Anda di halaman 1dari 15

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan paling vital bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Tubuh
manusia terdiri dari sekitar 65 % air. Makhluk hidup yang kekurangan air cukup banyak dapat berakibat
fatal atau bahkan mengakibatkan kematian. Manusia memerlukan 2,5 – 3 liter air untuk minum dan
makan (Sutjahyo,2000).

Kebutuhan air minum setiap orang bervariasi dari 2,1 liter hingga 2,8 liter per hari, tergantung pada
berat badan dan aktivitasnya. Air minum harus memenuhi persyaratan fisik, kimia, maupun bakteriologis
(Suriawiria, 1996).

Data Departemen Kesehatan (1994), rata-rata keperluan air Indonesia adalah 60 liter per kapita,
meliputi : 30 liter untuk keperluan mandi, 15 liter untuk keperluan minum dan sisanya untuk keperluan
lainnya. Negara-negara yang sudah maju, ternyata jumlah tersebut sangat tinggi, seperti : kota Paris
(Perancis) 480 liter, kota Tokyo (Jepang) 530 liter dan kota Uppsala (Swedia) 750 liter per kapita per hari.

Data Departemen Kesehatan (2004), syarat-syarat air minum adalah tidak berasa, tidak berbau, tidak
berwarna, dan tidak mengandung logam berat. Air dari sumber alam dapat diminum oleh manusia
tetapi masih terdapat resiko bahwa air ini telah tercemar oleh bakteri (misalnya Escherichia coli) atau
zat-zat berbahaya. Bakteri dapat dibunuh dengan memasak air hingga 1000 C, banyak zat berbahaya,
terutama logam, tidak dapat dihilangkan dengan cara ini (Suprihatin dalam kompas, 2003).

Air tawar bersih yang layak minum semakin langka di perkotaan. Sungai-sungai yang menjadi sumbernya
sudah tercemar berbagai macam limbah, mulai dari buangan sampah organik, rumah tangga hingga
limbah beracun dari industri. Air tanah sudah tidak aman dijadikan bahan air minum karena telah
terkontaminasi rembesan dari tangki septik maupun air permukaan. Hal ini membuat semakin banyak
industri pengolahan air minum dalam kemasan (AMDK) yang menjawab tantangan dalam penyediaan air
bersih terutama air minum.

Menurut Athena,dkk (2003), air minum dalam kemasan adalah air yang mengalami proses pemurnian
baik secara ultraviolet, ozonisasi ataupun keduanya dengan tahap filtrasi. Hal ini membuat air bersih ini
dapat dipakai untuk berbagai keperluan.

Negara Indonesia pertama kali memproduksi air minum dalam kemasan dengan merk “AQUA” pada
tahun 1972. Air minum dalam kemasan berkembang pesat. Harga air minum dalam kemasan terasa
mahal dan hanya dapat dijangkau oleh golongan ekonomi menengah ke atas. Harga yang ditawarkan air
minum isi ulang dapat lebih murah lantaran tidak memerlukan biaya pengiriman dan pengemasan
(Zuhri, 2009).

Keterbatasan daya beli masyarakat terhadap air minum dalam kemasan menyebabkan sebagian besar
masyarakat lebih memilih membeli air minum isi ulang yang disediakan oleh Depot Air Minum Isi Ulang
(DAMIU) dengan harga yang relatif lebih murah dan terjangkau tanpa mempertimbangkan kualitas. Hasil
pengujian laboratorium yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) atas kualitas depo
air minum isi ulang di Jakarta menunjukkan adanya cemaran mikroba dan logam berat pada sejumlah
sample (Kompas, 2003).

Masyarakat atau pasar masih memiliki persepsi bahwa depot air minum isi ulang ini air bakunya adalah
berasal dari sumber mata air pegunungan yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Air baku dapat
diambil dari berbagai sumber. Tingkat higienitas depot air minum isi ulang memang tidak dapat
ditentukan. (Siswanto, 2004).

Bakteri coliform dicurigai berasal dari tinja. Kehadiran bakteri ini di dalam berbagai tempat mulai dari air
minum, bahan makanan ataupun bahan-bahan lain untuk keperluan manusia, tidak diharapkan dan
bahkan sangat dihindari. Hubungan antara tinja dan bakteri coliform dapat menjadikan bakteri ini
sebagai indikator alami kehadiran materi fekal. Suatu subtrat atau benda misalnya air minum
didapatkan bakteri ini, langsung ataupun tidak langsung air minum tersebut dicemari materi fekal
(Suriawiria, 1996).

