Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu abortus spontan dan abortus
provokatus.Abortus spontan adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis dan
disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.Abortus provokatus adalah abortus yang terjadi akibat
tindakan atau disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat (Mochtar,
1998).
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar, tanpa
mempersoalkan penyebabnya.Bayi baru mungkin hidup di dunia luar bila berat badannya
telah mencapai lebih daripada 500 gram atau umur kehamilan lebih daripada 20 minggu
(Sastrawinata et al., 2005).Abortus spontan merujuk kepada keguguran pada kehamilan
kurang dari 20 minggu tanpa adanya tindakan medis atau tindakan bedah untuk mengakhiri
kehamilan (Griebel et al., 2005).
Abortus spontan adalah merupakan mekanisme alamiah yang menyebabkan terhentinya
proses kehamilan sebelum berumur 28 minggu. Penyebabnya dapat oleh karena penyakit
yang diderita si ibu ataupun sebab-sebab lain yang pada umumnya berhubungan dengan
kelainan pada sistem reproduksi (Syafruddin, 2003).
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil, yang dilaporkan dapat
hidup di luar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir Akan tetapi, karena
jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan di bawah 500 gram dapat hidup terus,
maka abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500
gram atau kurang dari 20 minggu (Sarwono, 2005).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga uterus,
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun
dengan umur rata-rata 30 tahun,frekwensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan
berkisar antara 0%-14,6%. apabila tidak diatasi atau diberikan penanganan secara tepat dan
benar akan membahayakan bagi sipenderita (Sarwono Prawiroharjho, Ilmu Kebidanan,
2005).
Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh berganda
berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai
buah anggur, atau mata ikan.Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan.Kelainan
ini merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (benigna). (Mochtar, 2005)
Sedangkan menurut prawirohardjo, 2007 yang dimaksud dengan mola hidatidosa ialah
suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan janin dan hampir
seluruh villi korialis mengalami perubahan hidropik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari aborsi ?
2. Apa pengertian dari KET ?
3. Apa pengertian dari kehamilan mola hidatidosa ?
4. Bagaimana penanganan dari ketiga masalah kehamilan diatas ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui arti dari aborsi, KET, dan Kehamilan mola hidatidosa
2. Untuk bagaimana penanganan dari ketiga kasus diatas
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Abortus
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu abortus spontan dan abortus
provokatus.Abortus spontan adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis dan
disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.Abortus provokatus adalah abortus yang terjadi akibat
tindakan atau disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat (Mochtar,
1998).
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar, tanpa
mempersoalkan penyebabnya.Bayi baru mungkin hidup di dunia luar bila berat badannya
telah mencapai lebih daripada 500 gram atau umur kehamilan lebih daripada 20 minggu
(Sastrawinata et al., 2005).Abortus spontan merujuk kepada keguguran pada kehamilan
kurang dari 20 minggu tanpa adanya tindakan medis atau tindakan bedah untuk mengakhiri
kehamilan (Griebel et al., 2005).
Abortus spontan adalah merupakan mekanisme alamiah yang menyebabkan terhentinya
proses kehamilan sebelum berumur 28 minggu. Penyebabnya dapat oleh karena penyakit
yang diderita si ibu ataupun sebab-sebab lain yang pada umumnya berhubungan dengan
kelainan pada sistem reproduksi (Syafruddin, 2003).
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil, yang dilaporkan dapat
hidup di luar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir Akan tetapi, karena
jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan di bawah 500 gram dapat hidup terus,
maka abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500
gram atau kurang dari 20 minggu (Sarwono, 2005).
A. Klasifikasi Abortus
Klasifikasi abortus menurut Sastrawinata dkk (2005) adalah seperti berikut :
1. Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis maupun
mekanis.
2. Abortus buatan, Abortus provocatus (disengaja, digugurkan), yaitu:
a) Abortus buatan menurut kaidah ilmu (Abortus provocatus artificialis atau
abortus therapeuticus). Indikasi abortus untuk kepentingan ibu, misalnya :
penyakit jantung, hipertensi esential, dan karsinoma serviks. Keputusan
ini ditentukan oleh tim ahli yang terdiri dari dokter ahli kebidanan,
penyakit dalam dan psikiatri, atau psikolog.
b) Abortus buatan kriminal ( Abortus provocatus criminalis ) adalah
pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh yang tidak
berwenang dan dilarang oleh hukum.
B. Etiologi
Secara umum, terdapat tiga faktor yang boleh menyebabkan abortus spontan yaitu
faktor fetus, faktor ibu sebagai penyebab abortus dan faktor paternal.Lebih dari 80
persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan, dan kira-kira setengah
dari kasus abortus ini diakibatkan oleh anomali kromosom.Setelah melewati
trimester pertama, tingkat aborsi dan peluang terjadinya anomali kromosom
berkurang (Cunningham et al., 2005).
1. Faktor fetus
Berdasarkan hasil studi sitogenetika yang dilakukan di seluruh dunia, sekitar 50
hingga 60 persen dari abortus spontan yang terjadi pada trimester pertama
mempunyai kelainan kariotipe. Kelainan pada kromosom ini adalah seperti
autosomal trisomy, monosomy X dan polyploidy (Lebedev et al.,2004).
Abnormalitas kromosom adalah hal yang utama pada embrio dan janin yang
mengalami abortus spontan, serta merupakan sebagian besar dari kegagalan
kehamilan dini.Kelainan dalam jumlah kromosom lebih sering dijumpai daripada
kelainan struktur kromosom.Abnormalitas kromosom secara struktural dapat
diturunkan oleh salah satu dari kedua orang tuanya yang menjadi pembawa
abnormalitas tersebut (Cunningham et al., 2005).
2. Faktor ibu sebagai penyebab abortus
Menurut Sotiriadis dkk (2004), ibu hamil yang mempunyai riwayat keguguran
memiliki risiko yang tinggi untuk terjadi keguguran pada kehamilan seterusnya
terutama pada ibu yang berusia lebih tua.
Pada wanita hamil yang mempunyai riwayat keguguran tiga kali berturut-turut,
risiko untuk terjadinya abortus pada kehamilan seterusnya adalah sebesar 50
persen (Kleinhaus et al., 2006; Berek, 2007).
Berbagai penyakit infeksi, penyakit kronis, kelainan endokrin, kekurangan
nutrisi, alkohol, tembakau, deformitas uterus ataupun serviks, kesamaan dan
ketidaksamaan immunologik kedua orang tua dan trauma emosional maupun
fisik dapat menyebabkan abortus, meskipun bukti korelasi tersebut tidak selalu
meyakinkan.
3. Translokasi kromosom dalam sperma dapat menyebabkan zigote mempunyai
terlalu sedikit atau terlalu banyak bahan kromosom, sehingga mengakibatkan
abortus (Cunningham et al.,2005).
C. Patofisiologi
