Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. SU
Agama : Islam
Umur : 37 tahun
Alamat : Tikala Baru, Tikala, Manado
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Minahasa
Status : Menikah
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
No. RM : 11.26.22

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Benjolan di daerah lipatan bokong
b. Keluhan Tambahan : Disertai nyeri
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien laki-laki berusia 37 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RS R.W.
Mongisidi dengan keluhan benjolan di daerah lipatan bokong yang disertai rasa
nyeri. Benjolan dirasakan sejak 7 hari yang lalu, awalnya berukuran sekitar 1x1 cm
tetapi semakin hari semakin bertambah besar hingga saat ini berukuran sekitar 4x4
cm. Benjolan berwarna kemerahan tidak sama dengan warna kulit sekitar, tidak
terfiksasi dan batasnya jelas. Pasien masih bisa buang air besar, terakhir 8 jam
sebelum masuk rumah sakit, tetapi pasien mengeluh buang air besar tidak selesai
karena saat buang air besar benjolan bertambah nyeri terutama saat mengejan.
Benjolan mengganggu aktivitas sehari-hari karena benjolan terasa nyeri saat pasien
duduk sehingga pasien harus berbaring untuk mengurangi rasa nyeri dan merasa
lebih nyaman dalam posisi berbaring ke samping.
Pasien mengatakan baru pertama kali memiliki keluhan seperti ini, serta
sebelumnya tidak pernah ada luka disekitar anus, tidak ada gangguan buang air
besar, dan tidak ada keluhan sakit saat buang air kecil. Keluhan pusing, mual,
muntah, dan nyeri perut disangkal, tetapi kadang pasien merasakan demam ringan.

1
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi, diabetes Mellitus, penyakit jantung, riwayat alergi dan asma
disangkal.
e. Riwayat Penyakit keluarga
Riwayat penyakit dalam keluarga disangkal.
f. Riwayat Pribadi
Pasien mengakui memiliki kebiasaan merokok. Kebiasaan konsumsi minuman
beralkohol, jamu, dan kebiasaan menahan buang air besar disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Laju Pernapasan : 22 x/m
Nadi : 85 x/m
Suhu : 36,50 C
Tinggi badan : 167 cm
Berat badan : 85 kg
Index massa tubuh : 30,5 kg/m2 (Obesitas derajat I)
Kepala-Leher
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Pupil isokor, diameter
3mm/3mm, reflek cahaya (+/+)
Hidung : Deformitas (-), sekret (-)
Telinga : Sekret (-), nyeri tekan (-)
Leher : Tidak didapatkan peningkatan JVP
Thoraks
Paru
Inspeksi : Gerakan dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Vocal fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor kanan=kiri
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung

2
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung
Dextra : SIC V linea sternalis dextra
Sininstra : SIC V 2 jari medial linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : perut tampak datar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, nyerti tekan (-), pembesaran hepar dan lien (-).
Perkusi : timpani
Ekstremitas : Edema (-/-), akral dingin (-/-)

Status lokalis
Regio perianal
Inspeksi : tampak massa didaerah sekitar anus, warna merah dan tidak sama
dengan kulit sekitar, terlihat hiperemis, pada massa tidak terdapat luka
terbuka, massa tidak mengeluarkan darah atau pus
Palpasi : teraba massa tunggal dengan ukuran 4x4 cm, bentuk asimetris, batas
tegas, tidak terfiksasi, konsistensi lunak, nyeri tekan (+), hangat (+)

3
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hematologi Hasil Nilai rujukan Satuan


Leukosit 15.14 3.8-10.6 10^3/uL
Eritrosit 5.91 4.4-5.9 10^3/uL
Hemoglobin 18.3 13.2-17.3 g/dL
Hematokrit 52.8 40.0-52.0 %
MCV 89.3 80-100 fL
MCH 31.0 26.0-34.0 Pg
MCHC 34.7 32.0-36.0 g/dL
Trombosit 196 150-440 10^3/uL
Hemoglobin 18.3 13.2-17.3 g/dL

V. DIAGNOSIS BANDING
- Abses perianal
- Hemoroid eksterna
- Hemoroid interna
- Tumor Anorektal

VI. DIAGNOSIS KERJA


Abses Perianal

VII. RESUME
Seorang pasien laki-laki berusia berusia 37 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat
RS RW Mongisidi dengan keluhan benjolan di daerah lipatan bokong yang disertai
rasa nyeri. Benjolan dirasakan sejak 7 hari yang lalu, awalnya berukuran sekitar
1x1 cm tetapi semakin hari semakin bertambah besar hingga saat ini berukuran
sekitar 4x4 cm. Benjolan berwarna kemerahan tidak sama dengan warna kulit
sekitar, tidak terfiksasi dan batasnya jelas. Pasien masih bisa buang air besar,
terakhir 8 jam sebelum masuk rumah sakit, tetapi pasien mengeluh buang air besar
tidak selesai karena saat buang air besar benjolan bertambah nyeri terutama saat
mengejan. Benjolan mengganggu aktivitas sehari-hari karena benjolan terasa nyeri
saat pasien duduk sehingga pasien harus berbaring untuk mengurangi rasa nyeri dan
merasa lebih nyaman dalam posisi berbaring ke samping. Pasien mengatakan baru

4
pertama kali memiliki keluhan seperti ini, sebelumnya tidak pernah ada luka
disekitar anus, tidak ada gangguan buang air besar, tetapi kadang pasien merasakan
demam ringan.
Dari pemeriksaan fisis didapatkan tanda vital TD: 120/80 mmHg, Nadi: 85x/menit,
Pernapasaan: 22x/menit, Suhu: 36,50C, kesadaran Compos Mentis (E4M6V5). Pada
pemeriksaan status lokaslis ditemukan massa didaerah sekitar anus, warna merah
dan tidak sama dengan kulit sekitar, terlihat hiperemis, tidak terdapat luka terbuka,
dan tidak mengeluarkan darah atau pus. Teraba massa tunggal dengan ukuran 4x4
cm, bentuk asimetris, batas tegas, tidak terfiksasi, konsistensi lunak, terdapat nyeri
tekan, dan teraba hangat.