Hasil pemaparan tersebut dan keterkaitan antara kebutuhan air minum isi ulang dan tingkat
keamanannya dari cemaran bakteri yaitu Escherichia coli pada depot air minum isi ulang (DAMIU)
melatarbelakangi dilakukan penelitian ini pada depot air minum isi ulang di wilayah Kecamatan
Pontianak Barat Kota Pontianak.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Bakteri coliform adalah bakteri yang dijadikan indikator alami pencemaran pada wilayah
perairan. Keberadaan bakteri ini ke wilayah perairan dari tinja yang dapat berasal dari manusia, ataupun
hewan. Bakteri ini membuat air yang dipakai menjadi tidak higienis lagi terutama sebagai bahan baku air
minum. Rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah apakah ada pencemaran
bakteri Escherichia coli pada produksi air minum di sejumlah depot air minum isi ulang di
KecamatanPontianak Barat Kota Pontianak dan dari manakah sumber bahan baku yang digunakan depot
air minum isi ulang tersebut serta bagaimanakah proses produksi air minum pada sejumlah depot air
minum isi ulang tersebut?

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Hasil pemaparan dari latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuanpenelitian ini adalah:

1. Mengetahui tingkat pencemaran coliform pada air minum dari beberapa depot air minum isi ulang
yang ada di Kota Pontianak.

2. Mendapatkan informasi sumber air bahan baku & pengolahan air pada depot air minum isi ulang
tersebut.

Manfaat dari hasil penelitian ini yaitu :

1. Database tingkat pencemaran bakteri coliform pada air minum yang dihasilkan dari depot air minum
isi ulang.
2. Mendapatkan info sumber bahan baku air dan proses pengolahan air minum isi ulang tersebut.

1.4 HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis yang dapat diberikan pada penelitian ini yaitu, air minum isi ulang beberapa Depot Air Minum
Isi Ulang (DAMIU) di wilayah Kecamatan Pontianak Barat Kota Pontianak positif tercemar
bakteri Escherichia coli.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peranan Air Bagi Kehidupan

Manusia dan makhluk hidup lain yang tidak hidup di dalam air senantiasa mencari tempat-tempat
tinggal dekat air supaya mudah mengambil air untuk keperluan hidupnya. Desa atau kota zaman dulu
berada di sekitar sumber air, di tepi sungai, atau di tepi danau. Manusia yang lebih maju saat ini, tempat
tinggalnya tidak perlu dekat dengan sumber air. Manusia modern menggunakan saluran pipa dan
didistribusikan ke berbagai wilayah. Teknologi ini membuat kebutuhan masyarakat terhadap air bersih
dapat terpenuhi (Prawiro, 1989).

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan. Air
juga dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, sehingga merupakan modal dasar
pembangunan dan penting bagi kelangsungan hidup. Air minum seharusnya dibedakan dengan air
bersih. Air bersih dipergunakan untuk berbagai kepentingan rumah tangga seperti mandi, mencuci
piring, dan mencuci pakaian, tetapi tidak dapat langsung diminum, karena mungkin masih mengandung
bakteri patogen (Zuhri, 2009).

2.2 Pengertian Air Minum

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 907/MENKES/SK/VII tahun 2002, tentang
syarat-syarat dan pengawasan kualitas air, yang dimaksud air minum adalah air yang melalui proses
pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum (Purwana dan Rachmadi,2003).

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor:651/MPP/Kep/10/2004


yaitu tentang persyaratan teknis Depot air minum dan perdagangannya. Air minum adalah air baku yang
telah diproses dan aman untuk diminum (Sulistyawati dan Dwi,1997).

2.3 Penggolongan Air Minum

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:907/MENKES/SK/VII/2002 tentang syarat-


syarat dan Pengawasan Kualitas air minum adalah (Purwana dan Rachmadi,2003):

a. Air yang didistribusikan melalui pipa untuk keperluan rumah tangga.

b. Air yang didistribusikan melalui tangki air


c. Air kemasan

d. Air yang digunakan untuk produksi bahan makanan dan minuman yang disajikan kepada masyarakat.