Terjadinya keguguran dimulai dari terlepasnya sebagian atau seluruh jaringan
plasenta yang menyebabkan perdarahan sehingga janin kekurangan nutrisi dan
oksigen.Pengeluaran tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya atau sebagian masih
tertinggal, yang menyebabkan berbagai penyulit, oleh karena itu keguguran
memberikan gejala umum sakit perut karena kontraksi Rahim terjadi perdarahan, dan
disertai pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi.
Bentuk perdarahan bervariasi diantaranya sedikit-sedikit dan berlangsung lama,
sekaligus dalam jumlah besar dapat disertai gumpalan, akibat perdarahan dapat
menimbulkan syok, nadi meningkat, tekanan darah turun, tampak anemis dan daerah
ujung akaral ( dingin ), Sukarni dan Margareth, 2013.
D. Gambaran Klinis Abortus
Aspek klinis abortus spontan dibagi menjadi abortus iminens (threatened abortion),
abortus insipiens (inevitable abortion), abortus inkompletus (incomplete abortion)
atau abortus kompletus (complete abortion), abortus tertunda (missed abortion),
abortus habitualis (recurrent abortion), dan abortus septik (septic abortion)
(Cunningham et al.,2005; Griebel et al.,2005).
1. Abortus Iminens (Threatened abortion)
Vagina bercak atau perdarahan yang lebih berat umumnya terjadi selama
kehamilan awal dan dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu serta
dapat mempengaruhi satu dari empat atau lima wanita hamil. Secara keseluruhan,
sekitar setengah dari kehamilan ini akan berakhir dengan abortus (Cunningham
et al.,2005).
Abortus iminens didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang daripada 20
minggu mengeluarkan darah sedikit pada vagina.Perdarahan dapat berlanjut
beberapa hari atau dapat berulang, Polip serviks, ulserasi vagina, karsinoma
serviks, kehamilan ektopik, dan kelainan trofoblast harus dibedakan dari abortus
iminens karena dapat memberikan perdarahan pada vagina. Pemeriksaan
spekulum dapat membedakan polip, ulserasi vagina atau karsinoma serviks,
sedangkan kelainan lain membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi (Sastrawinata
et al., 2005).
Tanda dan gejala : ( Nugroho, 2012 )
a. Keterlambatan datang bulan
b. Terdapat perdarahan disertai sakit perut atau mules
c. Hasil periksa dalam terdapat perdarahan dari kanalis serviikalis, dan
kanalis servikalis masih tertutup
d. Dapat dirasakan kontraksi otot Rahim, hasil pemeriksaan tes kehamilan
masih positif.
2. Abortus Insipiens (Inevitable abortion)
Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan perdarahan
banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena
kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari
pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba.Kadang-kadang perdarahan
dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat
menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya
sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan
kontraindikasi (Sastrawinata et al.,2005).
Peristiwa perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih
dalam uterus.
Tanda dan gejala :
a. Perdarahan lebih banyak
b. Perut mules atau sakit lebih hebat
c. Abortus insipient biasanya berakhir dengan abortus
d. Kanalis servikalis terbuka dan jaringan atau hasil konsepsi dapat diraba
( Pudiastuti, 2012 )
3. Abortus Inkompletus atau Abortus Kompletus
Abortus inkompletus didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir
atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan
plasenta).Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan
ibu.Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang
dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh karena itu, uterus akan
berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi sehingga ibu
merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens. Jika hasil konsepsi
lahir dengan lengkap, maka disebut abortus komplet.Pada keadaan ini kuretasi
tidak perlu dilakukan. Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang
setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan
berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan
epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali. Kalau 10
hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus inkompletus atau
endometritis pasca abortus harus dipikirkan (Sastrawinata et al.,2005).
Tanda dan gejala abortus inkomplit menurut Sukarni dan Margareth, 2013 :
a. Perdarahan memanjang sampai keadaan anemis
b. Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat
c. Terjadi infeksi ditandai dengan suhu tinggi
d. Dapat terjadi degenarasi ganas ( Kario karsinoma )
Tanda dan gejala abortus komplit menurut Sukarni dan Margareth, 2013 :
a. Uterus telah mengecil
b. Perdarahan sedikit
c. Kanaliis servikalis telah tertutup
4. Abortus Tertunda (Missed abortion)
Abortus tertunda adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada
dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Pada abortus
tertunda akan dijimpai amenorea, yaitu perdarahan sedikit-sedikit yang berulang
pada permulaannya, serta selama observasi fundus tidak bertambah tinggi,
malahan tambah rendah. Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada darah
sedikit (Mochtar, 1998).
Tanda dan gejala abortus komplit menurut Sukarni dan Margareth, 2013 :
a. Rahim tidak membesar karena absorpsi air ketuban dan maserasi janin
b. Buah dada mengecil kembali
5. Abortus Habitualis (Recurrent abortion)
Anomali kromosom parental, gangguan trombofilik pada ibu hamil, dan kelainan
struktural uterus merupakan penyebab langsung pada abortus habitualis
(Jauniaux et al.,2006). Menurut Mochtar (1998), abortus habitualis merupakan
abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih. Etiologi abortus ini adalah
kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana sekiranya terjadi pembuahan,
hasilnya adalah patologis.Selain itu, disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum
dan kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan
progesterone sesudah korpus luteum atrofis juga merupakan etiologi dari abortus
habitualis.
6. Abortus Septik (Septic abortion)
Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman
atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum.Hal ini sering
ditemukan pada abortus inkompletus atau abortus buatan, terutama yang
kriminalis tanpa memperhatikan syarat-syarat asepsis dan antisepsis.Antara
bakteri yang dapat menyebabkan abortus septik adalah seperti Escherichia coli,
Enterobacter aerogenes, Proteus vulgaris, Hemolytic streptococcidan
Staphylococci (Mochtar, 1998; Dulay, 2010).
E. Penatalaksanaan untuk abortus
a. Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum termasuk TTV
b. Periksa tanda-tanda syok, jika terdapat syok lakukan tatalaksana awal syok, jika
tidak terlihat tanda-tanda syok tetap mengevaluasi mengenai kondisi ibu karena
kondisi ibu dapat memburuk dengan cepat
c. Bila terdapat tanda tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi, berikan
kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam
d. Segera rujuk ibu ke rumah sakit
e. Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan
konseling kontrasepsi pasca keguguran
f. Lakukan tatalaksana sesuai jenis abortus

2.2 Kehamilan Ektopik Terganggu ( KET )


Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan
tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim
misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapidapat juga terjadi di dalam rahim di
tempat yang luar biasa misalnya dalam cervik, pars intertistialis atau dalam tanduk rudimeter
Rahim.
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat implantasinya
tidak memberikan kesempatan untuk tumbuh kembang mencapai aterm.Kehamilan ektopik
terganggu (KET) adalah keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan tersebut
sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan umum
pasien.
A. Klasifikasi
Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan tempat terjadinya implantasi dari kehamilan
ektopik, dapat dibedakan menurut :
a. Kehamilan tuba adalah kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba fallopi. Sebagian
besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba (95%). Konseptus dapat berimplantasi pada
ampulla (55%), isthmus (25%), fimbrial (17%), atau pun pada interstisial (2%) dari tuba.
Tuba fallopi mempunyai kemampuan untuk berkembang yang terbatas, sehingga
sebagian besar akan pecah (ruptura) pada umur kehamilan 35-40 hari.
b. Kehamilan ovarial merupakan bentuk yang jarang (0,5%) dari seluruh kehamilan ektopik
dimana sel telur yang dibuahi bernidasi di ovarium. Meskipun daya akomodasi ovarium
terhadap kehamilan lebih besar daripada daya akomodasi tuba, kehamilan ovarium
umumnya mengalami ruptur pada tahap awal.
c. Kehamilan servikal adalah bentuk dari kehamilan ektopik yang jarang sekali
terjadi. Nidasi terjadi dalam selaput lendir serviks.Dengan tumbuhnya telur, serviks
mengembang. Kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu sehingga
umumnya hasil konsepsi masih kecil dan dievakuasi dengan kuretase.
d. Kehamilan Abdominal Kehamilan ini terjadi satu dalam 15.000 kehamilan, atau kurang
dari 0,1% dari seluruh kehamilan ektopik. Kehamilan Abdominal ada 2 macam :
a) Primer
dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga perut.
b) Sekunder
yaitu pembentukan zigot terjadi ditempat yang lain misalnya di dalam saluran
telur atau ovarium yang selanjutnya berpindah ke dalam rongga abdomen oleh
karena terlepas dari tempat asalnya. Hampir semua kasus kehamilan abdominal
merupakan kehamilan ektopik sekunder akibat ruptur atau aborsi kehamilan tuba
atauovarium ke dalam rongga abdomen Walaupun ada kalanya kehamilan
abdominal mencapai umur cukup bulan, hal ini jarang terjadi, yang lazim ialah
bahwa janin mati sebelum tercapai maturitas (bulan ke 5 atau ke 6) karena
pengambilan makanan kurang sempurna.
A. Etiologi
Menurut Sujiyatini (2009) kehamilan ektopik terjadi karena hambatan pada perjalanan
sel telur dari indung telur ( ovarium ) ke rahim ( uterus ). Dari beberapa studi faktor risiko
yang diperkirakan sebagai penyebabnya adalah :

a. Infeksi saluran telur ( salpingitis), dapat menimbulkan gangguan pada motilitas


saluran telur.
b. Riwayat operasi tuba
c. Cacat bawaan pada tuba, seperti tuba sangat panjang
d. Kehamilan ektopik sebelumya
e. Aborsi tuba dan pemakaian IUD
f. Kelainan zigot yaitu kelainan kromosom
g. Bekas radang pada tuba menyebabkan perubahan-perubahan pada endosalping,
sehingga walaupun fertilisasi dapat terjadi, gerakan ovum ke uterus terlambat
h. Opersai plastik pada tuba
i. Abortus buatan
B. Patofisiologi
Sujiyatini dkk (2009) menyebutkan terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang
telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri.Pada suatu saat kebutuhan embrio
dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba. Ada
kemungkinan akibat dari hal ini :
a. Kemungkinan “tuba abortion”, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung distal
(fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla,
darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu
banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba.
b. Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat dari
distensi berlebihan tuba.
c. Faktor abortus ke dalam lumen tuba. Ruptur dinding tuba sering terjadi bila berimplantasi
pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau
karena trauma koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan
dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok
dan kematian.
C. Diagnosis
walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara dapat ditegakkan,
antara lain dengan melihat :
a. Anamnesis dan gejala klinis
Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat atau tidak ada
perdarahan pervaginam, ada nyeri perut kanan/kiri bawah.Berat atau ringannya nyeri
tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum.
b. Pemeriksaan fisik
a) Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa
b) Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas
dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri
tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.
c) Pemeriksaan ginekologis
d) Pemeriksaan dalam: serviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uterus kanan
dan kiri.
D. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu (Sujiyatini dkk, 2009):
a. Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah lama
berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang, ini merupakan indikasi operasi.
b. Infeksi
c. Sterilitas
d. Pecahnya tuba fallopi
e. Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio.
E. Tanda dan gejala dari kehamilan ektopik terganggu
a. Kolaps dan kelelahan
b. Denyut nadi cepat dan lemah ( 110x/menit/lebih )
c. Hipotensi
d. Hipovolemia
e. Abdomen akut dan nyeri pelvis
f. Distensi abdomen
g. Pucat
F. Penanganan
a. Penanganan awal
a) Jika fasilitas memungkinkan, segera lakukan uji silang darah dan laparotomi.
Jangan menunggu darah sebelum melakukan pembedahan.
b) Jika fasilitas tidak memungkinkan, segera rujuk ke fasilitas lebih lengkap.
c) Pada laparotomi, eksplorasi kedua ovaria dan tuba fallopi:
a) Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi ( tuba
yang berdarah dan hasil konsepsi dieksisi bersama-sama). Ini
merupakan terapi pilihan pada sebagian besar kasus.
b) Jika kerusakan pada tuba kecil, lakukan salpingostomi ( hasil konsepsi
dikeluarkan, tuba dipertahankan ). Hal ini hanya dilakukan jika
konservasi kesuburan merupakan hal yang penting untuk ibu tersebut,
karena resiko kehamilan ektopik berikutnya cukup tinggi.

2.3 Mola Hidatidosa


A. Pengertian Mola Hidatidosa
Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh
berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan
sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan.Karena itu disebut juga hamil
anggur atau mata ikan.Kelainan ini merupakan neoplasma trofoblas yang jinak
(benigna). (Mochtar, 2005)
Sedangkan menurut prawirohardjo, 2007 yang dimaksud dengan mola hidatidosa
ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan janin
dan hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan hidropik.Dalam hal demikian
disebut mola hidatidosa atau complete mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian
dari janin disebut mola parsialis atau partial mole.
B. Etiologi
Menurut Purwaningsih, 2010 penyebab terjadinya mola hidatidosa adalah
pembengkakan pada vili (degenerasi pada hidrofik) dan poliferasi trofoblas. Faktor
yang dapat menyebabkan mola hidatidosa antara lain :
1. Faktor ovum: ovum patologik sehingga mati dan terlambat dikeluarkan
Imunoselektif dari trofoblas
2. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
3. Paritas tinggi
4. Kekurangan protein
5. Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.
C. Presdiposisi
Faktor resiko lainnya yang diketahui adalah status sosio ekonomi rendah,
keguguran sebelumnya, neoplasma trofoblastik gestasional sebelumnya, dan usia
yang sangat ekstrim pada masa subur. Efek usia yang sangat jelas terlihat adalah pada
wanita yang berusia lebih dari 45 tahun, ketika frekuensi lesi yang terjadi adalah 10
kali lipat dari pada lesi yang dapat terjadi pada wanita yang berusia diantara 20-40
tahun. (Reeder, 2011)
Faktor lain yang mempengaruhi wanita untuk kehamilan mola yaitu berkaitan dengan
genetika dan riwayat reproduksi. Berikut faktor resiko untuk kehamilan mola
hidatidosa menurut Fauziyah, 2012 :
1. Etnis Asia
Ada insiden yang lebih tinggi untuk angka kejadian kehamilan mola hidatidosa di
kawasan Asia.Perempuan dari etnis Asia beresiko dua kali lipat lebih tinggi dari
pada wanita non-etnis Asia.
2. Riwayat kehamilan mola hidatidosa sebelumnya
Wanita yang pernah mengalami kehamilan mola hidatidosa memiliki resiko 2 kali
lipat dibandingkan dengan yang belum pernah mengalami kehamilan mola
hidatidosa.
3. Riwayat genetik
Terdapat penelitian yang membuktikan bahwa kehamilan mola hidatidosa
memiliki penyebab genetik terkait dengan mutasi gen pada kromosom 19.
4. Faktor makanan
Asupan rendah karotene dan rendah lemak hewani dikaitkan dengan peningkatan
resiko kehamilan mola hidatidosa sempurna, termasuk juga kekurangan vitamin A.
D. Klasifikasi
Mola hidatidosa terdiri dari dua jenis menurut Myles, 2009 yaitu :
1. Mola Hidatidosa Komplet
Pada mola jenis ini, tidak terdapat adanya tanda-tanda embrio, tali pusat, atau
membran.Kematian terjadi sebelum berkembangnya sirkulasi plasenta.Villi
korionik berubah menjadi vesikel hidropik yang jernih yang menggantung
bergerombol pada pedikulus kecil, dan memberi tampilan seperti seikat
anggur.Ukuran vesikel bervariasi, dari yang sulit dilihat sampai yang berdiameter
beberapa sentimeter.Hiperplasia menyerang lapisan sinsitiotrofoblas dan
sitotrofoblas.
Massa mengisi rongga uterus dan dapat cukup besar untuk menyerupai
kehamilan.
Pada kehamilan normal, trofoblas meluruhkan desidua untuk menambatkan hasil
konsepsi.Hal ini berarti bahwa mola yang sedang berkembang dapat berpenetrasi
ke tempat implantasi.Miometrium dapat terlibat, begitu pula dengan vena
walaupun jarang terjadi.Ruptur uterus dengan perdarahan massif merupakan salah
satu akibat yang dapat terjadi.
Mola komplet biasanya memiliki 46 kromosom yang hanya berasal dari pihak
ayah (paternal).Sperma haploid memfertilasi telur yang kosong yang tidak
mengandung kromosom maternal.Kromosom paternal berduplikasi
sendiri.Korsiokarsioma dapat terjadi dari mola jenis ini.
2. Mola hidatidosa partial
Tanda-tanda adanya suatu embrio, kantong janin, atau kantong amnion dapat
ditemukan karena kematian terjadi sekitar minggu ke-8 atau ke-9.Hiperplasia
trofoblas hanya terjadi pada lapisan sinsitotrofoblas tunggal dan tidak menyebar
luas dibandingkan dengan mola komplet.
Analisis kromosom biasanya akan menunjukan adanya triploid dengan 69
kromosom, yaitu tiga set kromosom: satu maternal dan dua paternal. Secara
histologi, membedakan antara mola parsial dan keguguran laten merupakan hal
yang sulit dilakukan. Hal ini memiliki signifikansi klinis karena walaupun risiko
ibu untuk menderita koriokarsinoma dari mola parsial hanya sedikit, tetapi
pemeriksaan tindak lanjut tetap menjadi hal yang sangat penting.
E. Tanda Dan Gejala
Menurut Mochtar, 2005 terdapat beberapa tanda dan gejala pada mola dilihat
dari keluhan dan beberapa pemeriksaan khusus obstetri yang dilakukan pada
penderita:
1. Gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari kehamilan biasa.
2. Kadang kala ada tanda toksemia gravidarum.
3. Terdapat pendarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua
atau kecoklatan seperti bumbu rujak.
4. Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan seharusnya.
5. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada), yang
merupakan diagnosa pasti.
6. Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan, yang disebut
muka mola (mola face).
7. Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin.
8. Adanya fenomena harmonika: darah dan gelembung mola keluar, dan fundus uteri
turun; lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.
9. Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.
10. Terdengar bising dan bunyi khas.
11. Perdarahan tidak teratur.
12. Penurunan berat badan yang berlebihan. (Purwaningsih, 2010)
F. Manifestasi Klinik
Mola hidatidosa adalah tumor plasenta yang terbentuk saat telah terjadi
kehamilan. Untuk beberapa alas an yang belum jelas, embrio mati dalam uterus,
tetapi plasenta tetap berkembang. Pada tahap awal penyakit, manifestasi yang terjadi
sulit dibedakan dengan manifestasi yang terjadi pada kehamilan normal.Abnormalitas
genetik yang terjadi pada saat pembuahan tampak menjadi penyebab penyakit
tersebut.
Gambaran klinis pada kehamilan akan terlihat normal awalnya, walaupun pada
sekitar sepertiga sampai setengah wanita yang mengalami mola komplit, uterus akan
membesar lebih dari massa gestasi yang diperkirakan. Perdarahan merupakan gejala
yang umum terjadi dan dapat bervariasi dari perdarahan bercak-bercak merah
kecoklatan sampai perdarahan hebat berwarna merah segar. Muntah yang berlebihan
dan parah akan muncul pada tahap awal. Denyut jantung janin tidak terdengar
walaupun terdapat tanda-tanda kehamilan yang lain. Preeklampsia dapat terjadi
