Anda di halaman 1dari 31

LBM 2

SESAK NAFAS HEBAT DAN PUSING

STEP 1

1. Ketorolac

Merupakan obat OAINS. Termasuk gol indoles. secara kompetitif menghambat COX 1
dan COX 2 dg memblokade ikatan arachidonat shg memberikan efek farmakologis
antiinfalamsi, antipiretik, analgesic.

Menghambat granulosik pembuluh darah, migrasi PMN leukosit ke tempat peradangan.

(Dewi, Dinda)

2. Angiodema

Jenis alergi kulit karena obat atau makanan. Timbul benjolan di subkutan atau mukosa,
dikelopak mata, alat kelamin, muka, dll.

Seperti udem atau bengkak, tumbuh dalam > 24 jam.

(Sherly, Karina)

3. Inotropik

Obat utk meningkatkan kontraksi jantung shg curahnya meningkat.

Ada 2:

 Agen positif: meningkatkan kontraktilitas otot jantung atau miokard dan mendukung
fungsi jtg yg digunakan saat gagal jantung
 Agen negatif: menurunkan kontraktilitas otot jantung atau miokard dan
menurunkan beban kerja jantung

(Dinda, Hifna)

4. Vasopressor

Utk merangsang kontraksi otot polos dlm pemb darah kapiler dan arteri shg meinbulkan
efek vasokonstriksi

(Dina)
5. Urtikaria

Reaksi pemb darah berupa erupsi kulit dmn batas tegas dan bentol, warna merah,
apabila dipencet akan memutih dan gatal.

(Desi karina)

STEP 2

1. Interpretasi pasien didapatkan RR, D, nadi dan akral dingin?


2. Mengapa setelah mendapa suntikan ketorolac pasien merasa sesak napas hebat dan
pusing? Bagaimana hub pemberian ketorolac dg keluhan pasien wheezing dan fase
ekspirasi memanjang?
3. Indikasi dan farmakodinamik penggunaan injeksi adrenalin?
4. Indikasi dan farmakodinamik penggunaan inotropik dan vasopressor?
5. Indikasi dan farmakodinamik penggunaan kortikosteroid dan antihistamin?
6. Mengapa pada penanganan pasien dibaringkan dan dielevasikan kedua tungkainya?
7. Bagaimana bisa terjadi angiodema dan urtikaria pada pasien?
8. Apa yg dinilai saat monitoring ECG dan puse oxymetri saat pemeriksaan pasien?
9. Interpretasi dari pasien somnolen, nafas cuping hidung, retraksi subcostal, wheezing (+),
dan sianosis?
10. Jelaskan def, etio, klasifikasi mengenai sesak nafas?
11. Penatalaksaan dari scenario?
12. Indikasi pemberian oksigenasi?

STEP 3

1. Interpretasi pasien didapatkan RR, TD, nadi dan akral dingin?


Reaksi Anafilaktoid
Reaksi anafilaktoid adalah reaksi yang menyebabkan timbulnya gejala dan keluhan yang
sama dengan reaksi anafilaksis tetapi tanpa adanya mekanisme ikatan antigen antibodi.
Pelepasan mediator biokimiawi dari mastosit melewati mekanisme nonimunologik ini
belum seluruhnya dapat diterangkan. Zat-zat yang sering menimbulkan reaksi
anafilaktoid adalah kontras radiografi (idionated), opiate, tubocurarine, dextran maupun
mannitol. Selain itu aspirin maupun NSAID lainnya juga sering menimbulkan reaksi
anafilaktoid yang diduga sebagai akibat terhambatnya enzim siklooksgenase.
Manifestasi klinik
Walaupun gambaran atau gejala klinik suatu reaksi anafilakis berbeda-beda gradasinya
sesuai berat ringannya reaksi antigen-antibodi atau tingkat sensitivitas seseorang,
namun pada tingkat yang berat barupa syok anafilaktik gejala yang menonjol adalah
gangguan sirkulasi dan gangguan respirasi. Kedua gangguan tersebut dapat timbul
bersamaan atau berurutan yang kronologisnya sangat bervariasi dari beberapa detik
sampai beberapa jam. Pada dasarnya makin cepat reaksi timbul makin berat keadaan
penderita.(4,5,6,7)

Sistem pernafasan
Gangguan respirasi dapat dimulai berupa bersin, hidung tersumbat atau batuk saja yang
kemudian segera diikuti dengan udema laring dan bronkospasme. Kedua gejala terakhir
ini menyebabkan penderita nampak dispnue sampai hipoksia yang pada gilirannya
menimbulkan gangguan sirkulasi, demikian pula sebaliknya, tiap gangguan sirkulasi pada
gilirannya menimbulkan gangguan respirasi. Umumnya gangguan respirasi berupa
udema laring dan bronkospasme merupakan pembunuh utama pada syok anafilaktik.

Sistem sirkulasi
Biasanya gangguan sirkulasi merupakan efek sekunder dari gangguan respirasi, tapi bisa
juga berdiri sendiri, artinya terjadi gangguan sirkulasi tanpa didahului oleh gangguan
respirasi. Gejala hipotensi merupakan gejala yang menonjol pada syok anafilaktik.
Hipotensi terjadi sebagai akibat dari dua faktor, pertama akibat terjadinya vasodilatasi
pembuluh darah perifer dan kedua akibat meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
sehingga selain resistensi pembuluh darah menurun, juga banyak cairan intravaskuler
yang keluar keruang interstitiel (terjadi hipovolume relatif).Gejala hipotensi ini dapat
terjadi dengan drastis sehingga tanpa pertolongan yang cepat segera dapat berkembang
menjadi gagal sirkulasi atau henti jantung.
Syok diwali dengan perfusi organ yang berkurang
Penyebab syok  penurunan curah jantung jika pada syok anafilaktik (alergi obat
atau makanan sehingga terjadi pelepasan zat vasoaktif) dikarenakan pelebaran
pembuluh darah perifer dengan penurunan venous return