2.4 Karakteristik Air Minum

Air minum dipengaruhi oleh kondisi negara masing-masing, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Dunia dilanda krisis air karena semakin menurunnya kualitas air akibat pencemaran, maka
dikeluarkan standar persyaratan kualitas air minum. Indonesia memiliki standar persyaratan kualitas air
ditetapkan oleh Departemen Kesehatan mulai tahun 1975, kemudian diperbaiki tahun 1990 dan
diperbaiki lagi tahun 2002. Kualitas air minum memiliki persyratan sesuai Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang syarat - syarat dan
Pengawasan Kualitas air minum, adalah meliputi persyaratan: Bakteriologi, Kimiawi, Radioaktif dan Fisik
(Purwana dan Rachmadi,2003).

2.5 Standarisasi Air Bersih dan Air Minum

Air bersih yang baik harus sesuai peraturan internasional (WHO dan APHA) ataupun peraturan nasional
atau setempat. Kualitas air bersih di Indonesia harus memenuhi persyaratan yang tertuang dalam
peraturan Menteri Kesehatan RI No.173/Men.Kes/Per/VIII/77 dimana setiap komponen yang
diperkenankan berada di dalamnya harus sesuai (Widianti dan Ristiati, 2004).

Kualitas air tersebut menyangkut:

a) Kualitas fisik yang meliputi kekeruhan, temperatur, warna, bau dan rasa. Kekeruhan air dapat
ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan organik dan anorganik yang terkandung di dalam air seperti
lumpur dan bahan-bahan yang berasal dari buangan.Kekeruhan di dalam air dihubungkan dengan
kemungkinan pencemaran oleh air buangan.

b) Kualitas kimia yang berhubungan dengan ion-ion senyawa ataupun logam yang membahayakan, di
samping residu dari senyawa lainnya yang bersifat racun, seperti antara lain residu pestisida. Senyawa-
senyawa ini kemungkinan besar bau, rasa dan warna air akan berubah, seperti yang umum disebabkan
oleh adanya perubahan pH air.Kelompok logam berat seperti Hg, Ag, Pb, Cu, Zn, tidak diharapkan
kehadirannya di dalam air.

c) Kualitas biologis, berhubungan dengan kehadiran mikroba patogen (penyebab penyakit, terutama
penyakit perut), pencemar (terutama bakteri coli) dan penghasil toksin.

Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Air minum
juga tidak mengandung kuman patogen dan segala mahkluk yang membahayakan kesehatan manusia,
tidak mengandung zat kimia yang dapat mengganggu fungsi tubuh, dapat diterima secara estetis dan
tidak merugikan secara ekonomis (Dwidjoseputro, 1990).

Standar air minum yang mencakup peraturan yang memberi petunjuk tentang kontaminasi berbagai
parameter yang sebaiknya diperbolehkan ada dalam air minum.Standar ini berbeda antara satu negara
dengan negara yang lain tergantung pada social kultural termasuk kemajuan teknologinya. Standar
suatu negara seharusnya layak bagai keadaan sosial ekonomi dan budaya setempat. untuk negara
berkembang seperti indonesia, perlu didapat cara-cara pengolahan air yang relatif murah sehingga
kualitas air yang dikonsumsi masyarakat dapat dikatakan baik dan memenuhi syarat. Parameter yang
disyaratkan meliputi; Parameter fisik, kimiawi, biologis dan radiologist (Suriawiria, 1996).

2.6 Pengolahan Air Minum

Pengolahan adalah usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat-sifat suatu zat. Hal ini
sangat penting artinya bagi air minum. Perkembangan peradaban serta semakin banyaknya aktivitas
manusia, maka akan menambah pencemaran terhadap air. Laporan keadaan lingkungan di
dunia pada tahun 1992 menyatakan bahwa air sudah saatnya menjadi benda ekonomis, karena itu
pengelolaan sumber daya air sangat penting. Pengolahan air minum dilakukan tergantung dari kualitas
air baku yang digunakan baik pengolahan sederhana sampai dengan pengolahan yang kompleks.
Pengolahan air baku ini dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas air sehingga aman dan tidak
membahayakan bagi kesehatan masyarakat yang menggunakannya (Suriawiria, 1996).

Prinsip pengolahan air minum terdiri dari (Suriawiria, 1996):

1). Pengolahan Fisik

Pengolahan ini bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan kotoran-kotoran kasar, penyisiran
lumpur serta mengurangi zat-zat organik.

