Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN ANALISA KASUS

PADA PASIEN TN. EKO P DENGAN NYERI DADA PADA HEMODIALISA

STUDI KASUS DI RUANG HEMODIALISA RSUD DR SARDJITO

YOGYAKARTA

Disusun oleh:
Agus Susanto, Amd. Kep.
Nidya Ernawati, Amd. Kep
Titin Widarwanti, Amk

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERAWAT GINJAL INTENSIF


RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA
TAHUN 2017
BAB 1

PENDAHULUAN

Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan
penurunan Glomerulus Filtrate Rate (GFR) serta peningkatan kadar albumin dalam urine.
(Kidney International Organization, 2009)

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah). (Menurut Brunner & Suddarth, 2002).
Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal cukup tinggi. Di Amerika Serikat
misalnya angka kejadian penyakit gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 tahun. Tahun 1996
terjadi 166.000 kasus. GGT (gagal ginjal tahap akhir) dan pada tahun 2000 menjadi 372.000
kasus. angka ini diperkirakan, amsih akan terus naik. Pada tahun pada tahun 2010 jumlahnya
diperkirakan lebih dari 650.000 kasus.Selain diatas, sekitar 6 juta hingga 20 juta individu di
Amerika diperkirakan mengalami GGK (gagl ginjal kronis) tahap awal. Hal yang sama juga
terjadi di Jepang di negeri Sakura itu, pada akhir tahun 1996 di dapatkan sebanyak 167.000
penderita yang menerima, terapi pengganti ginjal. Sedangkan tahun 2000 terjadi peningkatan
lebih dari 200.000 penderita. (Santoso Djoko, 2008. Hal 2).
Di indonesia peningkatan penderita penyakit ini mencapai angka 20%. Pusat data dan
informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PDPERSI) menyatakan jumlah
penderita gagal ginjal kronik diperkirakan sekitar 50 orang per satu juta penduduk.berdasarkan
data dari Indonesia Renal Registry, suatu kegiatan registrasi dari perhimpunan nefrologi
Indonesia, pada tahu 2008 jumlah pasien hemodialisa (cuci darah) mencapai 2260 orang dari
2146 orang pada tahun 2007.(Roderick, 2008).
Bila seseorang mengalami penyakit ginjal kronik sampai pada stadium 5 atau telah
mengalami penyakit ginjal kronik (gagal ginjal) dimana laju filtrasi glomerulus (15 ml/menit)
ginjal tidak mampu lagi menjalankan seluruh fungsinya dengan baik maka dibutuhkan,
Terapi untuk menggantikan fungsi ginjal. Hingga saat ini dialisis dan transplantasi ginjal
adalah tindakan yang efektif sebagai terapi untuk gagal ginjal terminal (Nikon D.
Cahyaningsih, 2009. hal:1).
Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti
air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran
semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisa pada ginjal buatan dimana terjadi
proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi. Pasien gagal ginjal menjalani proses hemodialisa 1-3
kali seinggu dan sitiap kali nya memerlukan waktu 2-5 jam, kegiatan ini akan berlangsung terus
menerus sepanjang hidupnya (Hadibroto, 2007).
Pasien gagal ginjal kronik sangat bergantung kepada terapi hemodialisa untuk
menggantikan fungsi ginjalnya. “HD dapat memperpanjang usia tanpa batas yang jelas, namun
tindakan ini tidak akan mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang mendasari, juga tidak
akan memperbaiki seluruh fungsi ginjal. Pasien tetap akan mengalami sejumlah permasalahan
dan komplikasi”. Secara tidak langsung menjalani terapi hemodialisa juga berarti menggangu
pekerjaannya dan gairah bekerja menurun, karna harus menjalankan peraturan pengobatan yang
dirasakan. Begitu juga prilaku yang dijalankan selama ini harus berubah, seperti perubahan diet
yang tadinya bebas sekarang dibatasi baik dalam asupan protein maupun jumlah cairan yang
masuk, tidak boleh merokok, tidak boleh minum yang beralkohol dan lain sebagainya.
Perubahan prilaku ini sangat sulit sehingga kecenderungan untuk mengikuti peraturan
pengobatan yang telah ditetapkan sangat rendah karna peraturan tersebut sangat mengikat
dengan aktifitas individu. (Smeltzer dan Bare, 2004).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Menurut IASP (International Association for the Study of Pain) nyeri adalah
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan,
baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut
(Zacharoff et al., 2010; MOH Malaysia, 2013; AMA, 2013).
Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada dan
seringkali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada (referred pain).
Nyeri Coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard karena suplai
aliran darah koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi untuk kebutuhan metabolisme
miokard.
Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena lapisan
paru saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit, sedangkan pleura viseralis dan parenkim
paru tidak menimbulkan rasa sakit.