VIII. TATALAKSANA

- Rawat inap
- IVFD Ringer Laktat 20 tetes per menit
- Ceftriaxon 2x1gr (injeksi)
- Metronidazole 3x500mg (injeksi)
- Ranitidin 2x1 (injeksi)
- Ketorolac 3x1 (injeksi)

5
PEMBAHASAN

Neuralgia post herpetik disebabkan oleh infeksi virus herpes zoster. Herpes Zoster
adalah infeksi virus yang terjadi senantiasa pada anak-anak yang biasa disebut dengan
varicella (chicken pox). Tipe Virus yang bersifat patogen pada manusia adalah herpes virus-3
(HHV-3), biasa juga disebut dengan varisella zoster virus (VZV). Virus ini berdiam di
ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis terutama nervus kranialis V
(trigeminus) pada ganglion gasseri cabang oftalmik dan vervus kranialis VII (fasialis) pada
ganglion genikulatum. Menurut studi epidemiologi, Insidens penyakit ini 73% terjadi pada
usia di atas 70 tahun, 47% di atas 60 tahun, 27% pada usia di atas 55 tahun dan hanya 2%
yang berkembang pada usia di bawah 50 tahun. Jenis kelamin yang terbanyak adalah
perempuan1,2. Neuralgia paska herpetika adalah suatu kondisi nyeri yang menetap dalam
jangka waktu yang lama yaitu dapat berbulan-bulan dan bertahun-tahun sebagai hasil
reaktivasi dari infeksi virus Varicella zoster pada penyakit herpes zoster3.

Pada kasus diatas, pasien mengalami nyeri pada punggung dan perut kiri seperti tertusuk-
tusuk, hal ini diawali oleh virusherpes zooster yang kebanyakan memusnahkan sel-sel
ganglion yang berukuran besar, dimana yang tersisa adalah sel-sel berukuran kecil, Mereka
tergolong dalam serabut halus yang mengahantarkan impuls nyeri, yaitu serabut A-delta dan
C. Sehingga semua impuls yang masuk diterima oleh serabut penghantar nyeriPasien
mengaku sudah pernah terinfeksi cacar air atau varicella hal ini mendukung perjalanan
penyakit dari herpes zoster, Usia pasien yang sudah lansia dapat memungkinkan pasien lebih
rentan terhadap infeksi karena sistem imunnya yang sudah lemah sehingga mempermudah
proses port d’entry bakteri ataupun virus pada pasien ini. Lesi yang muncul berupa vesikel
dan yang sudah berubah menjadi krusta juga mendukung manifestasi gejala klinis dari herpes
zoster keluhan lain mengatakan, nyeri muncul di tempat atau sekitar dari lesi vesikel dan
krusta. Dari keluhan yang dialami oleh pasien dapat disimpulkan bahwa gejala yang
dialaminya mirip dengan penyakit Post Herpetic Neuralgia.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal, kecuali adanya
peningkatan tekana darah yakni 160/90 mmHg tanpa riwayat hipertensi, mungkin disebabkan
karena kondisi nyeri yang dialami.

6
Ditemukannya lesi berupa makula eritematosa dan krusta di punggung dan perut serta lokasi
nyeri yang berada di punggung dan perut menyingkirkan diagnosa neuralgia trigeminal pada
pasien.

Pemeriksaan Penunjang

Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Tidak ada tes diagnostik yang
spesifik untuk Post Herpetic Neuralgia, meskipun ada beberapa tes yang mungkin dapat
membantu mengidentifikasi atau menyingkirkan penyakit lain. Misalnya Pemeriksaan cairan
serebrospinal (CSF) 61% menunjukkan abnormal. Ditemukan pleocytosis 46%, peningkatan
protein 26%, dan Varicella zozter virus (VZV) DNA 22%. Kultur virus atau pewarnaan
imunofluorosen hanya untuk membedakan herpes simpleks dari herpes zoster pada beberapa
kasus yang sulit dibedakan secara klinis. (4)

PATOFISIOLOGI

Infeksi primer virus varisella zoster dikenal sebagai varicella atau cacar air. Pajanan
pertama biasanya terjadi pada usia kanak-kanak. Virus ini masuk ke tubuh melalui sistem
respiratorik. Pada nasofaring, virus varisella zoster bereplikasi dan menyebar melalui aliran
darah sehingga terjadi viremia dengan manifestasi lesi kulit yang tersebar di seluruh tubuh.
Periode inkubasi sekitar 14-16 hari setelah paparan awal. Setelah infeksi primer dilalui, virus
ini bersarang di ganglia akar dorsal, hidup secara dorman selama bertahun-tahun.5,6,7
Patogenesis terjadinya herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus varisella
zoster yang hidup secara dorman di ganglion. Imunitas seluler berperan dalam pencegahan
pemunculan klinis berulang virus varicella zoster dengan mekanisme tidak diketahui.
Hilangnya imunitas seluler terhadap virus dengan bertambahnya usia atau status
imunokompromis dihubungkan dengan reaktivasi klinis. Saat terjadi reaktivasi, virus berjalan
di sepanjang akson menuju ke kulit. Pada kulit terjadi proses peradangan dan telah mengalami
denervasi secara parsial. Di sel-sel epidermal, virus ini bereplikasi menyebabkan
pembengkakan, vakuolisasi dan lisis sel sehingga hasil dari proses ini terbentuk vesikel yang
dikenal dengan nama ‘Lipschutz inclusion body’.5,6,7