2). Pengolahan Kimia

Pengolahan kimia yaitu suatu tingkat pengolahan dengan menggunakan zat kimia untuk membantu
proses selanjutnya, misalnya dengan pembubuhan kapur.

3). Pengolahan Bakteriologis

Suatu pengolahan untuk membunuh atau memusnahkan bakteri-bakteri yang terkandung dalam air
minum yakni dengan cara pembubuhan bahan desinfektan.

Proses sanitasi air dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu (Widianti dan Ristiati, 2004):

1. Sanitasi air yang paling sederhana dengan memanaskan air hingga titik didih.

2. Dengan klorinasi atau pencampuran kaporit kedalam air.

3. Penggunaan senyawa perak.

Alternatif ini jarang digunakan. Perak nitrat biasanya digunakan dengan mencampurkannya ke dalam air.

4). Ultraviolet.
Air dialirkan melalui tabung dengan lampu ultraviolet berintensitas tinggi, sehingga bakteri
terbunuh oleh radiasi sinarultraviolet. Intensitas lampu ultraviolet yang dipakai harus cukup. Sanitasi air
yang efektif diperlukan intensitas sebesar 30.000 MW sec/cm2 (micro watt detik per sentimeter
persegi). Radiasi sinar ultraviolet dapat membunuh semua jenis mikroba bila intensitas dan waktunya
cukup. Residu atau hasil samping tidak ada dari proses penyinaran dengan UV. Lampu UV harus
dibersihkan secara teratur dan harus diganti paling lama satu tahun. Air yang akan disinari dengan UV
harus telah melalui filter halus dan karbon aktif untuk menghilangkan partikel tersuspensi, bahan
organik, dan Fe atau Mn (jika konsentrasinya cukup tinggi).

5. Ozonisasi.

Ozon merupakan oksidan kuat yang mampu membunuh bakteri patogen, termasuk virus.
Penggunaan ozon menguntungkan karena pipa, peralatan dan kemasan akan ikut di sanitasi sehingga
produk yang dihasilkan akan lebih terjamin selama tidak ada kebocoran di kemasan. Ozon merupakan
bahan sanitasi air yang efektif disamping sangat aman.

2.7 Penjernihan Air Minum

Penjernihan air minum dapat dilakukan dengan proses filtrasi. Filtrasi adalah proses penyaringan untuk
menghilangkan zat padat tersuspensi dari air melalui media berpori-pori. Zat padat tersuspensi
dihilangkan pada waktu air melalui suatu lapisan materi berbentuk butiran yang disebut media filter.
Media filter biasanya pasir atau kombinasi pasir, anthracite, garnet, polystyrene dan beads. Filter
dengan bahan anthracite,kecepatan filtrasinya dapat diperbesar menjadi 1,5 – 2 kali saringan kasir. Pasir
yang paling baik untuk bahan filter adalah pasir yang mengandung kuarsa (SiO2) lebih besar atau sama
90,8 % (Winarno,1993).

Penghilangan zat padat tersuspensi dengan penyaringan memainkan peranan penting, baik yang terjadi
dalam pemurnian alami dari air tanah maupun dalam pemurnian buatan dalam pemurnian instalasi
pengolahan air (Sutrisno dan Eny, 1997).

Penyaringan (filtrasi) dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1) filtrasi dengan pasir dan 2) filtrasi membran.
Filtrasi pasir untuk memisahkan partikel berukuran besar (>3 mikrometer), mikrofiltrasi membran dapat
memisahkan partikel berukuran lebih kecil (0,08 mikrometer), ultrafiltrasi dapat memisahkan
makromolekul, nanofiltrasi dapat memisahkan mikromolekul dan ion-ion bervalensi dua (misalnya
Mg,Ca). Ion-ion dapat dipisahkan dengan membran ”reverses osmosis”. Penggunaan mikrofiltrasi dapat
memisahkan bakteri, dan penggunaan ultrafiltrasi dapat memisahkan bakteri dan virus (Widianti dan
Ristiati, 2004).

