Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Salah satu sasaran dari strategi Departemen Kesehatan adalah seluruh
Keluarga Sadar Gizi (KADARZI), sebagaimana tertuang dalam KEPMENKES RI
No: 564/MENKES/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan
Desa Siaga.1
Keluarga sadar gizi adalah suatu keluarga yang mampu mengenal,
mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya. Suatu keluarga disebut
KADARZI apabila telah berprilaku gizi yang baik secara terus menerus. Perilaku
sadar gizi yang diharapkan terwujud minimal adalah:1
1. Menimbang berat badan secara teratur
2. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai
usia 6 bulan (ASI Eksklusif).
3. Makan beraneka ragam
4. Menggunakan garam beryodium
5. Minum suplemen gizi sesuai anjuran
Selama ini telah dilakukan upaya perbaikan gizi mencakup promosi gizi
seimbang termasuk penyuluhan gizi di Posyandu, forifikasi pangan, pemberian
makanan tambahan termasuk MP-ASI, pemberian suplemen gizi (kapsul Vitamin
A dan Tablet Tambah Darah/TTD), pemantauan dan penggulangan gizi buruk,
kenyataanya masih banyak keluarga yang belum berprilaku gizi yang baik sehingga
penurunan masalah gizi berjalan lamban.1
Masih banyaknya kasus gizi kurang menunjukkan bahwa asupan gizi di
tingkat keluarga belum memadai. Oleh sebab itu diperlukan upaya pemberdayaan
melalui pendampingan. Pendampingan keluarga KADARZI adalah proses
mendorong, menyemangati, membimbing, dan memberikan kemudahan oleh kader
pendamping keluarga guna mengatasi masalah gizi yang dialami.1,2
Kerluarga sadar gizi yang rendah sangat berkaitan dengan terjadinya bayi
dengan berat badan lahir rendah, anak yang pendek dan gizi kurang-buruk. Menurut
direktorat gizi masyarakat oleh kementrian kesehatan Indonesia tahun 2016
1
didapatkan antara lain, persentase bayi baru lahir yang mendapatkan inisiasi
menyusui dini hanya sebesar 49,7%, dan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif
hanya 65,1 %, persentase balita 6-11 bulan yang mendapat kapsul Vitamin A hanya
sebesar 70,4%, persentase balita yang ditimbang dalam 6 bulan terakhir dan lebih
dari 4 kali hanya sebesr 72,2%, persentase balita yang sangat kurus yang
mendapatkan makanan tambahan hanya 37,7%, persentase ibu hamil yang bersiko
kurang energi kronis masih besar yaitu 13,3%, persentase ibu hamil yang tidak
mendapatkan tablet tambah darah sebesar 24,6%, persentase ibu hamil yang
mendapatkan makanan tambahan hanya sebesar 12,9%, persentase rumah tangga
yang menkonsumsi garam beryodium 88,9%.4
Prevalensi status gizi buruk-kurang balita pada tahun 2016 masih
menunjukan angka yang tinggi yaitu 18,83%. Menurut WHO, masalah kesehatan
masyarakat dianggap serius bila prevalensi gizi buruk-kurang antara 20,0-29,0%
dan dianggap sangat tinggi bila mencapai ≥ 30%. 4
Menurut badan pusat statistik mengenai konsumsi buah dan sayur oleh
masyarakat Indonesia. Pada tahun 2016 hampir seluruh penduduk Indonesia
97,29% mengkonsumsi sayur, 3 dari 4 penduduk Indonesia mengkonsumsi buah.6
Terjadi peningkatan prevalensi wanita usia subur (WUS) 15-49 tahun risiko
kurang energi kalori (KEK) pada tahun 2007 dan 2013 yaitu pada wanita tidak
hamil kelompok umur 15-19 tahun naik 15,7% dari 30,9% menjadi 46,6% dan pada
wanita hamil kelompok umur 45-49 tahun naik 15,1% dari 5,6% menjadi 20,7%.3
Menurut data yang dikeluarkan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada
tahun 2016, Di daerah Kabupaten Karawang pada tahun 2016 tercatat balita 0-59
bulan mengalami sangat kurus 1,6% dan kurus 9,1%. Balita 0-59 bulan yang
mengalami sangat pendek 9,1% dan pendek 20,4%. Balita 0-59 bulan mengalami
gizi buruk sebesar 4,9% dan Gizi kurang sebesar 17,2%.4
Kecamatan Loji merupakan daerah pegunungan yang terletak paling selatan
dari kota karawang, dimana masih terdapat permasalahan dalam cakupan
KADARZI, tercatat pada tahun 2016 cakupan hanya 57,55 dari target 100%.
