Anda di halaman 1dari 3

Apakah Mengenal Pasangan Harus Lewat Pacaran?

Sebagian orang menyangka bahwa jika seseorang ingin mengenal pasangannya mestilah lewat
pacaran. Kami pun merasa aneh kenapa sampai dikatakan bahwa cara seperti ini adalah satu-satunya
cara untuk mengenal pasangan. Saudaraku, jika kita telaah, bentuk pacaran pasti tidak lepas dari
perkara-perkara berikut ini.

Pertama: Pacaran adalah jalan menuju zina


Yang namanya pacaran adalah jalan menuju zina dan itu nyata. Awalnya mungkin hanya
melakukan pembicaraan lewat telepon, sms, atau chating. Namun lambat laut akan janjian kencan. Lalu
lama kelamaan pun bisa terjerumus dalam hubungan yang melampaui batas layaknya suami istri. Begitu
banyak anak-anak yang duduk di bangku sekolah yang mengalami semacam ini sebagaimana berbagai
info yang mungkin pernah kita dengar di berbagai media. Maka benarlah, Allah Ta’ala mewanti-wanti kita
agar jangan mendekati zina. Mendekati dengan berbagai jalan saja tidak dibolehkan, apalagi jika sampai
berzina. Semoga kita bisa merenungkan ayat yang mulia,
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan
suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’: 32). Asy Syaukani rahimahullah menjelaskan, “Allah melarang
mendekati zina. Oleh karenanya, sekedar mencium lawan jenis saja otomatis terlarang. Karena segala
jalan menuju sesuatu yang haram, maka jalan tersebut juga menjadi haram. Itulah yang dimaksud
dengan ayat ini (Fathul Qodir, Asy Syaukani, 4/300, Mawqi’ At Tafaasir).” Selanjutnya, kami akan
tunjukkan beberapa jalan menuju zina yang tidak mungkin lepas dari aktivitas pacaran.
Kedua: Pacaran melanggar perintah Allah untuk menundukkan pandangan
Padahal Allah Ta'ala perintahkan dalam firman-Nya,
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang mereka perbuat".” (QS. An Nur: 30). Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kepada
para pria yang beriman untuk menundukkan pandangan dari hal-hal yang diharamkan yaitu wanita yang
bukan mahrom. Namun jika ia tidak sengaja memandang wanita yang bukan mahrom, maka hendaklah
ia segera memalingkan pandangannya. Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan,
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas
(tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku
segera memalingkan pandanganku.”(HR. Muslim no. 5770)
Ketiga: Pacaran seringnya berdua-duaan (berkholwat)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena
sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama
mahromnya.”(HR. Ahmad no. 15734. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini shohih ligoirihi
(shahih dilihat dari jalur lainnya). Berdua-duaan (kholwat) yang terlarang di sini tidak mesti dengan
berdua-duan di kesepian di satu tempat, namun bisa pula bentuknya lewat pesan singkat (sms), lewat
kata-kata mesra via chating dan lainnya. Seperti ini termasuk semi kholwat yang juga terlarang karena
bisa pula sebagai jalan menuju sesuatu yang terlarang (yaitu zina).
Keempat: Dalam pacaran, tangan pun ikut berzina
Zina tangan adalah dengan menyentuh lawan jenis yang bukan mahrom sehingga ini
menunjukkan haramnya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa
tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah
dengan berbicara.Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah.
Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan
membenarkan atau mengingkari yang demikian.”(HR. Muslim no. 6925)

Inilah beberapa pelanggaran ketika dua pasangan memadu kasih lewat pacaran. Adakah bentuk
pacaran yang selamat dari hal-hal di atas? Lantas dari sini, bagaimanakah mungkin pacaran dikatakan
halal? Dan bagaimana mungkin dikatakan ada pacaran islami padahal pelanggaran-pelanggaran di atas
pun ditemukan? Jika kita berani mengatakan ada pacaran Islami, maka seharusnya kita berani pula
mengatakan ada zina islami, judi islami, arak islami, dan seterusnya.

Menikah, Solusi Terbaik untuk Memadu Kasih


Solusi terbaik bagi yang ingin memadu kasih adalah dengan menikah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah bersabda,
“Kami tidak pernah mengetahui solusi untuk dua orang yang saling mencintai semisal pernikahan.”(HR.
Ibnu Majah no. 1847. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat Ash Shahihah no. 624)
Inilah jalan yang terbaik bagi orang yang mampu menikah. Namun ingat, syaratnya adalah mampu yaitu
telah mampu menafkahi keluarga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan
menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka
berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.”(HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no.
1400). Yang dimaksud baa-ah dalam hadits ini boleh jadi jima’ yaitu mampu berhubungan badan.
Sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud baa-ah adalah telah mampu memberi
nafkah. Yahya bin Syarf An Nawawi rahimahullahh mengatakan bahwa kedua makna tadi kembali pada
makna kemampuan memberi nafkah (Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 9/173). Itulah yang lebih
tepat.
Inilah solusi terbaik untuk orang yang akan memadu kasih. Bukan malah lewat jalan yang haram
dan salah. Ingatlah, bahwa kerinduan pada si dia yang diidam-idamkan adalah penyakit. Obatnya tentu
saja bukanlah ditambah dengan penyakit lagi. Obatnya adalah dengan menikah jika mampu. Ibnul
Qayyim rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya obat bagi orang yang saling mencintai adalah dengan
menyatunya dua insan tersebut dalam jenjang pernikahan.” (Rodhotul Muhibbin, Ibnu Qayyim Al
Jauziyah, hal. 212, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah Beirut, tahun 1412 H.)
Obat Bagi Yang Dimabuk Cinta

Berikut adalah beberapa obat bagi orang yang dimabuk cinta namun belum sanggup untuk
menikah.