Bahan tersuspensi dapat dihilangkan dengan cara koagulasi/flokulasi, sedimentasi, filtrasi pasir atau
membran filtrasi (mikrofiltrasi). Bahan-bahan terlarut dapat dihilangkan dengan aerasi (misalnya Fe dan
Mn), oksidasi (misalnya dengan ozonisasi atau radiasi UV), adsorpsi dengan karbon aktif atau mebran
filtrasi (reversed osmosis) (Widianti dan Ristiati, 2004).
Proses pengolahan air minum pada prinsipnya harus mampu menghilangkan semua jenis polutan, baik
pencemaran fisik, kimia maupun mikrobiologis. Bisnis air minum isi ulang merupakan fenomena yang
tidak dapat dihilangkan. Pengaturan berupa standar produk dan prosesnya sangat diperlukan dalam
mengawasi pelaksanaanya.Pihak konsumen akan terlindungi dan juga usaha air minum isi ulang itu
sendiri.

Air baku Aerasi Filtrasi pasir Filter karbon aktif

Filtrasi membran Ozonisasi/Radiasi UV Filtrasi membran

Kemasan Pengisian Pelabelan Ke konsumen

Gambar 1. Skema proses pengolahan air minum

(Widianti dan Ristiati, 2004).

2.8 Bakteri Indikator Tingkat Higienitas Air Minum

Bakteri indikator sanitasi adalah bakteri yang keberadaannya dalam pangan menunjukkan bahwa air
atau makanan tersebut pernah tercemar oleh feses manusia. Bakteri-bakteri indikator sanitasi
umumnya adalah bakteri yang lazim terdapat dan hidup pada usus manusia. Bakteri tersebut pada air
atau makanan menunjukkan bahwa dalam satu atau lebih tahap pengolahan air atau makanan pernah
mengalami kontak dengan feses yang berasal dari usus manusia dan oleh karenanya mungkin
mengandung bakteri patogen lain yang berbahaya (Widianti dan Ristiati, 2004).

Koliform merupakan suatu grup bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya polusi kotoran dan
kondisi yang tidak baik terhadap air, makanan, susu dan produk-produk susu. Koliform sebagai suatu
kelompok dicirikan sebagai bakteri berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora, aerobik
dan anaerobic fakultatif yang memfermentasi laktosa dengan menghasilkan asam dan gas dalam waktu
48 jam pada suhu 35oC. Bakteri koliform yang berada di dalam makanan/minuman menunjukkan
kemungkinan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik dan atau toksigenik yang berbahaya bagi
kesehatan (Suriawiria,1996).

Bakteri Coliform berdasarkan asal dan sifatnya dibagi menjadi dua golongan (Suriawiria, 1996):

1). Coliform fekal, seperti Escherichia coli yang betul-betul berasal dari tinja

manusia.
2). Coliform non fekal, seperti aerobacter dan Klebsiella yang bukan berasal

dari tinja manusia tetapi biasanya berasal dari hewan atau tanaman yang

telah mati.

Sifat-sifat Coliform Bacteria yang penting adalah (Suriawiria, 1996):

a). Mampu tumbuh baik pada beberapa jenis substrat dan dapat mempergunakan berbagai jenis
karbohidrat dan komponen organik lain sebagai sumber energi dan beberapa komponen nitrogen
sederhana sebagai sumber nitrogen.

b). Mempunyai sifat dapat mensistesa vitamin.

c). Mempunyai interval suhu pertumbuhan antara 10-46,50C.

d). Mampu menghasilkan asam dan gas gula.

e). Dapat menghilangkan rasa pada bahan pangan.

f). Pseudomonas aerogenes dapat menyebabkan pelendiran.

Escherichia coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan di dalam usus besar manusia sebagai
flora normal. Bakteri ini bersifat unik karena dapat menyebabkan infeksi primer pada usus, misalnya
diare pada anak, seperti juga kemampuannya menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh lain di luar
usus.Escherichia coli terdiri dari 2 species yaitu: Escherichia coli dan Escherichia hermanis(Zuhri,2009).

Escherichia coli sebagai salah satu contoh terkenal mempunyai beberapa spesies hidup di dalam saluran
pencernaan makanan manusia dan hewan berdarah panas.Escherichia coli mula-mula diisolasi oleh
Escherich pada tahun 1885 dari tinja bayi. (Suriawiria, 1996).

2.9 Batasan Kandungan Bakteri pada Air Minum

Air minum yang baik dapat diukur terbebas dari bakteri atau tidak, pegangan yang digunakan
adalah E.coli. Air minum dapat diperiksa dengan menggunakan Membrane Filter Technique maka
90% dari contoh air diperiksa selama 1 bulan harus bebas dariE.coli. E.coli digunakan sebagai
patokan dalam menentukan syarat bakteriologis karena pada umumnya bibit penyakit ini
ditemukan pada kotoran manusia dan relatif lebih sukar dimatikan dengan pemanasan air
(Hartini,2009).