2
1.2.Rumusan Masalah
1.2.1. Pemberian Inisiasi dini menyusui masih sangat rendah hanya sebesar 49,7%
pada tahun 2016.
1.2.2. Persentase pemberian ASI eksklusif masih rendah yaitu 65,1% pada tahun
2016.
1.2.3. Proporsi rumah tangga mengonsumsi garam mengandung cukup iodium
adalah 88,9%
1.2.4. Cakupan pemberian vitamin A pada anak 6-11 bulan sebesar 70,4%
1.2.5. Prevalensi status gizi buruk-kurang balita 0-59 bulan pada kota karawang
menunjukkan peningkatan dari 19,6% pada tahun 2013, menjadi 22,0%
pada 2016.
1.2.6. Terjadi peningkatan prevalensi wanita usia subur (WUS) 15-49 tahun risiko
kurang energi kalori (KEK) pada tahun 2007 dan 2013 yaitu pada wanita
tidak hamil kelompok umur 15-19 tahun naik 15,7% dari 30,9% menjadi
46,6% dan pada wanita hamil kelompok umur 45-49 tahun naik 15,1% dari
5,6% menjadi 20,7%.
1.2.7. Data tahun 2016 tercatat balita 0-59 bulan mengalami sangat kurus 1,6%
dan kurus 9,1%.
1.2.8. Data tahun 2016 tercatat balita 0-59 bulan yang mengalami sangat pendek
9,1% dan pendek 20,4%.
1.2.9. Masih jauhnya cakupan KADARZI pada wilayah kerja UPTD Puskesmas
DTP Loji kecamatan tegalwaru pada tahun 2016 hanya 57,55% dari target
yang ditentukan yaitu 100%.
3
1.3.Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pada program keluarga sadar gizi di
UPTD puskesmas DTP Loji, Kabupaten Karawang pada periode
November 2016 sampai dengan Oktober 2017 dengan menggunakan
pendekatan sistem.
1.4. Manfaat
1.4.1. Bagi Evaluator
1.4.1.1.Mempunyai pengalaman dan pengetahuan tentang evaluasi program
keluarga sadar gizi di UPTD Puskesmas DTP Loji.
1.4.1.2.Menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama
kuliah.
1.4.1.3.Melatih kemampuan berpikir kritis dalam menghadapi masalah dan mampu
untuk memberikan usulan dan saran untuk memperbaiki cakupan program.
1.4.1.4.Mengetahui kendala yang dihadapi dalam menjalankan program puskesmas
khususnya pada program keluarga sadar gizi dan merangsang cara berpikir
kritis dan ilmiah.
4
1.4.2. Bagi Puskesmas
1.4.2.1.Memberikan masukan kepada pelaksana teknis gizi dan membina peran
serta masyarakat dalam melaksanakan program keluarga sadar gizi secara
optimal.
1.4.2.2.Mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam program Puskesmas
disertai dengan usulan atau saran sebagai pemecahan masalahnya.
1.4.2.3.Membantu kemandirian Puskesmas dalam upaya lebih mengaktifkan
program keluarga sadar gizi sehingga memenuhi target cakupan program.
1.5. Sasaran
Semua keluarga yang bermasalah gizi diutamakan keluarga yang mempunyai balita
0-6 bulan dan ibu hamil dengan kriteria sebagai berikut
1. Balita yang mengalami gizi buruk
2. Balita gizi buruk setelah rawat inap
3. Balita yang berada di bawah garis merah
4. Balita yang berat badannya tidak naik 2 kali berturut-turut
5. Ibu hamil yang sangat kurus
6. Ibu hamil yang memiliki gejala kurang darah
di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Loji periode bulan November 2016
sampai dengan Oktober 2017.