7
Gambar 1 : Patologi Herpes Zoster7

Neuralgia Post Herpetik memiliki patofisiologi yang berbeda dengan nyeri


herpes zoster akut. NPH, komplikasi dari herpes zoster, adalah sindrom nyeri neuropatik
yang dihasilkan dari kombinasi inflamasi dan kerusakan akibat virus pada serat aferen primer
saraf sensorik. Setelah resolusi infeksi primer varicella, virus tetap aktif di ganglia sensorik.
Virus ini diaktifkan kembali atau mengalami reaktivasi, bermanifestasi sebagai herpes zoster
akut, dan berhubungan dengan kerusakan pada ganglion, saraf aferen primer, dan kulit. Studi
histopatologi telah menunjukkan fibrosis dan hilangnya neuron (dalam ganglion dorsal),
jaringan parut, serta kehilangan akson dan mielin (pada saraf perifer yang terlibat), atrofi (dari
tanduk dorsal sumsum tulang belakang), dan peradangan (sekitar saraf tulang belakang)
dengan infiltrasi dan akumulasi limfosit. Selain itu, ada pengurangan saraf inhibitor
berdiameter besar dan peningkatan neuron eksitasi kecil, pada saraf perifer.8,9
Mekanisme terjadinya neuralgia pasca herpetika dapat berlainan pada setiap individu
sehingga manifestasi nyeri yang berhubungan dengan neuralgia pascaherpetika juga
berlainan. Replikasi virus di dalam ganglion dorsalis menyebabkan respon inflamasi berupa
pembengkakan, perdarahan, nekrosis dan kematian sel neuron. Proses perjalanan virus ini
menyebabkan kerusakan pada saraf. Inflamasi pada saraf perifer dapat berlangsung beberapa
minggu sampai beberapa bulan dan dapat menimbulkan demielinisasi, degenerasi wallerian
dan proses sklerosis.7,10
Kemudian virus akan menyebar secara sentrifugal sepanjang saraf menuju ke kulit,
menyebabkan inflamasi dan kerusakan saraf perifer. Kadang-kadang virus menyebar secara

8
sentripetal ke arah medula spinalis (mengenai area sensorik dan motorik) serta batang otak.
Hal ini menyebabkan sensitisasi ataupun deaferenisasi elemen saraf perifer dan sentral.11

Gambar 2 : Desensitasi dan Deaferenisasi11


Sensitisasi saraf perifer terutama terjadi pada nosiseptor serabut saraf C yang halus
dan tidak bermyelin. Sensitisasi ini menyebabkan ambang sensoris terhadap suhu menurun,
menimbulkan heat hyperalgesia, yakni nyeri seperti terbakar. Selain itu juga terjadi letupan
ektopik dari nosiseptor C yang rusak sehingga timbul alodinia, yakni rasa nyeri akibat
stimulus yang pada keadaan normal tidak menimbulkan rasa nyeri. Sebagai respon atas
menghilangnya sebagian besar input serabut saraf C karena kerusakan tersebut, terbentuk
tunas-tunas serabut saraf Aβ yang menerima rangsang non-noksius mekanoseptor di lapisan
superfisial kornu dorsalis medula spinalis. Pertunasan ini menyebabkan hubungan antara
serabut saraf Aβ yang tidak menghantarkan nyeri dengan serabut saraf C, sehingga stimulus
yang tidak menyebabkan nyeri (raba halus) dipersepsikan sebagai nyeri.11
Selain sensitisasi perifer dapat juga terjadi sensitisasi sentral yang menyebabkan
terjadinya nyeri spontan maupun nyeri yang diprovokasi, berupa alodinia dan
hiperalgesia.Sensitisasi sentral disebabkan oleh aktivitas ektopik dari serabut saraf aferen.
Neurotransmiter eksitatorik utama di medula spinalis adalah glutamat yang berikatan dengan
reseptor N-Metil-D-Aspartat (NMDA). Glutamat diproduksi oleh serabut saraf aferen primer
di kornu dorsalis. Pada keadaan istirahat glutamat akan mengaktivasi reseptor ionotropik α-
amino-3-hidroksi-5-metil-4-isoksazol propionat(AMPA), reseptor kainat, dan reseptor
metabotropik glutamat (mGluRs), sedangkan reseptor NMDA diblok oleh ion magnesium
sehingga mencegah masuknya ion natrium dan kalsium yang akan terjadi saat glutamat

9
berikatan dengan reseptor NMDA tersebut. Aktivasi pascasinap yang berulang akan
menyebabkan sumasi potensial sinaptik dan depolarisasi membran yang progresif. Hal ini
menyebabkan reseptor NMDA terbebas dari blok ion magnesium yang selanjutnya
menyebabkan influks kation-kation ke dalam sel dan depolarisasi membran makin
progresif.8,12
Neuralgia pascaherpetika juga dapat terjadi akibat proses deaferenisasi, yakni
hilangnya serabut saraf aferen sensoris baik yang berdiameter besar maupun kecil. Lesi pada
serabut saraf perifer maupun sentral dapat memacu terjadinya remodeling dan
hipereksitabilitas membran sel. Lesi yang masih terhubung dengan badan sel akan
membentuk tunas-tunas baru. Tunas-tunas baru ini ada yang mencapai organ target,
sedangkan yang tidak mencapai organ target akan membentuk neuroma, di neuroma ini akan
terakumulasi berbagai kanal ion, terutama kanal ion natrium, molekul-molekul transduser dan
reseptor-reseptor baru, sehingga pada akhirnyaakan menyebabkan terjadinya letupan ektopik,
mekanosensitivitas abnormal, sensitivitas terhadap suhu dan kimia. Letupan ektopik dan
sensitisasi berbagai reseptor akan menyebabkan timbulnya nyeri spontan dan nyeri yang
diprovokasi. Letupan spontan pada neuron sentral yang terdeaferenisasi akan
menyebabkanterjadinya nyeri konstan pada area tersebut. 6,8,11,12