Medium pada umumnya terdiri atas bahan-bahan sebagai berikut (Zuhri,2009):

a. Air

Air mutlak perlu untuk kegiatan sel hidup, karena merupakan penyusun utama sel. Fungsi air yang lain
adalah sebagai sumber oksigen dan pelarut. Pembuatan media digunakan air suling.
b. Pepton

Pepton merupakan bentuk hasil antara hidrolisa protein alam oleh enzim proteolitik, misalnya tripsin,
papain, dan lain- lain. Fungsi yang terpenting dari pepton dalam medium adalah sebagai sumber
nitrogen, juga karena asam amino merupakan senyawa yang bersifat amfoter.

c. Ekstrak daging

Ekstrak daging berfungsi memberi substansi tertentu yang dapat merangsang aktivitas bakteri, yaitu
enzim yang dapat mepercepat pertumbuhan bakteri.

d. Agar

Agar berguna sebagai bahan pemadat medium.

e. Natrium klorida (garam)

Garam biasanya ditumbuhkan ke dalam media untuk menaikkan tekanan osmose.

f. Senyawa anorganik

Kebutuhan bakteri akan senyawa anorganik tidak banyak diketahui, tetapi unsur-unsur ini biasanya
ditambahkan ke dalam medium, yaitu Na, Mg, K, Fe, S, dan P. Unsur-unsur Cl, C, N, dan H biasanya
sudah terdapat dalam zat anorganik penyusun medium.

g. Senyawa yang dapat difermentasikan

Senyawa yang dapat difermentasikan ini biasanya merupakan suatu karbohidrat gula. Senyawa ini
mempunyai dua fungsi dalam medium, yaitu sebagai sumber energi dan memberi reaksi yang
membantu identifikasi.

Jumlah koliform dapat dihitung dengan menggunakan metode Most Probable Number (MPN). Bakteri
coli dari air dapat diperiksa keberadaannya denganmenggunakan medium kaldu laktosa yang
ditempatkan di dalam tabung reaksi berisi tabung durham (tabung kecil yang letaknya terbalik,
digunakan untuk menangkap gas yang terjadi akibat fermentasi laktosa menjadi asam dan gas). Cara-
cara yang digunakan adalah sistem 3-3-3 (3 tabung untuk 10 ml, 3 tabung untuk 1,0 ml, 3 tabung untuk
0,1 ml) atau 5-5-5. Bakteri coli yang didapatkan memiliki pengaruh yang besar terhadap kehidupan
manusia, terbukti dengan kualitas air minum, secara bakteriologis tingkatannya ditentukan oleh
kehadiran bakteri tersebut (tabel 1).
Tabel 1. Batas
maksimum cemaran mikroba dalam air mineral

Sumber : Lampiran Surat keputusan Dirjen POM Nomor : 037267/B/SK/VII/89

Catatan :* 100 ml untuk jenis makanan bentuk cair

2.10 Uji Kualitatif Koliform

Uji kualitatif koliform secara lengkap terdiri dari 3 tahap yaitu: (1) Uji penduga (presumptive test), (2) Uji
penguat (confirmed test) dan Uji pelengkap (completed test)(Widianti dan Ristiati,2004).

1. Uji penduga (presumptive test)

Uji penduga merupakan uji kuantitatif koliform menggunakan metode MPN. Tes pendahuluan dapat
menunjukkan adanya bakteri koliform berdasarkan dari terbentuknya asam dan gas yang disebabkan
karena fermentasi laktosa oleh bakteri golongan koli. Tingkat kekeruhan pada media laktosa
menandakan adanya zat asam. Gelembung udara pada tabung durham menandakan adanya gas yang
dihasilkan bakteri. Tabung dinyatakan positif jika terbentuk gas sebanyak 10% atau lebih dari volume di
dalam tabung durham. Kandungan bakteri Escherichia coli dapat dilihat dengan menghitung tabung yang
menunjukkan reaksi positif terbentuk asam dan gas dan dibandingkan dengan tabel MPN. Metode MPN
dilakukan untuk menghitung jumlah mikroba di dalam contoh yang berbentuk cair. Inkubasi 1 x 24 jam
hasilnya negatif, maka dilanjutkan dengan inkubasi 2 x 24 jam pada suhu 350C. Waktu inkubasi selama 2
x 24 jam tidak terbentuk gas dalam tabung Durham menunjukkan hasil negatif. Jumlah tabung yang
positif dihitung pada masing-masing seri. MPN penduga dapat dihitung dengan melihat tabel MPN.