5
Bab II
Materi dan Metode
2.1. Materi
Materi yang dievaluasi dalam program ini terdiri dari catatan hasil cakupan
kegiatan puskesmas mengenai keluarga sadar gizi di wilayah kerja UPTD
Puskesmas DTP Loji, Karawang periode bulan November 2016 sampai dengan
Oktober 2017, yang berisi kegiatan:
6
Bab III Kerangka
Teoritis
3.1. Bagan Pendekatan Sistem
7
2. Proses (process), adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat
dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi
keluaran yang direncanakan, mulai dari perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan, koordinasi, pengawasan, pelaporan, dan dan evaluasi.
3. Keluaran (output), adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan
langsung dari berlangsungnya proses dalam sistem.
4. Efek (Effect)
Efek meerupakan hasil langsung yang dirasakan oleh masyarakat yang
sudah diberikan pelayanan program. Hasil pertama dari proses suatu
sistem. Efek dapat dikaji dari perubahan pengetahuan, sikap dan prilaku
masyarakat sasaran.
5. Lingkungan (environment), adalah dunia di luar sistem yang tidak
dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem,
dengan maksud dapat mendukung atau sebaliknya menjadi penghambat
berjalannya program terdiri dari lingkungan fisik dan non fisik
6. Umpan balik (feedback), adalah kumpulan bagian atau elemen yang
merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi
sistem tersebut. Merupakan hasil dari keluaran yang digunakan sebagai
bahan untuk perbaikan pada satu siklus mendatang. Adanya umpan balik
yang dini dapat memperbaiki di tengah berjalannya program kesehatan.
7. Dampak (impact), adalah hasil yang tidak langsung dari proses suatu
sistem dan merupakan akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu system.
Dampak program dapat diukur dengan peningkatan status kesehatan
masyarakat.
3.2. Tolok Ukur
Tolok ukur merupakan nilai acuan atau standar yang telah ditetapkan dan
digunakan sebagai target yang harus dicapai pada tiap-tiap variabel sistem, yang
meliputi masukan, proses, keluaran dan umpan balik. Tolok ukur digunakan sebagai
pembanding atau target yang harus dicapai dalam program perbaikan gizi
masyarakat.
Tolok ukur berdasarkan pedoman pendampingan keluarga sadar gizi
tentang cakupan keluarga sadar gizi adalah sebesar 100% dalam satu tahun.
8
Bab IV
Penyajian Data
4.1. Sumber Data
Sumber data yang digunakan diambil dari:
- Buku Laporan Tahunan UPTD Puskesmas DTP Loji, Kecamatan
Tegalwaru tahun 2016.
- Data wilayah administrasi UPTD Puskesmas DTP Loji, Kecamatan
Tegalwaru, Kabupaten Karawang tahun 2016.
- Formulir pemetaan keluarga sadar gizi di 9 desa wilayah kerja UPTD
Puskesmas DTP Loji, Kecamatan Tegalwaru periode bulan November
2016 sampai dengan Oktober 2017.
- Rekapitulasi Pemantauan KADARZI UPTD Puskesmas DTP Loji,
Kecamatan Tegalwaru tahun 2017
9
2. Batas Wilayah Kerja UPTD Puskesmas DTP Loji
UPTD Puskesmas DTP Loji secara administratif berbatasan dengan :
Sebelah Utara :Kecamatan Ciampel Kabupaten Karawang
Sebelah selatan : Kecamatan Cariu Kabupaten Bogor
Sebelah barat : Kecamatan Pangkalan Kabupaten Karawang
Sebelah Timur : Kecamatan Sukasari Kabupaten Purwakarta
Wilayah Administrasi
Wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Loji terdiri dari 9 desa, 40
RW, dan 114 RT. 9 desa tersebut adalah:
1. Desa Kutamaneuh
2. Desa Kutalanggeng
3. Desa Cintalanggeng
4. Desa Cintawargi
5. Desa Cintalaksana
6. Desa Mekarbuana
7. Desa Wargasetra
8. Desa Cigunungsari
9. Desa Cipurwasari
Seluruh desa di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Loji relatif
dapat dijangkau dengan kendaraan bermotor roda dua.
3. Data Demografis
Berdasarkan data dari masing-masing desa, penduduk wilayah kerja
UPTD Puskesmas DTP Loji Kecamatan Tegalwaru pada tahun 2016
berjumlah 35.959 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 18.125 jiwa dan
perempuan sebanyak 17.834 jiwa.