Gejala yang Nampak


1. sistem jantung dan pembuluh darah
- Hipotensi, sistolik < 90 mmHg ATAU turun ≥ 30mmHg dari semula
- takikardi , denyut nadi > 100 kali/menit, kecil, lemah, tidak teraba
- penurunan aliran darah koroner
- penurunan aliran darah kulit, sianotik, dingin dan basah; pengisian kapiler yg
lambat
2. system saluran nafas
- hiperventilasi akibat anoksia jaringan, penurunan venous return
3. system saraf pusat
- hipoksi terjadi peningkatan permeabilitas kapiler  edem serebri  penurunan
kesadaran
4. system saluran kemih
- oliguria (dieresis<30ml/jam), dapat berlanjut jadi anuria, uremia akibat payah
ginjal akut
5. perubahan biokimiawi
- asidosis metabolic akibat anoksia jaringan dan gangguan fungsi ginjal
- hiponatremi dan hiperkalemi
- hiperglikemi
Penurunan konsentrasi oksigen dalam darah  perangsangan kemoreseptor (glomus
karotikum dan glomus aortikum)  perangsangan pusat pernafasan RR naik

Penurunan oksigen dalam darah  hipoksia (jaringan kekurangan oksigen)  aliran


darah ke jaringan diperlama (agar jaringan mendapat pasokan oksigen lebih banyak ) 
venous return turun  stroke volume menurun Tekanan darah menurun

Tekanan darah menurun  merangsang baroreseptor (di glomus karotikum dan


aortikum)  merangsang dilatasi arteri sistemik frekuensi jantung menurun
Volume darah menurun→ aliran darah ke jantung sedikit→simpatik→meningkatkan
kontraksi dan daya konduksi jantung→takikardia

 Buku Penanganan Penderita Gawat Darurat, Prof. DR.dr. I. Riwanto, Sp.BD, FK


UNDIP
 Agus Purwadinanto dan Budi Sampurna. 2000. Kedaruratan Medik Edisi Revisi
Pedoman Penatalaksanaan Praktis. Jakarta : Binarupa Aksara

2. Mengapa setelah mendapat suntikan ketorolac pasien merasa sesak napas hebat dan
pusing? Bagaimana hub pemberian ketorolac dg keluhan pasien wheezing dan fase
ekspirasi memanjang?
Charles Vacanti, Scott Segal, Pankaj Sikka – 2011. Essential Clinical Anesthesia Halaman 268 -
books.google.com/books?isbn=1139498401
- Whezzing adaah suara memanjang yang disebabkan oleh penyempitan saluran
pernafasan dengan aposisi dinding saluran pernapasan. Suara tersebut dihasilkan
oleh vibrasi dinding saluran pernapasan dan jaringan disekitarnya. Karena secara
umum saluran pernapasan lebih sempit saat ekspirasi, mengi terdengar lebih jelas
saat ekspirasi
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi
dengan paksa menekan bagian luar bronkiolus . Karena bronkiolus
sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan
eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Kapasitas
residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat
selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal
ini bisa menyebabkan barrel chest.
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton and Hall ,Ed 11. EGC

Buku Ajar Patologi Robin Kumar, Vol2, Ed. 7.EGC


3. Mengapa pada penanganan pasien dibaringkan dan dielevasikan kedua tungkainya?

Posisi syok adalah posisi orang yang terbaring di punggungnya dengan kaki terangkat
sekitar 8-12 inci. Ini digunakan ketika seorang pasien menunjukkan tanda-tanda syok.
posisi syok juga digunakan untuk pasien yang mengalami keadaan darurat terkait
panas..

Tujuan dari posisi syok adalah untuk mengangkat kaki di atas jantung dengan cara
yang akan sedikit membantu aliran darah ke jantung. (meninggikan tungkai
memungkinkan darah mengalir dari tungkai kembali ke jantung). membantu lebih
banyak mengalirkan oksigen melalui darah dan membantu menghilangkan hipoksia
yang dapat menyebabkan shock.

Sumber : Irwin, Richard S.; Rippe, James M. (January 2003). Intensive Care Medicine
dan first aid Pertolongan Pertama Ed 5 (American College of Emergency Physicians)

Meletakkan penderita dalam posisi syok :


- Kepala setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada dada
- Tubuh horizontal atau dada sedikit lebih rendah
- Kedua tungkai lurus diangkat 20 derajat ; literature lain ada yang menyebutkan 15-
30 cm jika tidak dicurigai cidera spinal)

Kedaruratan medik, agus purwadianto dan budi sampurna

4. Bagaimana bisa terjadi angiodema dan urtikaria pada pasien?


Gangguan kulit.
Merupakan gejala klinik yang paling sering ditemukan pada reaksi anafilaktik. Walaupun
gejala ini tidak mematikan namun gejala ini amat penting untuk diperhatikan sebab ini
mungkin merupakan gejala prodromal untuk timbulnya gejala yang lebih berat berupa
gangguan nafas dan gangguan sirkulasi. Oleh karena itu setiap gangguan kulit berupa
urtikaria, eritema, atau pruritus harus diwaspadai untuk kemungkinan timbulnya gejala
yang lebih berat. Dengan kata lain setiap keluhan kecil yang timbul sesaat sesudah
penyuntikan obat,harus diantisipasi untuk dapat berkembang kearah yang lebih berat.

5. Interpretasi dari pasien somnolen, nafas cuping hidung, retraksi subcostal, wheezing (+),
dan sianosis?

Tahap dekompensasi shock dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-fungsinya.
Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ vital yaitu dengan
mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut dan mengutamakan aliran ke
otak, jantung, dan paru.
Tanda dan gejala yang dapatditemukan diantaranya adalah rasa haus yang hebat,
peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit dingin, pucat, serta
kesadaran yang mulai terganggu.
6. Apa yg dinilai saat monitoring ECG dan puse oxymetri saat pemeriksaan pasien?

Pulse oxymetri utk mengukur kadar O2 dalam darah dan dilengkapi pengukuran detak
jantung atau HR. Alat in akan memancarakan cahay di jaringan seperi jari tangan dan jari
kaki. Dapat digunakan utk emonitor hipoksemiadan pedoman terapi pasien, dan
hasilnya dapat diektahui secara cepat.

Harus dilakukan terus krn jika < 85 dpt mengancam jiwa, dimana treatmentnya diberi
Oksigen.

