Anda di halaman 1dari 7

Gambar bekas gigitan ular.

(A) ular tidak berbisa tanpa bekas taring, (B) ular


berbisa dengan bekas taring

2.5 Penatalaksanaan Gigitan Ular Berbisa

Langkah-langkah yang harus diikuti pada penatalaksanaan gigitan ular


berdasarkan SIKer Nas adalah:

1. Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan


ular sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh
korban sendiri atau orang lain yang ada di tempat kejadian. Tujuan
pertolongan pertama adalah untuk menghambat penyerapan bisa,
mempertahankan hidup korban dan menghindari komplikasi sebelum
mendapatkan perawatan medis di rumah sakit serta mengawasi gejala dini
yang membahayakan. Kemudian segera bawa korban ke tempat perawatan
medis.
Metode pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan korban yang
cemas; imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit
dengan cara mengikat atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi
kontraksi otot, karena pergerakan atau kontraksi otot dapat meningkatkan
penyerapan bisa ke dalam aliran darah dan getah bening; pertimbangkan
pressure-immobilisation pada gigitan Elapidae; hindari gangguan terhadap
luka gigitan karena dapat meningkatkan penyerapan bisa dan
menimbulkan pendarahan lokal.
2. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang
aman dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot
untuk mencegah peningkatan penyerapan bisa.
3. Pengobatan gigitan ular
Pada umumnya terjadi salah pengertian mengenai pengelolaan gigitan ular.
Metode penggunaan torniket (diikat dengan keras sehingga menghambat
peredaran darah), insisi (pengirisan dengan alat tajam), pengisapan tempat
gigitan, pendinginan daerah yang digigit, pemberian antihistamin dan
kortikosteroid harus dihindari karena tidak terbukti manfaatnya.
4. Terapi yang dianjurkan meliputi:
a. Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril
b. Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun
elastis dengan lebar + 10 cm, panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di
sekeliling bagian tubuh yang tergigit, mulai dari ujung jari kaki sampai
bagian yang terdekat dengan gigitan. Bungkus rapat dengan perban
seperti membungkus kaki yang terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu
kencang agar aliran darah tidak terganggu.

Gambar Imobilisasi bagian tubuh menggunakan perban

Penggunaan torniket tidak dianjurkan karena dapat mengganggu aliran


darah dan pelepasan torniket dapat menyebabkan efek sistemik yang
lebih berat
c. Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang meliputi
penatalaksanaan jalan nafas; penatalaksanaan fungsi pernafasan;
penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan resusitasi perlu
dilaksanakan bila kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan
shock, shock perdarahan, kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang
tiba-tiba memburuk akibat terlepasnya penekanan perban,
hiperkalaemia akibat rusaknya otot rangka, serta kerusakan ginjal dan
komplikasi nekrosis lokal.
d. Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan
toksoid maka diberikan satu dosis toksoid tetanus.
e. Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara
intramuskular.
f. Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat
mati/panik.
g. Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas
protein, maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari
serum kuda. Di Indonesia, antibisa bersifat polivalen, yang
mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular. Serum antibisa ini
hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang luas.

Penatalaksanaan gigitan ular berdasarkan hospital care of children antara


lain:
1. Pertolongan pertama
a. Lakukan pembebatan pada ekstremitas proksimal jejas gigitan untuk
mengurangi penjalaran dan penyerapan bisa. Jika gigitan kemungkinan
berasal dari ular dengan bisa neurotoksik, balut dengan ketat pada
ekstremitas yang tergigit dari jari-jari atau ibu jari hingga proksimal
tempat gigitan.

b. Bersihkan luka

c. Jika terdapat salah satu tanda di atas, bawa anak segera ke rumah sakit
yang memiliki antibisa ular. Jika ular telah dimatikan, bawa bangkai ular
tersebut bersama anak ke rumah sakit tersebut

d. Hindari membuat irisan pada luka atau menggunakan torniket.

2. Perawatan di rumah sakit


a. Pengobatan syok/gagal napas
a) Atasi syok jika timbul.

b) Paralisis otot pernapasan dapat berlangsung beberapa hari dan hal ini
memerlukan intubasi (lihat buku panduan pelatihan APRC/APLS dari
UKK PGD-IDAI) dan ventilasi mekanik (lihat buku panduan pelatihan
Ventilasi Mekanik pada Anak dari UKK PGD-IDAI) hingga fungsi
pernapasan normal kembali; atau ventilasi manual (dengan masker atau
pipa endotrakeal dan kantung (Jackson Rees) yang dilakukan oleh staf dan
atau keluarga sementara menunggu rujukan ke rumah sakit rujukan yang
lebih tinggi terdekat. Perhatikan keamanan fiksasi pipa endotrakeal.
Sebagai alternatif lain adalah trakeostomi elektif.

b. Antibisa
Jika didapatkan gejala sistemik atau lokal yang hebat (pembengkakan pada
lebih dari setengah ekstremitas atau nekrosis berat) berikan antibisa jika tersedia.
a) Siapkan epinefrin SK atau IM bila syok dan difenhidramin IM untuk
mengatasi reaksi alergi yang terjadi setelah pemberian antibisa ular (lihat
di bawah).
b) Berikan antibisa polivalen. Ikuti langkah yang diberikan dalam brosur
antibisa. Dosis yang diberikan pada anak sama dengan dosis pada orang
dewasa.

1) Larutkan antibisa 2-3 kali volume garam normal berikan secara


intravena selama 1 jam. Berikan lebih perlahan pada awalnya dan
awasi kemung-kinan terjadi reaksi anafilaksis atau efek samping yang
serius

c) Jika gatal atau timbul urtikaria, gelisah, demam, batuk atau kesulitan
bernapas, hentikan pemberian antibisa dan berikan epinefrin 0.01 ml/kg
larutan 1/1000 atau 0.1 ml/kg 1/10.000 SK. Difenhidramin 1.25
mg/kgBB/kali IM, bisa diberikan sampai 4 kali perhari (maksimal 50
mg/kali atau 300 mg/hari). Bila anak stabil, mulai kembali berikan antibisa
perlahan melalui infus.
d) Tambahan antibisa harus diberikan setelah 6 jam jika terjadi gangguan
pembekuan darah berulang, atau setelah 1-2 jam, jika pasien terus
mengalami perdarahan atau menunjukkan tanda yang memburuk dari efek
neurotoksik atau kardiovaskular.

Transfusi darah tidak diperlukan bila antibisa telah diberikan. Fungsi


pembekuan kembali normal setelah faktor pembekuan diproduksi oleh hati. Tanda
neurologi yang disebabkan antibisa bervariasi, tergantung jenis bisa.
a) Pemberian antibisa dapat diulangi bila tidak ada respons.
b) Antikolinesterase dapat memperbaiki gejala neurologi pada beberapa
spesies ular (lihat buku standar pediatri untuk penjelasan lebih lanjut).

3. Pengobatan lain
a. Pembedahan
Mintalah pendapat/pertimbangan bedah jika terjadi pembengkakan pada
ekstremitas, denyut nadi melemah/tidak teraba atau terjadi nekrosis lokal.
Tindakan bedah meliputi:
a) Eksisi jaringan nekrosis

b) Insisi selaput otot (fascia) untuk menghilangkan limb compartments, jika


perlu

c) Skin grafting, jika terjadi nekrosis yang luas

d) Trakeostomi (atau intubasi endotrakeal) jika terjadi paralisis otot


pernapasan dan kesulitan menelan.

4. Perawatan penunjang
a. Berikan cairan secara oral atau dengan NGT sesuai dengan kebutuhan per
hari. Buat catatan cairan masuk dan keluar

b. Berikan obat pereda rasa sakit

c. Elevasi ekstremitas jika bengkak


d. Berikan profilaksis antitetanus

e. Pengobatan antibiotik tidak diperlukan kecuali terdapat nekrosis

f. Hindari pemberian suntikan intramuskular

g. Pantau ketat segera setelah tiba di rumah sakit, kemudian tiap jam selama
24 jam karena racun dapat berkembang dengan cepat.

Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way (Depkes, 2001):

1. Derajat 0 dan 1: ditandai dengan rasa sakit lokal, edema, tidak ada tanda-
tanda toksisitas sistemik, dan hasil laboratorium yang normal., tidak
diperlukan SABU; dilakukan evaltinsi dalam 12 jam, jika derajat
meningkat maka diberikan SABU
2. Derajat II : Envenomasi sedang ditandai dengan rasa sakit lokal yang
hebat; edema lebih dari 12 inci di sekitar luka; dan toksisitas sistemik
termasuk nausea, vomitus dan penyimpangan pada hasil laboratorium
(misalnya penurunan jumlah hematokrit atau trombosit).dapat di berikan 3
— 4 vial SABU;
3. Derajat III : 5 —15 vial SABU;
4. Derajat IV : berikan penambahan 6 — 8 vial SABU, Untuk derajat 3 dan 4
termasuk derajat berat, ditandai dengan ptekie, ekimosis, sputum
bercampur darah, hipotensi, hipoperfusi, disfungsi renal, perubahan pada
protrombin time dan tromboplastin time parsial teraktivasi, dan hasil-hasil
abnormal dari tes-tes lain yang menunjukkan koagulopati konsumtif.

Penderajatan envenomasi merupakan proses yang dinamis. Dalam beberapa jam,


sindrom ringan awal dapat berkembang menjadi sedang bahkan reaksi yang berat

2.6 Pemeriksaan Penunjang


2.6.1 Pemeriksaan darah: Hb, Leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit,
waktu perdarahan, waktu pembekuan, waktu protobin, fibrinogen, APTT, D-
dimer, uji faal hepar, golongan darah dan uji cocok silang.

2.6.2 Pemeriksaan urin: hematuria, glikosuria, proteinuria (mioglobulinuria),


EKG, Foto dada.

SIKer Nas. . Penatalaksanaan Racun Akibat Gigitan Ular Berbisa.


[serial online].
http://www2.pom.go.id/public/siker/desc/produk/racunularberbisa.pdf
diakses pada 27 Mei 2017.

Hospital Care Of Childern. 2016. Gigitan Ular. [serial online].


http://www.ichrc.org/16-gigitan-ular diakses pada 27 Mei 2017.

Oleh

Efi Pandan Sari NIM 142310101061

Anda mungkin juga menyukai