Anda di halaman 1dari 26

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Berobat pada

Pasien Tuberculosis

Priscilla Natalie

102012356

F1

priscillanatalie94@yahoo.com

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6

Jakarta Barat

I. Pendahuluan
Tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah di
Indonesia. Masih banyak penduduk Indonesia yang menderita TBC, bahkan
Indonesia masuk dalam peringkat ke-4 dalam jumlah penderita TBC. TBC
merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
yang pada umumnya menyerang paru-paru. Batuk yang lama sembuh merupakan
salah satu gejala dari TBC ini. TBC merupakan suatu penyakit yang dapat menular.
Penularan kuman dipindahkan melalui udara ketika seseorang sedang batuk, bersin,
yang kemudian terjadi droplet. Seseorang penderita TBC akan mengalami tanda dan
gejala seperti kelelahan, lesu, mual, anoreksia, penurunan berat badan, haid tidak
teratur pada wanita, demam sub febris dari beberapa minggu sampai beberapa bulan,
malam batuk, produksi sputum mukuporolent atau disertai darah, nafas bunyi crakles
(gemercik), Wheezing (mengi), keringat banyak malam hari, dan merasa kedinginan.
Jumlah penderita yang banyak membuktikan bahwa penularan penyakit ini masih
belum bisa dicegah dengan maksimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
infeksi TBC menurut Alsagaff (2001) adalah adanya sumber infeksi (sering kontak

1
dengan penderita), penurunan daya tahan tubuh (pasien infeksi HIV, pengguna obat-
obat terlarang atau alkohol), faktor lingkungan (pemukiman yang penuh, kumuh),
virulensi tinggi dan jumlah basil banyak (perilaku buang dahak sembarangan), faktor
imunologis, faktor psikologis, dan kelompok sosio ekonomi rendah (nutrisi dan
sebagainya).1,2

II. Pembahasan
Scenario 3 :
Penelitian-epidemiologi
Puskesmas K pada pelaksanaan mikro planning bulan lalu didapatkan data bahwa
banyak pasien yang telah didiagnosis TB paru dan diobati dengan system DOTS tidak
kembali lagi mengambil obat. Sementara itu angka kejadian Multi Drugs Resistance
(MDR) semakin meningkat. Kepala Puskesmas ingin melakukan penelitian untuk
mengetahui factor apa saja yang menyebabkan kunjungan follow up pasien TB tidak
kembali. Berdasarkan beberapa literature diduga factor-faktor yang berhubungan
dengan keteraturan berobat antara lain: usia pasien, tingkat pendidikan,
sosioekonomi, pekerjaan, jarak rumah dengan Puskesmas, efek samping obat,
lamanya minum obat, dan factor-faktor lainnya.

DEFINISI
TBC adalah suatu infeksi menular dan menahun dan bisa berakibat fatal, yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis atau
Mycobacterium africanum. TBC paru kini bukanlah penyakit yang menakutkan
sampai penderita harus dikucilkan, tetapi penyakit kronik ini dapat menyebabkan
cacat fisik atau kematian. Penularan TB paru hanya terjadi dari penderita TBC
terbuka. Penyebab TB paru ini adalah Mycobacterium tuberculosis. TBC adalah
penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. TBC dapat juga
ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningens, ginjal, tulang, dan nodus
limfe.1,2

2
EPIDEMIOLOGI

Menurut hasil SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1986, penyakit TBC
di Indonesia merupakan penyebab kematian ke-3 dan menduduki urutan ke-10
penyakit terbanyak di masyarakat. SKRT tahun 1992 menunjukkan jumlah penderita
penyakit TBC semakin meningkat dan menyebabkan kematian terbanyak yaitu pada
urutan ke-2. Prevalensi pada akhir pelita IV sebesar 2,5o/oo. Pada tahun 1999 di Jawa
Tengah, penyakit TBC menduduki urutan ke-6 dari 10 penyakit rawat jalan di rumah
sakit, sedangkan menurut SUKERNAS 2001, TBC menempati urutan ke-3 penyebab
kematian (9,4%).3