Antara 95-100 diberi kanul biasa

90 -< 95 sungkup muka sederhana

85 - < 90 pasien hipoksi sedang sampai berat, sungkup muka ada bagnya

< 85 ET atau intubasi

ECG merupakan pemeriksaan elektrik di jantung. Utk memeriksa laju/denyut jantung.


Kerja jantung hrs dipantau terus menerus krn jika keadaan tiba-tiba gawat dpt segera
diberikan inotropik dg cepat

Pada pasien syok anafilatik krn dia hipoksi dapat dilihat terkenanya di atrial atau di
ventrikelnya.

7. Penatalaksaan dari scenario?


Penanganan syok anafilaktik
I. Terapi medikamentosa (7,8,9)
Prognosis suatu syok anafilaktik amat tergantung dari kecepatan diagnose dan pengelolaannya.
1.Adrenalin merupakan drug of choice dari syok anafilaktik. Hal ini disebabkan 3 faktor yaitu :
 Adrenalin merupakan bronkodilator yang kuat, sehingga penderita dengan cepat
terhindar dari hipoksia yang merupakan pembunuh utama.
 Adrenalin merupakan vasokonstriktor pembuluh darah dan inotropik yang kuat sehingga
tekanan darah dengan cepat naik kembali.
 Adrenalin merupakan histamin bloker, melalui peningkatan produksi cyclic AMP
sehingga produksi dan pelepasan chemical mediator dapat berkurang atau berhenti.

Dosis dan cara pemberiannya.


0,3 – 0,5 ml adrenalin dari larutan 1 : 1000 diberikan secara intramuskuler yang dapat diulangi
5 – 10 menit. Dosis ulangan umumnya diperlukan, mengingat lama kerja adrenalin cukup
singkat. Jika respon pemberian secara intramuskuler kurang efektif, dapat diberi secara
intravenous setelah 0,1 – 0,2 ml adrenalin dilarutkan dalam spuit 10 ml dengan NaCl fisiologis,
diberikan perlahan-lahan. Pemberian subkutan, sebaiknya dihindari pada syok anafilaktik
karena efeknya lambat bahkan mungkin tidak ada akibat vasokonstriksi pada kulit, sehingga
absorbsi obat tidak terjadi.
2.Aminofilin
Dapat diberikan dengan sangat hati-hati apabila bronkospasme belum hilang dengan
pemberian adrenalin. 250 mg aminofilin diberikan perlahan-lahan selama 10 menit intravena.
Dapat dilanjutkan 250 mg lagi melalui drips infus bila dianggap perlu.
3. Antihistamin dan kortikosteroid.
Merupakan pilihan kedua setelah adrenalin. Kedua obat tersebut kurang manfaatnya pada
tingkat syok anafilaktik, sebab keduanya hanya mampu menetralkan chemical mediators
yang lepas dan tidak menghentikan produksinya. Dapat diberikan setelah gejala klinik mulai
membaik guna mencegah komplikasi selanjutnya berupa serum sickness atau prolonged effect.
Antihistamin yang biasa digunakan adalah difenhidramin HCl 5 – 20 mg IV dan untuk golongan
kortikosteroid dapat digunakan deksametason 5 – 10 mg IV atau hidrocortison 100 – 250 mg IV.

II. Terapi supportif


Terapi atau tindakan supportif sama pentingnya dengan terapi medikamentosa dan sebaiknya
dilakukan secara bersamaan. (10,11,12)
1. Pemberian Oksigen
Jika laring atau bronkospasme menyebabkan hipoksi, pemberian O2 3 – 5 ltr / menit harus
dilakukan. Pada keadaan yang amat ekstrim tindakan trakeostomi atau krikotiroidektomi perlu
dipertimbangkan.
2. Posisi Trendelenburg
Posisi trendeleburg atau berbaring dengan kedua tungkai diangkat (diganjal dengan kursi ) akan
membantu menaikan venous return sehingga tekanan darah ikut meningkat.
3.Pemasangan infus.
Jika semua usaha-usaha diatas telah dilakukan tapi tekanan darah masih tetap rendah maka
pemasangan infus sebaiknya dilakukan. Cairan plasma expander (Dextran) merupakan pilihan
utama guna dapat mengisi volume intravaskuler secepatnya. Jika cairan tersebut tak tersedia,
Ringer Laktat atau NaCl fisiologis dapat dipakai sebagai cairan pengganti. Pemberian cairan
infus sebaiknya dipertahankan sampai tekanan darah kembali optimal dan stabil.
4. Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP)
Seandainya terjadi henti jantung (cardiac arrest) maka prosedur resusitasi kardiopulmoner
segera harus dilakukan sesuai dengan falsafah ABC dan seterusnya. Mengingat kemungkinan
terjadinya henti jantung pada suatu syok anafilaktik selalu ada, maka sewajarnya di tiap ruang
praktek seorang dokter tersedia selain obat-obat emergency, perangkat infus dan cairannya
juga perangkat resusitasi (Resucitation kit ) untuk memudahkan tindakan secepatnya.

8. Indikasi pemberian oksigenasi?


TERAPI PEMBERIAN O2.
Tujuan utama pemberian O2 adalah:
(1) untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah,
(2) untuk menurunkan kerja nafas dan menurunkan kerja miokard.

Syarat-syarat pemberian O2 meliputi :


o Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat terkontrol
o Tidak terjadi penumpukan CO2
o Mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah
o Efisien dan ekonomis
Dalam pemberian Nyaman untuk pasien terapi O2 perlu diperhatikan “Humidification
(pelembab ruangan)”. Hal ini penting diperhatikan oleh karena udara yang normal
dihirup telah mengalami humidfikasi sedangkan O2 yang diperoleh dari sumber O2
(Tabung) merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi, humidifikasi yang
adekuat dapat mencegah komplikasi pada pernafasan.

