Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem saraf merupakan jaringan yang sangat penting dan
berpengaruh terhadap organ lainnya. Secara spesifik sistem saraf
merupakan suatu sistem protektif dari rangsangan yang membahayakan,
dapat menghantarkan sinyal dari satu sel saraf ke sel saraf lainnya untuk
menghasilkan respon tubuh dan sebagai sistem komunikasi untuk
mengirimkan informasi ke otak. Pemeriksaan neurologik merupakan suatu
proses yang dibutuhkan bagi tenaga kesehatan untuk mendiagnosa kondisi
kesehatan neurologis pasien. Pemeriksaan ini membutuhkan ketelitian dan
pengalaman, yang terdiri dari sejumlah pemeriksaan yang spesifik.
Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan dengan teliti dengan
melihat riwayat penyakit pasien dan kondisi fisiknya. Otak dan medula
spinalis tidak dapat dilihat, diiperkusi, dipalpasi ataupun diauskultasi
seperti sistem lainnya dalam tubuh. Agar pemeriksaan neurologis dapat
memberikan informasi yang akurat, maka perlu di usahakan kerja sama
yang baik antara pemeriksa dan pasien dan pasien diminta untuk
kooperatif (Brunner, 2001).
Pemeriksaan neurologis yang terdiri atas anamnesis, rangkuman
gejala pasien, dan pembahasan mengenai keluhan yang terkait pada
anggota keluarga pasien, akan memfokuskan pemikiran pemeriksa,
mengarahkan pemeriksaan fisik dan menjadi kunci pemeriksaan
diagnostik. Hubungan erat antara gejala neurologik dan gejala penyakit
medis lainnya memerlukan evaluasi medis yang lengkap dan akurat.
Pengaturan pemeriksaan neurologis sangat penting dalam mengikuti suatu
urutan pemeriksaan tertentu sehingga tenaga medis dapat mengevaluasi
informasi yang ada dan langsung memeriksa segmen selanjutnya yang
belum diperiksa (Price dan Wilson, 2006)
1.2 Tujuan Penulis
1.2.1 Tujuan Umun
Mengetahui macam-macam teknik pemeriksaan fisik sistem neuro.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui status kesehatan neurologis pasien


2. Sebagai alat untuk menegakkan diagnosa
3. Mengetahui berbagai teknik pemeriksaan fisik sistem persarafan
4. Mengetahui hasil normal dan abnormal pemeriksaan fisik
5. Mengetahui macam-macam pemeriksaan fisik pada sistem persarafan
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Medis