Penyakit ini menyerang semua golongan umur dan jenis kelamin, serta mulai
merambah tidak hanya pada golongan social ekonomi rendah saja. Profil kesehatan
Indonesia tahun 2002 menggambarkan persentase penderita TBC terbesar adalah usia
25-34 tahun (23,67%), diikuti 35-44 tahun (20,46%), 15-24 tahun(18,08%), 45-54
tahun (17,48%), 55-64 tahun (12,32%), lebih dari 65 tahun (6,68%) dan yang
terendah adalah 0-14 tahun (1,31%). Gambaran di seluruh dunia menunjukkan bahwa
morbiditas dan mortalitas meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, dan pada
pasien berusia lanjut ditemukan bahwa penderita laki-laki lebih banyak daripada
perempuan. Laporan dari seluruh provinsi di Idnonesia pada tahun 2002
menunjukkan bahwa dari 76.320 penderita TBC BTA(+) terdapat 43.294 laki-laki
(56,79%) dan 32.936 perempuan (43,21%). Dari seluruh penderita tersebut, angka
kesembuhan hanya mencapai 70,03% dari 85% yang ditargetkan.3

ETIOLOGI

Penyebab penyakit TBC adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman


berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Yang
tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculosae complex adalah M.
tuberculosae, varian Asian, varian African I, varian African II, dan M. bovis.
Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi. Kelompok

3
kuman Mycobacteria Other Than TB (MOTT, atypical) adalah M. kansasi, M. avium,
M. intracelulare, M scrofulaceum, M. malmacerse, dan M. xenopi.
Sebagian besar dinding kuman terdiri dari asam lemak (lipid), kemudian
peptidoglikan, dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga
lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman ini dapat tahan hidup pada
udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari
es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini
kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit TBC menjadi aktif lagi. Di
dalam jaringan, kuman ini hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma
makrofag. Makrofag yang semula memfagositosis malah kemudian disenanginya
karena banyak mengandung lipid.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan
oksigen pada bagian apical paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian
apical ini merupakan tempat predileksi penyakit TBC.2,4

SEGITIGA EPIDEMIOLOGI
Penyakit menular adalah penyakit yang ditularkan melalui berbagai media. Berbeda
dengan penyakit tidak menular yang biasanya bersifat menahun dan banyak
disebabkan oleh gaya hidup (life style), penyakit menular umumnya bersifat akut
(mendadak) dan menyerang semua lapisan masyarakat. Penyakit menular merupakan
hasil perpaduan berbagai factor yang saling mempengaruhi. Factor tersebut yaitu
lingkungan (environment), agen penyebab penyakit (agent), dan pejamu (host).
Ketiga factor penting ini disebut segitiga epidemiologi (epidemiologic triangle).
Hubungan ketiga factor tersebut digambarkan secara sederhana sebagai tumbangan,
yaitu agen penyebab penyakit pada satu sisi dan pejamu pada sisi yang lain dengan
lingkungan sebagai penumpunya.3

4
Bila agen penyebab penyakit dengan pejamu berada dalam keadaan seimbang,
maka seseorang berada dalam keadaan sehat. Perubahan keseimbangan akan
menyebabkan seseorang sehat atau sakit. Penurunan daya tahan tubuh akan
menyebabkan “bobot” agen penyebab penyakit menjadi lebih berat sehingga
seseorang menjadi sakit. Demikian pula bila agen penyakit menjadi lebih banyak atau
lebih ganas, sedangkan factor pejamu tetap,
maka bobot agen penyebab menjadi lebih
berat. Sebaliknya bila daya tahan tubuh
seseorang baik atau meningkat maka ia
dalam keadaan sehat. Apabila factor
lingkungan berubah menjadi cenderung
menguntungkan agen penyakit, maka orang
akan sakit. Pada prakteknya seseorang
menjadi sakit akibat pengaruh berbagai
factor berikut (gambar 1):3