(Price, Sylvia Anderson dan Lorraine MW. Patofisiologi Vol 1. ed 6. Jakarta :


EGC. 2005)

9. Indikasi dan farmakodinamik penggunaan injeksi adrenalin?


Obat golongan ini disebut obat adrenergik karena efek yang ditimbulkankannya mirip
perangsangan saraf adrenergik, atau mirip efek neurotransmitor epinefrin (yang disebut
adrenalin) dari susunan sistem saraf sistematis.
Berdasarkan efek farmakologis atau penggunaan terapi, obat adrenergik dibagi
menjadi lima golongan :
1. Vasopresor, digunakan untuk pengobatan syok, dengan cara mengembangkan
jaringan perfusi. Contoh : dobutamin HCl, dopamine HCl, isoproterenol HCl, fenilefrin
HCl.
2. Bronkodilator, menyebabkan relaksasi otot polos bronkiola, dan digunakan sebagai
penunjang pada pengobatan asma, bronchitis, emfisema dan gangguan pada paru-paru.
Contoh : salbutamol sulfat, terbutalin sulfat, klenbuterol, metaproterenol sulfat,
fenoterol HBr, prokaterol HCl, efedrin HCl, epinefrin.
3. Dekongestan hidung, digunakan untuk mengurangi aliran darah pada daerah yang
bengkak karena menyebabkan vasokonstriksi arteriola pada mukosa hidung. Contoh :
efedrin HCl, epinefrin, nafazolin HCl.
4. Midriatik, menyebabkan midriasis dengan cara menimbulkan kontraksi otot
pelebaran iris mata.
5. Dekongestan mata, menimbulkan efek vasokonstriksi, midriasis dan menurunkan
tekanan dalam mata. Digunakan untuk mengontrol pendarahan selama operasi mata,
pengobatan glaucoma tiper tertentu, pengobatan beberapa penyakit mata dan untuk
penjernih mata. Contoh : divefrin HCl, efedrin sulfat, epinefrin HCl, fenilefrin HCl,
nafazolin HCl (Siswandono et al, 1995).

Farmakodinamik Epinefrin
1. kardiovaskular
Kerja utama epinefrin adalah pada sistem kardiovaskular. Senyawa ini memperkuat
daya kontraksi otot jantung (miokard) (inotropik positif : kerja β1) dan mempercepat
kontraksi miokard (kronotropik positif : kerja β1). Oleh karena itu, curah jantung
meningkat pula. Akibat dari efek ini maka kebutuhan oksigen otot jantung jadi
meningkat juga. Epinefrin mengkonstriksi arteriol di kulit, membrane mukosa, dan
visera (efek α) dan mendilatasi pembuluh darah ke hati dan otot rangka (efek β2).
Aliran darah ke ginjal menurun. Oleh karena itu, efek kumulatif epinefrin adalah
peningkatan tekanan sistolik bersama dengan sedikit penurunan tekanan diastolik
(Mycek et al, 2001).
2. Respirasi
Epinefrin menimbulkan bronkodilatasi kuat dengan bekerja langsung pada otot polos
bronkus (kerja β2). Pada kasus syok anafilaksis, obat ini dapat menyelamatkan nyawa
(Mycek et al, 2001).

Farmakokinetik Epinefrin

Epinefrin mempunyai awitan cepat tetapi kerjanya singkat. Pada situasi gawat, obat ini
diberikan secara intravena. Untuk memperoleh awitan yang sangat cepat dapat pula
diberikan secara subkutan, pipa endotrakeal, inhalasi, atau topikal pada mata.
Pemberian peroral tidak efektif, karena epinefrin dapat dirusak oleh enzim dalam usus
(Mycek et al, 2001)

Penggunaan Klinis Adrenalin/Epinefrin

1. Mengurangi Spasme Bronkus – b2

Untuk terapi asma bronkhial akut (sekarang digunakan b2 stimulan).

2. Mengurangi Hipersensitivitas – b2

Merangsang b2 di membran sel mast sehingga release histamin dihambat (membran


stabilizer).

3. Meningkatkan Efek Anestesi Infiltrasi

Untuk melokalisir anestesi : mengakibatkan vasokonstriksi jaringan sekitar sehingga anestesi


tidak cepat masuk ke sirkulasi sistemik dan duration of action menjadi lama.
4. Hemostatik Topikal

Untuk menutup luka, misal : setelah pencabutan gigi.

Menyebabkan vasokonstriksi peningkatan aktivitas faktor V sehingga terjadi pembekuan darah


(agregasi trombosit) luka tertutup.

5. Cardiac Arrest adrenalin IV

6. Heart Block isoprenalin

7. Cardiogenic Shock dopamine

Efek Yang Merugikan Pada Penggunaan Adrenalin/Epinefrin

Selain memberikan manfaat, adrenalin/epinefrin juga memiliki efek samping, antara lain :

Menimbulkan rasa takut, cemas, dan gelisah., Sakit kepala, Tremor, Palpitasi, Cardiac
Arrhythmia, Penyakit Angina Pectoris

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26908/4/Chapter%20II.pdf

10. Indikasi dan farmakodinamik penggunaan inotropik dan vasopressor?


Inotropik adalah agen obat yang berperan dalam kontraksi otot jantung (miokardium).
Inotropik dibagi dalam dua agen yaitu :
Agen inotropik positif : agen yang meningkatkan kontraktilitas miokard, dan
digunakan untuk mendukung fungsi jantung dalam kondisi seperti gagal jantung, syok
kardiogenik, syok septic, kardiomiopati.
Contoh agen inotropik positif meliputi : Berberine, Omecamtiv, Dopamin, Epinefrin
(adrenalin), isoprenalin (isoproterenol), Digoxin, Digitalis, Amrinon, Teofilin