2. Uji penguat (confirmed test)


Hasil uji dugaan dilanjutkan dengan uji ketetapan. Tabung yang positif terbentuk asam dan gas terutama
pada masa inkubasi 1 x 24 jam, suspensi ditanamkan pada media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA)
secara aseptik dengan menggunakan jarum inokulasi. Koloni bakteri Escherichia coli tumbuh berwarna
merah kehijauan dengan kilat metalik atau koloni berwarna merah muda dengan lendir untuk kelompok
koliform lainnya.

3. Uji pelengkap (completed test)

Pengujian selanjutnya dilanjutkan dengan uji kelengkapan untuk menentukan bakteriEscherichia


coli. Koloni yang berwarna pada uji ketetapan diinokulasikan ke dalam medium kaldu laktosa dan
medium agar miring Nutrient Agar (NA), dengan jarum inokulasi secara aseptik. Tahapan selanjutnya
adalah diinkubasi pada suhu 370C selama 1 x 24 jam. Hasil yang positif akan terbentuk asam dan gas
pada kaldu laktosa, maka sampel positif mengandung bakteri Escherichia coli. Media agar miring NA
dibuat pewarnaan gram dimana bakter Escherichia coli menunjukkan gram negatif berbentuk batang
pendek. Cara untuk membedakan bakteri golongan koli dari bakteri golongan coli fekal (berasal dari tinja
hewan berdarah panas), dilakukan duplo, dimana satu seri diinkubasi pada suhu 370C (untuk golongan
koli ) dan satu seri diinkubasi pada suhu 420C (untuk golongan koli fekal). Bakteri golongan koli tidak
dapat tumbuh dengan baik pada suhu 420C, sedangkan golongan koli fekal dapat tumbuh dengan baik
pada suhu 420C.

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjunpura Pontianak.

3.2 Objek yang diteliti

Objek yang akan diteliti pada penelitian ini adalah sampel air minum yang terdapat di beberapa depot
air minum isi ulang yang berada di Kecamatan Pontianak Barat Kota Pontianak.

3.3 Alat dan Bahan Penelitian

Alat – alat yang digunakan meliputi autoklaf, botol, cawan petri, erlenmeyer,inkubator, kawat inokulasi,
karet gelang, kertas sampul, jarum ose laminar air flow,mikroskop cahaya, plastik mika, plastik
pembungkus, spuit, tabung reaksi, tabung Durham.

Bahan-bahan yang diperlukan meliputi sampel air, media EMBA (Eosin Methylen Blue Agar), media NA
(Nutrien Agar), kaldu laktosa, alkohol, dan kapas.

3.4 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan dari penelitian ini tersaji dalam tabel berikut ini:
Minggu
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8

1 Studi Literatur

2 Penyusunan dan Presentasi


Proposal Penelitian

3 Observasi Lapangan

4 Pengambilan Sampel &


Wawancara

5 Pengujian di Laboratorium

6 Penyusunan Laporan dan


Presentasi Hasil Penelitian

3.5 Cara Kerja

1) Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data berdasarkan observasi lapangan dengan mengambil contoh sampel air minum isi
ulang sebanyak 100 ml yang ada di Kecamatan Pontianak Barat Kota Pontianak yang terduga telah
tercemar bakteri koliform. Uji air minum isi ulang tersebut dapat dilakukan setelah uji pendahuluan di
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura
Pontianak, meliputi persiapan alat-alat, pelaksanaan dan pengamatan.

2) Pelaksanaan Pengujian Air Minum Sampel

Pelaksanaan meliputi pengambilan sampel pada beberapa depot air minum isi ulang (DAMIU), dan
dilanjutkan dengan menggunakan uji penduga dengan 9 tabung (seri 3-3-3). Media pertumbuhan
menggunakan kaldu laktosa yang masing-masing tabung berisi 9 ml dilengkapi tabung durham dengan
posisi terbalik. Tiga seri tabung pertama diisikan 10 ml air minum sampel, tiga seri tabung kedua diisikan
dengan 1 ml air minum sampel, dan tiga seri tabung ketiga diisikan 0,1 ml air sampel. Tahap selanjutnya
inkubasi selama 1-2 X 24 jam dengan diamati pembentukan gas pada tabung durham dan berubahnya
media menjadi keruh yang menandakan media menjadi asam karena adanya aktivitas bakteri koliform.
Hasil selanjutnya dianalisis dengan metode MPN (Most Probable Number) atau metode JPT (Jumlah
Perkiraan Terdekat) dengan penggunaan seri 3-3-3.

3) Wawancara
Wawancara dilakukan dengan pemilik dan karyawan depot air minum isi ulang mengenai bahan baku
produksi dan proses pengolahannya.

4) Pengumpulan Dokumen

Hasil wawancara dan pengujian berupa data yang dikumpulkan dan disusun sebagai bahan acuan
pembanding antara hasil pengujian di laboratorium dan di lapangan yakni sumber bahan baku dan
prosesnya menjadi produk.

3.6 Analisis Data

Analisis data berdasarkan kehadiran bakteri koliform melalui uji pendugadibandingkan


dengan tabel MPN (Most Probable Number) atau JPT (Jumlah Perkiraan Terdekat) (Cappuccino &
Sherman, 1987). Tabel tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah bakteri colifom dalam
100 ml sampel air.
IV. DAFTAR PUSTAKA

Athena, Sukar, Hendro, M.D, Anwar, M dan Haryono. 2003. Kandungan Bakteri Total Coli dan
Escherichia coli pada air minum dari depot air minum isi ulang di Jakarta, Tangerang, dan
Bekasi. Puslitbang Ekologi Kesehatan. Jakarta

Cappuccino, J.G & Sherman, N. 1987. Microbiology: A Laboratory Manual. The Benjamin/Cummings
Publishing Company, Inc. Menlo Park. California

Departemen Kesehatan. 2004. Kumpulan Perundang-Undangan di Bidang Makanan. Bhakti


Husada. Jakarta

Dwidjoseputro. 1990. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta

Hartini, S. 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kontaminasi Deterjen Pada Air Minum Isi
Ulang di Depot Air Minum Isi Ulang di Kabupaten Kendal. Tesis Program Magister Kesehatan
Lingkungan. Universitas Diponegoro. Semarang

Kompas. 2003. Mengamankan Air Minum Isi Ulang. Kamis 29 Mei. Jakarta

Prawiro, H. 1989. Ekologi Lingkungan Pencemaran. Penerbit Satyawacana. Semarang

Purwana dan Racmadi. 2003. Pedoman dan Pengawasan Hygiene Sanitasi Depot Air Minum. Depkes RI
– WHO. Jakarta

Siswanto. 2004. Mencegah Depot Air Minum Isi Ulang Tercemar. http://www.hakli.or.id. Diakses
tanggal 1 April 2012

Sulistyawati dan Dwi. 1997. Studi Kualitas Bakteriologi Air Minum Isi Ulang Tingkat Produsen di Kota
Semarang. Rineka Cipta. Jakarta

Suprihatin. 2003. Sebagian Air Minum Isi Ulang Tercemar Bakteri Coliform. Tim Penelitian
Laboratorium Teknologi dan Manajemen lingkungan. IPB dalam Kompas Sabtu 26 April. Jakarta

Suriawiria, U. 1996. Pengantar Mikrobiologi Umum. Penerbit Angkasa. Bandung

Sutjahyo, B. 2000. Air Minum “Kebijakan Kemitraan Pemerintah dan Swasta dalam penyediaan Air
Minum Perkotaan”. Tirta Dharma. Jakarta

Sutrisno, T.C dan Eny, S. 1997. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Rineka Cipta. Jakarta

Widianti, P.M dan Ristiati, N.P. 2004. Analisis Kualitatif Bakteri Koliform Pada Depo Air Minum Isi Ulang
di Kota Singaraja Bali. Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas P-MIPA IKIP Negeri Singaraja. Bali

Winarno, F.G. 1993. Air Untuk Industri Pangan. PT Gramedia. Jakarta


Zuhri, S. 2009. Pemeriksaan Mikrobiologis Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Jebres Kota
Surakarta. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta

Anda mungkin juga menyukai