Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam kehidupan, terdapat tiga macam makhluk hidup yang dapat
dilihat secara kasat mata yaitu manusia, hewan dan tumbuhan. Seiring dengan
perkembangan zaman telah ditemukannya makhluk hidup lain yang mendiami
bumi bahkan ukurannya jauh lebih kecil dan hanya dapat dilihat dengan
menggunakan alat bantu yaitu bakteri.
Bakteri bersifat kosmopolit dimana dapat hidup dimana-mana. Oleh
karena dapat hidup dimanapun, bakteri dapat ditemukan dimana saja tidak
terkecuali ditembat yang dianggap bersih sekalipun. Keberadaan bakteri sering
diidentikkan dengan sesuatu yang menyebabkan kerugian, misalnya penyebab
penyakit. Hal ini dikarenakan hubungan timbal balik antara bakteri dengan
makhluk hidup lain dimana bakteri dapat merugikan bagi makhluk hidup lain.
Hubungan timbal balik ini disebut simbiosis parasitime.
Dalam kajian ilmu kesehatan, banyak bakteri yang dapat menyebabkan
penyakit. Menurut Irianto (2014) mikroorganisme dapat menyebabkan banyak
penyakit yang telah melanda peradaban manusia selama berabad-abad. Bakteri
dapat menginvasi bagian tubuh tertentu pada manusia sehingga menyebabkan
penyakit tertentu.
Infeksi saluran pernapasan merupakan salah satu contoh penyakit yang di
sebabkan oleh bakteri. Tidak sedikit orang yang mengalami infeksi saluran
pernapasan akibat infeksi dari bakteri. Penyakit saluran pernapasan merupakan
salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
Indonesia. Hal ini dijelaskan oleh Hayati (2014) bahwa di Indonesia, Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) menempati urutan pertama penyebab
kematian pada kelompok bayi dan balita, dan juga termasuk 10 penyakit
terbanyak di rumah sakit. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2010, menunjukkan prevalensi nasional ISPA 25,5%,
dimana angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada bayi 2,2%, pada balita
3%, sedangkan angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8% dan balita 15,5%

1
Oleh karena itu, perlu untuk dilakukan penyuluhan kepada masyarakat
mengenai bahaya bakteri penyebab penyakit saluran pernapasan sehingga
dapat menekan angka kematian dari kasus yang disebabkan oleh infeksi
saluran pernapasan oleh bakteri.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat diperoleh ialah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan bakteri?
2. Apa saja penggolongan bakteri?
3. Apa yang dimaksud dengan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)?
4. Apa yang dimaksud dengan Corynebacterium diphteriae?
5. Apa yang dimaksud dengan Streptococcus pneumoniae?
6. Apa yang dimaksud dengan Mycobacterium tuberculosis?
C. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan yang dapat diperoleh ialah sebagai berikut :
1. Agar mahasiwa dapat mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan
bakteri.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang penggolongan
bakteri.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami mengenai infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA).
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami mengenai
Corynebacterium diphteriae.
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami mengenai
Streptococcus pneumonia.
6. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami mengenai
Mycobacterium tuberculosis
D. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diperoleh ialah sebagai berikut :
1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai yang dimaksud
dengan bakteri.
2. Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai penggolongan
bakteri.