Obat inotropik positif bekerja dengan meningkatkan kontraksi otot jantung


(miokardium) dan digunakan untuk gagal jantung, yakni keadaan dimana jantung gagal
untuk memompa darah dalam volume yang dibutuhkan tubuh. Keadaan tersebut
terjadi karena jantung bekerja terlalu berat atau karena suatu hal otot jantung menjadi
lemah. Beban yang berat dapat disebabkan oleh kebocoran katup jantung, kekakuan
katup, atau kelainan sejak lahir dimana sekat jantung tidak terbentuk dengan
sempurna.
Ada 2 jenis obat inotropik positif, yaitu
a. Glikosida jantung
Glkosida jantung adalah alkaloid yang berasal dari tanaman Digitalis purpurea yang
kemudian diketahui berisi digoksin dan digitoksin. Keduanya bekerja sebagai inotropik
positif pada gagal jantung.
• Digoksin, kodenya 7-211
• Digitoksin, kodenya 7-211
b. Penghambat fosfodiesterase
Obat-obat dalam golongan ini merupakan penghambat enzim fosfodiesterase yang
selektif bekerja pada jantung. Hambatan enzim ini menyebabkan peningkatan kadar
siklik AMP (cAMP) dalam sel miokard yang akan meningkatkan kadar kalsium intrasel.
• Milrinon
• Aminiron

2. Agen inotropik negative : agen menurunkan kontraktilitas miokard, dan digunakan


untuk mengurangi beban kerja jantung.
Contoh agen inotropik negative meliputi : Carvedilol, Bisoprolol, metoprolol, Diltiazem,
Verapamil, Clevidipine, Quinidin.

http://yoyoke.web.ugm.ac.id/download/farmakologi.pdf

Golongan obat yang digunakan adalah golongan vasopressor. Golongan ini memiliki efek
farmakologi membuat pembuluh darah berkonstriksi karena pada syok anafilaktik, pembuluh
darah mengalami dilatasi sehingga terjadi penurunan tekanan darah secara drastis. Konstriksi
pembuluh darah diperlukan untuk meningkatkan tekanan darah untuk menjaga perfusi darah
ke organ-oragn vital seperti jantung dan otak.
11. Indikasi dan farmakodinamik penggunaan kortikosteroid dan antihistamin?

Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di bagian korteks
kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan
oleh kelenjar hipofisis, atau atas angiotensin II. Hormon ini berperan pada banyak sistem
fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan tubuh,
dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit
darah, serta tingkah laku1.

Kortikosteroid dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan atas aktivitas biologis yang


menonjol darinya, yakni glukokortikoid (contohnya kortisol) yang berperan mengendalikan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, juga bersifat anti inflamasi dengan cara
menghambat pelepasan fosfolipid, serta dapat pula menurunkan kinerja eosinofil. Kelompok
lain dari kortikosteroid adalah mineralokortikoid (contohnya aldosteron), yang berfungsi
mengatur kadar elektrolit dan air, dengan cara penahanan garam di ginjal. Beberapa
kortikosteroid menunjukkan kedua jenis aktivitas tersebut dalam beberapa derajat, dan lainnya
hanya mengeluarkan satu jenis efek.

Hormon kortikosteroid dihasilkan dari kolesterol di korteks kelenjar adrenal yang


terletak di atas ginjal. Reaksi pembentukannya dikatalisis oleh enzim golongan sitokrom P450.
Dalam bidang farmasi, obat-obatan yang disintesis sehingga memiliki efek seperti hormon
kortikosteroid alami memiliki manfaat yang cukup penting. Deksametason dan turunannya
tergolong glukokortikoid, sedangkan prednison dan turunannya memiliki kerja
mineralokortikoid disamping kerja glukokortikoid.

Farmakodinamik kortikosteroid
Pada waktu memasuki jaringan, glukokortikoid berdifusi atau ditranspor menembus sel
membran dan terikat pada kompleks reseptor sitoplasmik glukokortikoid heat-shock protein
kompleks. Heat shock protein dilepaskan dan kemudian kompleks hormon reseptor ditranspor
ke dalam inti, dimana akan berinteraksi dengan respon unsur respon glukokortikoid pada
berbagai gen dan protein pengatur yang lain dan merangsang atau menghambat ekspresinya.
Pada keadaan tanpa adanya hormon, protein reseptor dihambat dari ikatannya dengan DNA;
jadi hormon ini tidak menghambat kerja reseptor pada DNA. Perbedaan kerja glukokortikoid
pada berbagai jaringan dianggap dipengaruhi oleh protein spesifik jaringan lain yang juga
harus terikat pada gen untuk menimbulkan ekspresi unsur respons glukokortikoid utama.

Anti Histamin (AH1)

Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin
terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor –histamin (penghambatan saingan). Pada
awalnya hanya dikenal satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor
khusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor-H2,maka secara farmakologi reseptor histamin
dapat dibagi dalam dua tipe , yaitu reseptor-H1 da reseptor-H2. Berdasarkan penemuan ini,
antihistamin juga dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni antagonis reseptor-H1 (sH1-blockers
atau antihistaminika) dan antagonis reseptor-H2 ( H2-blockers atau zat penghambat-asam).

Antihistamin yang digunakan sebagai anti alergi adalah golongan antagonis reseptor H1.
Secara farmakodinamik, AH1 dapat menghambat efek histamine pada pembuluh darah,
bronkus dan pemacam otot polos. AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas
atau keadaan lain yang disertai pelepasan histamine endogen berlebihan. Bronkokonstriksi,
peninggian permeabilitas kapiler dan edema akibat histamine dapat dihambat dengan baik.

Mekanisme aksi dari antihistamin diantaranya adalah:

· Mengeblok kerja histamine pada reseptornya.

· Berkompetisi dengan histamine untuk mengikat reseptor yang masih kosong. Jika
histamine sudah terikat, antihistamin tidak bisa memindahkan histamine.

· Pengikat AH1 mencegah efek merugikan akibat stimulasi histamine seperti vasodilatasi,
peningkatan secret gastrointestinal dan respirasi serta peningkatan permeabilitas kapiler.

Antihistamin juga digunakan untuk mengatasi inflamasi. Invasi virus direspons oleh sistem
kekebalan, yang tersusun secara berlapis, dengan sasaran mempertahankan keseimbangan
antara lingkungan di luar dan didalam. Alat pertahanan itu antara lain kulit, selaput lender,
batuk, flora normal, dan berbagai sel seperti limfosit T (sel T) dan limfosit B (sel B) dalam
jaringan limfoid. Meknisme pertahanan itu disebut sebagai inflamasi yang dirasakan sebagai
kemerahan, sembab, demam, dan nyeri.