sebelum gestasi minggu yang ke-20. Wanita yang mengalami mola hidatidosa
sebagian biasanya memiliki diagnosis klinis aborsi spontan missed abortion. Vesikel
akan terlihat pada rabas vagina saat terjadinya abortus.
Kadar β – hCG darah atau urine akan sangat positif (sangat meningkat saat
dibandingkan dengan kadarnya pada kehamilan yang normal). Pada kehamilan mola,
kadar β – hCG serum masih sangat tinggi dalam seratus hari setelah menstruasi
terakhir, ketika kadarnya seharusnya telah mengalami penurunan. Walaupun
demikian, nilai ini juga harus dievaluasi dengan cermat, karena kadar yang sangat
tinggi juga dapat dikaitkan dengan gestasi multipel dengan lebih dari satu plasenta.
Kadar hCG awal mungkin relatif pada pasien yang mengalami mola sebagian
daripada pasien yang mengalami mola komplit. (Reeder, 2011)
G. Patofisiologi
Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-
kista seperti anggur.Biasanya didalamnya tidak berisi embrio.Secara histopatologik
kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga
terjadi kehamilan ganda mola adalah: satu janin tumbuh dan yang satu lagi menjadi
mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai
berdiameter lebih dari 1 cm. Mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan
gelembung-gelembung mola.
Secara mikroskopik terlihat trias:
1. Proliferasi dari trofoblas
2. Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban
3. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.
Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan adanya sel
sinsisial giantik.Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein
ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%). Kista lutein akan berangsur-angsur
mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh (Mochtar, 2005)
Sedangkan menurut Purwaningsih, 2010 patofisiologi mola hidatidosa yaitu
ovum Y telah dibuahi mengalami proses segmentasi sehingga terjadi blastomer
kemudian terjadi pembelahan dan sel telur membelah menjadi 2 buah sel. Masing-
masing sel membelah lagi menjadi 4, 8, 16, 32, dan seterusnya hingga membentuk
kelompok sel yang disebut morula. Morula bergerak ke cavum uteri kurang lebih 3
hari dan didalam morula terdapat exozeolum. Sel-sel morula terbagi dalam 2 jenis
yaitu trofoblas (sel yang berada disebelah luar yang merupakan dinding sel telur) sel
kedua yaitu bintik benih atau nodus embrionale (sel yang terdapat disebelah dalam
yang akan membentuk bayi). Pada fase ini sel seharusnya mengalami nidasi tetapi
karena adanya poliferasi dari trofoblas atau pembengkakan vili atau degenerasi
hidrifilik dari stroma vili dan hilangnya pembuluh darah stroma vili maka nidasi tidak
terjadi.Trofoblas kadang berproliferasi ringan kadang keras sehingga saat proliferasi
keras uterus menjadi semakin besar. Selain itu trofoblas juga mengeluarkan hormone
HCG yang akan mengeluarkan rasa mual dan muntah. Pada mola hidatidosa tidak
jarang terjadi perdarahan pervaginam, ini juga dikarenakan proliferasi trofoblas yang
berlebihan. Pengeluaran darah ini kadang disertai gelembung vilus yang dapat
memastikan diagnose mola hidatidosa.
H. Komplikasi
Komplikasi pada mola hidatidosa menurut Nugroho, 2011 meliputi :
1. Perdarahan hebat
2. Anemia
3. Syok hipovolemik
4. Infeksi sekunder
5. Perforasi uterus.
6. Keganasan (PTG).
I. Tes Diagnostik
Menurut Fauziyah, 2012 tes diagnostic pada mola hidatidosa dapat dilakukan
dengan beberapa cara yaitu:
1. Pemeriksaan kadar beta hCG: pada mola terdapat peningkatan kadar beta hCG
darah atau urin.
2. Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam
kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah
ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta
Sison).
3. Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tulang-tulang janin (pada kehamilan 3-4
bulan).
4. Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow flake pattern) dan tidak
terlihat janin.
5. Foto thoraks : pada mola ada gambaran emboli udara.
6. Pemeriksaan trimester 3 dan trimester 4 bila ada gejala tirotoksikosis. (Sujiyatini,
2009)
7. Pemeriksaan dapat dilakukan untuk penetapan diagnosa apabila terjadi perlepasan/
pengeluaran jaringan mola. (Myles, 2009)
8. Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat gelembung molanya. Tetapi bila
kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat karena
pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan
umum pasien menurun. (Prawirohardjo, 2007)
J. Penanganan
Terapi mola hidatidosa ada 3 tahapan yaitu:
1. Perbaikan keadaan umum
Perbaikan keadaan umum pada pasien mola hidatidosa, yaitu :
1) Koreksi dehidrasi
2) Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 ggr % atau kurang)
3) Bila ada gejala pre eklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai
dengan protokol penanganan di bagian obstetrik dan ginekologi
4) Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis, dikonsultasikan ke bagian penyakit dalam
2. Pengeluaran jaringan mola dengan cara kuretase dan histerektomi
Kuretase pada pasien mola hidatidosa:
1) Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan darah rutin,
kadar beta HCG dan foto toraks) kecuali bila jaringan mola sudah keluar
spontan.
2) Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan laminaria
dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.
3) Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan pasang infuse dengan
tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc dekstrose 5%.
4) Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval minimal 1 minggu.
5) Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA.
Histerektomi. Syarat melakukan histerektomi adalah :
1) Umur ibu 35 tahun atau lebih.
2) Sudah memiliki anak hidup 3 orang atau lebih.
3. Pemeriksaan tindak lanjut
Menurut Sujiyatini, 2009 pemeriksaan tindak lanjut pada pasien mola hidatidosa
meliputi :
1) Lama pengawasan 1-2 tahun.
2) Selama pengawasan, pasien dianjurkan untuk memakai kontrasepsi kondom,
pil kombinasi atau diafragma. Pemeriksaan fisik dilakukan setiap kali pasien
datang untuk kontrol.
3) Pemeriksaan kadar beta HCG dilakukan setiap minggu sampai ditemukan
kadarnya yang normal 3 kali berturut-turut.
4) Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai ditemukan kadarnya
yang normal 6 kali berturut-turut.
5) Bila telah terjadi remisi spontan (kadar beta HCG, pemeriksaan fisik, dan foto
toraks semuanya normal) setelah 1 tahun maka pasien tersebut dapat berhenti
menggunakan kontraasepsi dan dapat hamil kembali.
6) Bila selama masa observasi, kadar beta HCG tetap atau meningkat dan pada
pemeriksaan foto toraks ditemukan adanya tanda-tanda metastasis maka pasien
harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.
BAB III

TINJAUAN KASUS

Kasus :

Ny.M datang ke RS Kanjuruhan pada tanggal Senin, 16 Maret 2017 Jam 12.30 siang,Ibu
mengatakan sering mengalami rasa pusing, lemas, mual, muntah yang di sertai rasa nyeri, rasa
sakit atau tekanan pada rectum saat buang air besar, serta mengalami perdarahan ringan dari
vagina, Ny.M sangat khawatir dengan kehamilannya dan memeriksakan kandungannya ke RS
Kanjuruhan.
ASUHAN KEBIDANAN
PADA NY “M” GII P0001 UK 9 MINGGU DENGAN KEHAMILAN EKTOPIK.

I. PENGKAJIAN
Tanggal / jam : 16 Maret 2017 / 12.30 WIB
Tempat : RS.Kanjuruhan
RM :-

A. Data Subyektif
1. Identitas Istri/Suami
Nama istri : Ny. M Nama suami : Tn. S
Umur : 28 Tahun Umur : 31 Tahun
Agama : Khatolik Agama : Khatolik
Suku/bangsa : Dayak Suku/bangsa : Dayak
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Gang Sumpil 3 Alamat : Gang Sumpil 3
2. Alasan Datang
Ibu mengatakan ingin memeriksakan kehamilan
3. Keluhan Utama
Ibu mengatakan sering mengalami rasa pusing, lemas, mual, muntah yang di sertai rasa
nyeri, rasa sakit atau tekanan pada rectum saat buang air besar, serta mengalami
perdarahan ringan dari vagina
4. Riwayat Kebidanan
1) Riwayat Menstruasi
Menarche : 14 Tahun
Siklus : Teratur, 28 hari
Lamanya : ± 6-7 hari
Banyaknya : ± 2-3 kotex / hari
Warna : Merah
Bau : Anyir
Keluhan : Disminorea (-), flor albus (-)
HPHT : Px mengatakan lupa.
HPL :-
2) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
N Tgl Usia Jenis Tempat Komplik Penolon Bayi Nifas
o
Lahir keha persali persalin asi g
umur milan nan an Ibu Bay PB/BB Keada Ke L
i a
Jenis an ad
k
aa
t
n a
s
i
1 2015 2 Abortus RS - - Dokter - - - -
Bulan
2 Hamil - - - - - - - - - -
ini
3) Riwayat kehamilan sekarang
- Ibu mengatakan ini kehamilan ke 2 usia kehamilan 2 bulan.
- Ibu memeriksakan kehamilannya secara rutin (trimester 1 = 3 kali).
- Keluhan selama hamil trimester 1 rasa pusing, lemas, mual, muntah yang di
sertai rasa nyeri,, rasa sakit atau tekanan pada rectum saat buang air besar, serta
mengalami perdarahan ringan dari vagina
- Ibu belum mendapatkan imunisasi apapun.
- Penyuluhan yang pernah didapat : nutrisi tentang ibu hamil
- x : zat besi, kalsium dan vitamin.
5. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Ibu mengatakan hamil yang pertama keguguran tetapi tidak pernah mengalami penyakit
DM, Jantung, Ashma, Hipertensi, TBC, dan Hepatitis.
6. Riwayat kesehatan keluarga
Ibu mengatakan di dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit jantung, DM,
Ashma, Hepatitis, Hipertensi,TBC dan penyakit lainnya.
7. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Nutrisi
Selama hamil : Makan : 3 kali / hari (nasi, lauk pauk, sayur, buah)
Minum : 7 – 8 gelas / hari (air putih, susu)
Saat MRS : Makan : 3 kali / hari (nasi, lauk pauk, sayur) porsi habis ½
Minum : ± 2 gelas (air putih, kacang hijau)
2) Eliminasi
Selama hamil : BAK : ± 6 kali / hari (warna kuning jernih, tidak nyeri)
BAB : 1 kali / hari ( lunak, warna kuning, bau khas)
Selama MRS : BAK : ± 2 kali / hari (warna kuning jernih, tidak nyeri)
BAB : Belum
3) Aktifitas
Sebelum : Ibu melakukan pekerjaan rumah tangga setiap hari
Saat MRS : Ibu hanya berbaring, miring ke kanan dan kiri
4) Istirahat
Selama hamil : Siang : ± ½ - 1 jam / hari
Malam : ± 6 - 7 jam / hari
Saat MRS : Ibu tidak bisa tidur.
5) Personal hygiene
Selama hamil : Mandi 2 kali / hari, gosok gigi 2 - 3 kali/ hari, ganti baju dan
celana dalam 2 - 3 kali/ hari.
Saat MRS : Mandi 2 kali / hari (diseka dengan air hangat), gosok gigi 2 kali /
hari, ganti baju dan celana dalam 3 - 4 kali/ hari.
6) Seksual
Ibu mengatakan jarang melakukan hubungan seksual kira-kira 2 kali dalam
seminggu
8. Status perkawinan
1) Istri
Perkawinan ke : I (satu)
Lama perkawinan : ± 3 tahun
Umur kawin : 25 tahun
2) Suami
Perkawinan ke : I (satu)
Lama perkawinan : ± 3 tahun
Umur kawin : 28 tahun
9. Riwayat psikososial
Ibu mengatakan hubungan ibu dengan suami, keluarga dan tetangga baik.
10. Riwayat sosial budaya
Ibu mengatakan selama hamil tidak pernah minum jamu, ibu tidak pantang makan,
tidak mengadakan acara tradisi budaya
B. Data Obyektif
1.Pemeriksaan fisik umum
1) Keadaan umum
Kesadaran : Composmenitis
Postur tubuh : Lordosis
TB/BB : 159 cm
BB sebelum hamil : 50 kg
BB sebelum hamil : 54 kg
2) Tanda-tanda vital
Tensi : 110 / 70 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Suhu : 37º C
RR : 24 kali/menit
2. Pemeriksaan fisik khusus
1) Inspeksi
Kepala : Rambut hitam, bersih, tidak ada benjolan, tidak ada luka.
Muka : Tidak pucat, tidak oedema, tidak ada cloasma gravidarum.
Mata : Simetris, sclera tidak icterus, conjungtiva tidak anemis.
Hidung : Lubang hidung simetris, tidak ada polip dan tidak ada pernafasan
cuping hidung, tidak ada secret.
Mulut/Gigi : Simetris, tidak ada stomatitis, tidak ada caries gigi, tidak ada gigi
palsu, kebersihan cukup.
Telinga : Simetris, bersih, tidak ada serumen, tidak ada purulent.
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid maupun bendungan vena
jugularis.
Ketiak : Tidak ada pembesaran kelenjar lymphe.
Dada : Mammae simetris, putting susu menonjol, tidak ada retraksi
intercostae, tidak ada benjolan.
Perut : Pembesaran sesuai dengan umur kehamilan, strie tidak ada,
terdapat linea nigra dan tidak tedapat bekas operasi.
Genetalia : Tidak oedema, tidak ada varices, tidak ada pembesaran kelenjar
bartholini/skene, terdapat darah, tidak ada cairan.
Anus : Tidak ada haemoroid.
Ektremitas : Tidak oedema, tidak ada gangguan pergerakan, tidak ada
varices.
2) Palpasi
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan bendungan vena
jugularis.
Ketiak : Tidak ada pembesaran kelenjar lymphe.
Mammae : Tidak ada benjolan, konsistensi lunak, colostrum -/-.
Perut : Lepold I : TFU belum teraba.
Lepold II : Tidak dilakukan.
Lepold III : Tidak dilakukan.
Leopold IV : Tidak dilakukan.
3) Auskultasi
Tidak terdengar ronchi -/- dan wheezing -/-
4) Perkusi
Tidak dilakukan.
3. Pemeriksaan UPL
Tidak dilakukan.
4. Pemeriksaan dalam
Tidak dilakukan
5. Pemeriksaan penunjang USG (Tanggal, 16 Maret 2017 jam 13.30 WIB)
USG : Hasil Kehamilan ektopik.
6. Kesimpulan
GII P00010 UK 9 minggu dengan kehamilan ektopik.