2
3. Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai bakteri infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA).
4. Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai Corynebacterium
diphteriae.
5. Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai Streptococcus
pneumoniae.
6. Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai Mycobacterium
tuberculosis.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Bakteri
Bakteri merupakan kelompok makhluk hidup yang berukuran sangat kecil,
yaitu bersel tunggal sehingga untuk melihatnya harus menggunakan bantuan
mikroskop. Bakteri termasuk golongan mikroba (jasad renik). Penyebaran
kehidupan bakteri di alam sangat luas yang dapat ditemukan di dalam tanah,
air, udara, bahkan dapat dijumpai pada organisme, baik yang masih hidup
maupun yang telah mati (Kistinnah dan Endang, 2009).
Antonie Van Leuwenhook (1632 –1723) adalah seorang berkebangsaan
Belanda, yang pertama kali berhasil melihat makhluk-makhluk kecil yang
dinamakan animalkulus yang saat ini dikenal sebagai bakteri. Istilah bakteri
berasal dari kata bakterion yang artinya batang kecil (Kistinnah dan Endang,
2009).
Tubuh bakteri yang sangat kecil dan cara hidup yang beraneka ragam
memungkinkan bakteri untuk hidup di mana saja sehingga bakteri dapat
ditemukan di mana-mana, misalnya, di dalam tanah, dalam air, dalam sisa-sisa
makhluk hidup, dalam tubuh manusia, bahkan dalam sebutir debu. Luasnya
distribusi bakteri ini menyebabkan bakteri sering disebut juga dengan
kosmopolit (Sulistyorini, 2009).
Bentuk bakteri sering digunakan sebagai salah satu dasar untuk
identifikasi bakteri. Karena ukuran bakteri sangat kecil, yaitu hanya beberapa
mikron (μ) yang setara dengan 0,001 mm dari yang terkecil kira-kira 1/10 μ –
100 μ maka untuk melihatnya harus menggunakan alat bantu mikroskop
(Kistinnah dan Endang, 2009).

4
B. Klasifikasi Bakteri
a. Berdasarkan Bentuk
Adapun bakteri yang diklasifikasikan menurut bentuk tubuhnya ialah
sebagai berikut (Firmansyah, dkk, 2009) :
1. Coccus (Bulat)
Bakteri coccus terdiri atas berbagai bentuk. Ada yang tersusun
tunggal (monococcus), tersusun berpasangan (diplobacillus), tersusun
untaian membentuk rantai (streptococcus), dan tersusun seperti buah
anggur (staphylococcus).
2. Basillus (Batang)
Bakteri bacillus memiliki bentuk yang beragam. Ada yang tersusun
tunggal atau satu (monobacillus), ada yang tersusun berpasangan atau
dua (diplobacillus), dan ada juga yang menyerupai untaian rantai
(streptobacillus).
3. Spirilum (Spiral)
Bakteri spirillum ada yang berbentuk koma, spiral, dan spiroseta
(spirochete). Bentuk spiroseta mirip dengan bentuk spiral, hanya lebih
berkelok dengan ujung yang lebih runcing. Contoh bakteri berbentuk
spirillum, Vibrio comma (bentuk koma), Spirillum sp. (bentuk spiral),
dan Spirochaeta palida (bentuk spiroseta).

Gambar II.I Bentuk Tubuh Bakteri

5
b. Berdasarkan Jumlah dan Kedudukan Flagel
Beberapa bakteri dilengkapi dengan flagela (tunggal: flagelum).
Dengan flagela memungkinkan bakteri menyebar di habitat baru,
melakukan migrasi menuju sumber nutrisi, atau meninggalkan lingkungan
yang tidak memungkinkan. Namun, terdapat beberapa bakteri yang
bergerak tanpa flagela. Bakteri tanpa flagela bergerak dengan cara
berguling dan mengalir terbawa arus. Jumlah dan letak flagela pada bakteri
berbeda-beda. Berdasarkan hal tersebut, bakteri dibedakan sebagai berikut
(Ariebowo dan Fictor, 2009).
1. Monotrik, terdapat satu flagela pada salah satu ujung bakteri.
2. Amfitrik, terdapat flagela satu ataupun banyak pada kedua ujung
bakteri.
3. Lofotrik, terdapat banyak flagela pada salah satu ujung bakteri.
4. Peritrik, terdapat banyak flagela di seluruh tubuh bakteri.

Gambar II.II Macam-macam Flagela

c. Berdasarkan Cara Mempeloreh Makanan


Adapun bakteri yang diklasifikasikan menurut cara memperoleh
makanannya ialah sebagai berikut (Subardi, dkk, 2009).
1. Bakteri Autotrof
Bakteri jenis ini dapat menyusun makanan untuk kebutuhannya
sendiri dengan cara mensintesis zat-zat anorganik menjadi zat organik.
Jika energi untuk penyusunan tersebut bersumber dari cahaya matahari