Antihistamin disebut sebagai anti-alergi karena alergi juga menimbulkan inflamasi. Ia adalah
reaksi yang berlebihan dari sistem pertahanan tubuh terhadap gangguan dari luar, baik
makanan, obat, maupun udara dingin. Salah satu alat serang yang dilepas tubuh ke dalam
pembuluh darah adalah histamine yang menyebabkan kontraksi atau menciutnya berbagai alat
vital, sperti bronkus dan usus, serta peningkatan sekresi mucus atau lender dan resistansi
saluran napas.

Indikasi

Indikasi pemberian AH1 adalah untuk pengobatan simpatomimatik berbagai alergi dan
mencegah atau mengobati mabuk perjalanan

Farmakokinetik

AH1 dapat diabsorpsi dengan baik secara parenteral maupun oral. Efek timbul dalam 15-30
menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja antihistamin
generasi I setelah pemberian dosis tunggal umumnya 4-6 jam, sedangkan beberapa derivat
piperazin seperti meklizin dan hidroksizin memiliki masa kerja yang lebih panjang seperti juga
umumnya antihistamin generasi II.

Antihistamin dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:

A. Generasi pertama atau antihistamin tradisional

B. Generasi kedua atau antihistamin non sedative

A. Obat Generasi Pertama

Obat generasi pertama merupakan obat yang dapat bekerja secara perifer maupun sentral.
Efek antikolinergiknya lebih besar dibandingkan dengan agen non sedative. Penghambat SSP
akibat AH1 dapat bermanifestasi sebagai gejala mengantuk, maupun kewaspadaan turun.

Contohnya adalah ;

Difenhidramin (Benadryl), Dimenhidrat (Vormex A), Doksilamin (Mereprine), Klemastin


(Tavegyl), Dimentiden (Fenistil), Kloramfeniksamin (Systral), Feniramin (Avil), Bamipin
(Soventol), Meklozin (Bonamine), (Peremesin), Chlorpheniramine Maleate (Orphen),
Ethylenediamines, Piperazin, Phenothiazine, Piperadines.

Obat Generasi Kedua

Obat generasi kedua merupakan antihistamin non sedative yang dikembangkan untuk
mengeliminasi efek samping sedasi dari obat generasi pertama. Obat ini berukuran besar dan
tidak bersifat lipofilik sehingga tidak menembus BBB. Dengan begitu, efek ke sistem saraf
pusatnya lebih kecil. Dibandingkan generasi 1, obat ini memiliki durasi kerja yang lebih lama
dan memiliki spesifisitas reseptor H1 dan atau H2 untuk menekan efek histamin.

Contohnya adalah

Fexofenadine (Telfast), Loratadine (Lisino), Setrizin (Zyrtec), Azelastin (Allergodi).

12. Indikasi dan farmakodinamik penggunaan loading cairan?

1. Jenis-Jenis Cairan Intravena


Umumnya terapi cairan yang dapat diberikan berupa cairan kristaloid dan koloid atau
kombinasi keduanya. Cairan kristaloid adalah cairan yang mengandung air,
elektrolit dan atau gula dengan berbagai campuran. Cairan ini bisa isotonik,
hipotonik, dan hipertonik terhadap cairan plasma. Sedangkan cairan koloid yaitu cairan
yang BM nya tinggi.7,83.

1. Cairan Kristaloid
Cairan kristaloid terdiri dari:

1. Cairan Hipotonik
Cairan ini didistribusikan ke ekstraseluler dan intraseluluer. Oleh karena itu
penggunaannya ditujukan kepada kehilangan cairan intraseluler seperti pada dehidrasi
kronik dan pada kelainan keseimbangan elektrolit terutama pada keadaan hipernatremi
yang disebabkan oleh kehilangan cairan pada diabetes insipidus. Cairan ini tidak dapat
digunakan sebagai cairanresusitasi pada kegawatan. Contohnya dextrosa 5%

1. Cairan Isotonik
Cairan isotonik terdiri dari cairan garam faali (NaCl 0,9%), ringer laktat dan plasmalyte.
Ketiga jenis cairan ini efektif untuk meningkatkan isi intravaskuler yang adekuat dan
diperlukan jumlah cairan ini 4x lebih besar dari kehilangannya. Cairan ini cukup
efektif sebagai cairan resusitasi dan waktu yang diperlukanpun relatif lebih pendek
disbanding dengan cairan koloid.

1. Cairan Hipertonik
Cairan ini mengandung natrium yang merupakan ion ekstraseluler utama. Oleh karena
itu pemberian natrium hipertonik akan menarik cairan intraseluler ke dalam ekstra
seluler .Peristiwa ini dikenal dengan infus internal. Disamping itu cairan natrium
hipertonik mempunyai efek inotropik positif antara lain memvasodilatasi pembuluh
darah paru dan sistemik. Cairan ini bermanfaat untuk luka bakar karena dapat
mengurangi edema pada luka bakar, edema perifer dan mengurangi jumlah cairan yang
dibutuhkan, contohnya NaCl 3% Beberapa contoh cairan kristaloid :

1) Ringer Laktat (RL)

Larutan yang mengandung konsentrasi Natrium 130 mEq/L, Kalium 4 mEq/l, Klorida
109mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Laktat 28 mEq/L. Laktat pada larutan ini
dimetabolisme didalam hati dan sebagian kecil metabolisme juga terjadi dalam ginjal.
Metabolisme ini akan terganggu pada penyakit yang menyebabkan gangguan fungsi
hati. Laktat dimetabolisme menjadi piruvat kemudian dikonversi menjadi CO2 dan
H2O (80% dikatalisis oleh enzimpiruvat dehidrogenase) atau glukosa (20% dikatalisis
oleh piruvat karboksilase). Kedua proses ini akan membentuk HCO3. Sejauh ini Ringer
Laktat masih merupakan terapi pilihan karena komposisi elektrolitnya lebih mendekati
komposisi elektrolit plasma. Cairan ini digunakan untuk mengatasi kehilangan cairan
ekstra seluler yang akut. Cairan ini diberikan pada dehidrasi berat karena diare murni
dan demam berdarah dengue. Pada keadaan syok, dehidrasi atau DSS pemberiannya
bias diguyur.

