LEGAL STANDING PERKARA PEMBAGIAN HARTA GONO GINI DALAM PERSPEKTIF HUKUM INDONESIA
Oleh : Januar Muttaqien, S.H
Konsep pembagian harta gono gini (harta bersama) setelah perceraian adalah 50:50, yaitu 50% untuk pihak isteri dan 50% untuk pihak suami. Hal ini didasarkan pada suatu pemikiran bahwa dalam suatu perkawinan itu baik pihak isteri maupun pihak suami mempunyai kedudukan yang seimbang dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat dengan suami sebagai kepala rumah tangga dan isteri sebagai ibu rumah tangga. Berkaitan dengan permasalahan siapakah yang membuat konsep pembagian harta gono gini sebagaimana dimaksud di atas, maka peraturan perundang-undangan tidak memperinci secara jelas mengenai hal tersebut. Namun demikian, pemahaman konsep sebagaimana tersebut di atas telah banyak digunakan/dipakai oleh pengadilan-pengadilan di wilayah Indonesia baik Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama yang memutuskan perkara perceraian. Berkaitan dengan permasalahan sebagaimana dimaksud dalam pertanyaan di atas, maka pembagian harta gono gini tersebut memang dilakukan setelah perceraian terjadi atau diputus oleh Pengadilan yang berwenang untuk itu. Hal ini disebabkan, pembagian harta gono gini tersebut akan didasarkan pada isi amar putusan perceraian yang menyatakan mengenai pembagian harta gono gini. Dalam hal terjadi suatu perceraian, maka pihak yang mensahkan pembagian harta gono gini tersebut adalah pihak Pengadilan yang berwenang untuk itu. Hal ini dikarenakan, pembagian harta gono gini tersebut terdapat/dicantumkan dalam amar putusan perceraian yang diputus dan disahkan oleh Pengadilan yang berwenang untuk itu. Berkaitan dengan saksi-saksi dalam pembagian harta gono gini, peraturan perundang-undangan tidak memperinci secara lebih jelas lagi perihal mengenai pihak yang menjadi saksi untuk hal tersebut. Hanya saja, dalam suatu sidang perceraian yang merupakan sidang tertutup saksi-saksi akan diajukan berkaitan dengan hal-hal yang dinyatakan dalam gugatan cerai selama sidang pemeriksaan gugatan cerai. HARTA GONO GINI Suatu perbuatan hukum yang menjadi penyebab timbulnya harta bersama itu adalah "Perkawinan" baik perkawinan yang diatur oleh pasal 26 dan seterusnya KUHPerdata, maupun perkawinan yang diatur UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Putusnya perkawinan karena perceraian ada dua sebutan yaitu "cerai gugat" dan "cerai talak", penyebutan ini menunjukkan kesan adanya perselisihan antara suami dan isteri. Dalam hal ini hak untuk memecah perkawinan melalui perceraian tidak lagi monopoli suami. Isteri diberi hak untuk mengajukan gugatan cerai. Perceraian dengan talak biasa disebut cerai talak hanya berlaku bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam. Sedangkan perceraian dengan gugatan biasa disebut dengan cerai gugat berlaku bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam dan bukan agama Islam. HARTA BERSAMA MENURUT KUHPERDATA Persatuan harta kekayaan dalam pasal 119 KUHPerdata pada pokoknya dikemukakan bahwa terhitung sejak saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum terjadilah persatuan bulat harta kekayaan suami dan isteri sejauh tidak diadakan perjanjian perkawinan tentang hal tersebut, jadi dari sini dapat diartikan bahwa yang dimaksud Harta Bersama adalah "Persatuan harta kekayaan seluruhnya secara bulat baik itu meliputi harta yang dibawa secara nyata (aktiva) maupun berupa piutang (pasiva), serta harta kekayaan yang akan diperoleh selama perkawinan". HARTA BERSAMA MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1974 Harta bersama menurut UU ini ialah: "terbatas pada harta yang diperoleh selama dalam perkawinan". Sedangkan harta yang dibawa sebelum perkawinan berlangsung ini disebut dengan harta bawaan. Mengenai harta bersama ini, dalam syariat Islam (Al Quran dan Sunnah) tidak ada diatur. Seolah-olah masalah harta bersama dalam hukum Islam kosong atau vakum. Hukum agama tidak mengenal harta bersama. Mengenai pokok-pokok hukum Lembaga harta bersama yang diatur dalam Bab XII Kompilasi Hukum Islam secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut: a. harta bersama terpisah dari harta pribadi masing-masing: harta pribadi tetap menjadi milik pribadi dan dikuasai sepenuhnya oleh pemiliknya (suami-isteri). harta bersama menjadi hak bersama suami-isteri dan terpisah sepenuhnya dari harta pribadi. b. harta bersama terwujud sejak tanggal perkawinan dilangsungkan: sejak itu dengan sendirinya terbentuk harta bersama, tanpa mempersoalkan siapa yang mencari, juga tanpa mempersoalkan atas nama siapa terdaftar. c. tanpa persetujuan bersama; suami atau isteri tidak boleh mengasingkan atau memindahkan, d. hutang untuk kepentingan keluarga, dibebankan kepada harta bersama, e. dalam perkawinan serial atau poligami, wujud harta bersama, terpisah antara suami dengan masing-masing isteri, f. apabila perkawinan pecah (mati, cerai): harta bersama dibagi dua, masing-masing mendapat setengah bagian, apabila terjadi cerai mati, bagiannya menjadi tirkah, g. sita marital atas harta bersama diluar gugat cerai (pasal 95) suami isteri dapat meminta sita marital kepada Pengadilan Agama apabila salah satu pihak boros atau penjudi. Mengenai gugatan cerai dari isteri, harus disertai alasan-alasannya (pasal 148 Kompilasi Hukum Islam). Alasan-alasan perceraian (pasal 116 Kompilasi Hukum Islam): a. salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; b. salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya. c. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. d. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat ynag membahayakan pihak lain; e. salah satu pihak mendapat cacad badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri; f. antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga; g. suami melanggar taklik-talak; h. peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga. Akibat Putusnya Perkawinan Karena Perceraian i. Karena terjadinya perceraian, maka ada tiga akibat yang perlu diperhatikan yaitu: 1) Akibat terhadap anak dan isteri; 2) Akibat terhadap harta perkawinan; 3) Akibat terhadap status. 4) Akibat terhadap anak dan isteri Bapak dan ibu tetap berhak memelihara dan mendidik anak-anak mereka semata-mata untuk kepentingan anak. Apabila ada perselisihan tentang penguasaan anak, Pengadilan memberikan keputusannya. bapak bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu. Apabila bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menetapkan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan kepada bekas isteri, dan/atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas isteri. (pasal 41 Undang-undang Perkawinan). 5) Akibat terhadap harta perkawinan Untuk harta bawaan dan harta perolehan tidak menimbulkan masalah, karena harta tersebut tetap dikuasai dan adalah hak masing-masing pihak. Apabila terjadi penyatuan harta karena perjanjian, penyelesaiannya juga disesuaikan dengan ketentuan perjanjian dan kepatutan. Tetapi terhadap harta bersama, mungkin akan timbul persoalan. Menurut ketentuan pasal 37 UU Perkawinan, bila perkawinan putus karena perceraian. harta bersama diatur menurut hukumnya masing- masing. Yang dimaksud dengan "hukumnya" masing-masing ialah hukum agama, hukum adat, dan hukum- hukum lain. Dengan demikian penyelesaian harta bersama adalah sebagai berikut: 1. Bagi mereka yang kawin menurut agama islam, hukum islam tidak mengenal harta bersama, karena isteri diberi nafkah oleh suami. Yang ada adalah harta milik masing-masing suami dan isteri. Harta ini adalah hak mereka masing-masing. 2. Bagi mereka yang kawin menurut agama Islam dan agama-agama lainnya, tetapi tunduk pada hukum adat yang mengenal harta bersama (gono-gini, harta guna kaya), jika terjadi perceraian, bekas suami dan bekas isteri masing-masing mendapat separuh. 3. Bagi mereka yang kawin menurut agama Kristen, tetapi tunduk kepada BW yang mengenal harta bersama (persatuan harta sejak terjadi perkawinan), jika terjadi perceraian, harta bersama dibagi dua antara bekas suami dan bekas isteri (pasal 128 KUHPerdata). Jika terjadi sengketa tentang penyelesaian harta bersama, sedang hal ini tidak diatur menurut hukum agama maka dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri yang berwenang, walaupun bagi mereka yang beragama Islam. 6) Akibat terhadap status Bagi mereka yang putus perkawinan karena perceraian memperoleh status perdata dan kebebasan sebagai berikut: 1. Kedua mereka itu tidak terikat lagi dalam tali perkawinan dengan status janda atau duda. 2. Kedua mereka itu bebas untuk melakukan perkawinan dengan pihak lain. 3. Kedua mereka itu boleh melakukan perkawinan kembali sepanjang tidak dilarang undang-undang atau agama mereka. Permasalahan yang sering dihadapi perempuan ketika mengajukan gugatan harta bersama dan cara mengatasinya : 1. Harta yang diperoleh dalam perkawinan biasanya dibeli atas nama suami dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan harta pun disimpan oleh suami. Solusi : Walaupun harta atas nama suami, hal tersebut tidak menjadi masalah. Yang harus Anda lakukan adalah membuat foto kopi setiap dokumen yang berkaitan dengan harta bersama. 2. Sering kali isteri tidak tahu bahwa pembuktian merupakan hal penting dalam berperkara untuk dapat memperoleh hak atas harta bersama. Solusi : Jika Anda ingin mengajukan gugatan cerai dan harta bersama, sebaiknya Anda mengumpulkan semua bukti- bukti atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan harta bersama seperti sertifikat kepemilikan rumah, tanah, mobil dan kekayaan keluarga lainnya. Ini penting agar pada saat menggugat harta bersama isteri tidak mengalami kesulitan pada tahap pembuktian. Apabila suami tidak mempunyai itikad baik untuk membagi harta bersama, sebaiknya jangan memberitahu suami kalau Anda berniat untuk mengajukan gugatan cerai dan harta bersama karena membuka kemungkinan suami "mengamankan" atau menyembunyikan dokumen-dokumen tersebut. 3. Jika Anda belum juga memiliki dokumen-dokumen yang diperlukan padahal Anda sudah ingin mengajukan gugat cerai, maka Anda mesti secepat mungkin menguasai secara fisik harta benda atau kekayaan yang bisa Anda kuasai. Hal ini penting dilakukan sebagai strategi agar pihak suami yang mengajukan gugatan harta bersama sehingga beban pembuktian ada di pihak suami.