Gambar 3 : Mekanisme Sensitisasi Sentral dan Perifer15

Pada otopsi pasien yang pernah mengalami herpes zoster dan neuralgia paska
herpetika ditemukan atrofi kornu dorsalis, sedangkan pada pasien yang mengalami herpes
zoster tetapi tidak mengalami neuralgia paska herpetika tidak ditemukan atrofi kornu
dorsalis.6,9

10
Manifestasi Klinis
Tanda khas dari herpes zooster pada fase prodromal adalah nyeri dan parasthesia pada
daerah dermatom yang terkena. Dworkin membagi neuralgia post herpetik ke dalam tiga fase:
8,14,15

1. Fase akut: fase nyeri timbul bersamaan/ menyertai lesi kulit. Biasanya berlangsung < 4
minggu
2. Fase subakut: fase nyeri menetap > 30 hari setelah onset lesi kulit tetapi < 4 bulan
3. Neuralgia post herpetik: dimana nyeri menetap > 4 bulan setelah onset lesi kulit atau 3
bulan setelah penyembuhan lesi herpes zoster.
Pada umumnya penderita dengan herpes zoster berkunjung ke dokter ahli penyakit
kulit oleh karena terdapatnya gelembung-gelembung herpesnya. Keluhan penderita disertai
dengan rasa demam, sakit kepala, mual, lemah tubuh. 48-72 jam kemudian, setelah gejala
prodromal timbul lesi makulopapular eritematosa unilateral mengikuti dermatom kulit dan
dengan cepat berubah bentuk menjadi lesi vesikular. Nyeri yang timbul mempunyai intensitas
bervariasi dari ringan sampai berat sehingga sentuhan ringan saja menimbulkan nyeri yang
begitu mengganggu penderitanya. Setelah 3-5 hari dari awal lesi kulit, biasanya lesi akan
mulai mengering. Durasi penyakit biasanya 7-10 hari, tetapi biasanya untuk lesi kulit kembali
normal dibutuhkan waktu sampai berminggu-minggu. 8,14,15
Penyakit ini dapat sangat mengganggu penderitanya. Gangguan sensorik yang
ditimbulkan diperberat oleh rangsangan pada kulit dengan hasil hiperestesia, allodinia dan
hiperalgesia. Nyeri yang dirasakan dapat mengacaukan pekerjaan si penderita, tidur bahkan
sampai mood sehingga nyeri ini dapat mempengaruhi kualitas hidup jangka pendek maupun
jangka panjang pasien. Nyeri dapat dirasakan beberapa hari atau beberapa minggu sebelum
timbulnya erupsi kulit. Keluhan yang paling sering dilaporkan adalah nyeri seperti rasa
terbakar, parestesi yang dapat disertai dengan rasa sakit (disestesi), hiperestesia yang
merupakan respon nyeri berlebihan terhadap stimulus, atau nyeri seperti terkena/ tersetrum
listrik. Nyeri sendiri dapat diprovokasi antara lain dengan stimulus ringan/ normal (allodinia),
rasa gata-gatal yang tidak tertahankan dan nyeri yang terus bertambah dalam menanggapi
rangsang yang berulang. 8,14,15
Pada masa gelembung –gelembung herpes menjadi kering, orang sakit mulai
menderita karena nyeri hebat yang yang dirasakan pada daerah kulit yang terkena. Nyeri
hebat itu bersifat neuralgik. Di mana nyeri ini sangat panas dan tajam, sifat nyeri neuralgik ini
menyerupai nyeri neuralgik idiopatik, terutama dalam hal serangannya yaitu tiap serangan
muncul secara tiba – tiba dan tiap serangan terdiri dari sekelompok serangan – serangan kecil

11
dan besar. Orang sakit dengan keluhan sakit kepala di belakang atau di atas telinga dan tidak
enak badan. Tetapi bila penderita datang sebelum gelembung – gelembung herpes timbul,
untuk meramalkan bahwa nanti akan muncul herpes adalah sulit sekali. Bedanya dengan
neuralgia trigeminus idiopatik ialah adanya gejala defisit sensorik. Dan fenomena paradoksal
inilah yang menjadi ciri khas dari neuralgia post herpatik, yaitu anestesia pada tempat –
tempat bekas herpes tetapi pada timbulnya serangan neuralgia, justru tempat –tempat bekas
herpes yang anestetik itu yang dirasakan sebagai tempat yang paling nyeri. Neuralgia post
herpatik sering terjadi di wajah dan kepala. Jika terdapat di dahi dinamakan neuralgia
postherpatikum oftalmikum dan yang di daun telinga neuralgia postherpatikum otikum. 8,14,15
Manifestasi klinis klasik yang terjadi pada herpes zoster adalah gejala prodromal rasa
terbakar, gatal dengan derajat ringan sampai sedang pada kulit sesuai dengan dermatom yang
terkena. Biasanya keluhan penderita disertai dengan rasa demam, sakit kepala, mual, lemah
tubuh. 48-72 jam kemudian, setelah gejala prodromal timbul lesi makulopapular eritematosa
unilateral mengikuti dermatom kulit dan dengan cepat berubah bentuk menjadi lesi vesikular.
Nyeri yang timbul mempunyai intensitas bervariasi dari ringan sampai berat sehingga
sentuhan ringan saja menimbulkan nyeri yang begitu mengganggu penderitanya. Setelah 3-5
hari dari awal lesi kulit, biasanya lesi akan mulai mengering. Durasi penyakit biasanya 7-10
hari, tetapi biasanya untuk lesi kulit kembali normal dibutuhkan waktu sampai berminggu-
minggu. Intensitas dan durasi dari erupsi kulit oleh karena infeksi herpes zoster dapat
dikurangi dengan pemberian acyclovir (5x800mg/hari) atau dengan famciclovir atau
valacyclovir. Manifestasi klinis neuralgia paska herpetika adalah penyakit yang dapat sangat
mengganggu penderitanya. Gangguan sensorik yang ditimbulkan diperberat oleh rangsangan
pada kulit dengan hasil hiperestesia, allodinia dan hiperalgesia. Nyeri yang dirasakan dapat
mengacaukan pekerjaan si penderita, tidur bahkan sampai mood sehingga nyeri ini dapat
mempengaruhi kualitas hidup jangka pendek maupun jangka panjang pasien. Nyeri dapat
dirasakan beberapa hari atau beberapa minggu sebelum timbulnya erupsi kulit. Keluhan yang
paling sering dilaporkan adalah nyeri seperti rasa terbakar, parestesi yang dapat disertai
dengan rasa sakit (disestesi), hiperestesia yang merupakan respon nyeri berlebihan terhadap
stimulus, atau nyeri seperti terkena/ tersetrum listrik. Nyeri sendiri dapat diprovokasi antara
lain dengan stimulus ringan/ normal (allodinia), rasa gata-gatal yang tidak tertahankan dan
nyeri yang terus bertambah dalam menanggapi rangsang yang berulang. 8,14,15
DIAGNOSIS

Langkah-Langkah Diagnosis

12
Anamnesis
 Adanya erupsi vesikel berkelompok yang nyeri sesuai dengan distribusi dermatom
(khas untuk herpes zoster).
 Erupsi dan vesikel menghilang namun nyeri tetap berlangsung selama 3 bulan
atau lebih sehingga disebut PHN.
 Nyerinya nyata seperti rasa terbakar, tertusuk atau berdenyut.
 Infeksi Herpes zoster dapat teraktivasi kembali secara subklinikal disertai nyeri
dan mengikuti distribusi dermatom tanpa eritem 16.
 Pasien juga dapat mengeluhkan nyeri yang bersifat disestesia, hiperalgesia,
anesthesia dan paralgesia yang kontinyu17.
 Adanya rasa gatal yang semakin bertambah 18.
 Semua hal di atas dapat mengganggu aktivitas dan menimbulkan gangguan tidur,
depresi, anoreksia dan kelelahan.

Pemeriksaan Fisik
 Adanya scar cutaneus di daerah yang pernah terinfeksi Herpes zoster
sebelumnya.
 Adanya perubahan sensasi yaitu menjadi lebih sensitif (hyperaesthesia) atau
kurang sensitif seperti mati rasa/baal (dysaesthesia) pada daerah yang terlibat
infeksi.
 Alodinia yaitu nyeri yang disebabkan oleh stimulus non toksik (non noxious)
seperti sentuhan ringan oleh sikat, bergesekan dengan pakaian saat memakai
pakaian, aliran angin sepoi-sepoi, hembusan nafas, menyisir rambut, kepanasan).
Alodinia dialami oleh kurang lebih 90% penderita neuralgia post herpetika dan
biasanya dirasakan pada daerah yang masih mempunyai sensasi rasa. Sedangkan
nyeri spontan biasanya terjadi pada dermatom yang sensasinya telah terganggu.
Adapun perluasan nyeri ini biasanya mengenai dermatom torakal (50%), kranial,
servikal, lumbal (10-20%), dan sakral (2-8%).
 Perubahan fungsi autonom seperti keringat bertambah pada daerah yang terlibat
infeksi herpes zoster 2,18,20.

Pemeriksaan Penunjang4
Laboratorium
 Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk PHN.

13
 Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSF) 61% menunjukkan abnormal. Ditemukan
pleocytosis 46%, peningkatan protein 26%, dan Varicella zozter virus (VZV)
DNA 22%. Ini tidak spesifik untuk PHN.
 Kultur virus atau pewarnaan imunofluorosen hanya untuk membedakan herpes
simpleks dari herpes zozter pada beberapa kasus yang sulit dibedakan secara
klinis.
Radiologi
Menurut penelitian Haanpaa et al :
 MRI menunjukkan khas lesi herpes zoster terdapat pada batang otak dan saraf
servikal pada 9 pasien (56%).
 Pada 3 bulan setelah onset herpes zoster, 5 pasien (56%) dengan MRI yang
abnormal berkembang menjadi PHN.
 Pada 7 pasien yang tidak menderita herpes zoster namun terdapat gambaran lesi
di MRI tidak mengalami nyeri.
Patologi Anatomi (Pemeriksaan histologi)
Walaupun gejala herpes zoster hanya mempengaruhi beberapa sensoris dermatom,
namun secara patologikal terdapat perubahan yang luas yaitu ganglia spinal atau
radiks nervus kranialis mengalami pembengkakan dan inflamasi dengan dominan sel
limfosit. Beberapa sel ganglion mengalami pembengkakan sedangkan yang lainnya
mengalami degenerasi. Inflamasi yang terjadi dapat berkembang ke meninges dan
daerah keluarnya radix dan bisa sampai ke kornu anterior dan daerah perivaskular
medulla spinalis. Perubahan patologi pada batang otak sama dengan radix spinal dan
medula spinalis. Dalam sebulan infeksi, fibrosis terjadi pada ganglia, nervus perifer
dan radiks saraf. Degenerasi terjadi pada cornu posterior ipsilateral.

Diagnosis Post Herpetic Neuralgia umumnya ditentukan oleh adanya kriteria klinis
dan beberapa temuan klinis.

Penatalaksanaan
Non Medikamentosa :
 Memakai pakaian yang nyaman. Pakaian yang terlalu ketat atau terbuat dari bahan
yang kasar atau material sintetik dapat mengiritasi kulit dan menyebabkan nyeri

14
semakin bertambah. Mengenakan pakaian yang bahan dasar pembuatannya dari
kapas akan lebih mengurangi terjadinya iritasi.
 Menutup daerah yang sensitive. Dapat dengan pakaian yang nyaman atau dengan
plastic yang melekat pada luka.
 Menggunakan es batu untuk mengebalkan atau menghilangkan nyeri sesaat,
kecuali bila PHN bertambah buruk pada beberapa kasus (tergantung stimulusnon
noxious)21.

Medikamentosa :
1. Antivirus
Untuk menangani neuralgia post herpetika sebenarnya adalah dengan mencegah
terjadinya hal tersebut yaitu dengan mengobati infeksi herpes zoster secara cepat dan tepat.
Obat-obatan yang dipakai adalah asiklovir 6 x 800 mg selama 7 sampai 10 hari , famsiklovir 3
x 500 mg per hari selama 7 hari dan ditoleransi dengan baik pada infeksi herpes zoster akut,
valasiklovir 3 x 1000 mg selama 7 sampai 14 hari, mengurangi nyeri secara bermakna
daripada pemberian asiklovir. Dalam pemberian antivirus ini, perlu diperhatikan fungsi ginjal
pasien. Pemberian antivirus bertujuan untuk memperpendek gejala klinis, mencegah
komplikasi, mencegah perkembangan infeksi laten atau berulangnya infeksi, menurunkan
transmisi virus dan mengeliminasi infeksi laten yang menetap22.
2. Antidepresan
Antidepresan trisiklik seperti amitriptilin, nortriptilin, imipramin, desipramin dan
doksepin) bekerja dengan cara menghambat reuptake norepinefrin dan serotonin. Dosis
amitriptilin, yaitu : Dewasa 30-100mg PO menjelang tidur; anak 0,1/kg/hr ditoleransi hingga
0,5-2mg/hr menjelang tidur; remaja 25-50mg/hr sampai 100mg/hr PO. Dosis nortriptilin,
yaitu: Dewasa 25mg PO 3-4xsehari, tidak melebihi 150mg/hr; anak BB<25kg tidak
dianjurkan, BB25-35kg 10-20mg/hr PO, BB35-54kg 25-35mg/hr PO,BB>25kg sama dengan
dosis dewasa.
3. Analgesik
Analgesik yang dipakai adalah analgesik opioid. Tramadol telah terbukti sebagai
agonis opioid yang juga bekerja menghambat reuptake norepinefrin dan serotonin. Dosis
tramadol dititrasi hingga maksimum 400 mg/hari dibagi dalam 4 dosis. Ada juga Oxycodone
dengan dosis 60mg/hari. Ada juga penggunaan krim topikal seperti capsaicin. Obat ini
berefek pada serat C (C-fiber). Dosis yang dipaki yaitu 3-4x sehari selama 3-4 minggu.
4 . Anti konvulsan

15
Anti konvulsan digunakan untuk mengatasi spasme otot yang berat dan memberi efek
sedasi serta berefek untuk memodulasi nyeri. Gabapentin biasa digunakan untuk nyeri
neuropatik yang tertusuk dengan dosis untuk dewasa 3x100mg PO, dapat mencapai 900-
1800mg PO setiap harinya tapi tidak melebihi 4x900mg PO; dosis anak <12 th
tidak direkomendasikan, anak >12th sama dengan dosis dewasa. Sedangkan obat pregabalin
onsetnya lebih cepat, berikatan dengan subunit dari voltage-gated calcium
channel yang mengurangi influks kalsium dan pelepasan neurotransmiter (glutamat, substance
P, dan calcitonin gene-related peptide) pada primary afferent nerve terminals. Didapatkan
pula hasil perbaikan dalam hal tidur dan ansietas. Dosis dewasa awal 2x75mg PO,
dapat dinaikkan sampai 2x150mg dalam 1minggu, dapat dinaikkan lagi sampai
2x300mg jika perlu.
5. Kortikosteroid
Kortikosteroid digunakan sebagai anti inflamasi yang bekerja dengan menekann
migrasi sel leukosi PMN danmeningkatkan permeabilitas kapiler. Obat yang biasa dipakai
adalah dexametason. Dosisnya, d e w a s a 0 , 7 5 - 9 m g/ h r P O d a l a m d o s i s t e r b a gi
s e t i a p 6 - 1 2 j a m : anak 0,08-0,3mg/kg/hr PO dalam dosis terbagi setiap 6-12 jam.
Prednison juga dipakai dengan dosis dewasa 5-60mg/hr PO setiap hari atau terbagi dalam 2-
4xsehari,tappering off setelah 2 minggu/gejala membaik; anak 1-2mg/kg/hr PO tappering off
setelah 2 minggu/gejala membaik.
6. Terapi topical
Lidokain topical merupakan obat yang diteliti baik untuk mengobati nyeri neuropati.
Obat ini bekerja lebih baik jika kerusakan neuron hanya terjadi sebagian dimana fungsi
nosiseptor masih ada, hanya jumlah kanal sodium saja yang meningkat. Hal ini dikarenakan
kerja obat ini adalah menghambat votage gate sodium channel. Lidokain yang biasa dipakai
adalah lidokain patch 5%. Obat ini dioleskan pada tempat yang nyeri dan dibiarkan selama 12
jam kemudian.