Penyebaran penduduk di Puskesmas Loji Kecamatan Tegalwaru
bervariasi yaitu jumlah penduduk terkecil dimiliki oleh desa Cipurwasari
dan penduduk terbesar dimiliki oleh desa Wargasetra.
Data persentase tingkat pendidikan menunjukkan bahwa pendidikan
SD (59,34 %) merupakan pendidikan dengan persentase tertinggi
dibandingkan dengan tamatan pendidikan lain. Sedangkan pendidikan
10
dengan persentase terkecil adalah penduduk dengan tamatan
Akademi/Perguruan Tinggi (4 %).
11
3. Dana
❖ APBN
❖ APBD
❖ Umum
❖ Askes/Jamkesmas/BPJS/Kartu Indonesia Sehat
❖ Jamkesda/Karawang Sehat
12
d. Metode (Method)
1. Persiapan pendampingan keluarga sadar gizi.
2. Pemetaan awal keluarga sadar gizi berdasarkan 5 indikator
keluarga sadar gizi.
3. Pelaksanaan pendampingan keluarga sadar gizi.
4. Pemetaan akhir keluarga sadar gizi berdasarkan 5 indikator
keluarga sadar gizi.
4.3.2. Proses
4.3.2.1. Perencanaan
1. Pertemuan dengan bidan desa oleh tenaga pelaksana gizi
- Mendapatkan jumlah dan rincian data keluarga sasaran di masing –
masing wilayah kerja bidan desa dilakukan oleh tenaga pelaksana
gizi dengan bantuan bidan koordinator.
- Menetapkan jumlah kader pendamping yaitu 2 kader untuk 1 Desa.
- Tata cara pemilihan kader Kadarzi yaitu dengan memilih kader
Kadarzi dari kader Posyandu.
2. Pemberdayaan kader pendamping keluarga sadar gizi
- Pemberdayaan dan penyegaran kader Kadarzi yang dilakukan oleh
tenaga pelaksana gizi dan bidan desa.
3. Melakukan promosi kesehatan tentang keluarga sadar gizi.
- Pengembangan kegiatan bina suasana individu dengan cara
melakukan penyuluhan yang dilakukan pada kelas ibu hamil,
posyandu dan mendemonstrasikan penyimpangan garam yang baik
dan benar, serta tes yodium pada garam rumah tangga warga oleh
tenaga pelaksana gizi dan kader Kadarzi.
- Menjelaskan dan membagikan pamflet mengenai 5 indikator
keluarga sadar gizi kepada ibu hamil, ibu nifas, dan yang memiliki
bayi dan atau Balita.
4. Advokasi dengan kepala desa.
- Melakukan advokasi dengan kepala desa untuk mendukung
pelaksanan program keluarga sadar gizi.
13
5. Pemetaan awal keluarga sadar gizi.
- Mendata anggota keluarga dari 10 kepala keluarga terpilih pada
masing – masing posyandu berupa jumlah bayi usia 0 – 6 bulan, bayi
dan Balita usia 6 – 59 bulan, ibu hamil, ibu nifas, dan lainnya oleh
kader kadarzi.
- Menilai perilaku Kadarzi di keluarga berdasarkan 5 indikator
Kadarzi yang telah disesuaikan dengan karakteristik masing –
masing keluarga terpilih oleh kader Kadarzi.
- Pencatatan dan pemetaan awal keluarga sadar gizi pada formulir 1
dan 2
- Perekapan hasil pemetaan awal keluarga sadar gizi.
6. Pendampingan keluarga sasaran.
- Membuat jadwal kunjungan rumah keluarga sasaran (formulir 3)
- Melakukan kunjungan ke keluarga sasaran secara berkelanjutan.
- Mengidentifikasi dan mencatat masalah gizi yang terjadi di keluarga
sasaran serta memberikan nasehat gizi.
- Mencatat perubahan perilaku Kadarzi.
- Merekap hasil perubahan perilaku dari seluruh keluarga yang
didampingi.
- Kegiatan ini dilaksanakan oleh kader Kadarzi.
6. Pemetaan akhir Keluarga Sadar Gizi.
- Penyampaian formulir hasil perubahan perilaku, formulir
kesimpulan hasil, dan formulir hasil kegiatan pendampingan kepada
Bidan Desa oleh kader Kadarzi.