B. Etiologi
Nyeri dada dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Nyeri dada pleuritik
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan seperti
ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang bila menahan
nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga,
pleura perietalis, saluran nafas besar, diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis.
Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh Difusi pelura akibat infeksi paru, emboli
paru, keganasan atau radang subdiafragmatik pneumotoraks dan penumomediastinum
2. Nyeri dada non pleuretik
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat menyebar ke
tempat lain. Paling sering disebabkan oleh kelainan di luar paru :
a. Kardial
1) Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal yang
menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan terutama lebih
sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher,
rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri dada substernal. Nyeri
disebabkan karena saraf eferan viseral akan terangsang selama iskemik
miokard, akan tetapi korteks serebral tidak dapat menentukan apakah nyeri
berasal sari miokard. Karena rangsangan saraf melalui medula spinalis T1-T4
yang juga merupakan jalannya rangsangan saraf sensoris dari sistem somatis
yang lain. Iskemik miokard terjadi bila kebutuhan 02 miokard tidak dapat
dipenuhi oleh aliran darah koroner. Pada penyakit jantung koroner aliran darah
ke jantung akan berkurang karena adanya penyempitan pembuluh darah
koroner.
Ada 3 sindrom iskemik yaitu :
a) Angina stabil (Angina klasik, Angina of Effort) : Serangan nyeri dada khas
yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya beberapa menit dan
menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada dapat timbul
setelah makan, pada udara yang dingin, reaksi simfatis yang berlebihan
atau gangguan emosi.
b) Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) : Jenis
Angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang kali mengeluh
rasa nyeri di dada yang timbul waktu istirahat atau saat kerja ringan dan
berlangsung lebih lama.
c) Infark miokard : Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30
menit dapat menyebabkan infark miokard. Nyeri dada berlangsung lebih
lama, menjalar ke bahu kiri, lengan dan rahang. Berbeda dengan angina
pektoris, timbulnya nyeri dada tidak ada hubungannya dengan aktivitas
fisik dan bila tidak diobati berlangsung dalam beberapa jam. Disamping
itu juga penderita mengeluh dispea, palpitasi dan berkeringat. Diagnosa
ditegakan berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym jantung.
2) Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau
substernal yang dapat berlangsung sebentar maupun lama. Adanya murmur
akhir sisttolik dan mid sistolik-click dengan gambaran echokardiogram dapat
membantu menegakan diagnose.
3) Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga dapat
menimbulkan nyeri dada iskemik.
b. Perikardial
Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas
diafragma. Nyeri perikardila lokasinya di daerah sternal dan area preokordinal,
tetapi dapat menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya
seperti ditusuk dan timbul pada aktu menarik nafas dalam, menelan, miring atau
bergerak.
Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan tertentu
dapat menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri angina.
Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrum dan
punggung seperti pada pankreatitis atau kolesistesis
c. Aortal
Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan resiko tinggi
untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada depan yang hebat
timbul tiba- tiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat menyerupai infark
miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih sering menjalar ke daerah interskapuler
serta turun ke bawah tergantung lokasi dan luasnya pendesakan.
d. Gastrointestinal
Refluks geofagitis, keganasan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan nyeri
esofageal. Nyeri esofageal lokasinya di tengah, dapat menjalar ke punggung, bahu
dan kadang – kadang ke bawah ke bagian dalam lengan sehingga seangat
menyerupai nyeri angina. Perforasi ulkus peptikum, pankreatitis akut distensi
gaster kadang – kadang dapat menyebabkan nyeri substernal sehingga
mengacaukan nyeri iskemik kardinal. Nyeri seperti terbakar yang sering bersama
– sama dengan disfagia dan regurgitasi bila bertambah pada posisi berbaring dan
berurang dengan antasid adalah khas untuk kelainan esofagus, foto gastrointestinal
secara serial, esofagogram, test perfusi asam, esofagoskapi dan pemeriksaan
gerakan esofageal dapat membantu menegakan diagnosa.
e. Muskuloskletal
Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering
menyebabkan nyeri dada setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas fisik,
berbeda halnya nyeri angina yang terjadi waktu exercis. Seperti halnya nyeri
pleuritik. Neri dada dapat bertambah waktu bernafas dalam. Nyeri otot juga
timbul pada gerakan yang berpuitar sedangkan nyeri pleuritik biasanya tidak
demikian.
f. Fungsional
Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa tidak enak
di dada, palpilasi, dispnea, using dan rasa takut mati. Gangguan emosi tanpa
adanya klealinan objektif dari organ jantung dapat membedakan nyeri fungsional
dengan nyeri iskemik miokard.
g. Pulmonal
Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis dapat
menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada emboli paru
akut nyeri dada menyerupai infark miokard akut dan substernal. Bila disertai
dengan infark paru sering timbul nyeri pleuritik. Pada hipertensi pulmoral primer
lebih dari 50% penderita mengeluh nyeri prekordial yang terjadi pada waktu
exercise. Nyeri dada merupakan keluhan utama pada kanker paru yang menyebar
ke pleura, organ medianal atau dinding dada.