Obat-obatan yang digunakan untuk terapi PHN23


No. Golongan Obat Penjelasan singkat Jenis Obat Cara kerja Obat
1. Tricyclic Kompleks obat Amitritylin – Menghambat
antidepressants yang memiliki efek (Elavil) pengambilan kembali
antikolinergik serotonin/norepinefrin
sentral dan perifer oleh membrane
seperti efek neuronal presinaptik

16
sedative. Memiliki sehingga
efek sentral pada meningkatkan
transmisi nyeri dan konsentrasi sinaptik
memblok SSP.
pengambilan – Sebagai analgesic
kembali secara tertentu untuk kronik
aktif norepinefrin dan neuropatic pain
dan serotonin Nortriptylin – Terbukti efektif untuk
(Pamelor, nyeri kronik
Aventyl HCl) – Mekanisme kerja
sama dengan
amitiptylin
– Efek farmakodinamik
seperti desensitisasi
adenilat siklase dan
mengatur reseptor
beta adrenegik dan
serotonin.
2. Analgesik Capsaicin – Bahan kimia alami
topical yang terbuat dari
(Dolorac, tanaman family
Capsin, Solanaceae
Zostrix) – Bekerja dengan
menghilangkan dan
mencegah akumulasi
kembali substansi P di
neuron sensoris
perifer sehingga kulit
dan sendi menjadi
tidak sensitive
terhadap nyeri
– Substansi P menjadi
kemomediator
terhadap transmisi
nyeri dari perifer ke
SSP

17
Capsaicin 8% – Sebagai TRPV1
transdermal agonist
patch – Menghambat ekspresi
(qutenza) kompleks ion channel
reseptor pada serabut
saraf nosiseptif di
kulit yang dapat
menyebabkan nyeri
3. Corticosteroid Sebagai agent anti Dexamethason – Untuk mengobati
inflamasi. (Decadron, berbagai penyakit
Alba-dex, alergi dan inflamasi
Dalalone) – Mengurangi inflamasi
dengan menekan
migrasi PMN dan
membalikkan
peningkatan
permeabilitas kapiler
Prednisone Sama dengan
(Deltason, dexamethasone
Orasone,
Sterapred)
Methylprednis Sama dengan
olone (Solu- dexamethasone
medrol,
Adlone,
Duralone)
4. Antiviral agent Tujuan antivirus Famcyclovir Menghambat sintesis
untuk (Famvir) dan replikasi DNA virus
memperpendek
masa klinis,
mencegah
komplikasi,
berlanjut menjadi
masa latent &
mencegah kejadian
berulang, serta

18
mengurangi
transmisi
5. Anesthetic Agent ini Lidocain
menstabilkan anesthetic
membrane neuron (DermaFlex
sehingga neuron gel, Lidoderm
menjadi kurang 5% patch)
permeable terhadap
ion dan mencegah
inisiasi dan
transmisi impuls
saraf dengan
demikian
menyebabkan
terjadinya anastesi
local.
6. Anticonvulsant Agent ini Pregabalin Mengurangi eksitasi
digunakan untuk (lyrica) neurotransmitter dengan
mengatasi spasme cara mengikat subunit
otot yang berat dan alpha2-delta dari
menyebabkan gerbang voltase channel
sedasi pada kalsium.
neuralgia serta Gabapentin Sama dengan Pregabalin
mempunyai efek (Neurontin,
sentral terhadap Gralise)
nyeri. Gabapentin Sama dengan pregabalin
anacarbil
(Horizant)
7. Vaccine Digunakan untuk Zoster
mencegah Vaccine Life
penularan Herpes (Zostavax)
zoster

Neuropatic pain tidak berespon baik pada analgetik biasa seperti aspirin,
parasetamol, ibuprofen. Analgetik yang lebih kuat seperti codein dan tramadol lebih
disarankan untuk digunakan. Adapun obat-obat yang dapat digunakan untuk

19
menenangkan dan menahan nyeri seperti obat-obat golongan tricyclic, anti-epileptic
seperti gabapentin, dan golongan opioid pain seperti morphine, codein, tramadol.
Terapi awal yang direkomendasikan untuk mengobati neuropatic pain seperti PHN
adalah Amitriptyline dan Pregabalin. Kedua obat ini dapat mengobati nyeri secara
signifikan namun tidak dapat menghilangkan nyeri sepenuhnya. Kedua obat ini dapat
dikonsumsi dalam bentuk tablet atau sirup.
 Amitriptyline
Merupakan antidepresan tricyclic yang terbukti efektif untuk mengobati
neuropatic pain seperti mengobati depresi. Obat ini bekerja dengan mempengaruhi
reaksi kimia di otak dan medulla spinalis untuk bereaksi terhadap nyeri dan
membuat reseptor nyeri menjadi kurang sensitive. Dosis amitriptyline dapat dimulai
dengan dosis rendah dan dinaikkan selama beberapa minggu tergantung keuntungan
dan efek sampingnya. Sekitar 2-3 minggu untuk memperoleh efek penuh dengan
dosis yang tepat. Efek samping amitriptyline sebagai berikut : mulut kering,
berkeringat, penglihatan kabur, mengantuk, konsentrasi berkurang, masalah buang
air kecil. Apabila amitriptyline mampu mengurangi nyeri namun tidak dapat
menahan efek sampingnya makan dapat diganti dengan anti depresan lainnya seperti
imipramine, nortriptyline.
 Pregabalin
Merupakan obat anti epilepsy (anti konvulsan) yang digunakan utnuk
mengobati epilepsy. Sama halnya dengan amitriptyline, pregabalin juga efektif untuk
mengobati neuropatic pain. Obat ini bekerja dengan membantu
mengurangi/menghentikan impuls saraf. Terapi dengan pregabalin dapt dimulai
dengan dosis rendah kemudian dinaikkan sampai memperoleh efek maksimal. Efek
samping pregabalin yang paling sering adalah pusing dan mengantuk. Efek samping
lain adalah kurang koordinasi/keseimbangan, berat badan bertambah, retensi cairan,
gangguan memori sementara21.