Pertama: Berusaha ikhlas dalam beribadah.


Jika seseorang benar-benar ikhlas menghadapkan diri pada Allah, maka Allah akan
menolongnya dari penyakit rindu dengan cara yang tak pernah terbetik di hati sebelumnya. Cinta pada
Allah dan nikmat dalam beribadah akan mengalahkan cinta-cinta lainnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
mengatakan, “Sungguh, jika hati telah merasakan manisnya ibadah kepada Allah dan ikhlas kepada-Nya,
niscaya ia tidak akan menjumpai hal-hal lain yang lebih manis, lebih indah, lebih nikmat dan lebih baik
daripada Allah. Manusia tidak akan meninggalkan sesuatu yang dicintainya, melainkan setelah
memperoleh kekasih lain yang lebih dicintainya. Atau karena adanya sesuatu yang ditakutinya. Cinta
yang buruk akan bisa dihilangkan dengan cinta yang baik. Atau takut terhadap sesuatu yang
membahayakannya.”(Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 10/187, Darul Wafa’, cetakan ke
3, 1426 H)
Kedua: Banyak memohon pada Allah
Ketika seseorang berada dalam kesempitan dan dia bersungguh-sungguh dalam berdo’a,
merasakan kebutuhannya pada Allah, niscaya Allah akan mengabulkan do’anya. Termasuk di antaranya
apabila seseorang memohon pada Allah agar dilepaskan dari penyakit rindu dan kasmaran yang terasa
mengoyak-ngoyak hatinya. Penyakit yang menyebabkan dirinya gundah gulana, sedih dan sengsara.
Ingatlah, Allah Ta’ala berfirman,
“Dan Rabbmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Al Mu’min:
60)
Ketiga: Rajin memenej pandangan
Pandangan yang berulang-ulang adalah pemantik terbesar yang menyalakan api hingga
terbakarlah api dengan kerinduan. Orang yang memandang dengan sepintas saja jarang yang
mendapatkan rasa kasmaran. Namun pandangan yang berulang-ulanglah yang merupakan biang
kehancuran. Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk menundukkan pandangan agar hati ini tetap
terjaga. Lihatlah surat An Nur ayat 30 yang telah kami sebutkan sebelumnya. Mujahid mengatakan,
“Menundukkan pandangan dari berbagai hal yang diharamkan oleh Allah akan menumbuhkan rasa cinta
pada Allah.”(Majmu’ Al Fatawa, 15/394)
Keempat: Lebih giat menyibukkan diri
Dalam situasi kosong kegiatan biasanya seseorang lebih mudah untuk berangan memikirkan
orang yang ia cintai. Dalam keadaan sibuk luar biasa berbagai pikiran tersebut mudah untuk lenyap
begitu saja. Ibnul Qayyim pernah menyebutkan nasehat seorang sufi yang ditujukan pada Imam Asy
Syafi’i. Ia berkata, “Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan
dengan hal-hal yang sia-sia (batil).”(Al Jawabul Kafi, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 109, Darul Kutub Al
‘Ilmiyah)
Kelima: Menjauhi musik dan film percintaan

Nyanyian dan film-film percintaan memiliki andil besar untuk mengobarkan kerinduan pada orang
yang dicintai. Apalagi jika nyanyian tersebut dikemas dengan mengharu biru, mendayu-dayu tentu akan
menggetarkan hati orang yang sedang ditimpa kerinduan. Akibatnya rasa rindu kepadanya semakin
memuncak, berbagai angan-angan yang menyimpang pun terbetik dalam hati dan pikiran. Bila demikian,
sudah layak jika nyanyian dan tontonan seperti ini dan secara umum ditinggalkan. Demi keselamatan dan
kejernihan hati. Sehingga sempat diungkapkan oleh beberapa ulama nyanyian adalah mantera-mantera
zina. Ibnu Mas’ud mengatakan, “Nyanyian dapat menumbuhkan kemunafikan dalam hati sebagaimana
air dapat menumbuhkan sayuran.” Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Nyanyian adalah mantera-mantera
zina.” Adh Dhohak mengatakan, “Nyanyian itu akan merusak hati dan akan mendatangkan kemurkaan
Allah.” (Lihat Talbis Iblis, Ibnul Jauzi, hal. 289, Darul Kutub Al ‘Arobi, cetakan pertama, tahun 1405 H)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel www.remajaislam.com

Anda mungkin juga menyukai