- Perekapan hasil pemantauan keluarga sasaran di desa bersangkutan
dan melaporkan hasilnya kepada Kepala Desa dan tim Puskesmas
dilakukan oleh Bidan Desa.
- Perekapan hasil pemantauan keluarga sasaran oleh tenaga pelaksana
gizi.
14
4.3.2.2. Pengorganisasian
Kader pendamping
4.3.2.3. Pelaksanaan
1. Pertemuan dengan bidan desa oleh tenaga pelaksana gizi.
Tenaga pelaksana gizi melakukan rapat dengan bidan desa untuk
mendapatkan data dan rincian keluarga sasaran serta ditetapkannya 2
kader Kadarzi untuk 1 desa
2. Pemberdayaan kader Kadarzi
Tenaga pelaksana gizi mengadakan rapat untuk melakukan
pemberdayaan dan penyegaran kader Kadarzi.
3. Melakukan promosi kesehatan tentang keluarga sadar gizi
Baik tenaga pelaksana gizi, bidan desa dan kader Kadarzi melakukan
promosi kesehatan kepada masyarakat, baik melalui program promosi
kesehatan maupun penyuluhan melalui posyandu.
4. Melakukan advokasi kepada kepala desa
Melalui minggon kecamatan dan minggon desa. Tenaga pelaksana
gizi melakukan penyampaian akan pelaksanaan program keluarga sadar
gizi dan memohon bantuan serta dukungan agar pelaksanaan program
ini berlangsung dengan baik.
15
5. Melakukan pemetaan awal keluarga sadar gizi
Kader Kadarzi melakukan pendataan pemetaan keluarga dengan
pengisian formulir 1 dan 2 serta perekapan pemetaan awal keluarga
sadar gizi di desa masing-masing.
6. Membuat jadwal kunjungan rumah keluarga sasaran.
Kader pendamping tidak membuat jadwal Kunjungan seharusnya
direncanakan sesuai dengan berat ringannya masalah gizi yang dihadapi
keluarga.
7. Melakukan kunjungan ke keluarga sasaran secara berkelanjutan.
Kader pendamping melakukan kunjungan ke keluarga sasaran yang
berjumlah 10 keluarga per desa. Masing-masing keluarga sasaran akan
didampingi secara berkelanjutan sebanyak rata-rata 10 kali kunjungan,
namun tidak dilakukan. Dalam melakukan pendampingan, kader
pendamping dibekali buku saku dan formulir pencatatan
pendampingan. Setelah selesai melakukan kunjungan ke setiap
keluarga kader tidak membuat kesepakatan dengan keluarga sasaran
untuk kunjungan berikutnya. Hal ini menyebabkan formulir ketiga
tidak diisi.
8. Mengidentifikasi dan mencatat masalah gizi yang terjadi pada keluarga
sasaran.
Tidak dilakukannya pencatatan masalah gizi keluarga pada kolom
masalah pada formulir 4, yang disesuaikan dengan kunjungan yang ke
berapa kali dan tanggal/bulan/tahun.
9. Memberikan nasehat gizi sesuai permasalahannya.
10. Tidak mengantarkan kasus rujukan dan menindaklanjuti masalah pasca
rujukan/perawatan.
11. Menyelenggarakan Diskusi Kelompok Terarah (DKT)
Tidak dilakukannya Diskusi Kelompok terarah untuk membahas
masalah gizi yang ditemukan selama kegiatan pendampingan. DKT
dilakukan sesuai masalah yang dihadapi oleh keluarga sasaran yang
difasilitasi oleh kader pendamping dan dihadiri oleh petugas Poskesdes.
16
12. Tidak adanya kerjasama dengan Tokoh masyarakat, Tokoh Agama,
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan donatur untuk membantu
memecahkan masalah gizi keluarga melalui pertemuan kelompok kerja
Kadarzi Desa.
13. Tidak adanya pencatatan perubahan perilaku Kadarzi
14. Kader Kadarzi tidak merekap hasil perubahan perilaku dari seluruh
keluarga yang didampingi dengan menggunakan formulir 5.
4.3.2.4. Pengawasan
• Pencatatan dan pelaporan
- Pencatatan seluruh hasil kegiatan dilakukan setiap bulan
Agustus.
• Rapat
- Terdapat evaluasi pada rapat minggon kecamatan setiap hari
selasa, minggon desa setiap hari rabu dan lokakarya mini
puskesmas setiap 3 bulan sekali.