2.1.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan salah satu urutan/bagian dari proses keperawatan
yang sangat menentukan keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan.
Tanpa pengkajian yang baik, maka rentetan proses selanjutnya tidak akan
akurat, demikian pula pada pasien dengan gangguan persarafan. Gangguan
persarafan dapat berentang dari sederhana kompleks. Beberapa
ganguan/ha,batan hidup sehari-hari bahkan berbahaya.
Komponen utama pengkajian persarafan adalah :
1 Riwayat kesehatan klien secara komprehensif
2 Pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan status persarafan
3 Diagnostik test yang berhubungan dengan persarafan baik bersifat
spesifik maupun bersifat umum.
a) Anamnesa
Wawancara berfungsi untuk mengumpulkan data terkait kesehatan
pasien. Pengumpulan data ini bisa diperoleh dari pasien maupun
dari pihak keluarga pasien. Aspek-aspek yang dikaji antara lain:
1 Riwayat kesehatan
Tujuan diperolehnya riwayat kesehatan klien adalah
menentukan status kesehatan saat ini dan masa lalu dan
memperoleh gambaran kapan mulainya penyakit yang
diderita saat ini.
2 Data Biografi :
Termasuk diantaranya adalah identitas klien, sumber
informasi (klien sendiri atau orang terdekat/significant
other).
3 Keluhan Utama
Hal-hal yang dapat di kaji yaitu nyeri, vertigo,masalah
pengelihatan, penciuman, menelan, sulit berbicara,gagguan
eliminasi pernapasan, sirkulasi, suhu tubuh, seksualitas, dan
emosi. Pengumpulan data-data tersebut dapat menggunakan
pola PQRST. Perawat memperoleh gambaran secara detail
pada kondisi yang utama dialami klien. Memperoleh
informasi tentang perkembangan, tanda-tanda dan gejala-
gejala : onset (mulainya), faktor pencetus dan lamanya.
Perlu menentukan kapan mulainya gejala tersebut serta
perkembangannya.
4 Riwayat penyakit dahulu
Dalam mengumpulkan data tentang riwayat penyakit
dahulu, perawat dapat menanyakan apakah pasien pernah
mengalami cedera kepala, stroke, pembedahan, dan lain
sebagainya. Mencakup penyakit yang pernah dialami
sebelumnya, penyakit infeksi yang dialami pada masa
kanak-kanak, pengobatan, periode perinatal, tumbuh
kembang, riwayat keluarga, riwayat psikososial dan pola
hidup. Penyakit saraf sering mempengaruhi kemampuan
fungsi-fungsi tubuh. Perawat perlu menanyakan perubahan
tingkat kesadaran, nyeri kepala, kejang-kejang, pusing,
vertigo, gerakan dan postur tubuh.
5 Obat-obatan
Perawat dapat menanyakan mengenai penggunaan obat-
obatan yang dapat mengganggu sistem syaraf. Perawat akan
memperoleh informasi sehubungan dengan obat-obatan
yang diperoleh klien. Banyak obat-obat anti alergi dan pilek
yang bisa dikomsumsi dapat mengakibatkan klien
mengantuk. Perawat harus mengkaji obat yang digunakan,
jenis obat, efek terapinya, efek samping yang ditimbulkan
dan lamanya digunakan.
6 Riwayat kesehatan keluarga
Perawat dapat menanyakan mengenai adanya anggota yang
menderita penyakit terkait sistem persyarafan, Perawat akan
menanyakan pada keluarga sehubungan dengan gangguan
persarafan guna menentukan faktor-faktor resiko / genetik
yang ada. Misalnya epilepsi, hipertensi, stroke, retardasi
mental dan gangguan psikiatri.
7 Riwayat psikososial dan pola hidup
Perawat mengajukan pertanyaan sehubungan faktor
psikososial klien seperti yang berhubungan dengan latar
belakang pendidikan, tingkat penampilan dan perubahan
kepribadian. Perawat memperoleh informasi tentang
aktifitas klien sehari-hari. Juga menanyakan adanya
perubahan pola tidur, aktifitas olahraga, hobi dan rekreasi,
pekerjaan, stressor yang dialami dan perhatian terhadap
kebutuhan seksual
8 Pertimbangan perkembangan
Aspek ini ditujukan terutama pada usia Lansia dan anak-
anak. Pada pasien anak atau bayi dapat ditanyakan kepada
orang tua pasien mengenai adakah faktor risiko yang
dialami selama kehamilan, adakah keluarga yang memiliki
gangguan persyarafan, bagaimana perkembangan motorik
dan kognitif anak, dan lain sebagainya.

2.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan status mental,
pemeriksaan saraf cranial, pemeriksaan motorik, pemeriksaan sensorik,
dan pemeriksaan reflex. Dalam melakukan pemeriksaan fisik diperhatikan
prinsip-prinsip head to toe, chepalocaudal dan proximodistal. Harus pula
diperhatikan keamanan klien dan privacy klien.
Prosedur Pemeriksaan Fisik Persarafan
1 Persiapan
Siapkan peralatan yang diperlukan:
1) Refleks hammer
2) Garputala
3) Kapas dan lidi
4) Penlight atau senter kecil
5) Opthalmoskop
6) Jarum steril
7) Spatel tongue
8) 2 tabung berisi air hangat dan air dingin
9) Objek yang dapat disentuh seperti peniti atau uang receh
10) Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, vanilla atau
parfum
11) Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti
garam, gula, atau cuka
12) Baju perik
13) Sarung tangan
b Cuci tangan
c Jelaskan prosedur pemeriksaan pada klien
d Pastikan ruang periksa hangat dan cukup penerangan