6
maka bakteri tersebut dikenal dengan sebutan fotoautotrof dan apabila
energi untuk penyusunan zat organik berasal dari hasil reaksi kimia
disebut kemoautotrof
2. Bakteri Heterotrof
Bakteri tipe ini tidak dapat mengubah zat anorganik menjadi zat
organik, sehingga untuk keperluan makannya bergantung pada zat
organik yang ada di sekitarnya. Bakteri heterotrof dapat dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu:
a) Parasit, bakteri yang kebutuhan zat makanan tergantung pada
organisme lain.
b) Saprofit, bakteri yang memperoleh makanan dari sisa-sisa zat
organik. Bakteri jenis ini memiliki kemampuan untuk merombak
zat organik menjadi zat anorganik.
d. Berdasarkan Kebutuhan Akan Oksigen
Adapun bakteri yang diklasifikasikan kebutuhannya akan oksigen
ialah sebagai berikut (Sulistyorini, 2009).
1. Bakteri Aerob,
Bakteri aerob adalah bakteri yang hidupnya memerlukan oksigen
bebas. Bakteri yang hidup secara aerob dapat memecah gula menjadi
air, CO2, dan energi. Bakteri aerob secara obligat adalah bakteri yang
mutlak memerlukan oksigen bebas dalam hidupnya, misalnya bakteri
Nitrosomonas.
2. Bakteri Anaerob
Bakteri anaerob adalah bakteri yang dapat hidup tanpa oksigen
bebas, misalnya, bakteri asam susu, bakteri Lactobacillus bulgaricus,
dan Clostridium tetani. Akan tetapi, jika bakteri tersebut dapat hidup
tanpa kebutuhan oksigen secara mutlak atau dapat hidup tanpa adanya
oksigen, bakteri itu disebut bakteri anaerob fakultatif.
e. Berdasarkan Pewarnaan Gram
Adapun bakteri yang diklasifikasikan menurut pewarnaan gram ialah
sebagai berikut (Suwarno, 2009).

7
1. Bakteri Gram Positif
Bakteri yang warna ungunya tidak luntur disebut bakteri gram
positif. Bakteri ini mempunyai dinding sel yang tebal sehingga
pewarna ungu tidak akan larut ketika dicuci dengan alkohol atau
aseton.
2. Bakteri Gram Negatif
Adapun bakteri yang warna ungunya luntur disebut bakteri gram
negatif. Bakteri yang dinding selnya tipis ini selanjutnya diwarnai
dengan safranin atau pewarna merah.

Gambar II.III Perbedaan Dinding Sel Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif

C. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)


Infeksi saluran pernapasan akut merupakan infeksi akut yang menyerang
sebagian atau lebih dari saluran pernapasan mulai dari hidung hingga alveoli,
termasuk jaringan adneksa seperti sinus paranasal, rongga telinga tengan dan
pleura. Infeksi saluran pernapasan akut mempunyai tiga unsur, yaitu infeksi,
saluran pernapasan dan akut. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke
dalam tubuh manusia dan dapat berkembang biak sehingga menimbulkan
suatu gejala penyakit. Saluran pernapasan adalah organ yang di mulai dari
hidung sampai dengan alveoli serta organ adneksanya, seperti sinus, rongga
telinga tengah dan pleura. Akut adalah infeksi yang berlangsung sampai
dengan 14 hari (Uswandi, 2016).