Frekuensi Nyeri dada saat Hemodialisa adalah 2-5 % dari keseluruhan hemodialisa
(Holley, Berns a post, 2007;Daugirdas, blakeaing.2007,teta,2008).
Lebih lanjut Daugirdas, Blake dan Ing (2008). Menyebutkan bahwa Nyeri dada hebat saat
Hemodialisa frekuensinya adalah 1-4%. Nyeri dada saat Hemodialisa dapat terjadi pada
pasien akibat penurunan hematokrit dan perubahan volume darah karena penarikan cairan
(Kallenbach,et at, 2005). Perubahan dalam volume darah menyebabkan terjadinya penurunan
aliran darah miokard dan mengakibatkan berkurangnya oksigen miokard.
Nyeri dada juga bisa menyerta komplikasi emboli udara dan hemolisis (Kallen bach, et
at,2005;Thoms,2003).
Nyeri dada saat HD dapat menimbulkan masalah keperawatan penurunan curah
jantung , gangguan rasa nyaman dan Intoleransi terhadap Aktivitas.

C. Patofisiologi
Terjadi penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi
sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan
akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik.
Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan
transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik
ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya.
Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan
bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan
akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard Kompensasi ini jelas tidak akan memadai
bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila
infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan
hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus
berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat sering terjadi perubahan
bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark
maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang
nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik ini tidak statis. Bila makin tenang fungsi jantung
akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah-daerah yang
tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akan menjadi akinetik,
karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami
hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan
atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel,
regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik
jantung.
Aritmia merupakan penyulit tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau jam-
jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa
refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan.

D. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala yang biasa menyertai nyeri dada adalah :
1. Nyeri ulu hati
2. Sakit kepala
3. Nyeri yang diproyeksikan ke lengan, leher, punggung
4. Diaforesis / keringat dingin
5. Sesak nafas
6. Takikardi
7. Sesak nafas
8. Kulit pucat
9. Sulit tidur (insomnia)
10. Mual, Muntah, Anoreksia
11. Cemas, gelisah, fokus pada diri sendiri
12. Kelemahan
13. Wajah tegang, merintih, menangis
14. Perubahan
15. kesadaran

