1 April 2013
ABSTRACT
Planning is done by the current government is a plan that has been implemented by using the
mechanisms of the Regional Planning Council (Musrenbang) both at the village, district, county / city and
provincial level. Implementation plan based on community participation is based on Law No. 25 Year
2004 on National Development Planning System. Implementation Musrenbang conducted so far by the
government still needs to search and study further. This relates to whether the processes are carried out
only to be a legitimacy for the government to formulate a policy so that it becomes a justification that the
policies established through a participatory process or mechanism of development policy formulation
planning had been aspirational. Policies established through a participatory process has a high
acceptability if implemented. This is because all stakeholders are involved in every stage of policy
development planning.
ABSTRAK
Perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah saat ini merupakan perencanaan yang telah dijalankan
dengan menggunakan mekanisme Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah (Musrenbang)
baik di tingkat kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota maupun di tingkat provinsi. Implementasi
perencanaan yang berbasis pada partisipasi masyarakat didasarkan pada Undang-undang Nomor 25
Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Pelaksanaan Musrenbang yang
dilakukan selama ini oleh pemerintah masih perlu penelusuran dan kajian lebih lanjut. Hal ini berkaitan
dengan apakah proses yang dilakukan hanya menjadi sebuah legitimasi bagi pemerintah dalam
menyusun kebijakan sehingga menjadi sebuah pembenaran bahwa kebijakan yang ditetapkan tersebut
melalui proses yang partisipatif atau mekanisme perencanaan penyusunan kebijakan pembangunan
memang sudah aspiratif. Kebijakan yang ditetapkan melalui proses yang partisipatif memiliki
akseptabilitas tinggi jika diimplementasikan. Hal ini disebabkan karena semua stake holder merasa
ikut dilibatkan dalam setiap tahapan penyusunan kebijakan perencanaan pembangunan daerah.
25
Vol. III No.1 April 2013
Kajian ini menemukan bahwa meskipun jalur Dari hasil penelusuran yang dilakukan,
politis, jalur teknokratis/birokratis dan jalur diketahui pula tingkat kehadiran masyarakat
partisipatif bekerja dalam arena perencanaan dalam penyelenggaraan musrenbang kelura-
dan penganggaran, namun jalur teknokratis han dan kecamatan dari tahun ke tahun masih
dan politis terlihat lebih dominan. di bawah angka 50 persen dari undangan
Hasil penelitian tersebut menunjukkan yang diedarkan oleh pihak penyelenggara
bahwa terjadi diskoneksi antara proses Mus- (pemerintah dan LPM). Hal tersebut di atas
renbang dengan proses alokasi anggaran. juga diakui oleh kepala Bappeda Kota
Output perencanaan yang dibawa ke dalam Makassar dari hasil wawancara oleh media
arena penganggaran lebih didominasi oleh dan dipublikasi di internet yang menyatakan
output perencanaan teknokratis oleh bahwa minat masyarakat Makassar mengiku-
Walikota, Bappeda dan SKPD. Di sisi lain, ti Musrenbang masih rendah. Hal ini ber-
mekanisme penjaringan aspirasi masyarakat dasarkan hasil penelitian dari sejumlah
(Jaring Asmara) atau Musrenbang pada arena lembaga pemantau yang ada di daerah ini.
penganggaran juga tidak berjalan efektif. Laporan pemantau independen mencatat
Menurut penelitian tersebut, di Makassar bahwa hanya sekitar 40 persen partisipasi
justru menunjukkan bahwa mekanisme masyarakat dalam mengikuti kegiatan
musrenbang lebih dimanfaatkan sebagai Musrenbang. Justru yang hadir hanya pejabat
politik citra dengan strategi untuk mengukur grass rood (Ketua RT dan RW) dan Lembaga
derajat respon masyarakat, aspirasi dan Pemberdayaan Masyarakat (LPM).
orientasi politik semata. Ada kecendurungan
mekanisme Musrenbang tidak menjadi bagian B. PERENCANAAN PASRTISIPATIF DALAM
strategis yang bakal terumuskan dalam pro- PERSPEKTIF ADMINISTRASI PUBLIK
gram pembangunan maupun dianggarkan.