II. IDENTIFIKASI DIAGNOSA MASALAH DAN KEBUTUHAN


Dx : GII P00010 UK 9 minggu dengan kehamilan ektopik.
DS : Ibu mengatakan sering mengalami rasa pusing, lemas, mual, muntah yang di
sertai rasa nyeri, rasa sakit atau tekanan pada rectum saat buang air besar, serta
mengalami perdarahan ringan dari vagina.
DO : - K/U ibu
: Kesadaran : Composmenitis
- T : 110/70 mmhg
- N : 80 kali/menit
- S : 37º C
- RR : 24 kali/menit
- Lingkar Abdomend : Tidak ada pembesaran perut.
- Hasil USG : Kehamilan ektopik.
Masalah : Nyeri pada bagian bawah perut sebelah kanan.
DS : Ibu mengatakan nyeri pada bagian bawah perut sebelah kanan.
DO : Ibu tampak sedih saat mengetahui kehamilannya yang sekarang tidak normal.
Kebutuhan :
- Dukungan psikologis
- Pendampingan secara terus menerus
- Nutrisi

III. ANTISIPASI MASALAH POTENSIAL DAN PENANGANANNYA


Potensial terjadi syok hipovolemik.
DS : Ibu mengatakan mengeluarkan darah lewat kemaluannya (flek-flek).
DO : - T : 110/70 mmhg
- N : 80 kali/menit
- S : 37º C
- RR : 24 kali/menit
- Lingkar abdomend : Tidak ada pembesaran perut.
- Hasil USG : Kehamilan ektopik.
Antisipasi :
- Kolaborasi dengan dokter.
- Bed rest total.

IV. KEBUTUHAN SEGERA


1. Restorasi cairan tubuh dengan cairan kristaloid NaCL 0,9% atau ringer laktat ( 500 ml
dalam 15 menit pertama ) atau 2 Ldalam 2 jam pertama.
2. Konsultasi dengan dr. Obgyn.
V. INTERVENSI
1. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga
R/ persamaan persepsi antara bidan dan ibu dapat memudahkan bidan dalam melakukan
tindakan, dan agar ibu dan keluarga paham akan keadaan ibu.
2. Mengobservasi keadaan umum ibu
R/ mengetahui keadaan ibu.
3. Mengobservasi perdarahan R/ mengobservasi keadaan ibu
4. Menganjurkan ibu untuk bed rest total R/ menjaga keadaan ibu
5. Melanjutkan terapi dokter spesialis obstetri dan gynekologi R/ memperbaiki keadaan ibu

VI. IMPLEMENTASI
1. Menjelaskan pada ibu bahwa kehamilan ibu di luar kandungan, oleh karena itu akan
dilakukan operasi laparotomi untuk mengangkat hasil konsepsi karena jika kehamilan
di pertahanlan akan membahayakan nyawa ibu yang berakibat syok dan perdarahan
hebat.
2. Mengobservasi keadaan umum ibu TTV (TD, suhu, nadi, pernafasan)
3. Mengobservasi perdarahan.
4. Menganjurkan ibu untuk bed rest total.
5. Melanjutkan terapi dokter spesialis obstetri dan gynekologi yaitu infus RL20 tpm, per
oral (paracetamol 1x5mg, cefodroxil 1x500mg, asam folat 1x50 mg) dan Persiapan
terminasi kehamilan

VII. EVALUASI
1. Ibu paham dengan apa yang dijelaskan.
2. Ibu bersedia di observasi keadaan umumnya
3. Ibu bersedia untuk di observasi perdarahannya
4. Ibu bersedia untuk di bed rest total
5. Ibu bersedia untuk terapi ke dokter spesialis obstetric dan gynekologi

Anda mungkin juga menyukai