4.3.3. Keluaran
Berikut rumus penghitungan cakupan setiap indikator keluarga sadar gizi
yang dicapai oleh UPTD Puskesmas Loji Kecamatan Tegalwaru bulan
November 2016 sampai dengan Oktober 2017. Data tercantum pada tabel
yang terdapat pada lampiran.
17
Bila bayi berusia 2-3 bulan dikatakan baik bila lebih sama dengan 2 kali
berturut-turut.
Bila bayi berusia 0-1 bulan dikatakan baik bila lebih sama dengan 1 kali
berturut-turut.
18
Cakupan Pemberian ASI eksklusif bayi usia 0-6 bulan = 307 / 380 x
100% = 80%
Hasil cakupan pemberian ASI esklusif 80% dimana besar masalah 20%.
c) Cakupan kepala keluarga yang makan makanan beraneka ragam.
Definisi : Makan beraneka ragam makanan terdiri dari makanan pokok,
lauk hewani, lauk nabati, sayuran, dan buah setiap hari.
Cara mengukur: Menanyakan kepada ibu tentang konsumsi lauk hewani
dan buah dalam menu anak balita selama dua hari terakhir.
Dikatakan baik apabila setiap hari makan lauk hewani dan buah
19
e) Cakupan kepala keluarga yang mengonsumsi suplemen gizi.
Definisi: Mengonsumsi suplemen gizi dilakukan dengan cara
memberikan satu kapsul vitamin A (warna biru) pada bayi 6 – 11 bulan
(Februari Agustus), dua kapsul vitamin A (warna merah) setiap tahun
(Februari dan Agustus) pada anak umur 1 – 5 tahun, dan dua kapsul
vitamin A (warna merah) pada ibu nifas yaitu satu kapsul segera setelah
post – partum dan satu kapsul lagi maksimal 28 hari post – partum serta
memberikan 90 tablet Fe pada ibu hamil sejak awal kehamilan.
Cara mengukur: Lihat catatan pada KMS/ catatan ibu nifas/ catatan ibu
hamil/ catatan posyandu/ buku KIA, bila tidak ada tanyakan pada ibu.
Dikatakan baik bila mendapatkan suplemen gizi sesuai anjuran.
20
4.3.4 Lingkungan
a) Fisik
- Lokasi : Mudah dijangkau
- Transportasi : Memerlukan transportasi
b) Non Fisik
- Pendidikan : Mayoritas penduduk dengan pendidikan SD 59,34%.
- Agama : Mayoritas Islam sebesar 99,90%
- Budaya : Bayi harus diberikan air mineral dan susu formula agar bayi
semakin kuat dan agar ASI tidak habis serta cukup. ASI yang keruh dan
kuning jangan diberikan, itu ASI ampasnya.
21
b) Tidak Langsung
- Menurunkan angka kejadian gizi buruk.
- Menurunkan angka kejadian KEK pada wanita.
- Menurunkan angka kejadian GAKY.
- Menurunkan angka anemia defisiensi besi
- Menurunkan angka kematian ibu dan anak.
- Menurunkan angka BBLR.
- Menurunkan angka kesakitan akibat gizi buruk
22
Bab V
Pembahasan
23
2. Pengisian dan Tidak dilakukan (+)
perekapan formulir
pendampingan
keluarga sadar gizi
oleh kader Kadarzi
3. Pemetaan akhir yang Tidak dilakukan (+)
dilakukan oleh kader
Kadarzi
2. Melakukan kunjungan
ke keluarga sasaran Tidak dilakukan
(+)
secara berkelanjutan.
3. Mengidentifikasi dan
mencatat masalah gizi Tidak dilakukan
yang terjadi pada (+)
keluarga sasaran.
4. Mengantarkan kasus
rujukan dan
menindaklanjuti Tidak dilakukan (+)
masalah pasca
rujukan/perawatan.
5. Menyelenggarakan
Diskusi Kelompok
Tidak dilakukan (+)
Terarah (DKT) untuk
membahas masalah
gizi yang ditemukan
selama kegiatan
pendampingan.
6. Mencatat perubahan
perilaku KADARZI Tidak dilakukan (+)
24
dari seluruh keluarga (+)
yang didampingi
dengan menggunakan
formulir 5.