2) Ringer Asetat

Cairan ini mengandung Natrium 130 mEq/l, Klorida 109 mEq/l, Kalium 4 mEq/l,
Kalsium 3mEq/l dan Asetat 28 mEq/l. Cairan ini lebih cepat mengoreksi keadaan
asidosis metabolik dibandingkan Ringer Laktat, karena asetat dimetabolisir di dalam
otot, sedangkan laktat didalam hati. Laju metabolisme asetat 250 ± 400 mEq/jam,
sedangkan laktat 100 mEq/jam.Asetat akan dimetabolisme menjadi bikarbonat dengan
cara asetat bergabung dengan ko-enzim A untuk membentuk asetil ko-A., reaksi ini
dikatalisis oleh asetil ko-A sintetase danmengkonsumsi ion hidrogen dalam prosesnya.
Cairan ini bisa mengganti pemakaian Ringer Laktat.‡ Glukosa 5%, 10% dan 20%Larutan
yang berisi Dextrosa 50 gr/liter , 100 gr/liter , 200 gr/liter.9 Glukosa 5%
digunakanpada keadaan gagal jantung sedangkan Glukosa 10% dan 20% digunakan
pada keadaan hipoglikemi , gagal ginjal akut dengan anuria dan gagal ginjal akut
dengan oliguria .
3) NaCl 0,9%

Cairan fisiologis ini terdiri dari 154 mEq/L Natrium dan 154 mEq/L Klorida, yang
digunakan sebagai cairan pengganti dan dianjurkan sebagai awal untuk
penatalaksanaan hipovolemia yang disertai dengan hiponatremia, hipokloremia atau
alkalosis metabolik. Cairan ini digunakan pada demam berdarah dengue dan renjatan
kardiogenik juga pada sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium seperti
asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikaldan luka bakar. Pada anak dan bayi
sakit penggunaan NaCl biasanya dikombinasikan dengancairan lain, seperti NaCl 0,9%
dengan Glukosa 5 %.

1. Cairan Koloid Jenis-jenis cairan koloid adalah :


1) Albumin.Terdiri dari 2 jenis yaitu:

a) Albumin endogen.Albumin endogen merupakan protein utama yang dihasilkan


dihasilkan di hati dengan BMantara 66.000 sampai dengan 69.000, terdiri dari 584
asam amino. Albumin merupakanprotein serum utama dan berperan 80% terhadap
tekanan onkotik plasma. Penurunan kadar Albumin 50 % akan menurunkan tekanan
onkotik plasmanya 1/3nya.

b) Albumin eksogen.Albumin eksogen ada 2 jenis yaitu human serum albumin,


albumin eksogen yang diproduksiberasal dari serum manusia dan albumin eksogen
yang dimurnikan (Purified protein fraction)dibuat dari plasma manusia yang
dimurnikan.8Albumin ini tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam fisiologis.
Albumin 25% biladiberikan intravaskuler akan meningkatkan isi intravaskuler
mendekati 5x jumlah yangdiberikan.Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan
onkotik plasma. Peningkatan inimenyebabkan translokasi cairan intersisial ke
intravaskuler sepanjang jumlah cairanintersisial mencukupi.8Komplikasi albumin
adalah hipokalsemia yang dapat menyebabkan depresi fungsimiokardium, reaksi alegi
terutama pada jenis yang dibuat dari fraksi protein yangdimurnikan. Hal ini karena
factor aktivator prekalkrein yang cukup tinggi dan disamping ituharganya pun lebih
mahal dibanding dengan kristaloid.8 Larutan ini digunakan padasindroma nefrotik dan
dengue syok sindrom
2) HES (Hidroxy Ethyl Starch)Senyawa kimia sintetis yang menyerupai glikogen.
Cairan ini mengandung partikel denganBM beragam dan merupakan campuran yang
sangat heterogen.Tersedia dalam bentuk larutan6% dalam garam fisiologis. Tekanan
onkotiknya adalah 30 mmHg dan osmolaritasnya 310mosm/l. HES dibentuk dari
hidroksilasi aminopektin, salah satu cabang polimer glukosa.8Pada penelitian klinis
dilaporkan bahwa HES merupakan volume ekspander yang cukupefektif. Efek
intarvaskulernya dapat berlangsung 3-24 jam. Pengikatan cairan intravasuler melebihi
jumlah cairan yang diberikan oleh karena tekanan onkotiknya yang lebih
tinggi.Komplikasi yang dijumpai adalah adanya gangguan mekanisme pembekuan
darah. Hal initerjadi bila dosisnya melebihi 20 ml/ kgBB/ hari.8

3) DextranCampuran dari polimer glukosa dengan berbagai macam ukuran dan berat
molekul.Dihasilkan oleh bakteri Leucomostoc mesenteriodes yang dikembang biakkan
di mediasucrose. BM bervariasi dari beberapa ribu sampai jutaan Dalton.Ada 2 jenis
dextran yaitu dextran 40 dan 70. dextran 70 mempunyai BM 70.000 (25.000-125.000).
sediaannya terdapat dalam konsentrasi 6% dalamgaram fisiologis. Dextran ini lebih
lambat dieksresikan dibandingkan dextran 40. Oleh karenaitu dextran 70 lebih efektif
sebagai volume ekspander dan merupakan pilihan terbaik dibadingkan dengan dextran
40.8Dextran 40 mempunyai BM 40.000 tersedia dalam konsentrasi 10% dalam garam
fisiologisatau glukosa 5%. Molekul kecil ini difiltrasi cepat oleh ginjal dan dapat
memberikan efek diuretik ringan. Sebagian kecil dapat menembus membran kapiler
dan masuk ke ruangintersisial dan sebagian lagi melalui sistim limfatik kembali ke
intravaskuler.8Pemberian dextran untuk resusitasi cairan pada syok dan kegawatan
menghasilkan perubahanhemodinamik berupa peningkatan transpor oksigen. Cairan
ini digunakan pad penyakitsindroma nefrotik dan dengue syok sindrom. Komplikasi
antara lain payah ginjal akut, reaksianafilaktik dan gangguan pembekuan darah.8

4) GelatinCairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama pada orang
dewasa dan padabencana alam. Terdapat 2 bentuk sediaan yaitu:1.Modified Fluid
Gelatin (MFG)2. Urea Bridged Gelatin (UBG)Kedua cairan ini punya BM 35.000. Kedua
jenis gelatin ini punya efek volume expander yang baik pada kegawatan. Komplikasi
yang sering terjadi adalah reaksi anafilaksis.83.1.3 Cairan Kombinasi‡ KaEn 1 B (GZ 3 :
1)Larutan yang mengandung Natrium 38,5 mEq/L, Klorida 38,5 mEq/L. Dextrose 37,5
gr/L.Cairan ini digunakan sebagai cairan rumatan pada penyakit bronkopneumonia,
statusasmatikus dan bronkiolitis.9
5) Cairan 2aLarutan yang terdiri dari glukosa 5% dan NaCl 0,9 % dengan
perbandingan 1 : 1 yang terdiridari dextrosa monohidrat 55gr/L, dextrosa anhidrat 50
gr/L, Natrium 150 mmol/L dan klorida150 mmol/L. Cairan ini digunakan pada diare
dengan komplikasi dan bronkopneumonidengan komplikasi. Sedangkan campuran
glukosa 10% dan NaCl 0,9 % dengan perbandingan1:1 digunakan pada bronkopneumoni
dengan dehidrasi oleh karena intake kurang9‡ Cairan G:B 4:1Larutan yang terdiri dari
glukosa 5% dan Natrium Bikarbonat 1,5 % yang merupakancampuran dari 500 cc
Glukosa 5% dan 25 cc Natriun Bikarbonat 8,4%. Cairan ini digunakanpada neonatus
yang sakit

6) Cairan DGCairan ini terdiri dari Natriun 61 mEq/L, Kalium 18mEq/L serta Laktat
27 mEq/L danKlorida 52 mEq/L serta Dextrosa 25 g/L.9 Cairan ini digunakan pada
diare dengankomplikasi.‡ Cairan Natrium Bicarbonat (Meylon)Cairan ini mengandung
natrium 25 mEq/25ml dan bicarbonat 25 mEq/25ml. Cairan inidigunakan pada
keadaan asidosis akibat defisit bicarbonat.9 Sediaan dalam bentuk flakonsebanyak 25
ml dengan konsentrasi 8,4% ( 84 mg/ml)‡Cairan RLDCairan yang terdiri dari I bagian
Ringer laktat dan 1 bagian Glikosa 5% yang bisa digunakanpada demam berdarah
dengue .‡Cairan G:Z 4:1Cairan yang terdiri dari 4 bagian glukosa 5-10% dan 1 bagian
NaCL 0,9% yang bisadigunakan pada dehidrasi berat karena diare murni.

1. Prinsip Terapi Cairan


Terapi cairan merupakan salah satu aspek terpenting dari perawatan pasien. Pemilihan
cairansebaiknya berdasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit dan
kelainanmetabolik yang ada. Secara sederhana tujuan terapi cairan dibagi atas
resusitasi ataupengganti yaitu untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan
untuk menggantikehilangan harian.Kebutuhan air dan elektrolot sebagai terapi dapat
dibagi atas 3 kategori:1. Terapi pemeliharaan atau rumatanSebagai pengganti cairan
yang hilang melalui pernafasan, kulit, urin dan tinja ( Normal Water Losses = NWL).
Kehilangan cairan melalui pernafasan dan kulit disebut Insesible Water Losses (IWL).
Kebutuhan cairan pengganti rumatan ini dihitung berdasarkan kg BB.Kebutuhan cairan
untuk terapi rumatan dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan Cdiatasraktifitas terutama
IWL oleh karena itu setiap kenaikan suhu 1 C kebutuhan cairanditambah 12%.
Sebaliknya IWL akan suhu tubuh 37 menurun pada keadaan menurunnyaaktivitas
seperti dalam keadaan koma dan keadaan hipotermi maka kebutuhan cairan
rumatanharus dikurangi 12% C dibawah suhu tubuh normal. Cairanpada setiap
penurunan suhu 1intravena untuk terapi rumatan ini biasanya campuran Dextrosa 5%
atau 10% dengan larutanNaCl 0,9% 4:1 , 3:1, atau 1:1 yang disesuaikan dengan
kebutuhan dengan menambahkanlarutan KCl 2 mEq/kgBB.2. Terapi defisit.Sebagai
pengganti air dan elektrolit yang hilang secara abnormal (Previous Water Losses=PWL)
yang menyebabkan dehidrasi. Jumlahnya berkisar antara 5-15% BB.
Biasanyakehilangan cairan yang menyebabkan dehidrasi ini disebabkan oleh diare,
muntah-muntahakibat stenosis pilorus, kesulitan pemasukan oral dan asidosis karena
diabetes. BerdasarkanPWL ini derajat dehidrasi dibagi atas ringan yaitu kehilangan
cairan sekitar 3-5% BB,dehidrasi sedang kehilangan cairan sekitar 6-9% BB dan
dehidrasi berat kehilangan cairanberkisar 10% atau lebih BB.3. Terapi pengganti
kehilangan cairan yang masih tetap berlangsung( Concomitant water
losses=CWL).Kehilangan cairan ini bisa terjadi melalui muntah dan diare yang masih
tetap berlangsung,pengisapan lendir, parasentesis dan lainnya. Jumlah kehilangan CWL
ini diperkirakan 25ml/kgBB/24 jam untuk semua umur.Untuk mengatasi keadaan
diatas diperlukan terapi cairan. Bila pemberian cairan peroral tidak memungkinkan,
maka dicoba dengan pemberian cairan personde atau gastrostomi, tapi bilajuga tidak
memungkinkan, tidak mencukupi atau membahayakan keadan penderita, terapicairan
secara intra vena dapat diberikan.

13. Jelaskan def, etio, klasifikasi mengenai sesak nafas?


STEP 4
Alergen

Hipersensitivitas tipe I

Resistensi vasculer Bronkokonstriksi

sesak
TD menurun
RR meningkat,
somnolen wheezing

ECG, pulse
Syok anafilaksis
oxymetri

Anda mungkin juga menyukai