Gambar 1. Segitiga Epidemiologi

Sumber: www.jech.bmj.com

Agen penyebab penyakit terdiri dari bahan kimia, mekanik, stress (psikologik), atau
biologis. Penyakit menular biasanya disebabkan oleh agen biologis seperti infeksi
bakteri, virus, parasit, atau jamur. Pengetahuan mengenai sifat-sifat agen sangat
penting untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit. Sifat-sifat tersebut termasuk
ukuran, kemampuan berkembang biak, kematian agen, atau daya tahan terhadap
pemanasan atau pendinginan. Salah satu sifat agen penyakit adalah virulensi.
Virulensi adalah kemampuan atau keganasan suatu agen penyebab penyakit untuk
menimbulkan kerusakan pada sasaran. Biasanya ynag diukur adalah derajat kerusakan
yang ditimbulkan.3

5
PERIODE PATOGENESIS
1. Faktor Agent (Mycobacterium tuberculosis)
Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap desinfektan
kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk
jangka waktu yang lama.
Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium
tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya
tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat resistensinya merupakan problem
serius yang sering muncul setelah penggunaan kemoterapi modern, sehingga
menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru. Umumnya sumber infeksinya
berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk transmisinya bisa
melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi kongenital yang jarang
terjadi.5
2. Faktor Environment (Lingkungan)
Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan liungkungan nonfisik. Lingkungan
fisik meliputi keadaan geografis, kelembapan udara, temperatur, lingkungan
tempat tinggal. Sedangkan lingkungan nonfisik meliputi sosial (pendidikan,
pekerjaan), budaya (adat kebiasaan, turun- temurun), ekonomi, dan politik.
Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang
besar dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun
berpola sekuler tanpa dipengaruhi musim dan letak geografis.
Keadaan social ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC. Pembelajaran
sosiobiologis menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas sosial
yang mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan
dan tekanan ekonomi. Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan
industrialisasi dan urbanisasi komunitas perdesaan. Selain itu, gaji rendah,
eksploitasi tenaga fisik, penggangguran dan tidak adanya pengalaman sebelumnya
tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan pencetus peningkatan epidemi
penyakit ini.
Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan berulang-ulang
dengan hewan ternak yang terinfeksi adalah berbahaya.5

6
3. Faktor Host
Faktor dari host yang juga mempengaruhi antara lain umur, jenis kelamin,
pekerjaan, keturunan, ras, gaya hidup.
Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak
kejadian dan kematian :
a. Paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita.
b. Paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan,
perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita.
c. Puncak sedang pada usia lanjut.
Dalam perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak
berlaku pada golongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup
sampel usia ini atau tidak terlindung dari resiko infeksi. Pria lebih umum terkena,
kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekanan psikologis dan
kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk dengan social ekonomi rendah
memiliki laju lebih tinggi. Aspek keturunan dan distribusi secara familial sulit
terinterprestasikan dalam TBC, tetapi mungkin mengacu pada kondisi keluarga
secara umum dan sugesti tentang pewarisan sifat resesif dalam
keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi
TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi, kondisi kesehatan
secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanisme
pertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan
infeksi primer memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.5

INTERAKSI HOST-AGENT
Interaksi terutama terjadi akibat masuknya agent ke dalam saluran respirasi dan
pencernaan host. Infeksi berikut seluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi
dari Agent, Host dan Lingkungan.
Basil TB yang masuk ke dalam paru melalui bronkhus secara langsung dan pada
manusia yang pertama kali terinfeksi disebut primary infection dan umumnya tidak
terlihat gejalanya. Sebagian besar orang berhasil menahan serangan kuman
tersebut dengan cara melakukan isolasi dengan cara kuman TB dimakan oleh

7
makrofag, dan dikumpulkan pada kelenjar regional disekitar hilus paru. Infeksi
dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di
paru yang menyebabkan peradangan di dalam paru. Oleh sebab itu, kemudian
disebut sebagai kompleks primer. Pada saat terjadi infeksi, kuman masuk hingga
pembentukan kompleks primer sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat diketahui
dengan reaksi positif pada tes tuberkulin.
Biasanya hal tersebut terjadi pada masa kanak-kanak dibawah umur 1 tahun.
Apabila gagal melakukan containment kuman, maka kuman TB masuk melalui
aliran darah dan berkembang, maka timbulah peristiwa klinik yang disebut TB
milier. Bahkan kuman bisa dibawa aliran darah ke selaput otak yang disebut
meningitis radang selaput otak yang sering menimbulkan sequele gejala sisa yang
permanen.
Secara umum tubuh memiliki kemampuan perlawanan, kecuali pada penderita
AIDS/HIV. Di Amerika 95% anak-anak tubuhnya mampu melawan kuman TB. Di
negara-negara yang mempunyai status gizi buruk, angka tersebut jauh lebih besar.
Ada ukuran Annual Risk of Tubercolosis Infection (ARTI). Indonesia tercatat
memiliki ARTI sebesar 1-2%, sedangkan Eropa memiliki ARTI 0,1-0,3%. Pada
ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun diantara 1000 orang penduduk akan ada 10
orang yang tertular. Sebagian besar yang tertular belum tentu berkembang menjadi
TB klinis, hanya sekitar 10% menjadi TB klinis. Dengan ARTI sebesar 1% maka
diantara 100.000 penduduk, rata-rata 1000 orang penderita TB baru setiap
tahunnya, dimana 100 orang diantaranya adalah BTA positif.
Sebagian besar dari kuman TB yang beredar dan masuk ke dalam paru orang-
orang yang tertular mengalami fase atau menjadi dormant dan muncul bila kondisi
tubuh mengalami penurunan kekebalan, gizi buruk, atau menderita HIV/AIDS. TB
secara teoritis menyerang berbagai organ, namun terutama menyerang organ paru.
Sedangkan pada paru-paru tempat yang paling disukai atau tempat yang sering
terkena adalah bagian apical pasterior. Hal ini disebabkan karena Mycobacterium
tubercolocis bersifat aerobik, sedangkan pada daerah tersebut adalah bagian paru-
paru yang banyak memiliki oksigen.5

8
MANIFESTASI KLINIS
Keluhan yang dirasakan pasien TBC dapat bermacam-macam atau malah banyak
pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah:2
1. Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-
kadang panas badan bisa mencapai 40-410C. serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar, kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang
timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas
dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya
tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman TBC yang masuk.
2. Batuk/ batuk darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya
iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk
radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama,
mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru
yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.
Sifat batuk dimulai dengan batuk kering (non-produktif) kemudian setelah
timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang
lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat
juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak napas. Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi
gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/ melepaskan napasnya.
5. Malaise. Penyakit TBC bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan semakin kurus
(berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dan lain-
lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul
secara tidak teratur.

9
TATALAKSANA MEDIKAMENTOSA
Pengobatan TBC dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat utama
dan tambahan. Obat anti TBC yang dipakai, yaitu INH, Rifampisin, Pirazinamid,
Streptomisin, dan Etambutol, yang merupakan lini pertama/obat utama. Sedangkan
untuk obat tambahannya, yaitu Kanamisin, Amikasin, Kuinolon, dan lain
sebagainya.6
Pengobatan TB yang efektif , merupakan hal yang penting untuk
menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant
tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB
merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis and
Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat
tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun
1998. Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain: 6
1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal.
2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan
pengobatan yang tidak disengaja.
3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar
dan standar.
4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit.
5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan
penggunaan monoterapi.

Pada tahun 1994 CDC dan ATS mempublikasikan petunjuk baru untuk
pengobatan penyakit dan infeksi TB yaitu:6

1. Regimen obat 6 bulan yang terdiri dari isoniazid (INH), rifampisin, dan
pirazinamid diberikan selama 2 bulan, kemudian diikuti dengan INH dan
rifampicin selama 4 bulan dalan regimen yang direkomendasikan untuk terapi
awal TB pada pasien yang terorganisme sensitive terhadap pengobatan.
Etambutol (atau streptomisin pada anak terlalu muda harus diawasi ketajaman
matanya) seharusnya termasuk dalam regimen awal hingga terdapat hasil studi