25
penghargaan atas
kinerja baik kader.
3. Pemantauan dilakukan
setiap bulan selama Tidak dilakukan (+)
proses pendampingan
berlangsung
26
Bab VI Perumusan
Masalah
Masalah-masalah yang ditemukan dalam evaluasi program Keluarga Sadar Gizi di
UPTD Puskesmas Loji Kecamatan Tegalwaru periode bulan November 2016
sampai dengan Oktober 2017, sebagai berikut:
6.1 Masalah menurut keluaran (masalah sebenarnya):
a. Cakupan menimbang berat badan secara teratur sebesar 97.00% dari tolak
ukur 100%, sehingga didapatkan besar masalah sebesar 3.00%.
b. Cakupan ASI eksklusif usia 0 sampai 6 bulan sebesar 80.00% dari tolok
ukur 100%, sehingga didapatkan besar masalah sebesar 20.00%.
c. Cakupan makan aneka ragam makanan 96% dari tolok ukur 100%, sehingga
didapatkan besar masalah sebesar 4.00%.
d. Cakupan mengkonsumsi garam beryodium 92% dari tolok ukur 100%,
sehingga didapatkan besar masalah sebesar 8.00%.
e. Cakupan mengkonsumsi suplementasi gizi 95% dari tolok ukur 100%,
sehingga didapatkan besar masalah sebesar 5.00%.
27
c. Sarana (material)
Tidak ada informasi masalah gizi balita dan ibu
d. Metode
Tidak ada rencana kunjungan rumah dan nasehat gizi.
• Dari Proses
a) Perencanaan
- Program pendampingan keluarga menuju KADARZI hanya
dapat dilakukan sekali setahun.
b) Pengorganisasian
- Tidak mengadakan diskusi kelompok terarah (DKT) untuk
membahas masalah gizi keluarga
c) Pelaksanaan
- Tidak mencatatat masalah gizi yang terjadi di keluarga sasaran
- Tidak mengantar rujukan ke pusat kesehatan
- Tidak merekap perubahan hasil perilaku keluarga sasaran
kadarzi Kader
- tidak melaporkan hasil perubahan perilaku ke bidan desa
d) Pengawasan
- Tidak mempunyai jadwal kunjungan keluarga sasaran
- Tidak mencatat perubahan perilaku kadarzi
- Tidak melakukan pengawasan tiap bulan pada kader
pendamping
28
Bab VII Prioritas
Masalah
7.1. Masalah Menurut Keluaran
Masalah menurut keluaran merupakan masalah yang sebenarnya di dalam
sebuah program. Masalah dari keluaran yang ada yaitu:
A. Cakupan menimbang berat badan secara teratur sebesar 97.00% dari
tolak ukur 100%, sehingga didapatkan besar masalah sebesar 3.00%.
B. Cakupan ASI eksklusif usia 0 sampai 6 bulan sebesar 80.00% dari tolok
ukur 100%, sehingga didapatkan besar masalah sebesar 20.00%.
C. Cakupan makan aneka ragam makanan 96% dari tolok ukur 100%,
sehingga didapatkan besar masalah sebesar 4.00%.
D. Cakupan mengkonsumsi garam beryodium 92% dari tolok ukur 100%,
sehingga didapatkan besar masalah sebesar 8.00%.
E. Cakupan mengkonsumsi suplementasi gizi 95% dari tolok ukur 100%,
sehingga didapatkan besar masalah sebesar 5.00%.
7.2. Prioritas Masalah
Pemilihan prioritas dengan menggunakan parameter seperti berikut:
No. Parameter A B C D E
1 Besarnya masalah 3 5 3 4 4
2 Berat ringan akibat yang ditimbulkan 4 5 3 5 4
3 Keuntungan sosial karena terselesaikannya 4 5 4 4 4
masalah
4 Teknologi yang tersedia dan dapat dipakai 4 4 4 5 4
5 Sumber daya yang tersedia untuk 4 4 4 4 4
menyelesaikan masalah
Total 19 23 18 22 20
29
Keterangan derajat masalah:
5 : Sangat penting
4 : Penting
3 : Cukup penting
2 : Kurang penting
1 : Tidak penting
30
Bab VIII Penyelesaian
Masalah
Cakupan ASI eksklusif usia 0 sampai 6 bulan sebesar 80% dari tolok ukur
100%, sehingga didapatkan besar masalah sebesar 20%
Penyebab:
a) Kurang adanya koordinasi dengan pemilik program promosi kesehatan di
luar gedung untuk menyampaikan pentingnya ASI eksklusif.
b) Kurang adanya koordinasi dengan pemilik program lain khususnya di
bidang kesehatan ibu dan anak (KIA) dalam menyelesaikan masalah
cakupan ASI eksklusif.
