Anda di halaman 1dari 5

Nurul Annisa

240210150028

4.3 Daging
Daging merupakan semua bahan yang dapat konsumsi yang berasal dari
hewan. Komposisi daging terdiri dari 75% air, 19% protein, 3,5% substansi non
protein yang larut, dan 2,5% lemak (Lawrie, 2003). Daging dapat dibagi dalam dua
kelompok yaitu daging segar dan daging olahan. Sedangkan daging olahan adalah
daging yang diperoleh dari hasil pengolahan dengan metode tertentu dengan atau
tanpa bahan tambahan, misalnya sosis, dendeng, daging burger dan daging olahan
dalam kaleng dan sebagainya (Desroiser, 1988).
Warna dari daging segar adalah merah terang dari oksimioglobin,
sedangkan warna daging yang dimasak adalah warna coklat dari globin
hemikromogen, warna daging yang ditambahkan nitrit adalah warna merah gelap
dari nitrikoksidamioglobin dan bila dimasak (Soeparno, 1994). Faktor yang dapat
mempengaruhi penampilan daging sebelum pemotongan adalah perlakuan
transportasi dan istirahat yang dapat menentukan tingkat cekaman (stress) pada
ternak yang pada akhirnya akan menentukan kualitas daging yang dihasilkan (T.
Suryati, 2006).
4.3.1 Curing
 apa itu curing, apa tujuannya, jenis larutan apa saja yg biasa
digunakan pd proses curing
Curing merupakan salah satu proses pengolahan yang dilakukan terhadap
daging. pengertian curing yaitu suatu cara pengolahan daging dengan
menambahkan beberapa bahan seperti garam natrium klorida (NaCl), natrium-
nitrit, natrium-nitrat, gula, serta bumbu-bumbu.
Curing berguna untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur, dan
kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi pengerutan daging selama prosesing
serta memperpanjang masa simpan produk (Soeparno, 1994). Garam merupakan
konstituen campuran bahan curing yang paling penting, garam pada konsentrasi
yang cukup berfungsi sebagai pengawet atau penghambat pertumbuhan mikroba
dan penambah aroma dan cita rasa atau flavour.
 bandingkan perbedaan daging yg ditmbhkan larutan curing dengan kontrol
Lihat tabel
Nurul Annisa
240210150028

 bandingkan perbedaan daging yg direndam dlm berbagai jenis larutan


curing yg digunakan mana yg dapat mempertahankan warna, tekstur, aroma
dan bagaimana mekanisme larutan curing tsb dlm mempertahankan warna,
aroma, tekstur.
Lihat tabel
Nitrit pada proses curing daging berfungsi untuk memperoleh warna merah
yang stabil. Nitrit akan terurai menjadi nitrit oksida, selanjutnya akan bereaksi
dengan mioglobin membentuk nitrosomioglobin. Meskipun sebagai salah satu
bahan tambahan pangan yang memberikan banyak keuntungan, ternyata dari
penelitian dibutuhkan bahwa nitrit dapat membentuk nitrosamin yang bersifat
toksik dan karsinogenik, yang mengakibatkan kerusakan hati dan penyakit tumor
(Afriyanti, 2008).
4.3.2 Pengamatan Daging Olahan
Daging olahan adalah daging yang diperoleh dari hasil pengolahan dengan
metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan, misalnya sosis, dendeng,
daging burger dan daging olahan dalam kaleng dan sebagainya (Desroiser, 1988).
Daging olahan lebih sering dikonsumsi dibandingkan dengan daging segar. Hal
tersebut disebabkan karena daging segar membutuhkan lebih banyak waktu untuk
siap dikonsumsi. Pengamatan yang dilakukan adalah dengan cara mengamati
bentuk, warna, aroma, tekstur dari masing-masing sampel daging olahan. Sampel
daging olahan yang diamati adalah kornet, sosis, dan abon.

4.4 Ikan
 bandingkan karakteristik ikan segar dan ikan tidak segar
Ikan setelah mati atau pasca mortem akan mengalami perubahan komponen
penyusunnya. Perubahan yang paling mendasar adalah terjadinya peralihan
respirasi aerobik menjadi respirasi anaerobik. Selain itu, menurut Nurjanah (2004)
menyatakan bahwa ikan segar memiliki kelemahan yaitu mudah mengalami
kerusakan atau kemunduran mutu (highly perishable food). Kerusakan atau
kemunduran mutu akan terus berlangsung jika tidak dihambat. Berdasarkan SNI
01-27292-2006 tentang Persyaratan Bahan Baku Ikan Segar, ikan yang terpaksa
harus menunggu proses, harus disimpan dalam wadah yang baik dan tetap
dipertahankan suhunya dengan menggunakan es curia sehingga suhu pusat bahan
baku mencapai suhu maksimal 5°C, saniter dan higienis.
Nurul Annisa
240210150028

Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989) menyatakan bahwa ikan cepat


mengalami pembusukan disebabkan oleh beberapa kelemahan seperti:
1. Tubuh ikan mempunyai kadar air yang tinggi (80%) dan pH tubuh
mendekati netral sehingga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri pembusuk maupun mikroorganisme lain. Dengan demikian, ikan
merupakan komoditi yang cepat membusuk bahkan lebih cepat
dibandingkan dengan sumber protein hewani lain.
2. Daging ikan mengandung sedikit sekali tenunan pengikat (tendon),
sehingga sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis. Hasil pencernaan ini
menyebabkan daging menjadi sangat lunak sehingga merupakan media
yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme.
3. Daging ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang sifatnya
sangat mudah mengalami proses oksidasi. Oleh karena itu sering timbul bau
tengik pada tubuh ikan, terutama pada hasil olahan maupun awetan yang
disimpan tanpa menggunakan antioksidan.
Mutu ikan dapat dipertahankan jika ikan tersebut ditangani dengan hati-hati
(carefull), bersih (clean), disimpan dalam ruangan dengan suhu yang dingin (cold),
dan cepat (quick). Pada suhu ruang, ikan lebih cepat memasuki fase rigor mortis
dan berlangsung lebih singkat. Jika fase rigor tidak dapat dipertahankan lebih lama
maka pembusukan oleh aktivitas enzim dan bakteri akan berlangsung lebih cepat.
Aktivitas enzim dan bakteri dapat menyebabkan perubahan yang sangat signifikan
sehingga ikan memasuki fase post rigor yang merupakan permulaan dari proses
pembusukkan. Fase ini meliputi autolisis, pembusukkan oleh bakteri dan
ketengikan. Ikan yang masih hidup mengandung sejumlah bakteri pada kulit, insang
dan saluran pencernaan. Bakteri-bakteri tersebut tidak dapat menyerang ikan karena
adanya kulit dan lendir yang berfungsi sebagai penghalang. Namun, setelah ikan
mati, penghalang tersebut tidak berfungsi lagi sehingga bakteri dapat
menyerang kulit, insang dan saluran pencernaan. Fase ini menunjukan bahwa mutu
ikan sudah rendah dan tidak layak untuk dikonsumsi (Anonimb, 2013).
Tingkat kesegaran adalah untuk membedakan ikan yang bermutu baik dan
buruk. Jika perubahan-perubahan biokimia, mikrobiologi dan fisika yang terjadi
Nurul Annisa
240210150028

belum menyebabkan perubahan-perubahan sifat ikan pada waktu masih hidup maka
ikan dikatakan masih segar. Menurut Anonimb (2013), kesegaran ikan dapat
digolongkan ke dalam 4 kelas mutu, yaitu:
1. Ikan yang kesegarannya masih baik sekali (prima)
Ikan yang kondisinya baru saja ditangkap dan baru saja mengalami
kematian. Semua organ tubuhnya baik daging, mata, maupun insangnya
masih benar-benar dalam keadaan segar. Dalam uji organoleptik, ikan pada
kondisi berada pada nilai 9 yaitu dengan mata cerah, bola mata menonjol,
kornea jernih, insang berwarna merah dan jernih, sayatan daging cemerlang.
2. Ikan yang kesegarannya masih baik (advance)
Ikan yang masih dalam keadaan segar, namun tidak sesegar seperti pada
kondisi pertama. Dalam penilaian secara organoleptik, ikan ini mempunyai
nilai antara 7 sampai 8, yaitu dengan bola mata agak cerah, kornea agak
keruh, warna insang agak kusam, warna daging masih cemerlang namun
agak lunak bila ditekan.
3. Ikan yang kesegarannya sudah mulai mundur (sedang)
Ikan yang kondisi organ tubuhnya sudah banyak mengalami perubahan.
Nilai organoleptik untuk ikan ini berkisar antara 5 sampai 6, yaitu dengan
bola mata agak cekung, kornea agak keruh, warna insang mulai berubah
menjadi merah muda, warna sayatan daging mulai pudar dan daging
lembek.
4. Ikan yang sudah tidak segar lagi (busuk)
Ikan yang sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Daging ikan pada kondisi
ini sudah lunak dengan sayatan daging tidak cemerlang, bola mata cekung,
insang berubah menjadi coklat tua, sisik mudah lepas dan sudah
menyebarkan bau busuk. Nilai organoleptik untuk ikan pada kondisi ini,
yaitu 1 sampai 4.

 jelaskan apa itu fase rigor mortis


Fase rigor mortis berlangsung singkat, yaitu sekitar satu hingga tujuh jam setelah
ikan mati (Amlacher, 1961 dalam Liviawaty dan Afrianto, 2010, Hadiwiyoto, 1993)
Nurul Annisa
240210150028

yang diantaranya dipengaruhi oleh faktor-faktor suhu lingkungan, kondisi ikan, dan
jenis ikan (ilyas, 1993).

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. & Liviawaty, E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius,


Yogyakarta
Afriyanti. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Alfabet, Bandung.

Anonimb. 2013. Mutu Ikan Segar. Available at: http://penyuluhkp.com (diakses


pada tanggal 11 Desember 2016).

Desrosier, N. W., 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah


M. Muljohardjo. UI-Press, Jakarta.

Ilyas, S. 1993. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan. Jilid II. Teknik


Pembekuan Ikan. Penerbit. CV. Paripurna. Jakarta.

Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging. Penerjemah Aminudin P. UI-Press, Jakarta

Nurjanah. 2004. Kemunduran Mutu Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) Alumnus
Departemen THP FPIK-IPB, Bogor.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan ke-2. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

T. Suryati, M. Astawan & T. Wresdiyati. 2006. Karakteristik Organoleptik Daging


Domba yang Diberi Stimulasi Listrik Voltase Rendah dan Injeksi Kalsium Klorida.
Media Pternakan. 29(1):1-6

Anda mungkin juga menyukai