E. Macam Skala Nyeri


1. Skala Numeris
2. Skala Deskriptif
3. Skala Analog Visual
4. Skala Wajah
5. Skala Oucher
Keterangan :
0 : Tidak Nyeri
1-3 : Nyeri Ringan : Secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik
4-6 : Nyeri Sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik
7-9 : Nyeri Berat : Secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi
masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 :Nyeri Sangat Berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,memukul.
Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas
nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang
ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah –istilah ini berbeda bagi perawat dan
kien. Dari waktu ke waktu informai jelas ini juga sulit untuk dipastikan.
F. Pencegahan Nyeri dada
1. Sirkulasi pada waktu priming agak lama, antara 10-15
2. Minum obat jantung secara teratur
3. Anjurkan pasien untuk control ke dokter secara teratur.

G. Pemeriksaan penunjang
1. EKG 12 lead selama episode nyeri
a. Takhikardi / disritmia
b. Rekam EKG lengkap : T inverted, ST elevasi / depresi, Q Patologis
c. Pemeriksaan darah rutin, kadar glukosa, lipid dan EKG waktu istirahat perlu
dilakukan. Hasilnya meungkin saja nor mal walaupun ada penyakit jantung
koroner yang berat. EKG bisa didapatkan gambaran iskemik dengan infark
miokard lama atau depresi ST dan T yang terbalik pada penyakit yang lanjut.
2. Laboratorium
a. Kadar enzim jantung : CK, CKMB, LDH
b. Fungsi hati : SGOT, SGPT
c. Fungsi Ginjal : Ureum, Creatinin
d. Profil Lipid : LDL, HDL
3. Foto Thorax
4. Echocardiografi
5. Kateterisasi jantung