Penyelesaian Masalah:
a) Ditambahnya poster fakta dan mitos mengenai ASI ekslusif.
b) Melakukan penyuluhan untuk orang tua tentang pentingnya ASI ekslusif
bagi bayi, bahaya madu dan makanan padat untuk pencernaan bayi.
c) Meredam asumsi masyarakat akan ASI yang tidak lancar, sehingga harus
didukung dan diberikan motivasi agar ibu yang tidak lancar ASInya tidak
semakin depresi.
d) Melakukan koordinasi dengan pemegang program kesehatan ibu dan anak
serta pemegang program promosi kesehatan, mengenai masalah ASI
eksklusif 0-6 bulan ini agar dapat menyelesaikan masalah secara bersama-
sama.
31
8.2. Masalah Kedua
Cakupan mengkonsumsi garam beryodium 92% dari tolok ukur 100%,
sehingga didapatkan besar masalah sebesar 8.00%.
Penyebab :
a) Tidak rutin dilakukannya demonstrasi penyimpanan garam beryodium di
setiap posyandu
b) Masyarakat masih bingung dalam memilih garam beryodium yang baik
untuk dikonsumsi dikarenakan pengetahuan gizi yang kurang
c) Penyimpanan garam yang kurang baik.
d) Tidak adanya poster ataupun lembar balik mengenai pentingnya garam
beryodium bagi kesehatan
Penyelesaian Masalah:
a) Melakukan demonstrasi yodium di setiap kegiatan posyandu
b) Meningkatkan kesadaran masyakat mengenai garam beryodium dan
bagaimana menyimpan garam secara baik dan benar dengan penyuluhan di
setiap kegiatan posyandu
c) Memberitahukan bagaimana penyimpanan garam yang baik dan benar
dalam setiap kegiatan posyandu.
d) Menyediakan poster ataupun lembar balik mengenai manfaat garam
beryodium untuk mendukung kegiatan demonstrasi yodium di setiap
kegiatanposyandu.
32
Bab IX
Penutup
9.1. Kesimpulan
Dari hasil evaluasi dengan cara pendekatan sistem, dapat diambil
kesimpulan bahwa program Kadarzi di UPTD Puskesmas DTP Loji periode
November 2016 – Oktober 2017 belum mencapai hasil, terlihat dari masih
adanya cakupan yang belum tercapai.
Masalah yang dihadapi adalah tidak adanya proses pendampingan keluarga
sadar gizi dan tidak adanya pemetaan akhir program keluarga sadar gizi,
dikarenakan terbatasnya dana bantuan operasional kesehatan yang akan diberikan
sebagai upah jalan kader Kadarzi.
Diperlukan upaya dari tenaga pelaksana gizi untuk mencari kader Kadarzi
yang berjiwa sosial, inovatif dan kreatif, sehingga pendampingan dan pemetaan
akhir keluarga sadar gizi dapat dilakukan.
33
Daftar pustaka
1. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan.
Buku pedoman pendampingan keluarga menuju Kadarzi. Jakarta: DepKes,
2007.
2. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan.
Buku saku kader pendamping menuju kadarzi. Jakarta: DepKes, 2007
3. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA. Pedoman pelayanan gizi di
puskesmas. Jakarta: DepKes, 2014.
4. Direktorat Gizi masyarakat. Buku saku pemantauan status gizi dan indikator
kinerja gizi. Jakarta:Kemenkes, 2016
5. Mentri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman operasional keluarga sadar
gizi di desa siaga. Jakarta: DepKes, 2007.
6. Badan Pusat Statistik. Konsumsi buah dan sayur dalam rangka hari gizi
nasional. Jakarta:Badan pusat statistic, 2017
7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
RI. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Kemenkes, 2013.
8. Petugas Gizi Puskesmas Loji. Laporan tahunan program gizi Puskesmas
Loji. Karawang, 2016.
34