LANDASAN TEORI
A. Gas Biogenik
Gas biogenik atau yang dikenal pula sebagai metana biogenik adalah gas yang
sebagian besar tersusun oleh metana. Metana ini dihasilkan oleh aktivitas organisme
bakteri metanogenik yang kemudian terakumulasi dalam lapisan sedimen. Gas
biogenik adalah salah satu jenis gas alam yang berpotensi untuk dikembangkan,
mengingat gas ini umumnya terakumulasi pada kedalaman yang relatif dangkal
karena gas ini terbentuk pada tahap awal pembentukan hidrokarbon atau pada tahap
diagenesis.
Gambar 2.1. Gas Biogenik Terbentuk pada Kedalaman dan Temperatur yang
Rendah
Gas biogenik merupakan gas hidrokarbon yang mudah terbakar, memiliki rantai
carbon terpendek (C1) dan merupakan gas yang paling ringan, yaitu sekitar 0,7 lebih
ringan dari udara. Gas ini jika tersebar diudara akan langsung menguap naik ke
3
4
atmosfir. Namun jika digunakan sebagai sumber energi, termasuk jenis bahan bakar
yang ramah lingkungan, karena hasil pembakarannya mengeluarkan carbon dioksida
(CO2) dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan jenis bahan bakar hidrokarbon
lainnya.
Pembentukan gas dangkal dapat terjadi secara biogenik atau pun termogenik.
Khusus pada pembentukan gas biogenik, gas ini terbentuk dengan proses biogenik
sebagai hasil dekomposisi material organik oleh bakteri metanogenik pada suhu
rendah yang sesuai dengan lingkungan pertumbuhan bakteri metanogenik. Umumnya
gas biogenik terperangkap pada sedimen yang belum matang dan pada kedalaman
yang dangkal dengan gradien geotermal rendah (Rice & Claypool,1981).
Gas biogenik dihasilkan selama proses dekomposisi material organik oleh
mikroorganisme. Pada kondisi saat ini, pembentukan metana biogenik dikendalikan
oleh fisiologis tertentu dan batasan ekologis. Pertama, produksi metana oleh
mikroorganisme bersifat anaerob dan tidak dapat mentolerir sedikitpun oksigen.
Mikroba penghasil metana ini dikenal sebagai arkeabakteri metanogenik. Kedua,
metana biogenik tidak terakumulasi dalam jumlah yang signifikan apabila berada
dalam pelarut sulfat dengan konsentrasi tinggi. Hal tersebut dapat membatasi
produksi metana oleh aktivitas mikroorganisme pada suatu lingkungan tertentu.
Produksi metana dapat ditemukan dengan mudah pada daerah rawa-rawa
karena dekat dengan permukaan dan gelembung gas dapat dikeluarkan dari material
sedimen. Metana yang dihasilkan pada daerah ini pertama-tama akan terikat dalam
air pori. Jika konsentrasi metana dalam air pori sudah lewat jenuh, maka metana akan
dapat bermigrasi sebagai gas bebas. Migrasi metana sebagai gas bebas ditentukan
oleh permeabilitas dari sedimen tempat pembentukannya yang biasanya merupakan
sedimen berukuran halus, seperti lempung dan batulempung. Migrasi metana ke zona
reduksi sulfat akan menyebabkan teroksidasinya sebagian besar metana sebelum
dapat terlepas ke kolom air (Rice dan Claypool, 1981).
5
yang menjadi katalisator. Gas yang dihasilkan ini dikenal sebagai gas metan
biogenik. Oleh karena itu kondisi lingkungan pembentukan gas biogenik menjadi
sangat penting di antaranya:
1. Lingkungan harus benar-benar bebas oksigen artinya bakteri anaerobik akan
mati dalam lingkungan yang mengandung oksigen jenuh.
2. Lingkungan kondisi air tawar atau payau yang bebas dari konsentrasi sulfat
agar tidak terjadi proses kimiawi oksidasi.
3. Lingkungan dengan temperatur yang sesuai untuk bakteri anaerobik hidup.
Oleh sebab itu pada lapisan yang lebih dalam gas metan biogenik tidak akan
terbentuk dimana pada lingkungan ini tekanan meningkat yang menghasilkan
6
Selain itu, gas biogenik juga dapat berasal dari proses spontan pada lapisan
batubara yang disebut coal bed methane (CBM) yang dikenal sebagai methan B, atau
rembesan dari lapisan hidrokarbon pada perangkap migas over mature yang disebut
gas methan petrogenik/termogenik. Untuk membedakan origin atau asal dari gas
methan tersebut dapat dikenali dari analisa paremeter methan δ 13C atau δD
(Claypool and Kaplan, 1974).
Satu hal penting jika ditemukan kemunculan rembesan gas biogenik yang ekstrim
adalah perlunya kajian tentang adanya kemungkinan tekanan tambahan sebagai
pemicu naiknya tekanan gas. Banyak dijumpai bahwa rembesan/semburan gas
biogenik ini terjadi di sekitar sumur-sumur pemboran migas. Ada dugaan bahwa tidak
7
dilaporkan mempunyai semburan gas dangkal adalah di Desa Mindi Porong, Desa
Dukuh Jeruk Indramayu, Muarakakap Kalimantan Barat, serta beberapa daerah
lainnya, namun belum dilakukan eksplorasi rinci tentang potensi cadangan gasnya.
variasi resistivitas terhadap kedalaman yaitu pada arah vertikal (sounding) atau arah
lateral (mapping) (Derana,1981)
Umumnya metode resistivitas ini hanya baik untuk eksplorasi dangkal, yaitu
sekitar 100 meter. Jika kedalaman lapisan lebih dari harga tersebut, informasi yang
diperoleh kurang akurat, hal ini disebabkan karena melemahnya arus listrik untuk
jarak bentang yang semakin besar (Santoso, 2002).
Karena distribusi arus sama pada setiap permukaan yang berada pada jarak r dari
elektroda C1, maka beda potensialnya juga sama. Permukaan ini dikenal sebagai
permukaan ekipotensial. Jika kita mengasumsikan kulit permukaan akipotensial
sangat tipis (dr). Maka kita dapat mendefinisikan perbedaan potensial di kulit menjadi
𝑙 𝑑𝑟
𝑑𝑉 = 𝑖(𝑅) = 𝑖 (𝜌 𝐴) = 𝑖 (𝜌 2 𝜋𝑟 2 )........................................(5)
Untuk menentukan potensi pada suatu titik, bandingkan dengan potensial pada
titik jauh tak hingga. Maka :
∞ 𝑖𝜌 ∞ 𝑑𝑟 𝑖𝜌
𝑉 = ∫𝐷 𝑑𝑉 = ∫ = ................................................(6)
2𝜋 𝐷 𝑟2 2𝜋𝐷
(Reynold,1998)
13
Source P Sink
C1 rsource rsink C2
𝑖𝜌 𝑖𝜌
𝑉𝑠𝑜𝑢𝑟𝑐𝑒 = 𝑉𝑠𝑖𝑛𝑘 =
2π𝑟𝑠𝑜𝑢𝑟𝑐𝑒 2π𝑟𝑠𝑖𝑛𝑘
......................(7)
Total tegangan pada titik P adalah :
𝑖𝜌 1 1
𝑉𝑝 = 𝑉𝑠𝑜𝑢𝑟𝑐𝑒 − 𝑉𝑠𝑖𝑛𝑘 = ( − )
2π 𝑟𝑠𝑜𝑢𝑟𝑐𝑒 𝑟𝑠𝑖𝑛𝑘
………...…….(8)
Dua elektroda potensial P1 dan P2 diletakkan di permukaan seperti gambar
16.Dengan menggunakan persamaan yang telah diturunkan untuk menentukan
potensial pada suatu titik dengan memberikan sumber, maka diperoleh perbedaan
potensial dengan menentukan potensial pada elektroda P1 dan mengurangkannya
dengan potensial pada elektroda P2. Dengan menggunakan persamaan 7, didapatkan
bahwa :
𝑖𝜌 𝑖𝜌 𝑖𝜌 𝑖𝜌
𝑉𝑃1 = − dan 𝑉𝑃2 = 2𝜋𝑟3
− 2𝜋𝑟 ………….......……(9)
2𝜋𝑟1 2𝜋𝑟2 4
atau
𝑖𝜌 1 1 1 1
∆𝑉 = ( − − + ) ................ ......................... ..(11)
2𝜋 𝑟1 𝑟2 𝑟3 𝑟4
2𝜋∆𝑉 1
𝜌= ( ) ...............................(12)
𝑖 1 1 1 1
− − +
𝑟1 𝑟2 𝑟3 𝑟4
Gambar 2.6. Skema Dua Elekektroda Arus dan Dua Elektroda Potensial
(Telford dkk., 1990)
𝐶1 𝐶2 𝑃1 𝑃2
Dimana L = dan l =
2 2
digit di belakang koma. Atau dengan cara lain diperlukan peralatan pengirim arus
yang mempunyai tegangan listrik DC yang sangat tinggi.
Sedangkan keunggulan konfigurasi Schlumberger ini adalah kemampuan untuk
mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan yaitu dengan
membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda
MN/2.
Dimana K adalah faktor geometri yaitu besaran koreksi letak kedua elektroda
potensial terhadap letak kedua elektroda arus. Dengan mengukur ∆𝑉 dan I maka
dapat ditentukan harga resistivitas (Reynold, 1998).