H. Terapi / penatalaksanaan
Nyeri dada yang terjadi perlu di cegah dan diatasi oleh perawat. Observasi monitor
volume darah dan hematokrit dapat mencegah resiko timbulnya nyeri dada . perawat
dapat berkolaborasi memberikan nitroglisernin dan obat anti angina untuk mengurangi
nyeri dada (Kallenbach, et at, 2005) selain itu dengan cara Pemberian oksigen (O2) ,
menurunkan QB dan UFG , Lakukan EKG, beri obat jika ada indikasi, hentikan HD bila
keluhan bertambah berat.
1. Pengobatan
a. Nitrat
Nitrat meningkatkan pemberian D2 miokard dengan dialatasi arteri epikardial
tanpa mempengaruhi, resistensi arteriol arteri intramiokard. Dilatasi terjadi pada
arteri yang normal maupun yang abnormal juga pada pembuluh darah kolateral
sehingga memperbaiki aliran darah pada daerah isomik. Toleransi sering timbul
pada pemberian oral atau bentuk lain dari nitrat long-acting termasuk pemberian
topikal atau transdermal. Toleransi adalah suatu keadaan yang memerlukan
peningkatan dosis nitrat untuk merangsang efek hemodinamik atau anti-angina.
Nitrat yang short-acting seperti gliseril trinitrat kemampuannya terbatas dan harus
dipergunakan lebih sering. Sublingual dan jenis semprot oral reaksinya lebih cepat
sedangkan jenis buccal mencegah angina lebih dari 5 am tanpa timbul toleransi
b. Beta bloker
Beta –Bloker tetap merupakan pengobatan utama karena pada sebagian besar
penderita akan mengurangi keluhan angina. Kerjanya mengurangi denyut jantung,
kontasi miokard, tekanan arterial dan pemakaian O2. Beta Bloker lebih jarang
dipilih diantara jenis obat lain walaupun dosis pemberian hanya sekali sehari. Efek
samping jarang ditemukan akan tetapi tidak boleh diberikan pada penderita
dengan riwayat bronkospasme, bradikardi dan gagal jantung. 7
c. Ca-antagonis
Kerjanya mengurangi beban jantung dan menghilangkan spasma koroner,
Nifedipin dapat mengurangi frekuensi serangan anti-angina, memperkuat efek
nitrat oral dan memperbaiki toleransi exercise. Merupakan pilihan obat tambahan
yang bermanfaat terutama bila dikombinasi dengan beta-bloker sangat efektif
karena dapat mengurangi efek samping beta bloker. Efek anti angina lebih baik
pada pemberian nifedipin ditambah dengan separuh dosis beta-bloker daripada
pemberian beta-bloker saja.
Jadi pada permulaan pengobatan angina dapat diberikan beta-bloker di
samping sublingual gliseril trinitrat dan baru pada tingkat lanjut dapat
ditambahkan nifedi-pin. Atau kemungkinan lain sebagai pengganti beta-bloker
dapat diberi dilti azem suatu jenis ca-antagonis yang tidak merangsang tahikardi.
Bila dengan pengobatan ini masih ada keluhan angina maka penderita harus
direncanakan untuk terapi bedah koroner. Pengobatan pada angina tidak stabil
prinsipnya sama tetapi penderita harus dirawat di rumah sakit. Biasanya keluhan
akan berkurang bila ca-antagonis ditambah pada beta-bloker akan tetapi dosis
harus disesuaikan untuk mencegah hipertensi. Sebagian penderita sengan
pengobatan ini akan stabil tetapi bila keluhan menetap perlu dilakukan test
exercise dan arteriografi koroner. Sebagian penderita lainnya dengan risiko tinggi
harus diberi nitrat i.v dan nifedipin harus dihentikan bila tekanan darah turun.
Biasanya kelompok ini harus segera dilakukan arteriografi koroner untuk
kemudian dilakukan bedah pintas koroner atau angioplasti.
d. Antipletelet dan antikoagulan
Segi lain dari pengobatan angina adalah pemberian antipletelet dan antikoagulan.
Cairns dkk 1985 melakukan penelitian terhadap penderita angina tak stabil selama
lebih dari 2 tahun, ternyata aspirin dapat menurunkan mortalitas dan insidens
infark miokard yang tidak fatal pada penderita angina tidak stabil. Pemberian
heparin i.v juga efeknya sama dan sering diberikan daripada aspirin untuk jangka
pendek dengan tujuan menstabilkan keadaan penderita sebelum arteriografi.
Terdapat obat-obatan pada angina pektoris tak stabil secara praktis dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1) Heparin i.v dan aspirin dapat dianjurkan sebagai pengobatan rutin selama fase
akut maupun sesudahnya
2) Pada penderita yang keadaannya cenderung tidak stabil dan belum mendapat
pengobatan, beta-bloker merupakan pilihan utama bila tidak ada kontra
indikasi. Tidak ada pemberian kombinasi beta-bloker dengan ca-antagonis
diberikan sekaligus pada permulaan pengobatan.
3) Pada penderita yang tetap tidak stabil dengan pemberian beta-bloker dapat
ditambah dengan nifedipin.
4) Pengobatan tunggal dengan nifedipin tidak dianjurkan.

I. Komplikasi nyeri dada akibat hemodialisa pada pasien dengan ckd

Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk


pemeriksaan klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kretinin akan
menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga akan meningkat.
Gangguan klirens renal adalah masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
(substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal). Ginjal kehilangan kemampuan
untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal yang mengakibatkan
terjadinya retensi cairan dan natrium. Ginjal tidak mampu membuang limbah sehingga
hasil metabolisme dan zat toksik kembali ke peredaran darah dan produksi substansi
tertimbun dalam darah dan mengakibatkan sindrom uremik. Terjadi penahanan cairan dan
natrium dapat meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan
hipertensi.
Dilakukan dialysis untuk menggantikan fungsi ginjal dalam menetralisir elektrolit
dan cairan dalam tubuh. Penggunaan larutan dialisat asetat sebagai dialisat standart untuk
mengoreksi asidosis uremikum yang dan untuk mengimbangi kehilangan bikarbonat
secara difusi selama HD. Salah satu komplikasi yang ditimbulkan dari proses
hemodialisa adalah munculnya nyeri dada akibat adanya ultrafiltrasi yang cepat dan
volume tinggi dapat menyebabkan penarikan cairan yang berlebihan dan cepat ke dalam
dialiser sehingga menyebabkan penurunan volume cairan, penurunan PCO2, elektrolit
dalam tubuh yang bersama dengan terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh dapat
mengakibatkan hipovolemik dan dapat terjadi nyeri dada pada pasien dengan CKD.
BAB III