8
Infeksi saluran pernapasan akut, merupakan infeksi saluran napas yang
secara anatomi dapat dibedakan atas saluran napas bagian atas yang dimulai
dari hidung sampai laring, dan saluran napas bawah dimulai dari laring sampai
dengan alveoli (Uswandi, 2016).
a. Infeksi Saluran Pernapasan Atas
Sistem pernapasan atas berfungsi sebagai penyaring, penghangat dan
pelembab udara yang masuk ke paru. Saat ketiga fungsi tersebut
mengalami gangguan maka mikroorganisme akan mudah masuk ke dalam
sistem pernapasan. Infeksi pada saluran pernapasan atas merupakan infeksi
yang paling umum pada masyarakat. Pada umumnya infeksi saluran
pernapasan atas adalah rinitis (peradangan pada mukosa hidung),
rinosinusitis atau sinusitis (radang nares dan sinus paranasal, termasuk
bagian frontal, ethmoid, dan sphenoid), nasofaringitis, faringitis (radang
faring, hipofaring, uvula, dan tonsil) epiglotitis, laringotrakeitis
(peradangan pada laring, trakea, dan subglotis), trakeitis (peradangan pada
trakea sampai daerah subglotis) (Uswandi, 2016).
b. Infeksi Saluran Pernapasan Bawah
Infeksi saluran napas bawah merupakan infeksi yang disebabkan oleh
bakteri dan virus yang menyerang saluran napas bagian bawah, seperti
bronkus, bronkiolus, alveolus, dan parenkim paru. Sebagian besar infeksi
ini disebabkan oleh bakteri (Setianingrum, 2009).
Penyakit yang disebabkan infeksi merupakan hasil interaksi antara
mikroorganisme dan system imun tubuh. Hasil interaksi ini sangat
bervariasi mulai dari tidak menimbulkan efek sama sekali sampai dengan
kematian. Hal tersebut tergantung jumlah dan virulensi mikroorganisme,
efek fisiologi dan anatomi yang terpengaruh, dan efektivitas system imun
tubuh. Terdpaat pula pengaruh faktor genetic yang kuat yang menentukan
respon terhadap infeksi. Organisme menginvasi secara langsung dan/atau
melalui toksin. Banyak dari mekanisme ini bersifat umum, namun terdapat
juga yang sifatnya spesifik. Spesifik dalam hal sasaran anatomi,
ditunjukkan oleh virus hepatitis di hepatosit, Pneumococcus pada alveoli

9
paru-paru, dan toksin tetanus serta difteri pada terminal syaraf
(Setianingrum, 2009).
D. Corynebacterium diphteriae
Corynebacterium diphtheriae adalah bakteri patogen yang menyebabkan
difteri berupa infeksi akut pada saluran pernapasan bagian atas. la juga dikenal
sebagai basil Klebs−Löffler, karena ditemukan pada tahun 1884 oleh
bakteriolog Jerman, Edwin Klebs (1834−1912) dan Friedrich Löffler
(1852−1915). Corynebacterium diphtheriae merupakan bakteri gram−positif
non motil, berbentuk batang yang tidak mempunyai cabang atau spora
(Saputra, 2011).
1. Bakteri ini tidak memiliki dinding sel gram positif yang khas.
2. Bakteri ini merupakan bakteri yang aerobik dan chemoorganotrof, dan
dapat berfermentasi dalam kondisi tertentu. Bakteri ini tumbuh dengan
lambat meskipun berada pada media pengayaan.
3. Bakteri ini tampil dalam bentuk yang tidak beraturan, bentuk club, bentuk
V dalam perkembangan yang normal.

Gambar II.IV Corynebacterium diphteriae


a. Klasifikasi
Adapun klasifikasi Corynebacterium diphteriae ialah sebagai berikut
(Saputra, 2011) :
Kingdom : Bakteri
Filum : Actinobacteria
Kelas : Actinobacteria
Order : Actinomycetales
Famili : Corynebacteriaceae

10
Genus : Corynebacterium
Spesies : Corynebacterium diphtheriae
b. Patogenesis
Patogenisitas Corynebacterium diphtheriae mencakup dua fenomena
yang berbeda, yaitu :
1. lnvasi jaringan lokal dari tenggorokan, yang membutuhkan kolonisasi
dan proliferasi bakteri berikutnya. Sedikit yang diketahui tentang
mekanisme kepatuhan terhadap difteri C. diphtheriae tapi bakteri
menghasilkan beberapa jenis pili. Toksin difteri juga mungkin terlibat
dalam kolonisasi tenggorokan.
2. Toxigenesis: produksi toksin bakteri. Toksin difteri menyebabkan
kematian sel eukariotik dan jaringan oleh inhibisi sintesis protein
dalam sel. Meskipun toksin bertanggung jawab atas gejala−gejala
penyakit mematikan, virulensi dari C. diphtheriae tidak dapat dikaitkan
dengan toxigenesis saja, sejak fase invasif mendahului toxigenesis,
sudah mulai tampak perbedaan. Namun, belum dipastikan bahwa
toksin difteri memainkan peran penting dalam proses penjajahan
karena efek jangka pendek di lokasi kolonisasi.
c. Penyakit
Difteri disebabkan Corynebacterium diphteriae, yang merupakan
bakteri gram positif yang bersifat polimorf, tidak bergerak dan tidak
membentuk spora. Pewarna sediaan langsung dengan biru metilen atau
biru toluidin. Basil ini dapat ditemukan dengan sediaan langsung dari lesi
(Pranomo, 2015). Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah dari batuk
penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh
bakteri. Ketika telah masuk dalam tubuh, bakteri melepaskan toksin atau
racun. Toksin ini akan menyebar melalui darah dan bisa menyebabkan
kerusakan jaringan di seluruh tubuh, terutama jantung dan saraf (Saputra,
2011).
Kuman Corynebacterium diphtheriae masuk melalui mukosa atau
kulit, melekat serta berkembangbiak pada permukaan mukosa saluran
nafas bagian atas dan mulai memproduksi toksin yang merembes ke

11
sekeliling, selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe
dan darah. Efek toksin pada jaringan tubuh manusia adalah hambatan
pembentukan protein dalam sel. Toksin difteri mula-mula menempel pada
membran sel dengan bantuan fragmen B dan selanjutnya fragmen A,
mengakibatkan inaktivasi enzim translokasi sehingga proses translokasi
tersebut tidak berjalan sehingga tidak terbentuk rangkaian polipeptida
yang diperlukan, akibatnya sel akan mati. Sebagai respon, terjadi inflamasi
lokal bersamaan dengan jaringan nekrotik membentuk bercak eksudat
yang pad awalnya mudah dilepas. Semakin banyak produksi toksin maka
semakin lebar daerah infeksi sehingga terbentuk eksudat fibrin, kemudian
membentuk suatu membran yang melekat erat berwarna kelabu kehitaman
tergantung dari jumlah darah yang terkandung (Pranomo, 2015).
Toksin yang dihasilkan menyerang saraf tertentu seperti saraf di
tenggorokan. Penderita mengalami kesulitan menelan pada minggu
pertama kontaminasi toksin. Antara minggu ketiga sampai minggu
keenam, bisa terjadi peradangan pada saraf lengan dan tungkai, sehingga
terjadi kelemahan pada lengan dan tungkai. Kerusakan pada otot jantung
bisa terjadi selama minggu pertama sampai minggu keenam, bersifat
ringan, tampak sebagai kelainan ringan pada elektrokardiogram (EKG).
Namun, kerusakan bisa sangat berat, bahkan menyebabkan gagal jantung
dan kematian mendadak. Pemulihan jantung dan saraf berlangsung secara
perlahan selama berminggu-minggu. Pada serangan difteri berat akan
ditemukan pseudomembran, yaitu lapisan selaput yang terdiri dari sel
darah putih, bakteri dan bahan lainnya, di dekat amandel dan bagian
tenggorokan yang lain. Membran ini tidak mudah robek dan berwarna abu-
abu. Jika membran dilepaskan secara paksa, maka lapisan lendir di
bawahnya akan berdarah. Membran inilah penyebab penyempitan saluran
udara atau secara tiba-tiba bisa terlepas dan menyumbat saluran udara,
sehingga mengalami kelsulitan bernapas. Berdasarkan gejala dan
ditemukannya membran inilah diagnosis dapat ditegakkan (Pranomo,
2015).

12
E. Streptococcus pneumoniae
Streptococcus adalah salah satu genus dari bakteri nonmotil yang
mengandung sel gram positif, berbentuk buat, oval dan membentuk rantai
pendek, panjang atau berpasangan, bakteri ini tidak membentuk spora, bakteri
ini dapat ditemukan di bagian mulut, usus manusia dan hewan. Hingga
sekarang ada sekitar 20 jenis bakteri Streptococcus yang dibagi dalam 2
kelompok besar, yaitu (Priyanto, 2016) :
1. Grup A, banyak ditemukan pada permukaan tubuh, seperti kulit, dan
tenggorokan.
2. Grup B, ditemukan pada saluran pencernaan dan vagina, umumnya tidak
berbahaya dan lebih sering menyerang pada bayi.
Salah satu karakteristik penting pada streptococcus adalah tipe hemolisis
(Andrini, 2013) :
1. Streptococcus alfa-hemolitik membentuk zona hijau di sekeliling
koloninya akibat lisis inkomplit pada sel-sel darah merah segar.
2. Streptococcus beta-hemolitik membentuk zona ‘bersih’ di sekeliling
koloninya akibat lisis komplit pada sel-sel darah merah.
3. Beberapa streptococcus adalah nonhemolitik.

Gambar II.V Streptococcus pneumoniae

S. pneumoniae merupakan bakteri Gram Positif, alfa-hemolitik, dan


anaerob fakultatif yang berbentuk bulat berjajar. S. pneumoniae
ditransmisikan secara horisontal melalui droplet yang diaspirasi ke saluran
pernapasan. Bakteri ini lalu menempel pada epitel saluran pernapasan dan
membentuk koloni. Sifatnya komensal di saluran pernapasan manusia. Akan
tetapi, infeksi ini dapat menjadi oportunis tergantung pada kekebalan host dan
perkembangan patogenesisnya tergantung pada organ tempat penyebaran

13
secara lokal maupun hematogen. Komponen yang dimiliki S. pneumoniae
berperan secara spesifik pada kelangsungan hidup bakteri di dalam saluran
pernapasan. Seperti bakteri Gram Positif lainnya, dinding sel S. pneumoniae
mengandung peptidoglikan dan teichoic acid. Dinding sel ini menstimulasi
influks sel-sel inflamasi dan mengaktivasi kaskade komplemen dan produksi
sitokin. Selain itu, terdapat pula kapsul polisakarida yang menempel secara
kovalen di permukaan luar peptidoglikan. Heterogenisitas dari kapsul ini
membuat perbedaan pada lebih dari 100 tipe S. pneumoniae. Kapsul
polisakarida merupakan faktor penting karena memberikan proteksi terhadap
fagositosis (Siany, 2016).
a. Klasifikasi
Adapun klasifikasi Streptococcus pneumonia ialah sebagai berikut
(Siany, 2016) :
Kingdom : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Cocci
Ordo : Lactoacillales
Family : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Species : Streptococcus pneumoniae
b. Patogenesis
S. pneumoniae masih menjadi salah satu penyebab morbiditas dan
mortalitas secara global karena pneumonia dan meningitis. WHO merilis
data anak usia 2-59 bulan yang meninggal karena pneumonia klinis dan
meningitis akibat pneumokokus (Siany, 2016).
Patogenesis S. pneumoniae berawal dari melekatnya kuman pada
epitel faring kemudian bereplikasi dan proses lolosnya kuman dari
fagositosis oleh makrofag. Kuman menyebabkan infeksi diberbagai area
tubuh melalui berbagai akses seperti penyebaran secara langsung, atau
secara limfogen-hematogen. Kolonisasi kuman pada individu sehat
menunjukkan bahwa kuman berhasil mengadakan perlekatan dan

14
bereplikasi. Setelah membentuk koloni, kuman dapat menyebar secara
langsung ke saluran pernapasan (Saputro, 2013).
S. pneumoniae menyebabkan penyakit melalui kemampuannya
berkembang biak dalam jaringan. Bakteri ini tidak menghasilkan toksin
yang bermakna. Virulensi organisme disebabkan oleh fungsi simpainya
yang mencegah atau menghambat penghancuran oleh fagosit. Serum yang
mengandung antibodi terhadap polisakarida tipe spesifik akan melindungi
terhadap infeksi. Bila serum ini diabsorbsi dengan polisakarida tipe
spesifik, serum tersebut akan kehilangan daya pelindungnya (Saputro,
2013).
c. Penyakit
Pneumococcal disease adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan infeksi yang disebabkan oleh bakteri S. pneumoniae.
Ada dua jenis S. pneumoniae yang dapat menyebabkan penyakit, yaitu
yang bersifat invasive dan non-invasive pneumococcal disease. Invasive
Pneumococcal Disease (IPD) meliputi septikemia, pneumonia dan
meningitis. Pada non-invasive pneumococcal disease, bakteri menyebar
melalui saluran pernapasan, termasuk infeksi telinga tengah (otitis media),
sinusitis dan faringitis (Saputro, 2013).
Pneumonia oleh pneumokokus terjadi akibat gagalnya mekanisme
protektif yang mencegah akses pneumokokus ke alveoli dan bereplikasi.
Proliferasi bakteri dalam ruang alveolar kemudian diikuti terjadinya
akumulasi cairan eksudat dan leukosit, yang menyebabkan konsolidasi
beberapa bagian paru (Saputro, 2013).
Gejala khas di pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat,
batuk (baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum
berlendir dan purulen), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum
lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan
lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi
atau penarikan dinding dada bagian bawah saat bernafas, takipneu,
kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak

15
menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara
pernafasan bronkial, pleural friction rub (Alfarizi, 2017).
F. Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis pertama kali dideskripsikan pada tanggal 24
Maret 1882 oleh Robert Koch. Maka untuk mengenang jasa beliau, bakteri
tersebut diberi nama baksilKoch. Mycobacterium tuberculosis merupakan
bakteri penyebab penyakit tuberkulosa (TBC). Penyakit TBC pada paru-paru
juga dikenal sebagai Koch Pulmonum (KP) (Sirman, 2013).

Gambar II.VI Mycobacterium tuberculosis


a. Klasifikasi
Adapun klasifikasi Mycobacterium tuberculosis ialah sebagai berikut
(Pangulu, 2017).
Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Upaordo : Corynebacterineae
Famili : Mycobacteriaceae
Genus : Mycobacterium
Spesies : Mycobacterium tuberculosis
b. Patogenesis
Penyebaran penyakit TBC biasanya dimulai melalui udara yang
tercemar dengan bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dilepaskan
pada saat penderita TBC batuk. Pada anak-anak sumber infeksi umumnya
berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri tuberculosis ini bila sering
masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi
banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan

16
dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh
sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh
seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah
bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering
terkena infeksi bakteri ini adalah paru-paru (Sirman, 2013).
Saat Mycobacterium tuberculosis berhasil menginfeksi paru-paru,
maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular
(bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini
akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri
itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat
jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan
menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang
sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen
(Sirman, 2013).
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan
tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan
sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami
perkembang biakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang
banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah
yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang
telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami
pertumbuhan tuberkel berlebihdan positif terinfeksi TBC (Pangulu, 2017).
c. Penyakit
Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman Mycrobacterium Tuberculosis. Sebagian bersar
kuman tuberculosis menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ
tubuh lainnya. Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ
tubuh mulai dari paru dan organ di luar paru seperti kulit, tulang,
persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang sering disebut dengan
ekstrapulmonal TBC (Lestari, 2015).

17
Adapun riwayat terjadinya tuberculosis dapat dibagi menjadi 2 tahap
yaitu tahap infeksi primer dan pasca primer. Infeksi primer terjadi saat
seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup
sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan
mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan
menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak
dengan cara pembelahan diri di paru-paru, yang mengakibatkan
peradangan di dalam paru, saluran limfe akan membawa kuman TB ke
kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks
primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks
primer adalah 4 - 6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan
terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif
(Sirman, 2013).
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan
besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya
reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan
kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap
sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan
tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam
beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis.
Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai
menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan (Pangulu, 2017).
Tahap kedua yaitu Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB)
biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer,
misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau
status gizi yang buruk. Ciri khas darituberkulosis pasca primer adalah
kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura
(Sirman, 2013).

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh ialah sebagai berikut :
1. Bakteri merupakan kelompok makhluk hidup yang berukuran sangat kecil
(mikroskopis) yang dapat hidup dimana saja (kosmopolit) serta dapat
melakukan hubungan timbal balik (simbiosis) dengan makhluk hidup lain.
2. Penggolongan bakteri bedasarkan bentuk tubuh, jumlah & kedudukan
flagel, memperoleh makanan, kebutuhan akan oksigen serta pewarnaan
gram.
3. Infeksi saluran pernapasan akut merupakan infeksi akut yang menyerang
sebagian atau lebih dari saluran pernapasan baik itu menyerang saluran
pernapasan atas seperti hidung, faring, dan tonsil maupun saluran
pernapasan bawah seperti bronkus dan alveolus.
4. Corynebacterium diphtheriae merupakan bakteri gram−positif yang dapat
infeksi saluran pernapasan bagian atas serta penyebab penyakit difteri.
5. Streptococcus pneumonia merupakan bakteri gram-positif dan alfa-
hemolitik yang dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan bagian
bawah serta penyebab penyakit pneumonia.
6. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri BTA (Basil Tahan Asam)
yang dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan bagian bawah serta
penyebab penyakit tuberkulosis.
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan untuk para pembaca ialah dengan adanya
makalah ini maka dapat digunakan sebagai sumber referensi bagi para
pembaca. Selain itu, kepada pihak kampus agar dapat menyediakan proyektor
LCD di kelas agar kegiatan belajar mengajar perkuliahan dapat berjalan
dengan lancer.

19
DAFTAR PUSTAKA

Alfarizi, Muhammad Ega. 2017. Pola Mikroorganisme Penyebab Pneumonia Dan


Sensitivitasnya Terhadap Antibiotik Di Masyarakat Bandar Lampung.
Universitas Lampung. Bandar Lampung
Andrini, F. 2013. Gambaran Penderita Infeksi Luka Operasi Pada Pasien Pasca
Operasi. Universitas Riau. Pekanbaru
Ariebowo, Moekti dan Fictor Ferdinand P. 2009. Praktis Belajar Biologi : Untuk
Kelas X Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu
Pengetahuan Alam. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional :
Jakarta
Firmansyah, Rikky., Agus M.H., Muhammad U.R., 2009. Mudah dan Aktif
Belajar Biologi : Untuk Kelas X Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah
Program Ilmu Pengetahuan Alam. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional : Jakarta
Hayati, Sri. 2014. Gambaran Faktor Penyebab Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) Pada Balita Di Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung. Universitas
Bina Sarana Informatika. Bandung
Irianto, Koes. 2014. Bakteriologi Medis, Mikologi Medis, dan Virologi Medis
(Medical Bacteriology, Medical Micology, and Medical Virologi). Alfabeta :
Bandung
Kistinnah, Idun dan Endang Sri Lestari. 2009. Biologi Makhluk Hidup dan
Lingkungannya – SMA/MA : Untuk Kelas X. Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional : Jakarta
Lestari. 2017. Tuberculosis. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jawa Tengah
Pangulu, Nasir. 2017. Mycobacterium tuberculosis. Universitas Sains dan
Teknologi Jayapura. Papua
Pranomo, Nurafian Majiid. 2015. Difteri. Universitas Diponegoro. Malang
Priyanto, A. 2016. Perbandingan Tingkat Resistensi Produk Handsanitizer
Dengan Sabun Cuci Tangan Terhadap Bakteri Yang Terdapat Ditangan.
Univerisitas Pasundan. Bandung
Saputra, I Putu Agus Indra. 2011. Corynebacterium diphteriae. STIKES Bethesda
Yakkum. Yogyakarta
Saputro, Addy. 2013. Streptococcus pneumonia. Universitas Diponegoro. Malang
Setianingrum, Findra. 2009. Infeksi Saluran Napas Bawah. Universitas Indonesia.
Jakarta
Siany, Shelma. 2016. Streptococcus pneumonia. Universitas Diponegoro. Malang
Sirman, Irmayanti. 2013. Mycobacterium tuberculosis. Akademi Kebidanan Pelita
Ibu Kendari. Sulawesi Tenggara
Subardi., Nuryani., dan Shidiq P. 2009. Biologi 1 : Untuk Kelas XII SMA dan MA.
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta

20
Sulistyorini, Ari. 2009. Biologi 1 : Untuk Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah Kelas X. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta
Suwarno. 2009. Panduan Pembelajaran Biologi : Untuk SMA & MA Kelas X.
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta
Uswandi, Lutfiana Ulfah. 2016. Identifikasi Pola Bakteri Pada Pasien Infeksi
Saluran Napas Atas Pada Orang Dewasa Di Puskesmas Ciputat Tangerang
Selatan Pada Tahun 2016. Universitas Islam Negeri Jakarta. Jakarta

21

Anda mungkin juga menyukai