Anda di halaman 1dari 6

BAB II

RUANG LINGKUP STUDI AMDAL

2.1 Status dan Lingkup Rencana Kegiatan yang Akan Ditelaah


2.1.1 Status Studi AMDAL
Studi AMDAL rencana kegiatan pembangunan X City Mall dan Hotel di Kel.
Rancanumpang Kec. Gedebage Kota Bandung mengacu kepada Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup.
Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 05 tahun 2012 tentang
jenis-jenis Rencana Usaha dan/atau tanpa kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup kegiatan Pembangunan X City Mall dan Hotel di Kel.
Rancanumpang Kec. Gedebage Kota Bandung wajib dilengkapi AMDAL, karena luas
bangunannya ±36.740 m2 ≥ 10.000 m2 Kegiatan ini masuk pada kategori Bidang Multisektor.

2.1.2 Kesesuaian Rencana Kegiatan dengan Tata Ruang


Berdasarkan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota Bandung berfungsi sebagai
kawasan lindung dan kawasan budidaya perkotaan. Dilihat dari RTRW tersebut
pembangunan X City mall dan hotel telah sesuai dengan Perda Nomor 4 2013 tentang RTRW
yang ada di kota Bandung.

2.1.3 Uraian Pekerjaan


Dilokasi X City Mall dan Hotel dengan luas tanah 3,69 Ha akan dibangun 4 lantai
mall, 1 lantai amusement, 5 lantai hotel yang dilengkapi dengan jalan, area parkir dan lahan
pengembangan sebagai sarana penunjang.

2.1.4 Kegiatan yang Ada Di Sekitar Rencana Lokasi Beserta Dampaknya


Lokasi kegiatan berada di wilayah kota Bandung. Akses menuju rencana
Pembangunan X City Mall dan Hotel melalui jalan utama yaitu Jalan Rancanumpang. Lokasi
kegiatan berbatasan dengan kegiatan lain di sekitarnya yaitu :
a) Sebelah Barat : Terdapat pemukiman warga
b) Sebelah Timur : Terdapat persawahan
c) Sebelah Selatan : Terdapat jalan tol Padaleunyi
d) Sebelah Utara : Terdapat pemukiman warga

2.2 Lingkup Rona Lingkungan Awal


2.2.1 Penduduk
Jumlah penduduk Kecamatan Gedebage sebanyak 34.299 jiwa pada tahun 2010 (hasil
Sensus Penduduk 2010) dengan rincian 17.143 jiwa penduduk laki-laki dan 17.156 jiwa
penduduk perempuan. Berdasarkan data ini maka seks rasio di Kecamatan Gedebage adalah
99,92 pada luas wilayah 979,930 hektar. Berdasarkan angka ini maka kepadatan penduduk di
Kecamatan Gedebage rata-rata adalah 35 jiwa per hektar. Tetapi dengan melihat proyeksi
penduduk Kecamatan Gedebage tahun 2014 menurut kelurahan, jumlah penduduk mencapai
35.757 jiwa dan dengan luas wilayah sebesar 979,930 hektar maka rata-rata kepadatan
penduduk di Kecamatan Gedebage adalah sebesar 36 jiwa per hektar. Kepadatan penduduk
yang tertinggi adalah di Kelurahan Cimincrang dan Rancanumpang sebesar 45 jiwa hal ini
dikarenakan di kelurahan tersebut banyak terdapat komplek perumahan. Selanjutnya
Kelurahan Rancabolang dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 33 jiwa per hektar.
Sedangkan Kelurahan Rancabolang memiliki kepadatan penduduk paling rendah yaitu
sebesar 21 jiwa per hektar. Kelurahan Cisaranten Kidul memiliki tingkat kepadatan penduduk
terendah dibandingkan dengan kelurahan yang lain karena masih banyak areal pesawahan di
kelurahan ini dan banyak lahan yang sudah dibeli oleh perusahaan swasta untuk
pengembangan pemukiman penduduk.

2.2.2 Iklim
Iklim asli Kota Bandung dipengaruhi oleh pegunungan di sekitarnya sehingga cuaca
yang terbentuk sejuk dan lembab. Temperatur rata-rata yaitu 23,40c dan mencapai suhu
tertinggi pada bulan Oktober 2014 yaitu 24,2 0C. Hal tersebut diduga sebagai dampak
perubahan iklim dan global warming. Walaupun demikian curah hujan di Kota Bandung
masih cukup tinggi, yaitu rata-rata 198,8 mm dengan jumlah hari hujan rata-rata 19 hari per
bulan. Iklim cenderung kering dengan temperatur maksimal dapat mencapai 30,90C di bulan
Oktober dengan kelembaban 64%. Pada tahun 2014 iklim cenderung kurang bersahabat
terutama untuk pertanian, iklim ekstrim dengan suhu tinggi di musim panas dimana
puncaknya bulan September dan suhu rendah di awal tahun dengan kelembaban mencapai
63%. Pada bulan Maret 2014 curah hujan tertinggi di atas rata-rata selama tahun 2014
mencapai 418,7 mm.