TINJAUAN KASUS

1. Identitas diri pasien

Nama : Tn E

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal Lahir : 12/6//1972

Status : Menikah

Pekerjaan : Wiraswasta

NO RM : 01256979

Dx Medis : CKD Stage V ec HT

Hemodialisa ke : 2097 x (semenjak juni 2006)

Alamat : Nglangen, Ngropah, Condong catur, Depok ,


Sleman

Tgl Pengkajian : 6/10 2017 dan 9/10/2017

2. Pengkajian Keperawatan

A. Keluhan Utama

Pasien mengatakan Lemes, kringat dingin, Nyeri dada sebelah kiri menjalar ke lengan
dan punggung kiri, rasanya seperti cengkrang-cengkran, Nyeri dada terus menerus 1 jam
sebelum HD berakhir.

B. Riwayat Awal Tindakan

Tn E salah satu pasien yang mengalami CKD stage V ec Hipertensi , pasien mulai
terapi hemodialisa sejak 11 tahun yang lalu (juni 2006) dengan durasi 2x/minggu, time
dyalisis 5 jam, setiap hari selasa & jumat dengan menggunakan akses AV shunt. Riwayat
Penyakit Dahulu adalah pasien dengan PJK Cardiomegali sejak 2006. Awalnya pasien
kontrol teratur dipoli jantung dan poli dalam tetapi lama kelamaan pasien merasa bosan
hingga mulai tahun 2010an sudah tidak control rutin, melainkan hanya melakukan terapi
hemodialisa saja. Selama HD mulai tahun 2016’pasien jarang mengalami nyeri dada, dan
aktivitas fisik sudah mulai terbatas.

C. Perubahan Data, Pengelolaannya

Tanggal 6/10/ 2017 pasien Tn Eko C dilakukan tindakan Hemodialisa dengan instruksi
medic : Time Dyalisis : 5 jam, QB : 200-220ml/menit, QD : 500 ml/menit, UF Goal : 2500
ml, BB pre HD : 43.5 kg, BB yl : 42 kg, BB Kering : 42 kg, TD : 210/130 mmhg

Setelah dilakukan HD selama 4 jam, pasien tiba-tiba mengalami nyeri dada sebelah kiri
, rasanya cengkrang cengkrang, lemes, keringat dingin. Dokter menginstruksikan untuk
lakukan pemasangan O2 nasal 3 liter, penurunan QB dari 220-180 ml/menit dan observasi
tiap jam, serta tindakan EKG dan hasil di ekg di dapatkan adanya T inverted.

D. Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum : Sedang


 Kesadaran : Compos Metis
 Tensi darah : 210/130 mmhg
 Nadi : 92 x/menit
 Respirasi : 18 x/menit
 Suhu : 36 C’
 Konjungtiva : Anemis
 HB terakhir : 10 gr/dl
 Ekstremitas : tidak oedema
E. Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 26/9/2017

Laboratorium Satuan Nilai Rujukan

Calsium 1,66 mmol 0,16 - 2,55


Iron 9,6 mg/dl 59 – 150
Saturasi 62% 20 – 150
Albumin 3, 98 g/dl 3,97 - 4, 94
SGPT 14 <= 40
SGOT 16 < 41
BUN 84,90 mg/dl 6,00 - 20,00
Creatinin 16,33 mg/dl 0,70 - 1,20
Asam Urat 8,1 mg/dl 3,4 - 7,0
Natrium 139 mmol/L 136 – 145
Kalium 4,30 mmol/L 3,50 - 5,10
Klorida 100 mmol/L 98 – 107
Phospat Anorganik 4,9 mg/dl 2,7 - 4,5
Feritin 1077,19 mg/ml 30,00 - 350, 00
Hb 10,0 g/dl 13-0-18,0
HCT 31,0 % 40,0 - 54, 0