2 Langkah-langkah Pemeriksaan
a Status mental: atur posisi klien, Observasi kebersihan klien,
cara berpakaian, postur tubuh, bahasa tubuh, cara berjalan,
expresi wajah, kemampuan berbicara, dan kemampuan untuk
mengikuti petunjuk. Kemampuan berbicara klien meliputi:
kecepatan, kemampuan mengucapkan kata-kata yang keras-
lembut, jelaas, dan benar. Kaji pula kemampuan pemilihan
kata-kata, kemampuan dan kemudahan merespon pertanyaan.
Tingkat Kesadaran klien: dikaji menggunakan Glasgow
koma skale. Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran
dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan.
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai
faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak
seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya
aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga
tulang kepala. Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan
adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas reticular
mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan
dengan peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan
mortalitas (kematian). Penurunan tingkat kesadaran
mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat
menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen
(hipoksia), kekurangan aliran darah (seperti pada keadaan
syok), penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma
ketoasidosis), dehidrasi, asidosis, alkalosis, pengaruh obat-
obatan, alkohol, keracunan, hipertermia, hipotermia,
peningkatan tekanan intrakranial (karena perdarahan, stroke,
tomor otak), infeksi (encephalitis), epilepsi.
Jenis-jenis tingkat kesadaran antara lain:
1 Compos Mentis (conscious) yaitu kesadaran normal,
sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya.
2 Apatis yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak
acuh.
3 Delirium yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat,
waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi,
kadang berhayal.
4 Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran
menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah
tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal.
5 Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur
lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
6 Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak
ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada
respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga
tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
7 Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran
dengan hasil subjektif mungkin adalah menggunakan
GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk
menentukan derajat cidera kepala. Reflek membuka
mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil
pengukuran dijumlahkan jika kurang dari 13, makan
dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang
menunjukan adanya penurunan kesadaran.
1) Respon membuka mata:
a) Spontan : 4
b) Terhadap stimulus verbal : 3
c) Terhadap stimulus nyeri : 2
d) Tidak ada respon : 1
2) Respon motorik terbaik:
a) Mengikuti perintah : 6
b) Dapat melokalisasi nyeri : 5
c) Fleksi (menarik) : 4
d) Fleksi abnormal : 3
e) Extensi : 2
f) Tidak ada respon : 1
3) Respon Verbal:
a) Orientasi waktu, tempat, dan orang baik : 5
b) Berbicara dengan bingung : 4
c) Berkata-kata dengan tidak jelas : 3
d) Berguman : 2
e) Tidak ada respon:1
Jika nilai GCS:
14-15 : cedera kepala ringan
9-13 : cedera kepala sedang
3-8 : cedera kepala berat
4) Tanyakan waktu, tanggal, tempat, dan alas an berkunjung
ke rumah sakit
5) Tanyakan nama klien, nama anggota keluarga, tanggal
lahir, riwayat pekerjaan untuk mengkaji memori klien
6) Kaji kemampuan berhitung klien dari yang mudah dan
meningkat ke yang lebih sulit secara bertahap, sesuaikan
dengan tingkat pendidikan, tahap perkembangan , dan tingkat
intelektualitas klien.
7) Kaji kemampuan klien berpikir abstrak
c. Pemeriksaan saraf kranial
1) N I Olfactorius
Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup
bersih. Lakukan pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang
hidung klien dan dekatkan bau-bauan seperti kopi dengan mata
tertutup klien diminta menebak bau tersebut. Lakukan untuk
lubang hidung yang satunya.
2) N II Optikus
Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum
pemeriksaan. Periksa ketajaman dengan membaca, perhatikan
jarak baca atau menggunakan snellenchart untuk jarak jauh.
Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa
60-100 cm, minta untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa
juga menutup sebelah mata dengan mata yang berlawanan
dengan mata klien. Gunakan benda yang berasal dari arah luar
klien dank lien diminta ,mengucapkan ya bila pertama melihat
benda tersebut. Ulangi pemeriksaan yang sama dengan mata
yang sebelahnya. Ukur berapa derajat kemampuan klien saat
pertama kali melihat objek. Gunakan opthalmoskop untuk
melihat fundus dan optic disk (warna dan bentuk)
3) N III , N IV, dan N VI (occulomotorius, trochlear, dan
abducen):
Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi
konjungtiva, dan ptosis kelopak mata.Pada pupil diperiksa
reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya perdarahan
pupil. Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang
(enam posisi cardinal) yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas,
medial bawah lateral bawah. Minta klien mengikuti arah
telunjuk pemeriksa dengan bola matanya
4) N V Trigeminus
Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah
daerah maxilla, mandibula dan frontal dengan mengguanakan
kapas. Minta klien mengucapkan ya bila merasakan sentuhan,
lakukan kanan dan kiri. Dengan menggunakan sensori nyeri
menggunakan ujung jarum atau peniti di ketiga area wajah tadi
dan minta membedakan benda tajam dan tumpul. Dengan
mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat dilakukan
diketiga area wajah tersebut. Minta klien menyebutkan area
mana yang merasakan sentuhan. Jangan lupa mata klien