10
kerentanan obat, paling tidak sedikit kemungkinan terdapat resistensi obat
terhadap INH kurang dari 4% resistensi primer terhadap INH dalam
masyarakat; pasien belum pernah mendapat pengobatan dengan obat anti TB;
tidak berasal dari negara dengan prevalensi tinggi resistensi obat, dan
diketahui belum pernah terpajan dengan kasus resistensi obat). Empat obat ini,
berupa regimen 6 bulan adalah efektif bila organisme yang menginfeksi
tersebut resisten terhadap INH. Pengobatan TB mungkin memerlukan
perubahan unyuk orang yang sedang mengonsumsi penghambat protease HIV.
Bila dimungkinkan, kasus HIV yang berkaitan dengan TB seharusnya
dikonsultasikan dengan seorang yang ahli dalam menangani TB dan penyakit
HIV.
2. INH dan rifampisin regimen 9 bulan sensitive pada orang yang tidak boleh
atau tidak bisa mengonsumsi pirazinamid. Etambutol (atau streptomisin pada
anak terlalu muda harus diawasi ketajaman penglihatannya) seharusnya
termasuk dalam regimen awal hingga terdapat hasil studi kerentanan obat,
paling tidak sedikit kemungkinan terhadap resistensi obat. Bila resistensi INH
telah terlihat, rifampisin dan etambutol harus diminum secara terus menerus
minimal 12 bulan.
3. Mengobati semua pasien dengan DOTS adalah rekomendasi utama.
4. TB resisten banyak obat yang resisten terhadap INH dan rifampisin sulit untuk
diobati. Pengobatan harus berdasarkan pada riwayat pengobatan dan hasil
studi kerentanan. Dokter yang belum terbiasa dengan pengobatan MDR TB
harus bertanya pada konsultan yang ahli.
5. INH dan rifampisin regimen 4 bulan, lebih cocok bila ditambah dengan
pirazinamid untuk 2 bulan pertama, regimen ini direkomendasikan untuk
orang dewasa dengan TB aktif dan untuk orang dengan pulasan dan biakan
negative, bila terdapat sedikit kemungkinan resistensi obat.

Respons terhadap pengobatan anti TB pada pasien dengan biakan sputum yang
positif dinilai dengan mengulang pemeriksaan sputum. Sediaan biakan harus
diambil setiap bulan sampai hasil biakan negatif. Pasien yang hasil biakan

11
sputumnya negatif setelah 2 bulan pengobatan harus dilakukan sedikitnya satu
kali lagi apusan dan biakan sputum diakhir regimen terapi obat. Sputum pasien
dengan MDR TB harus dibiak setiap bulan sepanjang pengobatan. Radiografi
dada pada saat akhir terapi merupakan dasar untuk perbandingan foto dada di
masa depan. Namun, pasien dengan sputum negatif sebelum pengobatan
seharusnya menjalani radiografi dada dan pemeriksaan klinis. Jarak untuk
prosedur tersebut bergantung pada keadaan klinis dan diagnosis banding.6

Tindak lanjut rutin setelah terapi tidak diperlukan pada pasien yang
respons bakteriologisnya adekuat setelah 6 hingga 9 bulan terapi dengan INH dan
rifampisin. Pasien yang organismenya ternyata sensitif terhadap pemberian obat
seharusnya memberikan laporan berbagai gejala TB seperti batuk yang
berkepanjangan, demam, atau penurunan berat badan. Pada pasien dengan
organisme TB yang resisten terhadap INH dan rifampisin atau keduanya,
diperlukan tindak lanjut perorangan.6

TATALAKSANA NON-MEDIKAMENTOSA

Faktor penting untuk keberhasilan pengobatan adalah ketaatan pasien minum


regimen obat. DOTS (Directly Observed Treatment Short Course Strategy) adalah
salah satu cara memastikan bahwa pasien taat menjalankan pengobatan, Dengan
DOTS, pekerja perawat kesehatan atau seseorang ditunjuk. Mengawasi pasien
menelan masing-masing dosis pengobatan TB. Langkah-langkah seperti DOTS
dipilih untuk meningkatkan ketaatan dan memastikan bahwa pasien meminum
obat yang dianjurkan.6

Pasien kambuh adalah pasien yang telah menjalani terapi TB adekuat dan
sudah dinyatakan sembuh oleh dokter secara klinis, mikrobiologis maupun
radiologis, kemudian pada evaluasi berikutnya terdapat gejala klinis TBC positif
(mikrobiologi positif). Terapi bedah, banyak dilakukan dalam upaya
penyembuhan pasien TB paru yang kambuh. Pada saat ini dengan banyaknya

12
obat-obatan bersifat bakterisid, terapi bedah jarang sekali dilakukan terhadap
pasien TB paru.2

Indikasi terapi bedah saat ini adalah:2

- Pasien dengan sputum BTA tetap positif (persisten) setelah pengobatan


diulang.
- Pasien dengan batuk darah masif atau berulang.
- Terapi fistula bronkopleura.
- Drainase empiema TBC.

KOMPLIKASI

Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan


komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut:2

 Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus,


Poncet’s arthropathy.
 Komplikasi lanjut : Obstruksi jalan napas  SOPT (Sindrom
Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat  fibrosis paru,
sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan
kavitas TB.

PROGNOSIS

Ketika pengobatan dengan regimen tertentu telah selesai, ditambah dengan


DOTS, angka kekambuhan berkisar dari 0% hingga 14%. Di negara dengan
jumlah penderita TB yang rendah, kekambuhan biasanya terjadi 12 bulan setelah
penyelesaian obat dan karena kekambuhan. Di negara dengan jumlah penderita
TB yang tinggi, kebanyakan kekambuhan setelah pengobatan yang baik adalah
karena reinfeksi daripada kekambuhan. Penanda prognosis buruk adalah
keterlibatan jaringan ekstrapulmoner, penderita immunocompromised, usia lanjut,
dan riwayat pengobatan sebelumnya.7

13
PENCEGAHAN

Program-program kesehatan masyarakat sengaja dirancang untuk deteksi dini dan


pengobatan kasus dan sumber infeksi secara dini. Menurut hukum, semua orang
dengan TB tingkat 3 atau tingkat 5 harus dilaporkan ke departemen kesehatan.
Penapisan kelompok berisiko tinggi adalah tugas penting departemen kesehatan
lokal. Tujuan deteksi dini seseorang dengan infeksi TB adalah untuk
mengidentifikasikan siapa saja yang memperoleh keuntungan dari terapi
pencegahan untuk menghentikan perkembangan TB yang aktif secara klinis.
Program pencegahan ini memberikan keuntungan tidak saja untuk seseorang yang
telah terinfeksi namun juga untuk masyarakat pada umumnya. Karena itu,
penduduk yang sangat berisiko terkena TB harus dapat diidentifikasi dan prioritas
untuk menentukan program terapi obat harus menjelaskan risiko versus manfaat
terapi.

Eradikasi TB meliputi penggabungan kemoterapi yang elektif, identifikasi


kontak dan kasus serta tindak lanjut yang tepat, penanganan orang yang terpajan
pada pasien dengan TB infeksius, dan terapi kemoprofilaktik pada kelompok-
kelompok populasi yang berisiko tinggi.

Dari beberapa penelitian diketahui bahwa vaksinasi BCG yang telah


dilakukan pada anak-anak selama ini hanya memberikan daya proteksi sebagian
saja, yakni 0-80%. Terapi BCG masih tetap dipakai karena dapat mengurangi
kemungkinan terhadap TBC berat dan TBC ekstra paru lainnya.2,6

DEFINISI OPERASIONAL

Definisi Operasional
Variabel
1. Variabel terikat : Kejadian TB Paru BTA positif.