F. Pemeriksaan EKG

Dari hasil pemeriksaan rekam EKG didapatkan adanya T inverted, pada Tn E

G. Obat yang diminum

 Ibersartan 300 mg 1x1


 Amlodipin 10 mg 2x1
 CaCo3 3x1
 Asam Folat 3x1
 Neurodex 1x1
H. Lampiran
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Analisa Kejadian

Dari kasus diatas, kelompok kami akan memberikan analisa apakah penyebab dan cara
pengelolaan nyeri dada pada Hemodialisa sudah sesuai teori dan latar belakang yang sudah
disampaikan sebelumnya :

1. Pada tanggal 6/10/2017 Tn E mengalami keluhan nyeri dada, dengan skala nyeri 7(0-
10), rasanya sengkrang-sengkrang, lemes, nyeri menjalar kelengan & punggung, nyeri
timbul setelah 4 jam dilakukan Hemodialisa. Dari keluhan diatas sudah sesuai dengan
latar belakang dan tinjauan pustaka yang menyebutkan secara klinis terjadi
komplikasi nyeri dada saat dilakukan hemodialisis.
2. Nyeri dada terjadi secara sentral menetap menjalar ke lengan & punggung, ini sesuai
dengan teori jenis nyeri dadano pleuritik pericardial (iskemik Miokard) dimana juga
di temukan adanya gambaran EKG secara ST (elevasi) dan gambaran T Inverted.
3. Penanganan pada kasus Nyeri dada saat Hemodialisa sudah sesuai dengan teori (Kallen
bach,et all,2005) dimana sudah dilakukan pemberian oksigen, penurunan QB,
melakukan EKG

B. Saran

Adapun saran dan solusi yang dapat kami berikan terutama bagi pasien dan keluarga
serta tenaga kesehatan terkait sebagai berikut ;

1. Perketat observasi pasien tiap jam

2. Edukasi pasien dan keluarga untuk control ke poli jantung’serta lakukan pemeriksaan
laboratorium, seperti hematokrit, enzim jantung, dan pco2

3. Perkecil factor resiko terjadi komplikasi selama HD dengan lama sirkulasi sesuai teori
BAB V

KESIMPULAN

Nyeri dada adalah perasaan nyeri/tidak enak yang mengganggu daerah dada dan
seringkali merupakan rasa nyeri yang di proyeksikan pada dinding dada (referred pain).

Frekuensi Nyeri dada saat Hemodialisa adalah 2-5 %. Nyeri dada saat Hemodialisa
dapat terjadi pada pasien akibat penurunan hematokrit dan perubahan volume darah karena
penarikan cairan. Perubahan dalam volume darah menyebabkan terjadinya penurunan aliran
darah miokard dan mengakibatkan berkurangnya oksigen miokard. Nyeri dada juga bisa
menyerta komplikasi emboli udara dan hemolisis.

Nyeri dada saat HD dapat menimbulkan masalah keperawatan penurunan curah jantung
, gangguan rasa nyaman dan Intoleransi terhadap Aktivitas. Nyeri dada yang terjadi perlu di
cegah dan diatasi oleh perawat. Dengan cara Observasi monitor volume darah dan hematokrit
dapat mencegah resiko timbulnya nyeri dada, selain itu perawat dapat berkolaborasi
memberikan nitroglisernin dan obat anti angina untuk mengurangi nyeri dada. Dan juga dapat
melakukan tindakan seperti Pemberian oksigen (O2) , Menurunkan QB dan UFG, Lakukan
EKG, Beri obat jika ada indikasi, Hentikan HD bila keluhan bertambah berat.

Pencegahan nyeri dada, dapat dilakukan dengan :


1. Sirkulasi pada waktu priming agak lama, antara 10-15
2. Minum obat jantung secara teratur
3. Anjurkan pasien untuk control ke dokter secara teratur
DAFTAR PUSTAKA

Musliha, Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep dengan pendekatan Nanda,
NIC, NOC, 2010, Nuha Medika, Yogyakarta

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Doenges, Marilynn E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai