Anda di halaman 1dari 102

EKSPLOITASI ANAK JALANAN

(STUDI KASUS ANAK JALANAN DI PANTAI LOSARI KOTA MAKASSAR)

EXPLOITATION OF THE STREET CHILDREN


( CASE STUDY THE STREET CHILDREN IN LOSARI BEACH
MAKASSAR CITY)

HILMY NASRUDDIN SALLA


E 411 08 265

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

EKSPLOITASI ANAK JALANAN

( STUDI ANAK JALANAN DI PANTAI LOSARI KOTA MAKASSAR )


SKRIPSI

HILMY NASRUDDIN SALLA

E 411 08 265

Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Derajat Kesarjanaan

Pada Jurusan Sosiologi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini :

NAMA : HILMY NASRUDDIN S

NIM : E411 08 265

JUDUL : EKSPLOITASI ANAK JALANAN (Studi Kasus Anak


Jalanan di Pantai Losari Kota Makassar)

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar

merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau

pemikiran orang lain. Apabila dikemudikan hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa

sebagian atau keseluruhan skripsi ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima

sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 14 Mei 2012

Yang Menyatakan

HILMY NASRUDDIN S
HALAMAN PERSEMBAHAN

Nasehat dari Ali bin Abi Thalib

Dosa terbesar adalah ketakutan

Rekreasi terbaik adalah bekerja

Musibah terbesar adalah keputusan

Keberanian terbesar adalah kesabaran

Guru terbaik adalah pengalaman

Kehormatan terbesar adalah Kesetiaan

Misteri terbesar adalah anak sholeh

Sumbangsih terbesar adalah berpartipasi

Modal terbesar adalah kemandirian

Skripsi ini saya dedikasikan untuk kedua orang tuaku (Ayahanda Nasruddin Salla

dan Ibunda St Rohani) yang telah begitu banyak memberikan perhatian, kasih

sayang dan motivasi kepada penulis dalam menempuh pendidikan semoga penulis

dapat membalas kebaikan kalian berdua. Terima kasih yang setinggi-tingginya

kepada Rusnawati Salla, S. Pd dan Hj. Salla atas segala bantuan yang diberikan

tanpa pamrih baik moril maupun materiil yang penulis. Untuk Multazam

Nasruddin , Wildarawdah Nasruddin dan Salsabila Nasruddin rajin belajar, rajin

beribadah tetaplah patuh pada perintah orang . Semoga Allah SWT meridhoi kita

semua.
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Dengan mengucapkan rasa syukur yang sedalam-dalamnya kepada Tuhan

Yang Maha Esa atas karunia dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan judul “Eksploitasi Anak Jalanan (Studi Kasus Anak Jalanan di Pantai Losari

Kota Makassar)”.

Terimah kasih yang tulus dan sedalam-dalamnya kepada orang tua saya,

ayahanda Drs. Nasruddin Salla dan ibunda tersayang St Rohani, serta adik-adikku

tersayang Multazam Nasruddin, Wildarawdah Nasruddin dan Salsabila Nasruddin

yang selama ini memberi dukungan dan doa yang diberikan kepada penulis selama

ini.

Adapun hasil skripsi ini tidak semata-mata karena kemampuan penulis

sendiri. Tetapi adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang telah

memberikan informasi yang berharga kepada penulis. Pada kesempatan ini, penulis

menyampaikan terimah kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Idrus A.Patturusi, Sp.B, Sp. B. O, selaku rektor Unhas yang

senantiasa membangun serta memberikan fasilitas terbaik di kampus Unhas ini.

2. Bapak Prof. Dr. H. Hamka,MA selaku Dekan FISIP Universitas Hasanuddin


3. Bapak Dr. H. M. Darwis, MA, DPS selaku pembimbing I dan bapak Buchari

Mengge, S.Sos, MA selaku pembimbing II yang penuh dengan kesabaran

memberikan banyak bimbingan kepada penulis.

4. Bapak dan ibu Dosen serta asisten Dosen yang telah membimbing penulis dalam

proses perkuliahan, serta staf Jurusan Sosiologi, Fakultas lmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Hasanuddin.

5. Keluarga besar saya yang selalu mendoakan dan menyemangati saya untuk

mengerjakan tugas akhir ini.

6. Informan yang telah meluangkan waktunya untuk bersedia diwawancarai, dalam

mendukung penyelesaian skripsi ini.

7. Teman-teman Sosiologi 08 : St Mutia, , Irasmi Hamzah, Srimandayati, Fitrianti,

Susanti Ningsih, Sukmawati, Sukirman ,Muhammad Hamka, Rima Hardiyanti

dan teman-teman sosiologi lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-satu namanya

terimah kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

8. Teman dekat saya Muhammad Darul Aqsa dan sahabat-sahabat saya, Ikhsaniadi

Satimin, Romi, Sulastri, Kak Aziz, Dadi, Mamon, Lia, Diah, Isa, Fitri serta

teman-teman SMAN 1 Bajo yang tidak dapat saya sebut satu per satu. Terimah

kasih atas kerjasama dan doanya selama ini.


9. Teman-teman Pondok Lasinrang, Iksan, Dimang, Neni, Pak Supriadi, Ucenk,

Anhar,Illank dan Iwan terima kasih atas bantuannya dalam penyusunan skripsi

ini.

10. Serta semua kakak-kakak dan adik-adik Sosiologi yang tidak bisa disebutkan

satu-satu namanya, terimah kasih bantuan dan kerja samanya.

Semoga segala bantuan dan jasa-jasanya mendapat imbalan dari Allah Swt.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua Amin.

Wassalamu Aalaikum warahmatullahi Wabarakatu

Makassar, 14 Mei 2012

Penulis
ABSTRAK
HILMY NASRUDDIN S, NIM E 411 08 265, jurusan Sosiologi pada Fakultas
Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar, dengan judul
skripsi Eksploitasi Anak Jalanan (Studi Kasus Anak Jalanan di Pantai Losari
Kota Makassar) di bimbing oleh Darwis selaku pembimbing I, Dan Buchari
Mengge selaku pembimbing II.
Pembangunan infrastrukutur di Kota Makassar membuat kaum miskin kota
kehilangan pekerjaan. Segala upaya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup,
termasuk melibatkan anak untuk mencari uang. Keterlibatan anak dalam kegiatan
ekonomi yang melewati batas kewajaran akan berdampak buruk pada anak. Anak
jalanan di Pantai Losari mengalami hal tersebut. Anak jalanan kehilangan hak- hak
mereka untuk tumbuh dan berkembang secara wajar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui eksploitasi anak jalanan di Pantai
Losari. Eksploitasi Anak jalanan di Pantai Losari disebabkan oleh banyak faktor,
mulai dari faktor budaya, ekonomi hingga faktor psikologi. Eksploitasi anak jalanan
berdampak negative pada anak jalanan baik itu dampak pendidikan, kesehatan, dan
dan dampak psikis anak jalanan. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode
kualitatif dengan dasar penelitian purposive sampling serta tipe penelitian deskriptif.
Dalam penelitian ini informan dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Pengumpulan data
dalam penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan studi pustaka.
Informan dalam penelitian adalah pengemis, pedagang asongan dan pengamen
yang bekerja di Pantai Losari. Untuk menentukan informan di lakukan secara
purposive sampling dengan pertimbangan anak jalanan yang telah mengalami
eksploitasi dari orang tua dan masyarakat tempat anak jalanan bekerja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksploitasi anak jalanan disebabkan oleh


factor ekonomi yaitu kemiskinan,pengangguran dan rendahnya pendapatan orang tua.
Faktor budaya yaitu persepsi orang tua terhadap nilai anak,penanaman etos kerja
sejak dini pada anak. Faktor pendidikan yaitu rendahnya pendidikan orang tua dan
tidak adanya pengetahuan orang tua mengenai undang-undang eksploitasi anak dan
psikologi factor individual anak jalanan sendiri. Adapun bentuk eksploitasi adalah
eksploitasi fisik dan ekspolitasi psikis. Dampak eksploitasi adalah dampak
pendidikan, kesehatan, psikis, dan dampak sosial anak jalanan.

Kata Kunci : Anak Jalanan, Eksploitasi, Pantai Losari


ABSTRACT

Hilmy Nasruddin S, NIM E 411 08 265, the affairs of Sociology at the Faculty of
Social and Political Sciences University of Hasanuddin Makassar, with a thesis
title Exploitation Street Children ( Case Study Street Children at Losari Beach
in Makassar City) on guided by HM Darwis as a supervisor I, And Buchari as a
supervisor II.
Infrastrukutur development in Makassar makes the urban poor out of
work. Every effort is made to meet the necessities of life, including involving the
child to earn money. Involvement of children in economic activity over the limit will
adversely affect the fairness of the child. Street children in Losari experience it.
The Street children are losing their rights to grow up naturally.
This study aims to determine the exploitation of street children in Losari
Beach. Exploitation of Children on the streets in Losari is caused by many factors,
ranging from cultural factors, economic to psychological factors. Exploitation of the
street children impacted negatively on the impact of education, health, and
psychological effects of street children. This research using implied qualitative
methods, by using types of purposive sampling and descriptive research. Informants
in this study were selected based on certain criteria. Collecting data in this study
conducted by the interview and observation .
Informan in this study are beggars, hawkers and vendors who works at
Losari. To determine the informant done with consideration of street children who
have experienced exploitation of parents and communities where street children
work.
The results showed that the exploitation of street children due to economic
factors, namely poverty, unemployment and low income. Culturally factor namely
parents perceptions of the child, early planting work ethic in children. Educational
factors, namely low parental education and lack of parental knowledge about child
exploitation laws and individual psychological factors of street children
themselves. Physical form of exploitation is the exploitation and the exploitation of
psikis. Impacts of exploitation is the impact of education, health, psychological, and
social impacts of street children.
Key words: Exploitation, Losari Beach, Street children
DAFTAR TABEL

Tabel I : Distribusi Jumlah Penduduk Dirinci Menurut Kecamatan Di Kota

Makassar 2008-2009............................................…………………. 35

Tabel II : Distribusi Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan Di Kota

Makassar……………………………………………............. ….. 36

Tabel III : Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis

Kelamin Di Kota Makassar Tahun 2009…………………………. 37

Tabel IV: Distribusi Anak Jalanan setiap Kecamatan di Kota Makassar


pada Tahun 2010……………………………….………………… 39
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Konseptual ..................................................................... 29

Gambar 2 Anjungan Pantai Losari .................................................................. 43

Gambar 3 Keindahan Pantai Losari pada Sore Hari…………………………44


DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................... i


Halaman Pengesahan ............................................................................................ ii
Halaman Penerimaan Tim Evaluasi .................................................................... iii
Pernyataan Keaslian Skripsi ................................................................................. iv
Kata Pengantar ...................................................................................................... v
Abstrak .................................................................................................................. viii
Abtrack .................................................................................................................. ix
Daftar Tabel .......................................................................................................... x
Daftar Gambar....................................................................................................... xi
Daftar Lampiran .................................................................................................... xii
Daftar Isi .................. ............................................................................................ xiii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1


A. Latar Belakang Masalah............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 9

A. Teori .......................................................................................................... 9
1. Tinjauan tentang Eksploitasi ............................................................... 9
2. Tinjauan tentang Anak Jalanan ........................................................... 10
3. Tinjauan tentang Keluarga .................................................................. 14
4. Perlindungan Anak .............................................................................. 20
5. Faktor-faktor yang Menyebabkan Eksploitasi Anak Jalanan ............ 22
6. Dampak Eksploitasi Anak................................................................... 25
B. Kerangka Konsep...................................................................................... 26
C. Definisi Operasional....................................................... .......................... 28

BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 30


A. Dasar dan Tipe Penelitian ......................................................................... 30
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 30
C. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 31
D. Informan Penelitian ................................................................................... 31
E. Teknik Analisis Data ................................................................................. 32

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ................................... 35


A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................................... 33
B. Gambaran Khusus Pantai Losari ............................................................... 41
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 46
A. Profil Informan .......................................................................................... 46
B. Bentuk-bentuk Eksploitasi Anak Jalanan di Pantai Losari ....................... 51
1. Eksploitasi Fisik .................................................................................. 51
2. Eksploitasi Psikis ................................................................................ 53
C. Faktor Penyebab Eksploitasi Anak Jalanan di Pantai Losari .................... 55
1. Faktor Ekonomi .................................................................................. 57
2. Faktor Budaya ..................................................................................... 59
3. Faktor Pendidikan ............................................................................... 61
4. Faktor Psikis........................................................................................ 64
D. Dampak Eksploitasi Anak Jalanan di Pantai Losari ................................. 65
1. Dampak Pendidikan………………………………………………… 65
2. Dampak Kesehatan ............................................................................. 67
3. Dampak Psikis .................................................................................... 68
4. Dampak Sosial .................................................................................... 71

BAB VI PENUTUP . ............................................................................................ 75


A. Simpulan ................................................................................................... 75
B. Saran ......................................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA................................................................................ ........... 77

LAMPIRAN ............................................................................................ ............ 79


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap orang tua pasti menginginkan kehadiran anak dalam sebuah rumah

tangga. Anak tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga. Kehadiran

seorang anak dalam rumah tangga adalah anugrah yang tak terhingga. Anak

adalah generasi penerus bagi orang tuanya, yang mewarisi sifat-sifat orang

tuanya, yang melanjutkan harapan dan cita-cita orang tuanya.

Anak adalah titipan Tuhan kepada orang tua untuk diasuh, dibimbing dan

dididik agar menjadi orang yang kelak berguna bagi orang tua, agama, nusa dan

bangsa. Anak sebagai pengikat bahtera rumah tangga, bahtera rumah tangga

lebih mudah untuk berakhir ketika terjadi konflik dan ketidakharmonisan antara

pasangan suami dan istri jika tidak ada anak.

Anak adalah generasi bangsa, maju mundurnya sebuah bangsa tergantung

dari kualitas generasinya. Anak sebagai penjaga dinasty dari semua keluarga,

menjunjung tinggi martabat keluarga. Anak juga masih diartikan sebagai sebuah

aset dan atau investasi keluarga, anak harus bisa berkontribusi secara ekonomi.

Begitu arti anak bagi orang tua, keluarga, masyarakat dan negara, baik secara

ekonomi, politik, sosial budaya.

Apa yang diharapkan oleh berbagai pihak, ternyata tanpa disadari telah

melahirkan sebuah beban bagi anak, agar apa yang sudah dilabelkan orang
dewasa kepada anak bisa terpenuhi. Orang dewasa seringkali hanya menuntut

agar anaknya bisa seperti yang diharapkan, tanpa melihat apakah kewajiban

kepada anaknya sudah dipenuhi, demikian juga anak, walaupun jenjang

pemikiran anak juga sangat bertingkat ketika mereka menunut apa yang menjadi

haknya. Seringkali anak tidak pernah tahu sama sekali akan hak-haknya.

Tentunya selalu bahwa kewajiban anak, adalah haknya orang dewasa (orang tua-

keluarga, masyarakat dan negara), haknya anak adalah kewajiban orang dewasa.

Untuk bisa melihat keseimbangan antara hak dan kewajiban tersebut

perlu juga kita lihat kembali, bahwa dalam UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

perlindungan anak, ada 4 hak dasar, antara lain: hak hidup, hak tumbuh

kembang, hak perlindungan dan hak untuk berpartisipasi. Sehingga ketika

seorang ibu ingin menggugurkan janin dalam kandungannya, maka saat itu juga

telah terjadi pelanggaran hak anak. Anak mempunyai hak untuk tumbuh dan

berkembang, tumbuh berarti secara fisik (tinggi dan berat badannya) sedangkan

berkembang, kejiwaannya, dari tidak bisa berbicara menjadi bisa berbicara,

anak-anak berhak untuk mendapat asupan makanan yang bergizi untuk

pertumbuhannya, perlu belajar sekolah, bermain, mendapatkan kasih sayang dan

lain-lain.

Anak berhak mendapatkan perlindungan dari berbagai tindakan

kejahatan, eksploitasi dan kekerasan oleh siapapun. Hak untuk berpartisipasi,

hak untuk berpendapat bukan hanya untuk orang dewasa, anak-anak pun berhak
untuk menyampaikan pendapatnya, gagasan dan ketidaksetujuan. Selain hak,

anak juga mempunyai kewajiban, kewajiban anak secara umum adalah

menghormati orang dewasa dan sesamanya, belajar dengan giat.

Melihat hak dasar yang secara jelas tercantum dalam undang-undang

yang ada orang tua, anggota masyarakat dan sebagai aparatur negara memenuhi

hak anak-anak. Jika melihat realitasnya sesungguhnya hak dasar anak-anak

belum sepenuhnya mampu dipenuhi bahkan yang terjadi adalah pemanfaatan

potensi anak tanpa memperdulikan kondisi anak.

Diterik matahari dan terpaan angin malam baik sendiri maupun bersama

orang tuanya anak mengkais rejeki (mengemis, mengamen) yang lebih ironis

lagi demi mendapatkan uang pada usia anak-anak mereka harus menjadi pelayan

seks dengan segala resiko, terkena stigma (perempuan nakal dan penggoda istri

orang), terkena Infeksi Menular Seksual (IMS) bahkan HIV/AIDS. Belum lagi

anak-anak yang menjadi korban kekerasan oleh orang tua/dewasa (meninggal,

cacat permanen, trauma), anak-anak menjadi korban eksploitasi seksual,

perkosaan oleh orang dewasa termasuk orang tua keluarganya. Potret

penderitaan anak jalanan di atas hanyalah sebagian dari banyak kisah pilu anak

jalanan yang hidup di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia ini.

Kondisi perekonomian bangsa Indonesia saat ini membuat setiap orang di

Indonesia harus siap bersaing demi memenuhi kebutuhannya termasuk anak

jalanan. Segala cara dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut meskipun


harus melanggar hak-hak kemanusiaan sekalipun. Hal tersebut kebanyakan

terlihat di kota-kota besar yang penduduknya lebih banyak dibandingkan dengan

penduduk desa. Ketidakmerataan pembangunan di kota dan desa membuat

banyak masyarakat berbondong-bondong datang ke kota karena tergiur oleh

fasilitas kehidupan yang ada di kota. Akibatnya kemiskinan kota kini menjadi

salah satu masalah besar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia.

Banyak penduduk di perkotaan akhirnya jatuh miskin karena tidak

memiliki modal untuk bersaing. Perkembangan perkotaan yang begitu pesat

ternyata tidak hanya dirasakan oleh para orang dewasa yang harus kerja guna

memenuhi kebutuhan hidupnya, kondisi serupa juga harus dirasakan oleh anak-

anak yang berasal dari keluarga miskin yang terpaksa harus bekerja demi

memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya.

Pada era industrialisasi yang berlangsung di Indonesia ini, yang berubah

bukanlah keterlibatan anak-anak itu di dalam angkatan kerja tetapi yang terjadi

adalah perubahan bentuk dan sifat keterlibatan mereka. Bila di era sebelumnya

anak-anak banyak terlibat di sektor pertanian yang tak dibayar karena hanya

sebatas membantu pekerjaan orang tuanya, maka pada era industrialisasi

keterlibatan anak-anak itu telah bergeser ke sektor industri, perdagangan, dan

jasa sebagai tenaga kerja upahan. Kebanyakan anak bekerja di jalanan bukanlah

atas kemauan anak jalanansendiri, melainkan sekitar 60% diantaranya karena

dipaksa oleh orang tuanya. (Kompas, 26 Februari 1999 dalam Bagong, 2010).
Menurut UNICEF bahwa jumlah anak jalanan di dunia sebanyak 100 juta.

Di Asia, menurut Childhope Asia, sebuah NGO yang berbasis di Philipina,

memperkirakan ada sekitar 25-30 juta anak jalan. Di Indonesia, berdasarkan hasil

analisis situasi mengenai anak jalanan yang dilakukan oleh Departemen Sosial

menunjukkan 230.000 pada tahun 2009 anak jalanan (Sutriyanto , 2011).

Jika dilihat dari segi penghasilan pendapatan anak jalan tidaklah sedikit,

anak jalanan seharusnya tidaklah menderita namun hal itu tentu saja tidak terjadi

karena sebagian dari penghasilan anak jalanan tentu saja diambil oleh keluarga

atau sindikat yang memeras anak jalanan selain juga karena pengelolaan uang

yang kurang baik.

Disamping itu yang memprihatinkan adalah dari segi hak anak, anak-
anak yang bekerja umumnya berada dalam posisi rentan untuk
diperlakukan salah , termasuk diekspolitasi oleh orang lain khususnya
oleh orang dewasa atau suatu sistem yang memperoleh keuntungan dari
tenaga anak (Bagong, 2010).

Kebanyakan dari anak jalanan bekerja lebih dari 8 jam perhari bahkan

sebagian diantaranya lebih dari 11 jam perhari. Banyak resiko yang harus

ditanggung oleh anak jalanan ketika anak jalanan turun ke jalan. Mulai dari

kesehatan, psikologi, pendidikan, dan resiko kekerasan yang mungkin akan

menimpa anak jalanan.

Serupa dengan kota lainnya, Makassar sebagai salah satu kota besar di

Indonesia juga menyimpan kesemrawutan kota dan segala problemanya.

Pertumbuhan infrastruktur yang begitu cepat memaksa kaum marginal di kota


Makassar ikut terdesak termasuk anak jalanan. Banyak titik yang menjadi sarang

anak jalanan, seperti Pantai Losari, pusat perbelanjaan seperti Mall (Mall

Panakkukang, Mall Ratu Indah, Makassar Town Square, dan lain-lain), dan di

setiap sudut lampu merah. Ditempat inilah anak jalanan kota Makassar bergumul

dengan kerasnya kehidupan kota. Namun salah satu tempat yang menjadi sorotan

karena lumayan banyak menampung anak jalanan adalah Pantai Losari. Kawasan

Wisata di Kota Makassar yang menyimpan panorama alam yang indah namun

ironi dengan kondisi kaum miskin yang ada disekitarnya.

Kawasan Wisata seharusnya mennyejahterakan penduduknya justru

disalahgunakan oleh para orang tua yang ada disekitar pantai dengan

memanfaatkan anak mereka untuk bekerja melayani pengunjung secara ilegal.

Kebanyakan dari anak jalanan ini berprofesi sebagai pengamen, pengemis,

pedagang asongan bahkan ada sebagian yang berlaku sebagai preman. Mereka

bekerja dari siang hingga malam hari, ini tentu saja adalah kondisi yang

memprihatinkan mengingat jam kerja yang lumayan panjang karena mereka juga

memerlukan waktu untuk belajar, gangguan kesehatan yang rentan terjadi dan

ancaman kejahatan seperti pemalakan dari preman pasar serta pergaulan bebas

seperti narkoba dan seks bebas.

Hal yang kemudian ditakutkan adalah jumlah anak jalanan diperkirakan

akan bertambah setiap tahunnya dan kondisi mereka tentu akan sangat
memprihatinkan. Berdasarkan pada masalah tersebut, maka perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut mengenai eksploitasi anak jalanan di kota Makassar.


B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang diangkat sebagai

berikut:

1. Faktor apa yang menyebabkan terjadinya eksploitasi anak jalanan di Pantai

Losari kota Makassar?

2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh eksploitasi anak jalanan di

Pantai Losari kota Makassar?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya

eksploitasi anak jalanan di Pantai Losari kota Makassar.

b. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh eksploitasi anak

jalanan di Pantai Losari kota Makassar.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Ilmiah

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dalam

memperkaya wawasan ilmu pengetahuan dan sebagai sebagai bahan acuan

bagi peneliti selanjutnya.

b. Manfaat bagi Peneliti


Merupakan konstribusi pemikiran bagi penulis dalam proses penerapan

ilmu pengetahuan yang telah diperoleh khususnya tentang eksploitasi anak

jalanan.

c. Manfaat Paktis

Sebagai bahan masukan dalam melakukan konseling permasalahan anak

serta merasang penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan

dengan masalah sosial anak di Indonesia.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori

1. Tinjauan tentang Eksploitasi

Eksploitasi berasal dari bahasa Inggris: exploitation yang berarti politik

pemanfaatan yang secara sewenang-wenang terlalu berlebihan terhadap sesuatu

subyek eksploitasi hanya untuk kepentingan ekonomi semata-mata tanpa

mempertimbangan rasa kepatutan, keadilan serta kompensasi kesejahteraan

(http//www.wikipedia2012.com).

Secara empiris , banyak bukti menunjukkan bahwa keterlibatan anak-


anak dalam aktifitas ekonomi baik di sektor formal maupun informal
yang terlalu dini cenderung rawan ekploitasi , terkadang berbahaya
dan mengganggu perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anak
(Bagong, 2010)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) eksploitasi adalah

pengusahaan, pendayagunaan, atau pemanfaatan untuk keuntungan sendiri.

Dengan kata lain pemerasan (tenaga orang) atas diri orang lain merupakan

tindakan yg tidak terpuji.

Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan

sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan oleh keluarga ataupun

masyarakat. Memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan

ekonomi, sosial ataupun politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk


mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikis & status

sosialnya (Rahman, 2007).

Pengertian lain dari eksploitasi anak adalah memanfaatkan anak secara

tidak etis demi kebaikan ataupun keuntungan orang tua maupun orang lain

(Rahman, 2007).

2. Tinjauan tentang Anak Jalanan

1. Definisi anak jalanan

Menurut Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak., yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum

berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Anak (jamak: anak-anak) adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum

dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Menurut psikologi, anak adalah

periode pekembangan yang merentang dari masa bayi hingga usia lima atau

enam tahun, periode ini biasanya disebut dengan periode prasekolah, kemudian

berkembang setara dengan tahun tahun sekolah dasar.

Anak dalam makna sosial ini lebih mengarahkan pada perlindungan

kodrati karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh seorang anak. Faktor

keterbatasan kemampuan karena anak berada pada proses pertumbuhan, proses

belajar, dan proses sosialisasi dari akibat usaha yang belum dewasa, disebabkan

kemampuan daya nalar dan kondisi fisik dalam pertumbuhan dan mental spiritual

yang berada dibawah kelompok usia orang dewasa.


Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan No.1/1974 pasal 47 (1)

dikatakan bahwa anak adalah “seseorang yang belum mencapai umur 18 tahun

atau belum pernah melangsungkan perkawinan, ada dibawah kekuasaan

orangtuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya”. Dalam Undang-

Undang No.4 tahun 1974 tentang kesejahteraan anak disebutkan anak adalah

seorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah menikah.

Konvensi Hak Anak (KHA), mendefenisikan anak secara umum sebagai

yang umumnya belum mencapai 18 tahun, namun diberikan juga pengakuan

terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalm

Perundangan Nasional. Di dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak (UUPA), anak adalah seseorang yang belum berusia 18

tahun, termasuk anak juga yang masih dalam kandungan.

Departemen Sosial Republik Indonesia (1995) mendefinisikan anak

jalanan sebagai anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk

melakukan kegiatan hidup sehari-hari dijalanan baik untuk mencari nafkah atau

berkeliaran dijalan dan tempat-tempat umum lainnya. Berdasarkan pada

penjelasan terdahulu tentang anak jalanan, dapat disimpulkan bahwa eksploitasi

anak adalah pemanfaatan untuk keuntungan sendiri melalui anak dibawah umur.

Dengan kata lain anak-anak digunakan sebagai media untuk mencari uang atau

mempekerjakan seorang anak dengan tujuan ingin meraih keuntungan.


Berdasarkan definisi operasional dan karakterisitik jenis Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial (PMKS) dimana anak jalanan termasuk kedalam jenis

penyandang masalah kesejahteraan sosial, anak jalanan adalah Anak yang

berusia 5 – < 18 tahun yang sebagian waktunya berada di jalanan sebagai

pedagang asongan, pengemis, pengamen, jualan koran, jasa semir sepatu dan

mengelap mobil (Riyadi, 2011).

a. Jenis-jenis Anak Jalanan

Menurut Surbakti dalam ada tiga kategori anak jalanan, yaitu children

on the street dan children of the street dan children in the street atau sering

disebut juga children from families of the street. Pengertian untuk children on

the street adalah anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan yang

masih memiliki hubungan dengan keluarga.

Ada dua kelompok anak jalanan dalam kategori children on the street,

yaitu anak-anak yang tinggal bersama orang tuanya dan senantiasa pulang ke

rumah setiap hari, dan anak-anak yang melakukan kegiatan ekonomi dan tinggal

di jalanan namun masih mempertahankan hubungan dengan keluarga dengan

cara pulang baik berkala ataupun dengan jadwal yang tidak rutin.

Children of the street adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh atau

sebagian besar waktunya di jalanan dan tidak memiliki hubungan atau ia

memutuskan hubungan dengan orang tua atau keluarganya. Children in the

street atau children from the families of the street adalah anak-anak yang
menghabiskan seluruh waktunya di jalanan yang berasal dari keluarga yang

hidup atau tinggalnya juga di jalanan (Bagong, 2010).

b. Ciri-ciri Anak Jalanan

Anak jalanan memiliki ciri khas baik secara psikologisnya

maupun kreativitasnya, hal ini diperjelas oleh Saparinah Sadli yang

diungkapkan oleh Sudarsono sebagai berikut:

1) Anak-anak ini mudah tersinggung perasaannya.

2) Anak-anak ini mudah putus asa dan cepat murung, kemudian nekat

tanpa dapat dipengaruhi secara mudah oleh orang lain yang ingin

membantunya.

3) Tidak berbeda dengan anak-anak yang lainnya yang selalu

menginginkan kasih sayang.

4) Anak ini biasanya tidak mau bertatap muka dalam arti bila merekadiajak

bicara, mereka tidak maumelihat orang lain secara terbuka.

5) Sesuai dengan taraf perkembangannya yang masih kanak-kanak mereka

sangatlah labil, tetapi keadaan ini sulit berubah meskipun mereka telah

diberi pengarahan yang positif.

6) Mereka memiliki suatu ketrampilan, namun ketrampilan ini tidak selalu

sesuai bila diukur dengan ukuran normatif masyarakat umumnya.

Sedangkan menurut Fachurohman ciri-ciri anak jalanan dapat dilihat dari

fisiknya yaitu mereka memiliki kulit yang kotor, kelihatan dekil dan kumuh
karena jarang mandi, juga nampak rambutnya kotor kemerah-merahan, bau

kurang sedap, pakaian tampak kumuh karena jarang dicuci, sedangkan dilihat dari

psikisnya mereka kelihatan bertemperamen tinggi, suka marah, emosional,

pemurung, jarang tersenyum, dan mudah tersinggung kepribadian labil, cuek dan

sulit diatur, berkemauan keras, pemberani dan mandiri.

(Khoirunnisa, 2011)

3. Tinjauan tentang Keluarga

a. Definisi Keluarga

Keluarga adalah sejumlah orang yang bertempat tinggal dalam satu atap

rumah dan diikat oleh tali pernikahan yang satu dengan lainnya memiliki saling

ketergantungan. Secara umum keluarga memiliki fungsi reproduksi, sosialisasi,

edukasi,rekreasi, afeksi dan proteksi. Kelompok sosial yang pertama dalam

kelompok manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial

dalam interaksinya dengan kelompoknya. Pengalaman dalam interaksi sosial,

keluarga akan menentukan cara-cara tingkah laku terhadap orang lain dalam

pergaulan sosial di dalam masyarakat.

Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 1998, keluarga adalah unit

terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang

yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan

saling ketergantungan . Menurut WHO, keluarga adalah anggota rumah tangga


yang saling berhubungan melalui pertalian darah adaptasi atau perkawinan

(Faisal , 2011).

Ramayulis mengatakan bahwa keluarga merupakan satuan sosial terkecil

dalam kehidupan umat manusia sebagai makhluk sosial, karena merupakan unit

pertama dalam masyarakat terhadap terbentuknya proses sosialisasi dan

perkembangan individu. Sedangkan menurut Cooser mengatakan bahwa keluarga

merupakan mediator dalam mengaktualisasi dan mensosialisasikan nilai-nilai

sosial. Keluarga merupakan lembaga yang paling kuat dimiliki oleh manusia dan

satu-satunya lembaga tertua didunia. Keluarga adalah tempat menghabiskan

waktu bagi seseorang di bandingkan ditempat kerja (Suhendi, 2011).

b. Ciri-ciri Keluarga

Adapun ciri-ciri keluarga (Lawang, 1976 ) adalah :

a. Para anggota dari suatu keluarga hidup bersama-sama dalam suatu rumah

tangga dan membentuk rumah tangga lagi.

b. Keluarga terdiri dari sejumlah orang yang diikat oleh ikatan perkawinan.

c. Keluarga mempertahankan suau kebudayaan bersama yang sebagian besar

dari keluarga umum yang lebih luas.

d. Didalam rumah tangga berlangsung interaksi, komunikasi dan memainkan

peranannya masing-masing.

c. Fungsi Keluarga

Menurut WHO (1978) keluarga memiliki fungsi- fungsi sebagai berikut:


1. Fungsi Biologis

1. Untuk meneruskan keturunan

2. Memelihara dan membesarkan anak

3. Memenuhi kebutuhan gizi kleuarga

4. Memelihara dan merawat anggota keluarga

2. Fungsi Psikologis

1. Memberikan kasih sayang dan rasa aman

2. Memberikan perhatian diantara anggota keluarga

3. Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga

4. Memberikan identitas keluarga

3. Fungsi Sosialisasi

1. Membina sosialisasi pada anak

2.Membina norma tingkah laku sesuai dengan tingkah perkembangan anak

3. Meneruskan nilai-nilai keluarga

4. Fungsi Ekonomi

1.Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga

2.Pengaturan dan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi

kebutuhan keluarga.

3.Menabung untuk memenuhi kebutuhah keluarga di masa yang akan datang.

Misalnya : pendidikan anak, jaminan hari tua.

5. Fungsi Pendidikan
1.Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan

membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki.

2.Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam

memenuhi perannya sebagai orang dewasa.

3.Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya.

d. Peranan Keluarga (Soekanto, 2009)

1.) Keluarga batih berperan sebagai pelindung bagi pribadi –pribadi yang

menjadi anggota, dimana ketentraman dan ketertiban diperoleh dalam

wadah tersebut.

2.) Keluarga batih merupakan unit sosial-ekonomis yang secara materil

memenuhi kebutuhan anggota-anggotanya.

3.) Keluarga batih menumbuhkan dasar-dasar bagi kaidah-kaidah pergaulan

hidup .

4.) Keluarga batih merupakan wadah dimana manusia mengalami proses

sosial awal, yakni suatu proses dimana manusia mempelajari dan

mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat

e. Persepsi Keluarga terhadap Nilai Anak

1. Kategori Nilai Anak

Menurut Arnold anak dapat dikelompokkan dalam empat empat

kategori dipandang dari sudut keuntungan dan kerugian memperoleh anak,


yaitu nilai positif, nilai negatif, nilai keluarga besar dan nilai keluarga kecil.

Penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Nilai positif (manfaat)

1) Manfaat emosional, yaitu anak membawa kegembIRan, kebahagia-an

kedalam hidup orang tuanya dan sahabat bagi orang tuanya.

2) Manfaat ekonomi dan ketenangan, yaitu anak dapat membantu ekonomi

orang tuanya, karena dapat membantu bekerja disawah atau

diperusahaan keluarga atau dengan menyumbangkan upah yang diterima

ditempat lain, mereka dapat mengerjakan tugas dirumah ( sehingga ibu

mereka dapat melakukan pekerjaan yang menghhasilkan uang ).

3) Pengembangan diri, yakni karena pemeliharaan anak adalah pengalaman

belajar bagi orang tua. Anak membuat orang tuanya lebih matang, lebih

bertanggung jawa. Tanpa anak orang tua telah menikah tidak selalu

dapat diterima sebagai orang dewasa dan anggota masyarakat

sepenuhnya.

4) Mengasuh anak, yakni orang tua memperoleh kebanggaan dan

kegembiraan dari mengawasi anak-anak dan mengajari mereka hal-hal

baru. Mereka bangga kalau bisa memenuhi kebutuhan anak-anaknya.

5) Kerukunan dan penerus keluarga, anak memperkuat ikatan perkawinan

antara suami isteri dan mengisi keutuhan perkawinan. Mereka bisa

meneruskan garis keluarga, nama keluarga, dan tradisi keluarga.


b. Nilai Negatif

1) Biaya emosional. Orang tua sangat kwatir terhadap anak-anaknya,

terutama tentang perilaku anak-anaknya, keamanan, dan kesehatan,

2) Biaya ekonomi. Ongkos yang harus dikeluarkan untuk kebutuhan anak

semakin besar

3) Keterbatasan biaya alternatif. Setelah mempunyai anak kebebasan

orang tua berkurang,

4) Kebutuhan fisik. Begitu banyak pekerjaan rumah tambahan yang

diperlukan untuk mengasuh anak, orang tua akan lebih lelah,

5) Pengorbanan kehidupan pribadi suami isteri. Waktu untuk dinikmati

oleh orang tua sendiri berkurang dan orang tua berdebat tentang

pengasuhan anak.

c. Nilai Keluarga Besar

1) Hubungan Sanak Saudara. Anak membutuhkan kakak dan

adik.Sebaliknya anak tunggal dimanjakan dan kesepian.

2) Pilihan Jenis Kelamin. Mungkin orang tua mempunyai keinginan

khusus untuk seorang anak laki-laki atau perempuan.

3) Kelangsungan hidup anak. Orang tua membutuhkan anak banyak untuk

menjamin agar beberapa bisa hidup mencapai usia dewasa, bisa

membantu mereka bila masa tua.

d. Nilai Keluarga Kecil


1) Kesehatan Ibu. Terlalu sering hamil tidak baik bagi kesehatan ibu, untuk

perlindungan kesehatan reproduksi bagi ibu, agar ibu tidak beresiko

terhadap kematian.

2) Beban Masyarakat. Dunia menjadi terlalu padat, terlalu banyak anak

akan jadi beban bagi masyarakat (http://www.ipkbkaltim.com).

2. Nilai Ekonomi Anak

Menurut Sundari dan Kuharibowo dalam Arif (1998), nilai Ekonomi

anak meliputi :

a. Harapan orang tua terhadap bantuan ekonomi di hari tua

b. Harapan terhadap bantuan dalam menyekolahkan adik-adik.

c. Harapan terhadap bantuan anak pada masa susah

d. Sumbangan pendapatan

e. Bantuan dalam pekerjaan rumah

Didalam keluarga, penyikapan orang tua terhadap anak dipengaruhi oleh

persepsi orang tua terhadap arti anak . Bagi orang tua, anak dapat dilihat dari

komoditas rumah tangga, (household commodity) yang memiliki 3 fungsi yaitu

konsumsi, investasi dan asuransi (Nurvida, 1997)

4..Perlindungan Anak

Di Indonesia telah banyak peraturan yang dibuat untuk menangani masalah

anak termasuk eksplotasi anak, baik itu perturan yang dibuat sendiri maupun

peraturan internasional yang diratifikasi. Peraturan tersebut adalah sebagai berikut:


a. Undang-undang Republic Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 Tentang

Perlindungan Anak

b. Konvensi Hak Anak PBB Tahun 1989

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan

d. UU No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

e. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia


Adapun hak-hak pokok anak menurut KHA, antara lain sebagi berikut :

1. Hak untuk hidup layak

Setiap anak memiliki hak untuk kehidupan yang laak dan

terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar mereka termasuk makanan, tempat

tinggal dan perawatan kesehatan.

2. Hak untuk berkembang

Setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan, bermain bebas,

mengeluarkan pendapat, setiap anak berhak untuk tumbuh dan berkembang

secara wajar tanpa halangan. Memilih agama, mempertahankan

keyakinannya dan semua hak yang memungkinkan mereka berkembang

secara maksimal sesuai dengan potensinya.

3. Hak untuk dilindungi

Setiap anak berhak untuk dilindungi dari segala bentuk tindakan

kekuatan, ketidakpedulian dan eksploitasi.

4. Hak untuk berperan serta

Setiap anak berhak untuk berperan aktif dalam masyarakat dan di

negaranya termasuk kebebasan untuk berperan, berinteraksi dengan orang

lain dan menjadi anggota perkumpulan.

5. Hak untuk memperoleh kehidupan.


Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan tingkat dasar,

pendidikan tingkat lanjut harus dianjurkan dan motivasi agar dapat diikuti

oleh sebanyak mungkin anak.


5. Faktor – faktor yang Menyebabkan Eksploitasi Anak Jalanan

Sesungguhnya ada banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus

dalam kehidupan di jalanan, seperti kesulitan keuangan atau tekanan kemiskinan,

ketidakharmonisan rumah tangga orang tua dan masalah khusus menyangkut

hubungan anak dengan orang tua. Kombinasi faktor-faktor ini seringkali memaksa

anak-anak mengambil inisiatif mencari nafkah atau hidup mandiridi jalanan.

Kadang kala pengaruh teman atau kerabat juga ikut menentukan keputusan untuk

hidup di jalan.

Pada batas- batas tertentu, memang tekanan kemiskinan merupakan kondisi

yang mendorong anak- anak hidup di jalanan. Namun, bukan berarti kemiskinan

merupakan satu-satunya faktor determinan yang menyebabkan anak lari dari rumah

dan terpaksa hidup di jalanan. Kebanyakan anak-anak bekerja di jalanan bukanlah

diatas kemauan sendiri melainkan sekitar 60% diantaranya karena dipaksa oleh

orang tuanya (Bagong, 1999 ).

a. Faktor Ekonomi

Teori Kelangsungan Rumah Tangga (household survival strategy)

Menurut Harbison (Bagong, 2010) bahwa dalam masyarakat

pedesaan yang mengalami transisi dan golongan miskin kota, anak jalanan

akan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia bila kondisi ekonomi

mengalami perubahan atau memburuk. Salah satu upaya yang acap kali

dilakukan untuk beradaptasi dengan perubahan adalah memanfaatkan tenaga


kerja keluarga. Kalau tenaga kerja wanita terutama ibu rumah tangga belum

dapat memecahkan masalah yang dihadapi, biasanya anak-anak yang belum

dewasa pun diikutsertakan dalam menopang kegiatan ekonomi keluarga.

Pekerjaan yang ditekuni anak-anak ini tidak terbatas pada pekerjaan


rumah tangga, tetapi juga pekerjaan upahan, baik dalam lingkungan
pedesaan sekitar tempat tinggal atau mengadu nasib ke kota.
(Bagong , 2010)

Dilihat dari sudut pandang penyebab terjadinya eksploitasi anak , teori

kelangsungan rumah tangga dapat menjelaskan alasan orang tua melakukan

ekploitasi terhadap anak anak jalanan. Desakan pemenuhan kebutuhan yang

terus menghimpit membuat orang tua, mau tidak mau harus merelakan anak

anak jalanan harus turun ke jalan membantu anak jalanan mencari uang

walaupun dengan banyak resiko yang dapat membahayakan keselamatan anak

jalanan.

Keterlibatan anak-anak untuk bekerja adalah dipengaruhi oleh adanya

faktor kemiskinan. Bagi keluarga miskin sekecil apapun penghasilan anak –

anak yang bekerja ternyata mampu menyokong kelangsungan hidup keluarga.

Artinya kontribusi ekonomi yang diberikan oleh anak dianggap penting bagi

penghasilan orang tua karena akan terjadi penurunan pendapatan orang tua

apabila anak-anak mereka berhenti bekerja (Wiyono,1997)

b. Faktor Sosial Budaya

Dalam konteks sosial budaya masyarakat Indonesia , anak yang

bekerja dianggap sebagai wahana positif untuk memperkenalkan disiplin serta


menanamkan etos kerja pada anak. Hal ini sudah menjadi bagian dari budaya

dan tata kehidupan keluarga Indonesia. Banyak orang merasa bahwa bekerja

merupakan hal positif bagi perkembangan anak sehingga sejak dini anak

dikutsertakan dalam proses kerja.

Pada beberapa komunitas tertentu sejak kecil anak-anak sudah dididik

untuk bekerja misalnya di sektor pertanian, perikanan, industri kerajinan,

nelayan dan lain-lain. Namun, pekerjaan yang dilakukan tidaklah berbahaya

bagi kondisi kesehatan anak secara fisik, mental dan sosialsehingga tidak

melanggar hak mereka sebagai anak. Proses ini seakan menjadi wadah bagi

anak untuk belajar bekerja. Sayangnya dalam perkembangan selanjutnya,

proses belajar bekerja tidak lagi berkembang sebagaimana mestinya. Berbagai

faktor menyebabkan anak terpaksa bekerja dalam situasi dan kondisi kerja

yang tidak layak dan berbahaya bagi perkembangannya (Utami, 2002).

c. Faktor Pendidikan

Pendidikan terkait erat dengan permasalahan eksploitasi anak.

Kelangkaan fasilitas pendidikan, rendahnya kualitas pendidikan dasar,

rendahnya kesadaran masyarakat khususnya orang tua, terhadap pentingnya

pendidikan, kurikulum pendidikan yang kurang akomodatif terhadap

tantangan kerja masa depan, mahalnya biaya pendidikan menyebabakan

pendidikan dipandang sebagai suatu hal yang elit dan mewah terutama

dikalangan masyarakat miskin. Kondisi ini mendorong anak untuk memasuki


dunia kerja. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang bekrja

sebagian besar berpendidikan rendah.

6. Dampak Eksploitasi Anak Jalanan

Dalam Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi oleh pemerintah

Indonesia disebutkan dan diakui bahwa anak–anak pada hakikatnya berhak

untuk memperoleh pendidikan yang layak dan mereka seyogianya tidak terlibat

dalam aktifitas ekonomi secara dini. Namun demikian, akibat tekanan

kemiskinan, kurangnya animo orang tua terhadap arti penting pendidikan dan

sejumlah faktor lain, maka secara sukarela maupun terpaksa anak menjadi salah

satu sumber pendapatan keluarga yang penting.

Keluarga dapat menjadi faktor tunggal yang terpenting apakah seorang

anak dilindungi atau tidak. Meskipun demikian, banyak kerugian yang dialami

oleh anak akibat dari turunnya anak jalanan ke jalanan mulai dari kerugian yang

menyangkut fisik, psikologis, spiritual anak jalanan. Seperti yang digambarkam

pada hasil penelitian Budi Utomo dalam tabel berikut:


Tabel 1.

Dampak Eksploitasi Anak

Aspek Permasalahan yang Dihadapi


Pendidikan Sebagian besar putus sekolah karena waktunya
habis di jalan
Intimidasi Menjadi sasaran tindak kekerasan anak jalanan
yang lebih dewasa , kelompok lain , petugas dan
razia

Penyalahgunaan obat Ngelem, minuman keras, pil KB, dan sejenisnya.


dan zat adiktif
Kesehatan Rentan penyakit kulit, PMS, gonorhoe, paru-paru.
Tempat tinggal Umumnya disembarang tempat, digubuk-gubuk,
atau di pemukiman kumuh,
Keselamatan Tertabrak, pengaruh sampah
Hubungan dengan Umumnya renggang, dan bahkan sama sekali tidak
keluarga berhubungan
Makanan Seadanya, kadang mengais dari tempat sampah,
kadang beli.

Sumber Hadi Utomo,dalam Bagong 2011

B. KERANGKA KONSEPTUAL

Perkembangan Kota Makassar yang begitu pesat membuat seluruh

elemen Kota Makassar harus ikut dalam laju pembangunan yang semakin cepat

termasuk pertumbuhan jumlah penduduk. Sebagai kota yang menjadi barometer


untuk wilayah Indonesia bagian timur, menyebabkan masyarakat berbondong-

bondong untuk menetap.

Bertambahnya fasilitas kehidupan yang dibangun oleh pemerintah dan

swasta yang memanjakan warga masyarakat dengan segala kenyamanannya.

Seperti mall atau pusat perbelanjaan lain yang semakin menjamur dan kini

menjadi saingan yang tak sepadan dengan pedagang kecil atau pasar tradisional,

atau Pantai Losari yang kini direnovasi menjadi tempat wisata yang lebih indah

namun harus menggeser pedagang kecil yang sebelumnya berjualan disepanjang

pinggir pantai.

Hal tersebut diatas adalah salah satu alasan yang membuat sebagian

rakyat kecil sekitar Pantai Losari kehilangan pekerjaannya. Akibatnya sebagian

besar dari anak jalanan harus banting setir mencari pekerjaan yang lain tanpa

harus memiliki modal usaha yang memberatkan ataupun resiko lain yang harus

ditanggung.

Salah satu cara yang digunakan oleh masyarakat ini adalah

mengerahkan seluruh anggota keluarga termasuk anak-anak yang belum

memasuki usia kerja anak jalanan tanpa memikirkan dampak negatif dari

perbuatan anak jalanan. Akibatnya Pantai Losari kini menjadi sedikit

menakutkan karena jumlah anak jalanan yang semakin bertambah .

Pendapatan dari turunnya anak-anak ke jalan tentu tidak sepadan

dengan kerugian-kerugian yang bisa terjadi saat anak jalanan tersebut berada di
jalan. Paksaan dari orang tua membuat sebagian dari anak jalanan harus

merelakan waktu bermain dan waktu belajar harus tersita karena harus mencari

uang tambahan .

Sebagian besar dari anak jalanan bekerja dari siang hingga tengah

malam. Pekerjaannya pun sangat beragam mulai dari pengamen, pejual asongan

hingga menjadi pengemis.

Pekerjaan yang selain menyita banyak waktu anak-anak termasuk

waktu anak juga membahayakan keselamatan anak. Dapat dibayangkan jika

seorang anak yang tiap hari lalu lalang diantara banyak kendaraan yang melintas

dan dikendarai oleh orang yang bertanggung jawab kemungkinan anak tertabrak

tentu sangat besar ataupun resiko kesehatan yang muncul akibat kondisi cuaca

dan banyak polusi di jalanan bisa saja mengakibatkan gangguan kesehatan.

Kondisi mental anak jalanan juga terganggu akibat pergaulan dijalanan

yang begitu bebas, seperti berkata dan berbuat kasar pada orang lain, selalu

mengandalkan kekerasan dalm setiap masalah, penyalahgunaan obat, seks bebas.

Berbuat kejahatan seperti memalak, mencuri atau menjambret bukan menjadi

hal yang buruk untuk dilakukan asalkan bisa menghasilkan uang .


Skema Kerangka Konseptual

Eksploitasi Anak Jalanan di Pantai Losari:


1. Orangtua
2. Masyarakat

Faktor Penyebab

Dampak

C. Defenisi Operasional

1. Eksploitasi adalah tindakan seseorang atau sekelompok orang yang

memanfaatkan suatu benda atau manusia secara sewenang-wenang tanpa

memperhatikan rasa kelayakan dan kepatutan.

2. Anak jalanan adalah adalah anak yang menghabisakan sebagian besar

waktunya di jalanan dan di tempat umum baik untuk mencari nafkah atau

untuk berkeliaran saja.

3. Eksploitasi anak jalanan adalah tindakan yang dilakukan orang tua yang

menyuruh anak bekerja mencari uang di jalanan atau ditempat keramaian atau

bahkan memaksa dengan kekerasan anak bekerja guna memenuhi kebutuhan

keluarga karena pendapatan orang tua yang tidak mencukupi kebutuhan

keluarga.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif artinya penelitian

dilakukan secara mendalam serta menggunakan pendekatan deskriptif yang

bermaksud untuk mendapatkan gambaran umum tentang eksploitasi anak jalanan

yang terjadi di Kota Makassar. Deskriptif yang dimaksud disini adalah dengan

menuturkan dan menggambarkan data yang diperoleh secara apa adanya sesuai

dengan permasalahan yang diteliti barulah kemudian peneliti menarik

kesimpulan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini difokuskan di Pantai Losari selama dua bulan yang dimulai

pada 13 Januari 2012 sampai dengan 21 April 2012. Alasan memilih Pantai

Losari sebagai lokasi penelitian, sebagai berikut:

1. Merupakan salah satu kawasan wisata yang utama di Makassar yang kapan

saja bisa dikunjungi oleh masyarakat.

2. Terdapat sekitar 200 orang anak jalanan yang bekerja di sekitar Pantai

Losari

3. Merupakan salah satu pusat keramaian kota Makassar yang rawan aksi

kriminal karena keamanan yang longgar.

4. Lokasinya mudah dijangkau karena dekat daerah domisili peneliti.


C. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian ini menggunakan 2 cara, yaitu :

a. Data Primer

Pengumpulan data primer penelitian ini menggunakan 2 cara yaitu :

3. Observasi : Dalam hal ini penelitian melakukan pengamatan secara langsung

untuk memperoleh data yang sekiranya mendukung dan melengkapi materi

atau data yang diperoleh dari wawancara yang dilakukan dari para responden.

4. Wawancara Mendalam : Sesuai dengan dasar penelitian yang dilaksanakan

yaitu studi kasus, maka cara pengumpulan data dengan cara wawancara

sangat tepat sebab dimungkinkan untuk memperoleh informasi lebih detail

dari objek yang diteliti.

b. Data Sekunder

Data ini diperoleh dari studi kepustakaan. Studi kepustakaan dimaksud

untuk memperoleh teori, konsep maupun keterangan-keterangan melalui hasil

penelitian, buku-buku, skripsi, majalah, atau bahan-bahan yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti. Hasil penelitian tersebut yang kemudian

dianalisis secara deskriptif.

D. Informan Penelitian

Informan penelitian pada penelitian ini di dapat dengan menggunakan

teknik purposive yaitu teknik penentuan sampel untuk tujuan tertentu saja.

Informan penelitian dalam hal ini anak jalalan di kota Makassar yang
dipergunakan sebagai sumber data primer. Anak jalanan yang dijadikan

informan adalah yang beraktifitas disepanjang Pantai Losari yaitu anak-anak

yang berprofesi sebagai pengamen, pengemis, dan pedagang asongan yang

berumur dibawah 18 tahun.

Sebelum informan dipilih terlebih dahulu dilakukan observasi.

Informan dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Jumlah informan

primer adalah 9 orang dengan rincian 3 orang pengemis, 3 orang pengamen dan

3 orang pengasong. Jumlah informan ini sengaja disamakan untuk

menyeimbangkan informasi yang didapatkan. Informan primer dalam penelitian

ini adalah anak yang berusia dibawah sekitar 5 hingga 13 tahun dan

menghabiskan sebagian besar waktunya di Pantai Losari untuk aktifitas-aktifitas

yang bersifat ekonomi yang dilatarbelakangi oleh adanya pemanfaatan tenaga

kerja mereka dari orang lain. Selain itu ada ciri-ciri yang menandai anak jalanan

pantai losari yang tereksploitasi yaitu :

1. Berprofesi sebagai pengamen , pengasong dan pengemis.

2. Tampak dekil, kotor, pakaian compang camping dan lusuh.

3. Bersikap agresif kepada pengunjung pantai karena dikejar oleh target uang

dari orangtua.

4. Selalu tampak labil, cuek , labil dan temperamen.

5. Bekerja lebih dari 4 jam perhari.


Untuk informan tambahan peneliti memilih pengunjung Pantai Losari,

orang tua anak jalanan dan pedagang sekitar Pantai Losari. Sama halnya

dengan informan primer informan tambahan berjumlah 6 orang dengan

pertimbangan keseimbangan informasi dengan rincian 2 orang orang tua anak

jalanan, 2 orang pedagang kaki lima da 2 orang pengunjung.

1. Pengunjung pantai dipilih dengan mempertimbangkan kapasitas

pengunjung seperti tingkat pendidikan dan profesi.

2. Orang tua anak jalanan dapat di ketahui dari informasi anak jalanan sendiri.

3. Pedagang disekitar pantai dapat diketahui dengan observasi di sekitar

Pantai Losari .

E. Teknik Analisis Data

Sesuai dengan penelitian ini, maka data yang ada dianalisis dengan teknik

kualitatif deskriptif, artinya data-data yang ada dianalisis di lapangan

dikumpulkan kemudian diolah dengan klasifikasi dan dianalisis secara kualitatif

dengan berpedoman pada kerangka pikiran yang telah disajikan guna

memberikan gambaran yang jelas dari masalah yang diteliti.


BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kota Makassar

1. Letak Geografis dan Topografi

Kota Makassar terletak antara koordinat 119° 24’17’38” Bujur Timur

dan kordinat 5°8’6’19 Lintang Selatan, dimana Kota Makassar terdiri atas 14

wilayah kecamatan, dengan 143 kelurahan dengan luas wilayah 1h75,77 km

persegi. Sedangkan batas - batas wilayah administratif dari letak Kota

Makassar, antara lain :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pangkep

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Maros

Secara geografis, letak kota Makassar berada di tengah diantara pulau-

pulau besar lain dari wilayah kepulauan nusantara sehingga menjadikan kota

dengan sebutan “angin mammiri” ini menjadi pusat pergerakan spasial dari

wilayah Barat ke bagian Timur maupun dari Utara ke Selatan Indonesia.

Dengan posisi ini menyebabkan Kota Makassar memiliki daya tarik kuat bagi

para imigran, baik dari Sulawesi Selatan itu sendiri maupun dari provinsi lain

terutama dari kawasan Timur Indonesia untuk datang mencari tempat tinggal

dan lapangan pekerjaan.


Kota Makassar cukup unik dengan bentuk menyudut di bagian Utara,

sehingga mencapai dua sisi pantai yang saling tegak lurus di bagian Utara dan

Barat.Di sebelah Utara kawasan pelabuhan hingga Sungai Tallo telah

berkembang kawasan campuran termasuk armada angkutan laut,

perdagangan, pelabuhan rakyat dan samudera, sebagai rawa-rawa, tambak dan

empang dengan perumahan kumuh hingga sedang. Kawasan pesisir dari arah

Tengah ke bagian Selatan berkembang menjadi pusat kota (Centre Bisnis

District – CBD) dengan fasilitas perdagangan, pendidikan, permukiman,

fasilitas rekreasi dan resort yang menempati pesisir pantai membelakangi laut

yang menggunakan lahan hasil reklamasi pantai.

Kenyataan di atas menjadikan beban kawasan pesisir Kota Makassar

saat ini dan dimasa mendatang akan semakin berat terutama dalam hal daya

dukung dan aspek fisik lahan termasuk luasnya yang terbatas. Ditambah lagi

pertumbuhan dan perkembangan penduduk sekitarnya yang terus

berkompetisi untuk mendapatkan sumber daya di dalamnya.


2. Jumlah Penduduk Kota Makassar

Tabel 1
Jumlah Penduduk Dirinci Menurut Kecamatan Di Kota Makassar
2008-2009

JUMLAH PENDUDUK LAJU


KECAMATAN PERTUMBUHAN
2008 2009
PENDUDUK

MARISO 54.616 55.431 0,93


MAMAJANG 60.394 61.294 0,45
TAMALATE 152.197 154.464 2,08
RAPPOCINI 142.958 145.090 1,62
MAKASSAR 82.907 84.143 0,54
UJUNG 28.637 29.064 0,51
PANDANG
WAJO 35.011 35.533 0,45
BONTOALA 61.809 62.731 1,09
UJUNG TANAH 48.382 49.103 1,21
TALLO 135.315 137.333 1,94
PANAKKUKANG 134.548 136.555 1,09
MANGGALA 99.008 100.484 2,98
BIRINGKANAYA 128.731 130.651 3,57
TAMALANREA 89.143 90.473 1,15

MAKASSAR 1.253.656 1.272.349 1,63


Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Makassar dalam angka 2010

Jumlah penduduk Kota Makassar pada tahun 2009 tercatat sebanyak

1.272.349 jiwa.
Tabel 2

Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan Di Kota Makassar

Kecamatan Kelurahan RT RW

Mariso 9 50 230
Mamajang 13 57 292

Tamalate 10 71 308

Rappocini 10 37 140

Makassar 14 45 149

Ujung pandang 10 58 262

Wajo 8 82 504

Bontoala 12 51 201

Ujung tanah 112 91 445

Tallo 15 101 553

Panakkukan 11 91 420

Manggala 6 66 368

Biringkanaya 7 89 480

Tamalanrea 6 82 480

Makassar 143 971 4789

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Makassar dalam angka 2010


Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa luas wilayah

administrasi Kota Makassar tercatat 175,77 Km2 yang meliputi 14 kecamatan

dan 143 kelurahan, 971 RW (Rukun Warga), dan 4.789 RT (Rukun

Tetangga).

Tabel 3
Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin
Di Kota Makassar Tahun 2009

Penduduk
Kecamatan
Laki-Laki Perempuan Jumlah
Mariso 26.719 28.712 55.431
Mamajang 29.705 31.589 61.294
Tamalate 74.745 79.719 154.464
Rappocini 69.137 75.953 145.090
Makassar 39.832 44.311 84.143
Ujung
13.795 15.269 29.064
Pandang
Wajo 17.147 18.386 35.533
Bontoala 29.460 33.271 62.731
Ujung Tanah 24.185 24.918 49.103
Tallo 67.101 70.232 137.333
Panakukkang 64.365 72.190 136.555
Manggala 48.219 52.265 100.484
Biringkanaya 62.660 67.991 130.651
Tamalate 43.200 47.273 90.473
Makassar 610.270 662.079 1.272.349
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Makassar dalam angka 2010
Makassar adalah ibu kota dari Provinsi Sulawesi Selatan dimana

merupakan salah satu kota besar di Indonesia, Makassar memiliki wilayah

seluas 175,77 km² dan penduduk sebesar kurang lebih 1,27 juta jiwa. Dalam

perkembangan Kota Makassar masih meninggalkan beberapa masalah

kesejahteraan sosial.

Salah satunya permasalahan anak jalanan. Sementara itu, menurut

perkIRan Dinas Sosial kota makassar jumlah anak jalanan di Makassar

menjelang akhir tahun 2010, sempat meningkat menjadi 1.000 orang, padahal

pada akhir tahun 2009 hingga awal tahun 2010 sempat dibawah 500 orang

ketika Perda nomor 2 Tahun 2008 tentang pembinaan anak jalanan,

gelandangan, pengemis dan pengamen mulai diterapkan, dari pendataan yang

dilakukan Dinas Sosial Kota Makassar umumnya anak jalanan berasal dari

luar daerah.

Tabel 4

Disrtibusi Jumlah Anak Jalalan di Kota Makassar Tahun 2010

No Populasi Jumlah

1. Anak jalanan 876

2. Gepeng (gelandangan dan pengemis) 340

3. Anak jalanan di sekitar pantai losari 200

Jumlah 1416
Sumber : (Dinas Sosial Kota Makassar & LSM YBAMI Kota Makassar)
Tabel dibawah ini menjelaskan jumlah anak jalanan yang tersebar di

seluruh kecamatan di Kota Makassar. Anak jalanan di kota Makassar

mempunyai mobilitas yang cukup tinggi. Pada Kecamatan Manggala, Ujung

Pandang , tidak terdapat anak jalanan yang berdomisili pada daerah tersebut,

karena merupakan dropping dari kecamatan Mariso. Sedangkan pada

kecamatan Tamalanrea dan Ujung Tanah belum ada data yang jelas tentang

jumlah anak jalanan di daerah tersebut.

Tabel 5
Distribusi Anak Jalanan setiap Kecamatan di
Kota Makassar pada Tahun 2010
Kecamatan Jumlah Anak Jalanan
Rappocini 8
Wajo 13
Mamajang 22
Biringkanaya 13
Bontoala 11
Panakkukang 299
Tamalate 47
Makassar 89
Mariso 25
Manggala -
Ujung Pandang -
Tamalanrea -
Ujung Tanah -
Tallo 96
Jumlah 623

Sumber : Dinas Sosial Kota Makassar


B. Gambaran Khusus Pantai Losari

Lokasi konsentrasi penelitian adalah Pantai Losari yang terbentang

sepanjang jalan penghibur yang terletak di sebelah barat Kota Makassar. Pantai

Losari terletak dalam wilayah kecamatan Ujung Pandang Kelurahan Maloku dan

Kelurahan Losari. Kelurahan Maloku memiliki jumlah penduduk 3.139 dengan

jumlah penduduk laki-laki 1450 dan penduduk perempuan 1689 jiwa dan

Kelurahan Losari 2.201 jiwa memiliki penduduk laki-laki dan perempuan

masing-masing 962 dan 1239. Pantai Losari memiliki luas 9988 m².

Pantai Losari adalah salah satu objek dan daya tarik wisata. Daya tarik

yang pertama dapat dilihat pada suasana waktu sore hari. Posisi pantai Losari

sangat strategis dan menjadi bagian yang menyatu dengan suasana kota Makasar

yang membentang sejauh kurang lebih 4 km. Pantai ini langsung dapat diakses

dengan jalan utama protokol utama. Dari pelabuhan Sukarno Hatta di Makassar,

pantai ini dapat ditempuh sekitar 15 menit dengan mobil atau sepeda motor. Jika

berangkat dari Bandara Hasanuddin, dapat ditempuh sekitar 45 menit dengan

mobil atau sepeda motor.

Pantai Losari merupakan pusat keramaian karena keindahan sunrise pada

pagi hari dan sunset pada sore hari. Banyaknya pengunjung Pantai Losari ini juga

disebabkan karena Pantai Losari adalah Public Space artinya masyarakat dapat

mengakses Pantai Losari dengan gratis dan hanya membayar biaya parkir bagi

masyarakat yang membawa kendaraan. Hal inilah yang menyebabkan banyak


masyarakat kota Makassar banyak menghabiskan waktu di tempat ini sehingga

para pelaku sektor informal memanfaatkan keberadaan pengunjung Pantai Losari

untuk mengais rezeki.

Dahulu, pantai yang panjangnya sekitar satu kilometer ini dikenal dengan

pusat makanan laut dan ikan bakar di malam hari karena para penjual dan

pedagang hanya beroperasi pada malam hari dan pernah dijuluki sebagai pantai

dengan meja terpanjang di dunia, karena warung tenda berjajar di tanggul pantai.

Saat ini warung-warung tenda yang menjajakan makanan laut tersebut telah

dipindahkan pada sebuah tempat di depan rumah jabatan Walikota Makassar yang

juga masih berada di sekitar Pantai Losari.

Pemerintah Kota Makassar telah mempercantik pantai adalah untuk

menciptakan sebuah paviliun seluas 100 ribu meter persegi, sehingga terlihat

lebih indah, bersih, bebas polusi dan nyaman untuk dikunjungi. Pantai Losari

memang menawarkan banyak sarana untuk banyak aktifitas yaitu aktifitas

ekonomi, hiburan, wisata dan olahraga.

Pantai Losari memiliki fitur unik dan menarik. Salah satu keunikannya

adalah para pengunjung dapat menyaksikan matahari terbit dan terbenam di posisi

yang sama. Pengunjung dapat menikmati ombak yang indah yang memecahkan

tanggul pantai dan kesejukan anging mamiri angin bertiup, menyaksikan detik di

bawah sinar matahari penuh atas cakrawala, mulai dari perubahan warna

menggeser posisinya sampai benar-benar menghilang dari penglihatan.


Di Pantai Losari masyarakat dapat menikmati penganan andalan kota

Makassar yaitu pisang epe. Pengunjung dapat menyantap pisang epe sambil

menikmati keindahan Laut. Di Pantai Losari, banyak terdapat pedagang kaki lima

yang menjual aneka dagangan, mulai dari aksesoris, mainan anak-anak, hingga

pakaian. Namun, pedagang kaki lima ini sangat ramai pada hari Minggu terutama

pada pagi hari karena banyak masyarakat Kota Makassar yang melakukan

aktifitas olahraga di sekitar Pantai Losari, seperti jogging, bersepeda atau senam.

Hal ini disebabkan karena udara Pantai Losari begitu segar dan bebas polusi pada

pagi dan sore hari.

Gambar 1. Anjungan Pantai Losari

Aktifitas hiburan juga banyak dilakukan di Pantai Losari. Pantai Losari

sangat ramai dikunjungi masyarakat pada Sabtu malam banyak muda-mudi yang
menghabis Sabtu malam mereka di Pantai Losari. Pada Sabtu malam banyak

hiburan seperti konser musik atau kegiatan sosial sering dilakukan di Anjungan

Pantai Losari.

Gambar 2 :Keindahan di Pantai Losari saat sore hari

Di sekitar objek wisata tersedia berbagai jenis kendaraan seperti bus, taksi,

dan becak yang siap mengantar pengunjung berkeliling untuk menikmati suasana

Kota Makassar. Sepanjang Jl. Penghibur juga terdapat fasilitas penginapan

tersedia mulai dari penginapan ke hotel, restoran, kafe, rumah sakit, toko kopi,

dan berbagai tempat hiburan lain, dan semua menghadap ke laut terbuka. Di Jl.
Somba Opu, tak jauh dari tempat wisata, terdapat pusat perbelanjaan kerajinan

emas dan souvenir Makassar.

Hal inilah yang menyebabkan orang tua anak jalanan memanfaatkan

banyaknya pengunjung Pantai Losari. Orang tua menyuruh anak jalanan untuk

mengamen, dengan tujuan menghibur pengunjung yang duduk di sekitar Pantai

Losari. Ada juga yang disuruh menjadi pengasong, yang menjual minuman dan

makanan ringan untuk ditawarkan kepada pengunjung dan adapula yang

berinisiatif menjadi pengemis memohon belas kasihan dari pengemis. Tercatat

sekitar 110 jumlah pedagang asongan yang berjualan di sekitar Pantai Losari dan

200 anak jalanan yang berkeliaran di sekitar pantai Losari pada tahun 2010
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan anak jalanan di Pantai Losari sebagai informan

kasus. Hal ini karena anak jalanan adalah objek dari eksplotasi orang tua, pemerintah

dan masyarakat sehingga anak jalanan dipilih sebagai sumber informasi yang utama.

Adapun informan tersebut berjumlah 9 orang yang terdiri dari 3 orang pengemis, 3

orang pedagang asongan dan 3 orang pengamen yang berusia di 6 hingga 13 tahun

yang bekerja sebagai anak jalanan lebih dari 6 bulan.

A. Profil Informan

1. MA (Pengemis )

MA adalah seorang anak yang bekerja sebagai pengemis. MA adalah

anak kedua dari empat bersaudara. Ia tinggal dengan ibunya, tiga orang

saudara kandung, ayah tiri dan tiga orang saudara tiri. Ayah kandungnya

sudah meninggalkannya sejak ia masih kecil dan sekarang bekerja di

Malaysia. Setiap harinya MA bekerja mulai pukul 10.00 pagi hingga pukul

24.00 malam. Penghasilan yang ia peroleh dari mengemis rata-rata Rp30.000

perhari. Ia sempat menuntut ilmu hingga kelas 3 SD di daerah asalnya

Galesong Kabupaten Gowa.

2. NJ ( Pedagang Asongan)
NJ adalah salah satu pedagang asongan yang berjualan di sekitar

anjungan Pantai losari. NJ adalah anak pertama dari lima bersaudara, ibunya

seorang ibu rumah tangga sedang ayahnya adalah seorang supir angkutan

umum. NJ mendapatkan barang yang akan dijual dari seorang “majikan”

kemudian dijual kepada pengunjung pantai. NJ menjajakan barang

dagangannya mulai pukul 15.30 sore hingga pukul 22.00. Menurut

pengakuannya ia bekerja atas inisiatif dirinya sendiri untuk membantu orang

tuanya mencari uang, tetapi meskipun demikian ia tetap tidak dapat

melanjutkan sekolahnya karena keterbatasan biaya. Dari pekerjaanya sebagai

pedagang asongan ia mendapatkan sekitar Rp10.000 hingga Rp 15.000

perhari.

3. YL ( pengamen)

YL adalah pengamen yang mengais rejeki di anjungan Pantai Losari

sejak 5 tahun yang lalu. YL duduk di kelas 4 SD Sambung Jawa YL adalah

anak bungsu dari 6 bersaudara. Kakak YL yang pertama adalah seorang

pedagang asongan kakak YL yang nomor dua tidak bekerja dan yang ketiga

dan kakak keempatnya bekerja di tempat pemotongan ayam serta kakaknya

yang paling muda bekerja sebagai buruh. Kelima orang kakaknya ini tidak

mengalami nasib yang sama dengan YL. Kakak YL harus putus sekolah

karena kekurangan biaya dan harus membantu orang tua mencari uang untuk

memenuhi kebutuhan keluarga.


YL tinggal di Kelurahan Tanjung Alam ini memulai aktifitas sebagai

pengemis pada pukul 12.00 dan berakhir pada pukul 00.00 malam. YL lahir

dari keluarga miskin dengan ibu yang pedagang kaki lima dan bapak YL

seorang penjual mainan anak. YL mengumpulkan Rp.20.000 perhari.

4. IR (pengemis)

IR adalah pengemis yang bersekolah di SD Sambung Jawa dan duduk

di kelas 2. Anak kedua dari 4 bersaudara ini mulai mengemis sejak 2 tahun

lalu. IR tumbuh dalam keluarga miskin dengan ayah yang bekerja sebagai

buruh dan ibu seorang ibu rumah tangga. IR yang menetap di Tanjung Alam

ini berangkat dari rumahnya pada pukul 12.00 dan kembali ke rumah pada

pukul 23.00.

5. AD (pengamen)

AD adalah anak ke 2 dari 3 bersaudara . Tahun ini genap berusia 8

tahun. Lahir dari keluraga yang serba berkecukupan, ayah AD berprofesi

sebagai penjual balon dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Kakak pertama AD

berprofesi sebagai pengamen kini duduk di kelas 1 SMP sedangkan adik AD

baru menginjak kelas 1 SD. AD sendiri duduk di kelas 2 SD Sambung Jawa.

Setiap harinya AD mendapat uang sekitar Rp.10.000 hingga Rp.20.000

perharinya. AD bekerja mulai pukul 17.00 hingg pukul 22.00

6. SY (pengamen )
SY adalah anak tunggal dari orang tua yang hidup serba

berkecukupan. Ibu SY hanyalah seorang ibu rumah tangga dan ayah seorang

tukang becak. Pendapatan ayah SY dari menarik becak tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhan SY dan ibunya karena SY memiliki saudara tiri yang

masih harus dibiayai oleh oleh SY. SY masih berumur 10 tahun. SY duduk di

kelas 3 SD Sambung Jawa .

7. AY (pengemis)

AY adalah anak jalanan yang berprofesi sebagai pengemis yang

berumur 6 tahun. AY baru mengemis 5 bulan terakhir ini. AY yang tinggal di

Tanjung Pesawi Dalam ini mengumpulkan Rp.20.000- Rp.30.000 perharinya.

AY anak ke 3 dari empat bersaudara. AY lahir dari yang ayah bekerja

sebagai buruh bangunan dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Kakak pertama

AY sekarang duduk di kelas 4 SD dan berprofesi sebagai pedagang asongan

sedangkan kakak kedua AY duduk di kelas di SD dan berprofesi sebagai

pengemis. Adik AY yang terakhir berumur 3 tahun tinggal bersama ibu AY di

rumah.

8. HF (pedagang asongan)

HF adalah salah seorang siswa SD Rajawali yang berdagang asongan

berumur 10 tahun. HF merupakan anak bungsu dari 4 bersaudara . Kakak HF

juga memiliki profesi yang sama. Ibu HF yang berdagang kaki lima sekitar

Pantai Losari sedangkan ayah HF bekerja di tempat pelelangan ikan.


9. HS (Pedagang Asongan)

HS bekerja sebagai pedagang asongan sudah lebih dari setahun.

HS adalah anak tunggal dari ibu yang berprofesi sebagai pedagang kaki lima

dan ayah yang bekerja sebagai buruh bangunan. HS masih bersekolah di SD

Sambung Jawa kelas 4. Tahun ini HS berumur 10 tahun. Setiap hari HS pergi

bekerja bersama ibunya ke Pantai sekitar pukul 12.00 dan pulang ke rumah

pada malam hari pukul 22.00.

Selain informan primer, penelitian ini juga menggunakan informan

tambahan untuk melengkapi informasi yang diberikan oleh informan primer.

Adapun informan tambahan tersebut dipilih oleh peneliti dengan

mempertimbangkan kapasitas informan yang digunakan. Informan tambahan

tersebut terdiri atas 2 pengunjung Pantai Losari, 2 Pedagang yang berjualan

disekitar Pantai, 2 orang tua anak jalanan. Adapun informan tambahan

tersebut adalah sebagai berikut :

1. TJ (Pengunjung Pantai Losari)

TJ adalah supir bus pariwisata yang hamper setiap minggu berkunjung

ke Pantai Losari. TJ berusia 36 tahun dan pendidikan terakhirnya adalah S1.

2. AS ( Pengunjung Pantai Losari)

AS adalah pengunjung Pantai Losari yang berprofesi sebagai

wiraswasta. Pendidikan terakhir AS adalah SMA dan berusia 27 tahun. AS


juga hampir setiapa akhir pecan menghabiskan waktunya di Pantai Losari

untuk sekedar jalan- jalan dan refreshing.

3. ST ( Ibu dari HF )

ST adalah orang tua HF yang berprofesi sebagai pedagang kaki lima.

Pendidikan terakhirnya adalah SD dan berusia 41 tahun.

4. SJ (Ayah AD)

SJ adalah orang tua dari AD. SJ adalah seorang penjual balon berusia

42 tahun dan terakhir kali duduk di bangku sekolah saat ia duduk di Sekolah

Dasar.

5. BL (Penjual bakso)

BL adalah penjual bakso. Pendidikan terakhir BL adalah Sekolah

Dasar. BL sudah 2 tahun menjual bakso di sekitar Pantai Losari. BL

mengaku sudah sangat akrab dengan anak-anak di sekitar Pantai Losari.

6. WW (Penjual keripik)

WW menjual keripik singkong sudah sekitar 7 tahun dan mulai

berjualan di sekitar Pantai Losari sekitar 3 tahun lalu. WW terakhir

bersekolah pada tingkatan SMP. Pria keturunan Jawa ini berusia 27 tahun.

B. Bentuk-bentuk Eksploitasi Anak Jalanan di Pantai Losari

Banyak bentuk- bentuk eksploitasi anak yang dilakukan oleh orang tua dan

masyakat sekitar anak jalanan bekerja. Baik itu eksploitasi fisik maupun psikis
anak, baik di rumah maupun di tempat bekerja eksploitasi ini dilakukan oleh

orang tua yang harusnya mendidik anak jalanan, petugas razia yang seharusnya

melindungi, pengunjung dan preman yang ada disekitar Pantai Losari

1. Eksploitasi Fisik

Eksploitasi fisik lebih cenderung pada tindak kekerasan fisik. Selain

karena himpitan ekonomi yang menjadi faktor utama anak jalanan bekerja

ada kesalahan orang tua yang sangat fatal yaitu mereka justru tidak bekerja

sedangkan anak mereka yang notabene tidak punya kewajiban untuk mencari

uang harus rela mengorbankan masa kana-kanak mereka yang seharusnya

diisi dengan kegiatan belajar dan bermain.

Eksploitasi anak jalanan oleh orang sangat bervariasi. Ada orang tua

yang memperbolehkan anaknya belajar sambil bekerja, ada yang tidak

memasang target pendapatan tapi ada juga yang mematok target penghasilan

setiap harinya. Orang tua anak jalanan ini justru banyak yang memasang

target pendapatan setiap hari bahkan ada yang memasang target yang cukup

tinggi dan apabila dalam setiap harinya target tidak dapat dipenuhi anak

jalanan kerap terjadi kontak fisik seperti dicubit sampai kulitnya berwarna

merah atau di pukul dengan sandal atau sapu. Hal ini tentu saja menimbulkan

kerugian yang besar bagi anak karena fisik mereka yang tersakiti .

Eksploitasi anak jalan di Pantai Losari ini bersifat ganda, selain

dieksploitasi oleh orang tua, sering kali mereka harus memberikan sejumlah
uang kepada preman yang berkeliaran di sekitar pantai. Perlakuan yang sama

terkadang harus diterima oleh anak jalanan, pemaksaan yang berakhir dengan

kontak fisik seperti dipukul dan ditendang. Eksploitasi fisik tidak hanya

dilakukan oleh masyarakat awam bahkan aparat penegak hukum kerap kali

melakukan tindak kekerasan terhadap anak jalanan. Para petugas razia anak

jalanan dalam hal ini adalah Satpol PP sering kali melakukan tindak

kekerasan terhadap anak jalanan baik itu terhadap anak jalanan yang bersalah

maupun yang tidak bersalah. Bentuk kekerasan fisik yang sering diterima

oleh anak jalanan yaitu didorong, dipukul, ditampar, ditendang dan diseret

masuk ke dalam mobil. Tindak kekerasan ini terjadi pada saat petugas

melakukan razia di Pantai Losari dan di Kantor Polisi saat anak jalanan di

tahan. Seperti pengakuan informan SY.

Kalo ada polisi dating lari ka saya cepat karena biasa ki na pukul
sama na tending kalo tidak mau ki ikut baru na tarek tommi baju ta
sampe ta masuk ke mobil,baru sampe ta lagi di kantor polisi di kasi
begitu ki lagi (Wawancara, 25 Februari 2011)

Eksploitasi ini akan terus berlanjut hingga anak jalanan tumbuh

dewasa mengingat posisi anak jalanan memang sangat lemah. Anak tidaklah

sepatutnya mendapat tindak kekerasan apalagi dengan alasan sepele bahkan

dengan alasan yang memang seharusnya tidak dilakukan oleh anak jalanan

seperti mencari uang. Dari segi fisik anak sulit melakukan perlawanan karena

harus berhadapan dengan orang dewasa seperti orang tua preman pemalak
dan petugas razia dan dari segi sosial anak tidak memeperoleh perlindungan

dan pembelaan dari banayak pihak.

2. Eksploitasi Mental atau Psikis

Berbeda dengan eksploitasi secara fisik, eksploitasi mental atau psikis

lebih berdampak buruk pada anak jalanan karena dapat menganggu pola

perilaku serta kejiwaan anak jalanan. Anak jalanan yang notabene

mendapatkan image negatif dari masyarakat menjadi sasaran empuk bagi

kata-kata kotor atau makian. Eksploitasi mental ini juga banyak diterima dari

berbagai kalangan baik dari orang tua, teman, preman, bahkan pengunjung.

Makian berupa kata-kata kotor sering diterima anak jalanan ketika di rumah

saat uang hasil bekerja tidak memenuhi target yang ditentukan orang tua.

Orang tua anak jalanan sering berkata kotor seperti ana’ sundala atau

kurang ajara kepada anak mereka tanpa memikirkan dampak psikis yang

ditimbulkan. Selain di rumah di tempat bekerja anak jalanan juga

mendapatkan tekanan psikis. Tekanan tersebut berasal dari preman , dan juga

pengunjung Pantai Losari. Preman Pantai yang kerap kali memeras anak

jalanan tidak segan-segan mengancam anak jalanan, dan memanggil anak

jalanan dengan kata-kata kotor seperti sundala atau plesetannya seperti

sambala atau songkolo apabila anak jalanan menolak untuk memberikan

uang. Seperti penuturan Informan HS.

Biasa ka na bilangi itu preman “sundala” kalo tidak ku kasi i


uang, mau diapa na sedikit tonji juga di dapat mau juga di kasi
mamata, tapi terpaksa kukasi ji juga karena na ba’ji ki kalo
tidak di kasi i uang, dia tommi besar disitu dia tommi juga
sering mintaki uang anak kecil (Wawancara, 24 Februari 2012)

Pengunjung Pantai Losari juga kerap kali melakukan eksploitasi anak

jalanan melalui perlakuan tidak menyenangkan seperti cibiran, hinaan dan

bahkan terkadang mengeluarkan kata-kata kotor. Hal ini terjadi karena

pengunjung merasa tidak nyaman dengan perilaku anak jalanan yang

terkadang memaksa untuk diberi uang seperti pengamen yang sering

memaksa pengunjung memberikan uang meskipun pengunjung merasa tidak

menikmati hiburan berupa lagu ataupun pengunjung sudah memberi uang

kepada pengamen sebelumnya.

Perlakuan kasar seperti kata-kata kotor adalah hal yang buruk yang

tidak boleh dilakukan kepada anak termasuk anak jalanan. Masa anak-anak

adalah masa belajar dan bersosialisasi dalam tahap perkembangan hidup

manusia. Jika masa pada anak-anak, anak selalu mendengar, menerima

perlakuan kasar berupa kata-kata kotor, cacian, hinaan maka anak akan

merasa tertekan, menjadi labil, putus asa dan akan terbiasa dengan keadaan

tersebut dan pada gilirannya anak akan melakukan hal yang sama pada orang

lain sama halnya dengan yang mereka terima.

C. Faktor Penyebab Eksploitasi Anak di Pantai Losari

Salah satu tempat dikota Makassar yang marak dengan anak jalanan yaitu

kawasan Pantai Losari yang merupakan kawasan pariwisata di Makassar, tempat


ini selalu ramai dengan pengunjung pada sore dan malam hari karena keramaian

tempat ini menjadikan lahan bagi anak jalanan mencari nafkah.

Anak jalanan di kawasan Pantai Losari kebanyakan berprofesi sebagai

pengamen, pedagang asongan, pengemis, hingga ada juga yang berprofesi

sebagai preman. Jumlah anak jalanan di pantai losari sebanyak 150 anak jalanan,

anak jalanan yang ada berusia di kawasan pantai losari dari 4 - < 17 tahun.

Mereka rata-rata berasal dari keluarga miskin.

Orangtua anak jalanan kebanyakan berpendidikan rendah atau tidak

berpendidikan sama sekali dan sebagian besar tidak bekerja atau hanya bekerja

serabutan seperti tukang sapu jalanan atau pedagang asongan. Dengan jumlah

anak jalanan sebanyak 150 orang tentu saja saingan dalam mendapatkan uang

juga banyak sehingga sering muncul perselisihan antar pengamen atau sesama

penjual asongan.

Terkadang demi untuk memenuhi target pendapatan yang harus diperoleh

setiap harinya, anak jalanan tidak segan-segan untuk memaksa pengunjung untuk

memberikan uang kepada mereka bahkan ada beberapa yang melakukan aksi

kriminal seperti pengroyokan apabila pengunjung tidak memberikan sesuai

dengan yang mereka inginkan. Hal ini tentu saja disebabkan oleh adanya target

uang yang harus didapatkan perharinya yang ditentukan oleh orang tua anak

jalanan tersebut. Apabila target yang diberikan tidak bisa dipenuhi mereka

seringkali mendapatkan perlakuan kasar seperti pemukulan atau mendapatkan


kata-kata kasar. Selain di rumah anak jalanan terkadang dibayang-bayangi oleh

pemalakan yang kerap kali dilakukan oleh preman yang berkeliaran sekitar

pantai.

Anak jalanan hanya bisa pasrah jika harus diperas karena jika tidak

diberikan preman seringkali melakukan kekerasan seperti pemukulan. Selain itu

setiap harinya anak jalanan yang berada di Pantai Losari ini selalu was-was

karena setiap saat satpol PP dating dan menertibkan mereka. Mereka bahkan

sering di bawa secara paksa oleh satpol PP karena kebanyakan dari anak jalanan

menolak untuk ditertibkan.


1. Faktor Ekonomi

Faktor Ekonomi adalah salah satu faktor penyebab eksploitasi anak jalanan.

Berdasarkan penuturan informan penelitian yang berjumlah 9 orang, dapat

disimpulkan bahwa mayoritas anak jalanan dieksploitasi karena desakan orang

tua, Alasannya adalah himpitan ekonomi yang terus membelenggu sehingga anak

jalanan dipaksa membantu orang tua untuk mencukupinya kebutuhan keuangan

keluarga. Seperti yang dikutip pada wawancara dengan Informan MA

Na suruh ka mamaku pergi mappala-pala karena tidak adami katanya


uanna, kalo tidak pergi ka mappala-pala apa mi mau kumakan.
Bapaku juga tidak cukup uang na bawa pulang sedangkanna itu tidak
sekolah tomma kodong juga (Wawancara, 25 Februari 2012)

Menurut pengakuan MA, ia bekerja sebagai pengemis karena disuruh oleh

ibunya. Ibunya mengaku tidak memiliki uang karena ayah tirinya yang hanya

bekerja sebagai tukang sapu jalanan tidak dapat membiayai kebutuhan ibunya

beserta dengan saudara- saudara. MA mengaku dengan alasan yang sama ibunya

harus memberhentikan ia sekolah dan harus menghabiskan masa kanak-kanaknya

dengan mengemis pada pengunjung Pantai Losari.

a. Pengangguran

Salah satu faktor yang menyebabkan kemiskinan adalah meningkatnya

jumlah pengangguran. Beban anak jalanan akan bertambah karena orang tua

mereka yang notabene mempunyai kewajiban untuk mencari uang justru tidak

bekerja. Inilah yang menyebabkan anak yang harus turun tangan membantu
memenuhi kebutuhan keluarga. Padahal jika orang tua yang bekerja tentu

akan memiliki pendapatan yang lebih banyak ketimbang anak-anak yang

hanya memiliki kemampuan seadanya saja. Terbukti dengan jenis pekerjaan

anak jalanan yang hanya serabutan seperti mengamen, mengemis atau

mengasong. Kutipan dalam wawancara dengan Informan YL.

Banyak saya kakakku yang bekerja tapi sedikit ji gajinya,


bapakku juga penjual mainan ji kodong ta sedikit ji uang na
bawa pulang mamaku juga tidak ada kodong na kerja tinggal
ji dirumah jaga i adekku (Wawancara, 25 Februari 2012)

Masalah pengangguran ini terjadi karena sedikitnya lapangan kerja

jika pun ada pekerjaan tersebut memerlukan keterampilan yang tidak dimiliki

orang tua anak jalanan ini disebabkan orang tua anak jalanan rata- rata

berpendidikan rendah sehingga tidak memiliki keterampilan yang dapat

diterima pada pekerjaan yang layak. Akhirnya, orang tua anak jalanan

terpaksa bekerja serabutan dan seadanya sesuai dengan batas kemampuan

mereka. Ini berdampak pada rendahnya pendapatan orang tua.

b. Rendahnya Pendapatan Orang Tua

Pendapatan orang tua yang rendah tentu saja tidak akan mencukupi

kebutuhan keluarga apalagi jika keluarga yang memiliki banyak anak. Banyak

anak berarti banyak kebutuhan yang harus dipenuhi. Jika pendapatan orang

tua yang rendah dan tidak mencukupi kebutuhan keluaraga tentu saja anak

dalam hal ini yang seharusnya dibiayai oleh orang tuanya harus bekerja untuk
membiyai kebutuhannya bahkan kebutuhan orang tua. Tidak adanya

manajemen keuangan yang baik dalam keluarga anak jalanan juga adalah

masalah besar karena kondisi keuangan keluarga anak jalanan tidak akan

mengalami kemajuan . Anak jalanan akan terus menjadi kambing hitam jika

keuangan dalam keluarga tetap menipis. Seperti pengakuan informan IR.

Apa tommi kodong mau kumakan sama adekku itu kalo tidak bekerja
ka, ini saja tidak cukup biasa ku makan. Mau diapa bapakku tukang
batu ji baru mamaku juga tidak bekerja, kalo ada ji juga rumah mau
dibikin kerjaji, kalo tidak ada , tinggal mi juga dirumah saya mi yang
cari uang sendiri.( Wawancara tanggal 25 februari 2012)

2. Faktor Budaya

a. Persepsi Orang Tua terhadap Nilai Anak

Anak merupakan aset yang sangat berharga bagi orang tua. Anak

menjadi investasi bagi keluarga terutama masalah ekonomi. Bagi orang tua

memiliki anak berarti memiliki masa depan yang dapat lebih baik. Persepsi

tentang nilai anak bervariasi pada setiap orangtua.Begitu pula dengan

perlakuan orang tua terhadap adanya persepsi tersebut.

Sama halnya dengan orang tua yang lain. Orang tua anak jalanan juga

demikian. Mereka menganggap anak adalah investasi yang baik dan bernilai

ekonomi yang tinggi dalam keluarga. Anak memiliki potensi yang dapat

membantu perekonomian keluarga. Baik itu sebatas membantu pekerjaan

rumah tangga maupun bekerja di luar rumah dan menghasilkan uang .

Pekerjaan yang ditekuni anak-anak ini tidak terbatas pada pekerjaan


rumah tangga, tetapi juga pekerjaan upahan, baik dalam lingkungan
pedesaan swkitar tempat tinggal atau mengadu nasib ke kota.
(Bagong Suyanto, 2010)

Persepsi orang tua tersebut kebanyakan disalahartikan oleh orang tua

sehingga banyak orang tua secara sewenang-wenang mempekerjakan anak

mereka meski sudah melewati batas kewajaran seperti memaksa anak mereka

bekerja, dan akan melakukan tindak kekerasan kekerasan fisik dan mental

jika akan mereka tidak bekerja.

Pada kasus anak jalanan di Pantai Losari ditemukan kasus orang tua

yang mempekerjakan anak jalanan sudah melewati batas kewajaran.

Kebanyakan orang tua anak jalanan memaksa anak mereka bekerja untuk

memberikan pemasukan tambahan bagi keluarga. Seperti pengakuan ST

orang tua HF.

Kusuruh anakku pergi menjual karena apa tommi itu na kerja di


rumah , kalo pulangg i sekolah tidak ada tonji na kerja di rumah. Ka
besar tommi juga, harus mi juga itu na bantu orang tuana
(Wawancara, 30 Maret 2012)

b. Penanaman Etos Kerja Sejak Dini terhadap Anak

Pada dasarnya penanaman etos kerja sejak dini kepada anak-anak adalah

hal yang positif bagi anak. Pada kasus eksploitasi anak jalanan di Pantai Losari ini

anak jalanan dididik untuk belajar mencari uang namun dalam perkembangannya

orang tua sering kali mengabaikan batas-batas kemampuan kerja seorang anak.

Anak-anak jalanan di Pantai Losari bekerja dari pukul 12.00 hingga 22.00 tentu

adalah diluar batas kewajaran dan sudah tidak merujuk pada tujuan pendidikan
bekerja pada anak. Anak jalanan mengalami banyak ancaman ditempat mereka

bekerja.

Resiko pekerjaaan seperti terbatasnya waktu belajar, kesehatan yang

memburuk, pergaulan bebas serta ancaman yang dapat membahayakan

keselamatan anak adalah hal yang tidak sesuai dengan kaidah mendidik untuk

disiplin bekerja. Bekerja tidak selalu harus dilakukan diluar rumah, sebenarnya

seorang anak yang membantu orang tuanya di rumah sudah dapat dikatakan

mendidik anak untuk disiplin untuk bekerja. Meskipun, tidak menghasilkan uang ,

resiko bekerja di rumah lebih sedikit ketimbang bekerja di luar rumah. Sepert yang

dikutip pada wawancara dengan ST ibu HF.

Biarmi tommi saya anakku bekerja supaya tidak kuajar mi nanti kalo
sudah besar, bisa mi cari uang sendiri. Apalagi tidak susah tonji itu
kusurukanki. Begitu tonji ka kasian dulu waktu kecilku kerja tonji ka
juga ada tommi juga uang kudapat (Wawancara, 30 Maret 2012)

3. Faktor Pendidikan

a. Rendahnya Pendidikan Orang tua

Pendidikan orang tua yang rendah mengakibatkan kurangnya

pemahaman mereka terhadap arti pentingnya pendidikan bagi seorang anak.

Orang tua anak jalanan notabene adalah juga dulu bernasib sama dengan anak

mereka sekarang. Ketidakpahaman mereka tentang arti pendidikan inilah yang

menyebabkan orang tua anak jalanan mengeksploitasi anak mereka. Bentuk

eksploitasi anak jalanan di Pantai Losari bervariasi. Mulai dari yang hanya

sekedar menyuruh bekerja namun membebaskan untuk belajar sambil bekerja


dan tidak memasang target penghasilan bekerja setiap hari, ada juga yang

memasang target penghasilan setiap hari dan bahkan jika target tidak

terpenuhi anak jalanan harus menerima perlakuan kasar seperti makian, kata-

kata kotor, bahkan sampai pada kontak fisik.

Rendahnya pendidikan orang tua ini, juga menyebakan anak jalanan

harus merelakan waktu merelakan terbengkalainya pendidikan anak jalanan.

Orang tua tidak sadar akan pentingnya pendidikan bagi masa depan seorang

anak dan hanya menyuruh anak jalanan bekerja karena pemahaman mereka

sekolah hanya menghabiskan uang dan waktu saja padahal uang untuk makan

pun sangat susah. Orang tua tidak sadar jika pendidikan anak mereka lebih

baik hal itu dapat membantu meningkatkan taraf hidup keluarga mereka

kelak.

Pemikiran orang tua anak jalanan yang dapat bekerja itu saja sudah

cukup karena pengalaman mereka yang tidak berpendidikan pun masih bias

bertahan hidup dengan keterampilan mereka bekerja. Pada kasus anak jalanan

di Pantai Losari ini, terlihat dari rendahnya pendidikan orang tua anak jalanan.

Dari penuturan anak jalanan dan orang tua anak jalanan sendiri , orang tua

anak jalanan rata-rata hanya tamatan SD. Seperti pengakuan Informan MA.

Mamaku kodong sampe kelas 3 ji SD sekolana, bapakku juga SD ji


sekolana,begitu tomma juga kodong tidak sekolah ma iya saya, mau
diapa tidak ada uang dipake sekolah, pernah ada sekolah gratis tapi
buku sama tasna dibeli tonji juga jadi sama tonji (Wawancara, 25
Februari 2012)
b. Orang Tua Tidak Mengetahui dan Memahami Peraturan Mengenai

Eksploitasi Anak

Di Indonesia sudah banyak hukum yang mengatur masalah anak juga

eksploitasi anak. Mulai dari Konvensi Hak Anak hingga undang-undang

tentang Perlindungan Anak. Namun, peraturan tersebut tidak serta merta

diketahui dan dipahami oleh para orang tua yang melakukan eksploitasi

anak. Meskipun mereka mengerti aplikasi hukum dan sangsi yang akan

menjerat orang tua anak jalanan tersebut, lemahnya kekuatan hukum

terhadap pelaku eksploitasi membuat orang tua tidak jera melakukan

kesalahan yang sama tersebut.

Orang tua beranggapan bahwa percuma saja menuruti peraturan

pemerintah, padahal pemerintah sendiri tidak mempedulikan mereka. Orang

tua anak jalanan juga beranggapan bahwa masalah yang berurusan dengan

anak mereka adalah masalah domestik keluarga mereka tidak perlu

dicampuri oleh Negara. Seperti yang dituturkan oleh SJ, orang tua dari AD

tidak ada kutau saya itu masalah undang-undang, karena tidak pernah
juga nabilang pemerintah, malas tong ja juga saya ikuti itu
pemerintah tidak na perhatikan miki mau tong juga na parutusu i
semua, biar tong ananya orang na parutusu (Wawancara, 4 Februari
2012)

Masalah orang tua yang tidak mengetahui dan memahami undang-

undang mengenai eksploitasi anak-anak adalah akibat dari rendahnya


pendidikan orang tua, sehingga masalah yang urgen dalam hal ini yang

harusnya cepat diselesaikan adalah masalah pendidikan.

4. Faktor Psikis

a. Faktor Individual Anak Jalanan

Anak jalanan tidak hanya mendapatkan eksploitasi di rumah tapi juga

di tempat mereka bekerja. Eksploitasi berupa perlakuan kasar, seperti makian,

kata-kata kotor, hinaan bahkan sampai kontak fisik diterima anak jalanan dari

berbagai pihak seperti preman di sekitar pantai, petugas razia dan pengunjung

pantai. Namun, eksploitasi ini ada juga disebabkan oleh anak jalanan itu

sendiri.

Anak jalanan terkadang agresif dan memaksa untuk diberikan uang

oleh pengunjung sehingga pengunjung juga kerap kali berbuat kasar kepada

anak jalanan bahkan anak jalanan terkadang berbuat kriminal terhadap

pengunjung pantai seperti mencuri dan mencopet akibatnya anak jalanan

harus menanggung resiko seperti pengucilan dari masyarakat ataupun

penggroyokan hingga berurusan dengan pihak berwajib.

Pada saat dilakukan razia anak jalanan juga kerap kali menolak untuk

ditangkap dan bahkan kabur sehingga petugas razia melakukan tindakan

memaksa anak jalanan seperti diseret dan dibuang. Namun, perilaku agresif

anak jalanan tersebut tidak hanya berasal dari diri mereka sendiri ada alasan

yang mendorong anak jalanan melakukan perbuatan tersebut yaitu


pemakasaan orang tua akan uang harus mereka dapatkan dalam setiap

harinya.

Sama seperti anak pada umumnya anak jalanan juga memilih bermain

atau belajar ketimbang harus bekerja. Namun, desakan dan ancaman dari

orang tua tidak mampu ditepis oleh anak jalanan, ini disebabkan tingginya

rasa kewajiban berbakti dan ketergantungan kepada orang tua masih melekat

pada diri anak-anak.

D. Dampak Eksploitasi Anak Jalanan di Pantai Losari

Banyak dampak negatif yang harus di tanggung oleh anak jalanan akibat

turunnya anak ke jalanan, mulai dari dampak fisik, pendidikan, pergaulan bebas,

intimidasi dari orang dewasa dan lain-lain.

1. Dampak pendidikan

Dampak pendidikan adalah salah satu dampak yang sangat

berpengaruh bagi anak jalanan. Dampak ini terlihat jelas seperti

terganggunya waktu belajar atau bahkan sampai putus sekolah . Anak jalanan

tidak diberi kesempatan untuk belajar dengan jam kerja yang sangat panjang,

belum lagi anak jalanan harus beristirahat karena kelelahan sehabis bekerja

seperti yang dialami oleh Informan YL .

Tidak ada waktuku kodong belajar, karena mulai dari pulangku


sekolah singgah ja di rumahku ganti baju sama makan itu langsung
ma pergi mengamen pulangku mengamen langsung ka tidur karena
capek sekalika jadi tidak ku kerja mi bisaa PR ku (Wawancara, 9
Maret 2012)
YL kerap tidak mempunyai waktu untuk belajar karena sehabis pulang

sekolah YL hanya makan siang dan berganti pakaian di rumah setelah itu YL

ke tempat ia bekerja dan kembali ke rumah ketika malam sudah larut. Nasib

yang lebih buruk dialami oleh NJ, NJ bahkan putus sekolah akibat

keterbatasan biaya yang dimiliki orang tuanya. Seperti yang dikutip dalam

wawancara dengan Informan NJ .

Sebenarnya mau tonja ia sekolah, tapi bagaimana mi kalo tidak ada


uangna mamaku, jadi lebih baik pergi ka menjual minuman, ada
tommi uang ku kasi mamaku ada tommi juga uangku .Biar tommi
tidak sekolah ka (Wawancara, 25 Februari 2012)
NJ juga sama dengan anak jalan yang lain yang ingin sekolah. Namun

NJ hanya bisa pasrah ketika ia hanya bisa melihat teman-temannya yang lain

bisa bersekolah sedangkan ia hanya pengamen. Namun, lama kelamaan NJ

mengaku ketagihan untuk berdagang dan tidak tertarik lagi untuk bersekolah.

Dampak eksploitasi anak terhadap pendidikan seperti yang dialami

oleh anak jalanan tentu sangat mengkhawatirkan, anak jalanan bahkan

kehilangan selera belajarnya karena sudah merasa menikmati profesinya

sebagai pengamen dan secara tidak sadar anak jalanan telah diburamkan dan

memburamkan masa depannya sendiri dan melupakan tanggung jawabnya

generasi penerus bangsa. Dalam UU Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002

ayat 9 ”Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam

rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan

minat dan bakatnya”.


Perlakuan orang tua anak jalanan secara tidak langsung telah

merampas hak pendidikan karena tidak memberi kesempatan untuk belajar

mengerjakan tugas-tugas sekolah dan bahkan kesempatan untuk mengenyam

pendidikan di lembaga formal seperti sekolah.

2. Dampak Fisik

Orang tua anak jalanan seringkali mengabaikan kesehatan anak jalanan

yang terpenting bagi mereka hanyalah uang yang diperoleh oleh anak jalanan.

Perlakuan kasar dari orang tua, preman ataupun petugas razia seperti dipukul,

di tampar, dicubit, dan ditendang adalah damapak fisik yang seringkali

diterima anak jalanan. Perlakuan seperti ini kerap diterima anak jalanan ketika

anak jalanan tidak menuruti kemamuan orang tua, preman dan petugas razia

tersebut.

Anak jalanan mengaku perlakuan tersebut meninggalkan luka yang serius

ditubuh mereka seperti lebam, benjol hingga berdarah. Namun, hal tersebut

sudah terbiasa dialami oleh anak jalanan sehingga rasa sakit akibat kontak

fisik tersebut sudah tidak anak jalanan rasakan apalagi mereka tidak mampu

melawan karena fisik anak jalanan lebih kecil untuk melawan.

Sepanjang hari anak jalanan berada di alam terbuka seperti di Pantai

Losari mulai dari siang hingga larut malam. Anak jalan tentu saja tidak lepas

dari sengatan matahari, terpaan angin malam dan hujan. Seperti pada

pengakuan Informan IR.


Sering ka batuk-batuk , baru panas juga badanku, apalagi kalo
malam minggu, sampe tengah malam ka dari pantai , baru besoknya
tambah panas badanku . Besoknya tidak pergi ka sekolah tapi pergi
tonja mappala-pala lagi ( Wawancara, 3 Maret 2012)

IR mengaku kesehatannya sering terganggu karena terlalu lama bekerja

dan hal itu berdampak pada pendidikannya yang harus terbengkalai. Ironisnya

IR tetap pergi mengemis meskipun sedang sakit. Kesehatan yang terganggu

dapat berdampak pada terganggunya aktifitas yang lain terutama pendidikan.

Kesehatan anak jalanan memburuk bukan hanya diakibatkan oleh lamanya

waktu kerja anak jalanan .

Anak jalanan di Pantai Losari bekerja sekitar 8-12 jam perhari.

Panjangnnya jam kerja membuat anak jalana n rentan terkena penyakit. Selain

itu, anak jalanan kurang mendapat asupan gizi yang dapat menunjang

kesehatan kesehatan yang baik bagi anak jalanan. Anak jalanan terkadang

hanya makan 2 kali dalam sehari itupun jika pendapatan mereka lebih dari

target tapi jika pendapatan mereka hanya sedikit, anak jalanan terkadang

hanya makan sekali dalam sehari yaitu sebelum berangkat kerja, kalaupun

anak jalanan makan di tempat kerja itu hanya seadanya saja.

3. Dampak Psikis

Intimidasi Petugas Razia dan Preman

Dampak yang cenderung tidak terlihat dari kasus anak jalanan ini adalah

dampak psikis. Intimidasi dari orang dewasa seperti orang tua, satpol PP dan

preman, terkadang harus mereka terima. Intimidasi yang diterima oleh anak
jalanan yang paling buruk adalah dari orang tua mereka. Intimidasi orang tua

terhadap anak jalanan diperoleh dari perlakuan orang tua kepada anak jalanan

apabila anak jalanan tidak membawa uang yang cukup dari target pendapatan

perhari dari hasil bekerja di Pantai Losari.

Adanya target pendapatan ini membuat anak jalanan merasa tertekan dan

ketakutan karena jika target tidak terpenuhi mereka akan mendapat perlakuan

kasar dari orang tua mereka seperti makian bahkan ada yang yang sampai dicubit

dan dipukul. Seperti pengakuan Informan AY.

Sering ka na ba’ji mamaku kalo tidak cukup uang kubawa pulang ,


bisaa na cubit ka samapai merah-merah itu tanganku, bisaa ka juga
na pukul pake sandal, baru sering juga bicara kotor (Wawancara, 3
Maret 2012)
Selain orang tua, intimidasi dari yang kerap diterima anak jalanan adalah

intimidasi dari satpol PP. Satpol PP sering kali berbuat kasar terhadap anak

jalanan saat melakukan penangkapan . Menurut pengakuan Informan AD.

Pernah ka na tangkap polisi , na lemapar-lemapar ki masuk ke mobil ,


baru tidak na kasi makan ki , baru bisaa ki na ba’ji , na tendang, tidak
bisa ki kodong melawan karena anak kecil ji ki.( Wawancara, 3 Maret
2012)
Bentuk intimidasi yang dilakukan satpol PP seperti pemukulan,

menendang, berkata-kata kasar dan bahkan tidak diberikan makanan dalam

jangka waktu yang lama adalah hal yang tidak sepantasnya dilakukan kepada

anak jalanan mengingat anak-anak masih memiliki kondisi mental yang masih
lemah. Salah satu perlakuan buruk Satpol PP lainnya adalah mereka kerap kali

salah tangkap saat mencari tersangka kriminal.

Satpol PP sering kali melakukan kekerasan tanpa alasan terhadap anak

jalanan karena sering kali anak jalanan yang menjadi sasarannya belum tentu

adalah tersangka yang mereka cari. Hal ini tentu saja menimbulkan tekanan

mental bagi anak jalanan . Psikis anak jalanan menjadi tertekan, ketakutan dan

selalu merasa gelisah. Tekanan anak jalanan semakin bertambah karena jarang

sekali ada pihak yang simpati kepada mereka, baik itu keluarga , pengunjung

ataupun masyarakat sekitar Pantai Losari.

Anak jalanan memang sasaran yang empuk bagi orang dewasa sebagai

korban kekerasan. Preman di sekitar Pantai Losari juga tidak segan untuk

memeras uang anak jalanan meskipun mereka notabene memiliki profesi yang

sama namun hanya usia yang berbeda. Preman di sekitar Pantai Losari

kebanyakan adalah anak jalanan yang lebih dewasa. Berumur diatas 17 tahun.

Anak jalanan sering kali mendapat perlakuan kasar dari preman ketika anak

jalanan tidak memberika uang kepada preman. Preman tidak segan-segan

memukul atau menampar anak jalanan apabila permintaan mereka tidak dipenuhi

oleh anak jalanan. Seperti yang dikutip dari WW seorang penjual keripik kentang.

Disini tidak adaji preman yang orang dewasa tapi yang seumur SMA ji
ada, bisaa na mintaki uangnya itu yang anak kecil yang mengemis,
kalo tidak di kasi uang bisaa napukuli itu anak kecil kodong
(Wawancara, 7 April 2012)
Dalam situasi dilematis sepeti ini anak jalanan harus memilih memberikan

uang kepada preman atau harus rela dipukuli oleh preman. Yang lebih ironi, uang

pendapatan anak jalanan akan berkurang sehingga mereka harus bekerja keras

memenuhi target jumlah uang yang harus mereka bawa ke rumah atau jika tidak

perlakuan yang sama akan diberikan oleh orang kepada anak jalanan.

Tekanan psikis itu akan terbawa sampai mereka dewasa sehingga

kebanyakan anak jalanan yang sewaktu kecil sering dikucilkan oleh orang-orang

yang seharusnya mengasihinya akan menjadi streotipe terhadapa orang lain,

seperti penjelasan dalam UU tentang HAM PASAL 58.

Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari


segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan
buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua
atau walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggungjawab atas
pengasuhan

Undang-undang tersebut memberikan pembelaan terhadap anak jalanan

dari segala bentuk kekerasan baik fisik maupun mental sehingga siapapun yang

melakukan kekerasan terhadap anak sama saja dengan melanggar hukum .

Namun, hal yang lebih urgen adalah intimidasi berupa kekerasan seperti itu lebih

berdampak serius pada kondisi kejiwaan anak. Anak akan selalu merasa tertekan

sulit bergaul dan akan selalu menggunakan kekerasan aktifitasnya.

4. Dampak Sosial

a. Perilaku Kekerasan dan Tindak Kriminal


Dampak perilaku kekerasan dan kriminal adalah akibat dari intimidasi

orang dewasa terhadap anak jalanan, baik itu dari orang tua, preman,

maupun petugas razia anak jalanan sehingga anak jalana juga melakukan hal

yang sama kepada orang lain. Seperti yang dituturkan oleh pengunjung AS.

Terkadang malas ka kesini (Pantai Losari) karena pernahka kesini


na ada pengunjung na pukuli pengamen karena tidak di kasi uang.
Pertamanya pengamen besar ji yang mappukul tapi lama- lama ikut
tongngi itu teman-temannya yang kecil pi lagi (Wawancara, 7 april
2012)

Perilaku pengamen yang memukuli pengunjung karena tidak diberi

uang tentu adalah perilaku yang sangat disayangkan karena mengingat

pengunjung seharusnya diberikan kenyamanan dan keamanan karena

kebanyakan tujuan mereka ke Pantai Losari adalah untuk refreshing atau

untuk melepaskan penat. Meskipun pemukulan tersebut dimotori oleh

pengamen dewasa namun pengamen yang masih remaja juga ikut

membantu. Perilaku kriminal lainnya yang dilakukan anak jalanan di Pantai

Losari adalah mencopet. Menurut salah seeorang supir bus pariwisata Kota

Makassar , TJ .

Pernah ka satu kali bawa tamu kesini, ada amplop na pegang, belum
na buka itu itu amplopnya , dating mi anak pengemis rampas ki baru
na bawa lari terpaksa pasrah mami kodong itu orang karena mau
diapa na anak kecil juga kasian tong ki liatti , mau di kejar na
jauhmi, isinya juga itu amplop tidak seberapa ji (Wawancara, 7 april
2012)

Perilaku kriminal seperti mencopet dilakukan annak jalanan bukan

tidak mungkin adalah jalan pintas yang dilakukan untuk mencukupi


pendapatan untuk dibawa pulang ke rumah karena sering kali uang hasil

mereka bekerja tidak cukup selain karena anak ajalan yang sudah lelah

bekerja, Pantai Losari juga kerap sepi pengunjung. Dampak kriminal seperti

seperti ini merupakan patologi sosial yang meresahkan pengunjung dan

pedagang di sekitar pantai dan menganggu kenyamanan dan keamanan

masyarakat setempat.

b. Pergaulan Bebas

Banyak hal yang bisa terjadi saat anak jalanan berada di tempat kerja.

Dampak negative seperti penyalahgunaan obat terlarang dan zat adiktif,

ngelem, seks bebas dan lain-lain. Dampak seperti ini banyak membawa

dampak buruk bagi anak jalanan baik dari kesehatan fisik, mental, bahkan

nyawa anak jalanan ikut menjadi taruhannya. Dampak seperti ini biasanya

tertular oleh pergaulan dengan teman-teman yang salah dan kebanyakan anak

jalanan yang melakukannya diatas usia 10 tahun.

Salah satu yang paling mencolok di pantai Losari adalah aktifitas

ngelem di kalangan anak jalanan. Ngelem adalah kegiatan mengisap atau

menghirup uap dari lem, yang biasanya dapat mengakibatkan perasaan

melayang tetapi dapat berakibat fatal bagi pemakainya karena dapat

menganggu saraf otak karena lem yang dihirup banyak mengandung bahan

kimia yang berbahaya. Seperti yang dituturkan oleh salah satu pengunjung

pantai Losari BL
Itu anak-anak pengamen disini sering isap lem, biar pergi
mengamen na bawa tong itu lemnya (Wawancara, 30 maret
2012)

Pengakuan NJ seorang pedagang asongan yang sering melakukan

aktifitas ngelem.

Biasanya kalo tidak menjual ka, istirahat ka dulu sambil isap lemku,
biasanya lem fox atao lem alteko ku isap , enak mentong dirasa,
melayang-layang itu pikiran baru pake kantong plastik tonji ka juga
jadi tidak terlalu bahaya ji (Wawancara, 9 maret 2012)
Meskipun menurut pengakuan anak jalanan mereka menggunakan

kantong plastik sewaktu ngelem namun, efek dari ngelem tetap saja

berbahaya. Karena pemakaian lem akan menimbulkan ketergantungan dan

pemakaian lem secara terus menerus akan memberikan efek yang buruk

hingga bisa membahayakan nyawa anak jalanan.


BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan

1. Faktor penyebab eksploitasi anak di jalanan adalah kemiskinan, pengangguran,

rendahnya pendapatan orang tua, persepsi orang tua yang salah mengenai nilai

anak, penanaman etos kerja pada usia dini, rendahnya pendidikan orang tua,

orang tua tidak mengetahui dan memahami peraturan mengenai eksploitasi

anak dan faktor yang berasal dari dalam diri anak jalanan sendiri yang

terkadang mengundang orang lain untuk melakukan eksploitasi. Bentuk-bentuk

eksploitasi anak jalanan di Pantai Losari berupa eksploitasi fisik dan mental

atau psikis.

2. Eksploitasi telah mengabaikan hak-hak anak jalanan banyak menyebabkan

kerugian bagi anak jalanan baik dari segi pendidikan , kesehatan , psikis dan

sosialnya.

B. Saran-saran

1. Anak jalanan sama potensinya dengan anak pada umumnya, anak jalanan juga

merupakan generasi penerus bangsa sehingga harus diperhatikan

eksisitensinya. Banyaknya undang-undang mengenai perlindungan anak

jalanan akan manjadi sia-sia jika tidak ada ketegasan untuk mengimplementasi

undang-undang tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah

memberikan penyuluhan kepada orang tua anak jalanan tentang sanksi yang

diberikan terhadap orang tua yang melakukan eksploitasi kepada anak mereka.
2. Persoalan anak jalanan dapat diselesaikan dengan cara menarik masalah anak

jalanan keluar dari maslah domestik keluarga sehingga orang tua anak jalanan

tidak bisa sewenang-wenang memperlakukan anak jalanan.

3. Persoalan anak jalanan dapat dapat diselesaikan dengan mengaktifkan LSM

yang menangangi anak jalanan sehingga dapat memberantas anak jalanan dan

memberdayakan keluarga anak jalanan


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Anwar, ,Evi Nurvida. dan Toro S Wongkaren. 1967. Masalah Anak dan Implikasi
Ekonomi. Jakarta: LP3ES
Gosita, Arif. 1998. Masalah perlindungan Anak. Jakarta: Akademika Pressindo
Hanindita, Wiyono, Nurhadi. 1994. Anak-anak Jalanan dalam Warta Demografi
Tahun ke 24. Jakarta: Universitas Indonesia
Lawang, Robert M.Z. 1985. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Karunika
Moleong, J. Lexy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosda
Karya
Riyanto, Agus, (Ed). 2004. Perlindungan Anak: Sebuah Buku Panduan Bagi
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Interparlementasi Union: UNICEF
Robert, K. Yin. 2000. Studi Kasus (Desain dan Model). Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Soekanto, Soerjono, 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo
Persada
Soetomo. 2010. Masalah Sosial dan Upaya Penangannya. Jogjakarta: Pustaka
Pelajar
Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Suhendi, Hendi dan Wahyu Ramdani. 2001. Pengantar Studi Sosiologi Keluarga.
Bandung: Pustaka Setia
Suyanto, Bagong. 2010. Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana
Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Utami, Andri Yoga dkk.2002. Pekerja Anak di India. Jakarta: Jarak
Wiyono, Nurhadi. 1997. Masalah-masalah Pekerja Anak. Jakarta: Yayasan
Kesejahteraan Anak Indonesia.
B. Skripsi
Faisal. 2011. Peran Perempuan di Sektor Informal Terhadap Ekonomi Rumah
Tangga (Kasus Perempuan Pedagang Kaki Lima di Universitas
Hasanuddin). Skripsi S1 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universiatas Hasanuddin
Rahman, Astriani. 2007. Eksploitasi Orang Tua terhadap Anak Dengan
Mempekerjakan Sebagai Buruh. Skripsi S1 Fakultas Psikologi Universitas
Gunadarma
Riadi, Buyung. 2011. Tindakan Sosial Anak Jalanan (Pengamen)di Kawasan
Pantai Losari. Skripsi 1 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Univeresitas Hasanuddin.
C. Internet
wikipedia.com diakses tanggal 22 Januari 2012
Khoirunnisa. Pengertian Anak Jalanan. 2011. http://id.shvoong.com/social-
sciences/education/2179548 pengertian-anak-jalanan, di akses tanggal 12 maret
2012
http://www.ipkbkaltim.com/?p=1214 Persepsi Keluarga terhadap Nilai Anak,
diakses tanggal 30 Maret 2012
http://dreamhouse.happyshine.org/solidaritas.html , diakses tanggal 7 April 2012

Sutriyanto, Eko. Jumlah Anak di Indonesia. 2011. http://www.tribunnews/jumlah-


anak-jalanan-230-ribu-di-indonesia. com, Diakses tanggal 24 April 2012.
LAMPIRAN

Lampiran I

JADWAL PENELITIAN
No. Jenis Kegiatan Waktu Pelaksanaan Keterangan
1 Persiapan Teknis minggu ke dua sampai tiga Persuratan dan
Januari 2012 konsultasi pra
penelitian
2 Observasi Minggu ke empat Januari
2012
3 Wawancara Bulan Februari sampai
April 2012
4 Analisis data Selama bulan April
5 Kegiatan lain Kegiatan yang
berhubungan dengan
penelitian seperti
penyusunan laporan
dan konsultasi
dengan dosen
pembimbing
Lampiran 2 Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Wawancara dengan informan YL

Gambar 2. Wawancara dengan informan AY dan IR

Gambar 3. Wawancara dengan informan SY


Gambar 4. Wawancara dengan informan AD

Gambar 5. Wawancara dengan informan HF, NJ, dan MA


Lampiran 3

BIODATA PENULIS

Nama : Hilmy Nasruddin S

Tempat, Tanggal Lahir : Bajo, 2 Desember 1989

Agama : Islam

Kewarganegaraa : Indonesia

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jln. Sahabat 3, Tamalanrea Indah Kec.


Tamalanrea, Makassar

NO HP :085240878522

Riwayat Pendidikan : SD Negeri 1 Bajo (1997-2002)

SMP Negeri 1 Bajo (2002-2005)

SMA Negeri1Bajo (2005-2008)

Universitas Hasanuddin (2008-2012)

Anda mungkin juga menyukai