Hasil penelitian Bahagijo dan Triwibowo Perencanaan partisipatif merupakan salah
(2008) menegaskan bahwa keterlibatan satu proses pembelajaran yang penting bagi
masyarakat nampaknya hanya sebatas pada masyarakat. Perencanaan partisipatif adalah
proses pengusulan program maupun kegia- perencanaan yang dalam tujuannya melibat-
tan pembangunan melalui LPM pada setiap kan kepentingan masyarakat, dan dalam pro-
kegiatan Musyawarah Perencanaan Pemba- sesnya melibatkan masyarakat baik langsung
ngunan baik di tingkat kelurahan dan kecama- maupun tidak langsung. Perencanaan par-
tan maupun di tingkat kota. Pada saat peme- tisipatif artinya menekankan partisipasi luas
rintah menyusun dokumen perencanaan yang dari semua stakeholders dalam proses peren-
berisi program/kegiatan prioritas, masyara- canaan dan pengambilan keputusan dalam
kat tidak dilibatkan sama sekali. Kondisi ini pembangunan, (Suratman, 2008)
yang menyebabkan dokumen perencanaan Konsep pembangunan partisipatif dike-
yang dihasilkan oleh pemerintah daerah mukakan oleh Nasrun (2008) yaitu pemba-
cenderung akomodatif. ngunan yang dilaksanakan oleh berbagai
Dalam penyelenggaraan kegiatan Musren- komponen kepublikan (pemerintah, swasta
bang yang dilakukan setiap tahun oleh dan organisasi masyarakat non pemerintah)
pemerintah, mulai dari tingkat kelurahan dan secara tersistem. Selanjutnya dinyatakan
kecamatan hingga pada penyelenggaraan bahwa ketertarikan sistemik dari berbagai
Musrenbang di tingkat kota memperlihatkan komponen kepublikan dalam pembangunan
kecenderungan tingkat partisipasi masyarakat daerah memerlukan langkah penyusunan
yang masih rendah. Hal ini terjadi pada portofolio yang didahului proses evaluasi in-
pelaksanaan musrenbang setiap tahunnya. ternal dengan menggunakan analisis SWOT.
Tingkat pertisipasi masyarakat dalam pelak- Perencanaan partisipatif menurut Abe
sanaan Musrenbang yang masih rendah juga (2008:81) adalah perencanaan yang dalam
diutarakan oleh lurah maupun camat sebagai tujuannya melibatkan masyarakat, dan dalam
fasilitator penyelenggaraan Musrenbang. prosesnya melibatkan masyarakat (baik
secara langsung maupun tidak langsung). Abe partisipasi masyarakat dalam administrasi
juga menawarkan dua bentuk perencanaan publik. Kedua, prinsip “decentralized govern-
partisipatif yaitu: pertama, perencanaan yang ment: from hierarchy to participation and
langsung disusun bersama rakyat, berupa teamwork” yang menunjukkan betapa pen-
perencanaan lokasi setempat (menyangkut tingnya manajemen partisipatif yang memu-
daerah di mana masyarakat berada) dan ngkinkan partisipasi dalam penyelenggaraan
berupa perencanaan wilayah yang disusun administrasi publik.
dengan melibatkan masyarakat secara per- Wamsley & Wolf (1996) mengumpulkan
wakilan; kedua, perencanaan yang disusun berbagai tulisan yang melukiskan betapa
melalui mekanisme perwakilan sesuai institusi pentingnya melibatkan masyarakat dalam
yang sah (seperti parlemen). administrasi publik pada posisi sebagai warga
Esensi pembangunan partisipatif adalah negara bukan sekedar sebagai pelanggan.
pembangunan yang dilaksanakan dengan Dalam bukunya menekankan betapa pen-
mengoptimalkan pelaksanaan fungsi-fungsi tingnya democratic government yang menge-
manajemen; pembangunan yang mengaktual- depankan partisipasi masyarakat dalam
kan perilaku kepublikan (transparansi, kon- administrasi publik. Little (1996, dalam
sistensi, akuntabilitas dan kepastian hukum); Warmsley & Wolf 1996) menjelaskan konsepsi
pembangunan yang berorientasi pada peni- democratic public administration dengan
ngkatan kemandirian, kredibilitas, kemitraan memaparkan konsekuensi tiga substansi
dan keunggulan (K4). Conyers (1991:154- demokrasi. Government of the people berarti
155) menjelaskan tiga alasan utama mengapa pemerintahan masyarakat akan membawa
partisipasi masyarakat penting dalam proses legitimasi bagi administrasi publik. Govern-
pembangunan, yaitu: (1) partisipasi masya- ment by the people berarti menjamin adanya
rakat dapat menjadi “telinga” untuk mempe- representasi administrator publik dan
roleh informasi mengenai kondisi, permasa- akuntabilitas administrasi publik terhadap
lahan dan kebutuhan masyarakat; (2) masyarakat. Government for the people berarti
efektifitas dan efesiensi dari program atau bahwa administrasi publik akan benar-benar
proyek pembangunan akan lebih mudah menjalankan kepentingan publik, bukan
dicapai, apalagi dalam kondisi kontribusi kepentingan birokrasi.
masyarakat dapat mengurangi beban biaya Gagasan administrasi publik demokratis
yang harus dikeluarkan untuk suatu imple- juga diungkapkan oleh Denhardt & Denhardt
mentasi pembangunan; dan (3) partisipasi (2007) dengan adanya perspektif new public
secara etik-moral merupakan hak demokrasi service yang menunjukkan betapa pentingnya
bagi rakyat, sehingga dengan partisipasi yang partisipasi masyarakat ini dalam administrasi
maksimal pemerintah sudah otomatis mere- publik. Arnstein (1971) mengemukakan teori
dam potensi resistensi dan proses sosial bagi yang cukup terkenal yaitu ladder of participa-
efek-efek samping pembangunan. tion (tangga partisipasi). Teori ini mengemu-
Partisipasi sebagai nilai dasar demokrasi kakan bahwa partisipasi sebagai bentuk
menjadi perhatian penting dalam administrasi kekuasaan masyarakat yang dapat mempe-
publik yang demoktratis. Pada dasarnya, ngaruhi perubahan pembuatan kebijakan.
gagasan partisipasi dalam administrasi publik Arnstein mengklasifikasikan derajat partisi-
mencakup dua ranah, yaitu manajemen pasi dalam tiga kategori yang dirinci ke dalam
partisipatif dan partisipasi masyarakat dalam delapan anak tangga partisipasi. Derajat
administrasi publik. Osborne & Gaebler (2005) terendah adalah non partisipasi. Partisipasi
mengungkapkannya ketika memasukkan dua yang terjadi pada level ini adalah aktifitas
prinsip yang menyentuh dua ranah tersebut partisipasi semu atau terjadi distorsi partisi-
dalam prinsip-prinsip reinventing govern- pasi. Derajat kedua memperlihatkan adanya
ment. Pertama, prinsip “community owned patisipasi (tokenism). Derajat ini lebih
government: empowering rather than serving” membuka ruang untuk dilakukan dialog publik
yang menunjukkan betapa pentingnya sehingga warga memiliki kesempatan untuk
Burns, Danny. Robin Hambleton and Paul Jurnal Membangun Indonesia dari
Hogget. 1994. The Politics of Decen- Daerah: Partisipasi Publik dan Politik
tralization: Revitalizing Local Democ- Anggaran Daerah. Jakarta: JICA.
racy. London: Macmillan.
Nasrun, Mappa. 2008. Makalah: Pembangu-
Denhardt, Janet V. and Robert B. Denhardt. nan Partisipatif. Kriteria Kelayakan dan
2007. The New Public Service: Serving, Normatif. Makassar.
not Steering (Expanded Edition).
Armonk, New York: M.E. Sharpe. Nugroho D, Riant. 2003. Reinventing Pemba-
ngunan. Menata Ulang Paradigma
Frederickson, H. George and Kevin B. Smith. Pembagunan untuk Membangun Indo-
2003. The Public Administration Theory nesia Baru dengan Keunggulan Global.
Primer. USA: Wesview Press. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Hosnan. 2007. Mendorong Partisipasi Osborne, David & Ted Gaebler. 2005.
Masyarakat dalam Pembangunan Mewirausahakan Birokrasi. Reinvent-
Daerah. Jurnal Membangun Indonesia ing Government. Jakarta: PPM.
dari Daerah: Partisipasi Publik dan
Politik Anggaran Daerah. Jakarta: JICA. Tjokroamidjojo, Bintoro. 2004. Reformasi
Nasional Penyelenggaraan Good Gover-
Kaho, Josef Riwu. 2003. Prospek Otonomi Daerah nance dan Perwujudan Masyarakat
di Negara Kesatuan Republik Indonesia: Madani. Jakarta: Lembaga Administrasi
Faktor-faktor yang Mem-pengaruhi Negara.
Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
Cetakan III. Jakarta: Rajawali Pers. Wamsley, Gary L. And James F. Wolf. 1996.
Refounding democratic public adminis-
Kurniawan, Apep Fajar. 2007. Otonomi tration: modern paradoxes, postmodern
Daerah: Menumbuhkan Partisipasi challenges. Thousand Oaks, California:
Warga dalam Pembuatan Kebijakan. Sage Publications.
*********