Tabel 2.1 Data Iklim Kota Bandung tahun 2014

Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Bandung

2.2.3 Fisiografi
Kota Bandung terletak diantara 06°57’LS - 107°37’BT. Luas wilayah Kecamatan
Gedebage yang sebesar 979,930 Ha. dengan batas-batas administratif sebagai berikut :
 Sebelah Utara : Kecamatan Cinambo
 Sebelah Timur : Kecamatan Panyileukan
 Sebelah Selatan : Kabupaten Bandung
 Sebelah Barat : Kecamatan Rancasari
Rencana lokasi kegiatan berada di kelurahan Rancanumpang. Kelurahan
Rancanumpang sendiri mempunyai luas lahan yang terkecil dibandingkan dengan kelurahan
lainnya yaitu 115,652 Ha sekitar 11,80% dari luas lahan keseluruhan. Rencana lokasi
kegiatan berada pada area persawahan yang berbatasan dengan perumahan warga, jalan tol
Padaleunyi dan DAS cinambo. Area yang digunakan untuk rencana lokasi kegiatan memiliki
luas lahan ±3,69 Ha.

2.2.4 Geografi
Kecamatan Gedebage termasuk ke dalam wilayah Propinsi Jawa Barat yang terdiri
dari 4 Kelurahan, yaitu : Kelurahan Rancanumpang, Kelurahan Rancabolang, Kelurahan
Cisaranten Kidul, Kelurahan Cimincrang.
Secara geografis Kecamatan Gedebage memiliki bentuk wilayah datar / berombak
sebesar 85 % dari total keseluruhan luas wilayah. Ditinjau dari sudut ketinggian tanah,
Kecamatan Gedebage berada pada ketinggian 750 m diatas permukaan air laut. Suhu
maksimum dan minimum di Kecamatan Gedebage berkisar 28 Co, sedangkan dilihat dari
segi hujan berkisar 240 mm/th.

2.2.5 Kualitas air


Sungai yang melalui kecamatan gedebage adalah Sungai Cinambo. Sementara itu
sumber air yang terdapat di Kecamatan Gedebage adalah air tanah.
Akan tetapi,rencana lokasi kegiatan terbilang dekat dari sungai cinambo dan alternatif
sumber air yang bisa digunakan berasal dari air tanah.
Berikut ini adalah tabel hasil dari pengujian kualitas air sungai yang dekat dengan
lokasi rencana kegiatan :

Tabel 2.2 Kualitas Air


Parameter Air Sungai
pH 8.09
Daya Hantar Listrik 0.294 mS
Kekeruhan 19.8 NTU
DO 4.6 mg/l
Sumber : Hasil Pengukuran
2.2.6 Kegempaan
Secara umum morfologi daerah Bandung merupakan perbukitan agak terjal hingga
terjal dengan kemiringan lereng antara 15 - 25°. Daerah bencana berada pada ketinggian
diatas 750 mdpl. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Lembar Bandung, Jawa (P.H. Silitonga,
1973) batuan penyusun daerah bencana adalah tuff pasiran yang berasal dari G. Dano dan G.
Tangkubanperahu.
Berdasarkan Peta Prakiraan Wilayah Potensi Terjadi Gerakan Tanah di Provinsi Jawa
Barat bulan Maret 2014 (Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi),
Rencana lokasi kegiatan terletak di Kecamatan Cimahi Tengah termasuk zona potensi terjadi
gerakan tanah menengah sampai tinggi artinya pada daerah ini dapat terjadi gerakan tanah
jika curah hujan di atas normal, terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai,
gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan dan gerakan tanah lama dapat aktif
kembali.

2.2.7 Sosial ekonomi

Pada awalnya kota Bandung sekitarnya secara tradisional merupakan kawasan


pertanian, namun seiring dengan laju urbanisasi menjadikan lahan pertanian menjadi kawasan
perumahan serta kemudian berkembang menjadi kawasan industri dan bisnis, sesuai dengan
transformasi ekonomi kota umumnya. Sektor perdagangan dan jasa saat ini memainkan
peranan penting akan pertumbuhan ekonomi kota ini disamping terus berkembangnya sektor
industri. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Daerah (Suseda) 2006, 35.92 % dari total
angkatan kerja penduduk kota ini terserap pada sektor perdagangan, 28.16 % pada sektor jasa
dan 15.92 % pada sektor industri. Sedangkan sektor pertanian hanya menyerap 0.82 %,
sementara sisa 19.18 % pada sektor angkutan, bangunan, keuangan dan lainnnya.

Pada triwulan I 2010, kota Bandung dan sebagian besar kota lain di Jawa Barat
mengalami kenaikan laju inflasi tahunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sebagai
faktor pendorong inflasi dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter, yang berupa interaksi
permintaan-penawaran serta ekspektasi inflasi masyarakat. Walaupun secara keseluruhan laju
inflasi pada kota Bandung masih relatif terkendali. Hal ini terutama disebabkan oleh deflasi
pada kelompok sandang, yaitu penurunan harga emas perhiasan. Sebaliknya, inflasi Kota
Bandung mengalami tekanan yang berasal dari kelompok transportasi, yang dipicu oleh
kenaikan harga BBM non subsidi yang dipengaruhi oleh harga minyak bumi di pasar
internasional.Sementara itu yang menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Bandung
masih didominasi dari penerimaan hasil pajak daerah dan retribusi daerah, sedangkan dari
hasil perusahaan milik daerah atau hasil pengelolaan kekayaan daerah masih belum sesuai
dengan realisasi.

Anda mungkin juga menyukai