ditutup sebelum pemeriksaan. Dengan rasa getar dapat pukla
dilakukan dengan menggunakan garputala yang digetarkan dan
disentuhkan ke ketiga daerah wajah tadi dan minta klien
mengatakan getaran tersebut terasa atau tidak
Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien
melihat lurus ke depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari
samping kea rah mata dan lihat refleks menutup mata.
Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan
merapatkan gigi periksa otot maseter dan temporalis kiri dan
kanan periksa kekuatan ototnya, minta klien melakukan
gerakan mengunyah dan lihat kesimetrisan gerakan mandibula.
5) N VII Facialis:
Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam
dan sentuhkan ke ujung lidah, minta klien mengidentifikasi
rasa ulangi untuk gula dan asam. Fungsi mootorik dengan
meminta klien tersenyum, bersiul, mengangkat kedua al;is
berbarengan, menggembungkan pipi. Lihat kesimetrisan kanan
dan kiri. Periksa kekuatan otot bagian atas dan bawah, minta
klien memejampan mata kuat-kuat dan coba untuk
membukanya, minta pula klien utnuk menggembungkan pipi
dan tekan dengan kedua jari.
6) N VIII Vestibulotrochlear
cabang vestibulo dengan menggunakan test pendengaran
mengguanakan weber test dan rhinne test. Cabang choclear
dengan rombreng test dengan cara meminta klien berdiri tegak,
kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh, lalu observasi
adanya ayunan tubuh, minta klien menutup mata tanpa
mengubah posisi, lihat apakah klien dapat mempertahankan
posisi
7) NIX dan NX Glossofaringeus dan Vagus
Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum,
normal bila uvula terletak di tengan dan palatum sedikit
terangkat. Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian
dinding belakang faring menggunakan aplikator dan observasi
gerakan faring. Periksa aktifitas motorik faring dengan
meminta klien menel;an air sedikit, observasi gerakan meelan
dan kesulitan menelan. Periksa getaran pita suara saat klien
berbicara.
8) N XI Assesorius:
Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan
kedua bahu secara bersamaan dan observasi kesimetrisan
gerakan. Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan
meminta klien menoleh ke kanan dan ke kiri, minta klien
mendekatkan telinga ke bahu kanan dan kiri bergantian tanpa
mengangkat bahu lalu observasi rentang pergerakan sendi.
Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu
klien dengan kedua telapak tangan danminta klien mendorong
telapak tangan pemeriksa sekuat-kuatnya ke atas, perhatikan
kekuatan daya dorong. Periksa kekuatan otot
sternocleidomastoideus dengan meminta klien untuk menoleh
kesatu sisi melawan tahanan telapak tangan pemeriksa,
perhatikan kekuatan daya dorong
9) N XII Hipoglosus
Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke
kanan, observasi kesimetrisan gerakan lidah. Periksa kekuatan
lidah dengan meminta klien mendorong salah satu pipi dengan
ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah,
dorong kedua pipi dengan kedua jari, observasi kekuatan lidah,
ulangi pemeriksaan sisi yang lain
d. Pemeriksaan Motorik.
Kaji cara berjalan dan keseimbangan dengan mengobservasi
cara berjalan, kemudahan berjalan, dan koordinasi gerakan
tangan dan kaki. Minta klien berjalan dengan menyentuhkan
ibujari pada tumit kaki yang lain (heel to toe), minta klien jalan
jinjit dan minta klien berjalan dengan bertumpu pada tumit.
Lakukan romberg test.. Lakukan pemeriksaan jari hidung
dengan mata terbuka dan tertutup, evaluasi perbedaan yang
terjadi.
Tes pronasi dan supinasi dengan meminta klien duduk dan
meletakan telapak tangan di paha, minta untuk melakukan
pronasi dan supinasi bergantian dengan cepat. Observasi
kecepatan, irama, dan kehalusan gerakan. Melakukan
pemeriksaan heel to shin test dengan meminta klien tidur pada
posisi supine, minta klien menggesekkan tuimit telapak kaki
kiri sepanjang tulang tibia tungkai kanan dari bawah lutut
sampai ke pergelangan kaki. Ulangi pada kaki kanan.
Observasi kemudahan klien menggerakkan tumit pada garis
lurus
e. Pemeriksaan sensorik
Pemeriksaan dilakukan dengan memberikan stimulus secara
acak pada bagian tubuh klien dan dapat berupa sentuhan ringan
seperti kapas, tumpul dan tajam, suhu, getaran, identifikasi
objek tanpa melihat objek (stereognosis test), merasakan
tulisan di tangan (graphesthesia test), kemampuan
membedakan dua titik, kemampuan mengidentifikasi bagian
tubuh yang diberi sentuhan dengan menutup mata (topognosis
test)
f. Reflex
1. Biseps: Klien diminta duduk dengan rilekx dan
meletakkan kedua lengan diatas paha, dukung lengan bawah
klien dengan tangan non dominan, letakkan ibujari lengan non
dominan diatas tendon bisep, pukulkan refleks hammer pada
ibu jari, observasi kontraksi otot biseps (fleksi siku)
2. Triseps: Minta klien duduk, dukung siku dengan tangan
non dominan, pukulkan refleks hammer pada prosesus
olekranon, observasi kontraksi otot triseps (ekstensi siku)
3. Brachioradialis: Minta klien duduk dan meletakkan
kedua tangan di atas paha dengan posisi pronasi, pukulkan
hammer diatas tendon (2-3 inchi dari pergelangan tangan),
observasi fleksi dan supinasi telapak tangan.
4. Patelar: Minta klien duduk dengan lulut digantung fleksi,
palpasi lokasi patella (interior dari patella), pukulkan reflek
hammer, perhatikan ekstensi otot quadriceps
5. Tendon archiles: Pegang telapak kaki klien dengan
tangan non dominant, pukul tendon archiles dengan
mengguanakan bagian lebar refleks hammer, obsvasi plantar
leksi telapak kaki
6. Plantar: Minta klien tidur terlentang dengan kedua
tungkai sedikit eksternal rotasi, stimulasi telapak kaki klien
dengan ujung tajam refleks hammer mulai dari tumit kearah
bagain sisi luar telapak kaki, observasi gerakan telapak kaki
(normal jika gerakan plantar fleksi dan jari-jari kaki fleksi).
7. abdomen: minta klien tidur terlentang, sentuhkan ujung
aplikator ke kulit di bagian abdomen mulai dari arah lateral ke
umbilical, observasi kontraksi otot abdomen, lakuakan
prosedur tersebut pada keempat area abdomen.

g. Inspeksi
Pemeriksaan secara inspeksi dilakukan dengan
menggunakan system penglihatan pengamat yang
memprioritaskan posisi tubuh bayi dan anak. Posisi telungkup
menjadi posisi yang digunakan saat menentukan normal dan
abnormal tubuh bayi. Posisi normal pada bayi yaitu saat posisi
telungkup, kepala dapat menyentuh meja, serta tangan bayi
menggenggam dengan posisi tungkai pada keadaan fleksi.
Beberapa pemeriksaan fisik secara inspeksi dapat diketahui
posisi abnormal pada bayi, yaitu :
1. Frog Posture
Keadaan posisi tubuh bayi saat tangan bayi tampak lemas
disamping tubuhnya dengan posisi terbuka (tidak
menggenggam).
2. Hemiplegi
Suatu keadaan dimana salah satu sisi tubuh bayi fleksi dan
yang lainnya tampak ekstensi lemah.
3. Hipototoni
Suatu keadaan dimana posisi bayi tertelungkup dengan posisi
tangan dan tungkai terletak lurus diatas meja. Kadangkala hal
tersebut menunjukkan bahwa bayi kemungkinan mengalami
gangguan SSP (system saraf pusat).
h. Pemeriksaan bahasa dan bicara
Salah satu pemeriksaan yang perlu diperhatikan yaitu pada
saat pasien berbicara dan menangkap inti pembicaraan, sebab
hal ini menjadi fungsi hemisfer dominan. Hemisfer kiri adalah
bagian yang dominan untuk berbicara yang pada umumnya
terjadi pada pengguna tangan kanan dominan, sebagian juga
pada orang kidal.
Beberapa gangguan bicara dapat menandakan adanya
gangguan pada system neuronya. Ada 3 jenis gangguan yang
dapat dikategorikan gangguan bicara, yaitu:
1. Disartria adalah suatu gangguan yang menyerang system
otot bicara sehingga terjadi penurunan kemampuan artikulasi,
enumerasi, dan irama bicara. Misalnya saat pasien diminta
untuk menirukan kata “endokarditis” maka dapat diperkirakan
pasien tidak dapat menirukan kata tersebut. Penurunan fungsi
otot bicara tersebut dapat disebabkan oleh sklerosis amiotropik
lateral, paralisis pseudobulbar, atau miastenia gravis.
2. Disfonia adalah suatu gangguan pada suara, atatu
vokalisasi. Berbeda dengan disartia yang terdeteksi disebabkan
oleh gangguan neuro, pada disfonia juga dapat disebabkan
non-neurologis tetapi penyebab neurologisnya yaitu cedera
saraf rekuren laringeus dan tumor otak. Karakteristik penderita
disfonia adalah pasien diminta untuk mengucapkan kata “E”
maka suara pasien terdengar parau dan kasar.
3. Afasia merupakan suatu istilah yang menyebutkan
adanya hilangnya kemampuan untuk memahami,
mengeluarkan dan menyatakan konsep bicara. Afasia dibagi
menjadi 2 yaitu afasia motorik yang merupakan istilah
hilangnya suatu konsep pemikiran seseorang yag tidak dapat
diungkapkan dengan kata-kata atau tulisan serta afasia sensorik
merupakan hilangnya kemampuan untuk memahami suatu
percakapan. Karakteristik penyebab afasia adalah adanya
gangguan serebrovaskular yang mengenai arteria serebri
media.
i. Pemeriksaan status dan fungsi mental
Pada pemeriksaan ini lebih menunjukkan fungsi neuro
bagian korteks yang lebih tinggi termasuk memberikan suatu
alasan pada setiap kasus yang dialami, menggunakan abstraksi,
membuat perencanaan, dan memberi penilaian. Pemeriksaan
status dan fungsi mental memiliki hubungan dengan
pemeriksaan bahasa sebab pemeriksaan bahasa merupakan
modal fungsi korteks. Perubahan perilaku seseorang berkaitan
dengan disfungsi otak organik, maka dari itu perawat perlu
memeriksa riwayat keluarga pasien untuk menentukan
penyebab perilaku yang berhubungan dengan status mental
pasien. Pemeriksaan mental pasien dapat dievaluasi dengan
cara memeinta pasien menyebutkan 6 digit nomor yang
sebelumnya telah ditentukan oleh pemeriksa serta pasien dapat
diminta menyebutkan 6 macam Negara yang berbeda. Hal
tersebut dapat menentukan status dan fungsi mental pasien.
BAB IV

PENUTUP

Pengkajian merupakan salah satu urutan/bagian dari proses keperawatan


yang sangat menentukan keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan. Tanpa
pengkajian yang baik, maka rentetan proses selanjutnya tidak akan akurat,
demikian pula pada pasien dengan gangguan persarafan. Gangguan persarafan
dapat berentang dari sederhana sampai yang kompleks. Beberapa gangguan
persarafan menyebabkan gangguan/hambatan pada aktifitas hidup sehari-hari
bahkan berbahaya

Sistem saraf merupakan jaringan yang sangat penting dan berpengaruh


terhadap organ lainnya. Secara spesifik sistem saraf merupakan suatu sistem
protektif dari rangsangan yang membahayakan, dapat menghantarkan sinyal dari
satu sel saraf ke sel saraf lainnya untuk menghasilkan respon tubuh dan sebagai
sistem komunikasi untuk mengirimkan informasi ke otak. Pemeriksaan neurologik
merupakan suatu proses yang dibutuhkan bagi tenaga kesehatan untuk
mendiagnosa kondisi kesehatan neurologis pasien. Pemeriksaan ini membutuhkan
ketelitian dan pengalaman, yang terdiri dari sejumlah pemeriksaan yang spesifik.

Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan dengan teliti dengan melihat


riwayat penyakit pasien dan kondisi fisiknya. Otak dan medula spinalis tidak
dapat dilihat, diiperkusi, dipalpasi ataupun diauskultasi seperti sistem lainnya
dalam tubuh. Agar pemeriksaan neurologis dapat memberikan informasi yang
akurat, maka perlu di usahakan kerja sama yang baik antara pemeriksa dan pasien
dan pasien diminta untuk kooperatif (Brunner, 2001).

Pemeriksaan neurologis yang terdiri atas anamnesis, rangkuman gejala


pasien, dan pembahasan mengenai keluhan yang terkait pada anggota keluarga
pasien, akan memfokuskan pemikiran pemeriksa, mengarahkan pemeriksaan fisik
dan menjadi kunci pemeriksaan diagnostik. Hubungan erat antara gejala
neurologik dan gejala penyakit medis lainnya memerlukan evaluasi medis yang
lengkap dan akurat. Pengaturan pemeriksaan neurologis sangat penting dalam
mengikuti suatu urutan pemeriksaan tertentu sehingga tenaga medis dapat
mengevaluasi informasi yang ada dan langsung memeriksa segmen selanjutnya
yang belum diperiksa (Price dan Wilson, 2006)
DAFTAR PUSTAKA

Bruner dan Sudart.2001.”Keperawatan Medika Bedah”.Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai