersensitivitas tipe I
sesak
TD menurun
RR meningkat,
somnolen wheezing
ECG, pulse
Syok anafilaksis
oxymetri