Prognosis

PHN tidak dapat disembuhkan. Tetapi jika diterapi lebih awal maka perbaikannya
akan lebih besar. Banyak pasien dengan PHN mengalami perbaikan nyeri dari waktu ke
waktu. Hal ini tergantung dari durasi nyeri yang terjadi. Apabila PHN tetap berlangsung
selama 6 bulan setelah infeksi herpes zoster maka kesempatan untuk mengalami

20
perbaikan selama 12 bulan ke depan sebesar 60%. Jika nyeri berlangsung lebih dari 1
tahun maka hanya sedikit perbaikan yang dapat terjadi dan apabila setelah 3 tahun nyeri
masih menetap maka secara praktis tidak dapat disembuhkan Error! Bookmark not
defined.8.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sumaryo Sugastiasri. Prevention and Treatment of Post Herpetic Neuralgia to be


Travelling. Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran
Universitas Diponegoro. RSUP dr.Karyadi. Semarang.2011
2. Gharibo Christofer MD, Kim Caroline MD. Neuropathic Pain of Post Neuropathic
Neuralgia. Pain Medicine News Special Edition. December 2011.
3. Roxas M. Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia:Diagnosis and Therapuetic
Considerations. Alternative Medicine Review Vol.11. 2006;102.

4. McElveen W Alvin. Postherpetic NeuralgiaWorkup.


(http://emedicine.medscape.com/article/1143066-overview). Updated: July 3, 2012.
5. Turk D, Ronald M. Handbook of Pain Assessment. Edisi 2. 2001. London: The
Guilford Press
6. Aminoff M, Francois B, Dick F. Postherpetic Neuralgia; dalam Handbook of Clinical
Neurology. Editor: C Peter. Volume 81. Edisi 3. 2006. Canada: Elsevier. p654-674
7. Jericho B. Postherpetic Neuralgia: A Review. Volume 16. 2010. Chicago: The Internet
Journal of Orthopedic Surgery
8. Panlilio L, Paul J, Srinivasa N. Current Management of Postherpetic Neuralgia;
dalam The Neurologist. Volume 8. 2002. Baltimore. p339-350
9. Regina, Lorettha W. Neuralgia Pascaherpetika. Volume 39. 2012. Jakarta. p416-419
10. Roxas M. Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia:Diagnosis and Therapeutic
Considerations. Volume 11. 2006. Alternative Medicine Review. p102-111
11. Gharibo C, Carolyn K. Neuropathic Pain of Postherpetic Neuralgia. 2011. New York:
Pain Medicine News. p84-91
12. Alvin W. Postherpetic Neuralgia; dalam Medscape Reference. Editor: Robert A. 2012

21
13. Dubinsky R, et al. Practice Parameter: Treatment of Postherpetic Neuralgia. 2004.
American Academy of Neurology. p959-965
14. Rabey M, M. Manip. Post-herpetic Neuralgia: Possible Mechanisms for Pain Relief
with Manual Therapy. 2003. London: Science Direct. p180-184
15. Bowsher D. The Management of Postherpetic Neuralgia. 1997. Liverpool: The
Fellowship of Postgraduate Medicine. p623-629

16. McElveen W Alvin. Postherpetic NeuralgiaClinical Presentation.


(http://emedicine.medscape.com/article/1143066-overview). Updated: July 3, 2012
17. Sumaryo Sugastiasri. Prevention and Treatment of Post Herpetic Neuralgia to be
Travelling. Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran
Universitas Diponegoro. RSUP dr.Karyadi. Semarang.2011 (11)
18. Staff of the Pain Relief Foundation, Walton Centre Pain Team, Walton Center for
Neurology and Neurosurgery. Herpes zoster and Postherpetic Neuralgia. Dealing
with pain series 2003: Herpes zoster & PHN. Clinical Sciences Centre, University
Hospital Aintree, Lower line, Liver Pool L9 7LJ,UK : 1.
(www.painrelieffoundation.org.uk)
19. Wahyudi H, Selvarasan S. Patofisiologi dan Faktor Resiko Neuralgia Paska Herpetika.
Bagian.SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Udayana. 2012.
20. Symptom of PostHerpetic Neuralgia. (http://www.nhs.uk/Conditions/postherpetic-
neuralgia/Pages/symptoms.aspx). Last reviewed: 01/08/2012.

21. Treating PostHerpetic Neuralgia. (http://www.nhs.uk/Conditions/postherpetic-


neuralgia/Pages/treatment.aspx). Last reviewed: 01/08/2012.
22. Mardani Agil Zulfah. Terapi Post Herpetic Neuralgia/PHN atau Nyeri Paskah
Herpes/NPH.2009. ( diunduh dari www.scribd.com, februari 2017)

23. McElveen W Alvin. Postherpetic


NeuralgiaMedication.(http://emedicine.medscape.com/article/1143066-overview).
Updated: July 3, 2012.

22

Anda mungkin juga menyukai