14
Kejadian penyakit tuberkulosis adalah penderita penyakit TB paru yang
dinyatakan dokter dengan pemeriksaan dahak dan hasil BTA positif
berdasarkan catatan medik.
Skala : nominal.
2. Variabel bebas : Kualitas fisik rumah.
Kualitas fisik rumah adalah keadaan fisik rumah dari responden.
Skala pengukuran : ordinal.
3. Variabel perancu.
a. Umur merupakan jumlah tahun yang dihitung sejak kelahiran hingga
ulang tahun terakhir saat penelitian dilakukan. Umur diketahui dengan
menggunakan kuesioner.
Skala: rasio.
b. Jenis kelamin adalah pembeda antara laki-laki dan perempuan.
Skala: nominal.
c. Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel
tertentu.
Skala: nominal.
d. Perilaku adalah suatu hal yang sering dilakukan atau sudah menjadi
kebiasaan responden.
Skala: nominal.

METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitan observasional analitik dengan jenis penelitian
case control, yaitu jenis penelitian dengan cara membandingkan kelompok
kasus dengan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya (retrospektif)
untuk menganalisis hubungan antara kualitas fisik rumah dengan kejadian TB
paru BTA positif (+).

15
Keuntungan :
 Baik untuk meneliti penyakit yang jarang atau penyakit dengan masa laten
panjang.
 Pelaksanaannya cepat.
 Tidak mahal.
 Tidak memerlukan banyak subjek penelitian.
 Data bisa didapat dari catatan medis.

Kelemahan :

 Bisa terjadi bias recall (hanya mengandalkan daya ingat).


 Bisa terjadi variabel antecedent.
 Peimilihan kontrol agak sulit.
2. Waktu dan Tempat Penelitian
3. Sumber data Penelitian
Kerena penelitian yang digunakan adalah jenis kasus kontrol maka sumbar
data untuk penelitian adalah sumbar data sekunder yaitu data dari catatan
medis yang ada pada puskesmas tempat penelitian.
4. Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien yang telah didiagnosis TB
paru dan memeriksakan diri di Puskesmas “K”.
Penarikan Sampel
Bagian selanjutnya yang perlu diungkapkan dalam desain penelitian ini adalah
perencanaan tentang bagaimana sampel ditarik. Untuk maksud inilah terlebih
dahulu perlu digambarkan besar, batas-batas, dan ciri-ciri populasi penelitian.
Apakah populasi penelitian tersebar dalam wilayah yang luas, atau terbatas
dalam wilayah setempat. Besarnya populasi digambarkan dalam jumlah
anggota yang tercakup dalam populasi itu (target population). Kemudian
digambarkan juga seberapa besar variasi di antara anggota-anggota populasi.
Setelah itu barulah ditentukan seberapa besar sampel yang akan ditarik, dan

16
bagaimana cara menariknya. Teknik pengambilan sampel dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu:
1. Sampling Random (Probability Sampling)
Yaitu pengambilan sampel secara acak (random) yang dilakukan dengan
cara undian, ordinal atau tabel bilangan random atau dengan komputer.
Terdiri atas 4 macam:
i. Teknik Sampling Sederhana (Simple Random Sampling)
Setiap unsur dalam seluruh populasi mempunyai kesempatan yang
sama untuk dipilih; dengan menggunakan undian, ordinal atau
tabel bilangan random atau dengan komputer. Anggota sampel
mudah dan cepat diperoleh, namun kadang tidak mendapatkan data
populasi yang lengkap.
ii. Teknik Sampling Bertingkat (Stratified Sampling)
Disebut juga teknik sampling berlapis, berjenjang dan petala.
Digunakan apabila populasinya heterogen atau terdiri atas
kelompok yang bertingkat. Dengan cara ini anggota sampel dapat
lebih representatif, namun perlu usaha mengenali karakteristiknya.
iii. Teknik Sampling Kluster (Cluster Sampling)
Disebut juga teknik sampling daerah, conditional sampling atau
restricted sampling. Digunakan bila populasi tersebar dalam
beberapa dearah, propinsi, kabupaten kecamatan dst. Pada setiap
daerah diberi petak dan setiap petak diberi nomor. Nomor-nomor
itu ditarik secara acak untuk menjadi sampelnya.
iv. Teknik Sampling Sistematis (Systematical Sampling)
Sebenarnya merupakan teknik sampling sederhana yang dilakukan
secara ordinal. Artinya, anggotas sampel dipilih berdasarkan
urutan tertentu. Misalnya setiap kelipatan 5 atau 10 dari daftar
poegawai suatu kantor. Keuntungannya dapat digunakan dengan
mudah dan cepat namun kadang kurang mewakili populasi.

17
2. Sampling Non Random (Non Probability Sampling)
Yaitu pengambilan sampel secara tidak acak. Terdiri atas 3 macam:
a) Teknik Sampling Kebetulan (Accidental Sampling)
Teknik sampling kebetulan dilakukan apabila pemilihan anggota
sampelnya dilakukan terhadap orang atau benda yang kebetulan
ada atau dijumpai. Misalnya kita ingin meneliti pendapat
masyarakat tentang kenaikan harga dan BBM, maka pertanyaan
yang diajukan kepada mereka yang kebetulan dijumpai di pasar
atau di tempat-tempat lainnya. Keuntungan menggunakan teknik
ini ialah murah, cepat dan mudah. Sedangkan kelemahannya ialah
kurang representatif.
b) Teknik Sampling Bertujuan (Purposive Sampling)
Teknik ini digunakan apabila anggota sampel yang dipilih khusus
berdasarkan tujuan penelitiannya. Sebagai contoh: untuk meneliti
tentang peraturan lalu lintas, maka hanya mereka yang memiliki
SIM atau yang tidak memiliki SIM saja yang dijadikan anggota
sampel. Keuntungan menggunakan teknik ini ialah murah, cepat
mudah dan relevan dengan tujuan penelitiannya. Sedangkan
kerugiannya ialah tidak representatif untuk mengambil kesimpulan
secara umum (generalisasi).
c) Teknik Sampling Kuota (Quota Sampling)
Teknik ini digunakan apabila anggota sampel pada suatu tingkat
dipilih dengan jumlah tertentu (kuota) dengan ciri-ciri tertentu.
Teknik sampling kuota sering dikacaukan dengan teknik sampling
bertujuan. Keuntungan dan kelemahan menggunakan teknik ini
adalah seperti halnya teknik sampling bertujuan tadi.
Sampel : Pasien TB paru (kasus) dengan kunjungan tidak kembali
(kontrol)
5. Pengumpulan, Pengolahan, Analisis dan Penyajian data

18
A. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang
diperlukan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Data yang
dikumpulkan ditentukan oleh variabel-variabel yang ada dalam hipotesis.
Harus disadari bahwa kita menghadapi obyek yang berbeda-beda yang
mengakibatkan adanya variasi dalam pengukuran. Sumber variasi pada
pengukuran, yaitu:
 Perbedaan yang terdapat dalam obyek-obyek yang diukur.
 Perbedaan situasi pada saat pengukuran dilakukan.
 Perbedaan alat pengukuran yang digunakan.
 Perbedaan penyelenggaraan atau administarsinya.
 Perbedaan pembacaan dan atau penilaian hasil pengukurannya.
Faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan dalam melakukan pengumpulan
data. Masalah validitas dan reliabilitas merupakan faktor yang perlu
diperhatikan dalam masalah pengukuran ini. Alat ukur dikatakan valid
apabila alat itu mengukur yang diukurnya dengan teliti.
Proses pengumpulan data pada umumnya terdiri atas 8 tahap sebagai
berikut:
1. Mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan masalah-masalah
penelitian. Informasi-informasi tersebut dapat diperoleh melalui
peninjauan literature yang relevan dan konsultasi dengan para ahli.
2. Mempelajari dan melakukan pendekatan terhadap kelompk masyarakat
dimana data akan dikumpulkan.
3. Membina dan memanfaatkan hubungan yang baik dengan responden
dan lingkungannya.
4. Uji coba atau pilot study. Pengumpulan data didahului dengan uji coba
instrument penelitian pada sekelompok masyarakat yang merupakan
bagian dari populasi yang bukan sampel.
5. Setelah hasil uji coba itu dipelajari, disusunlah instumen penelitian
dalam bentuk yang terakhir berupa pertanyaan-pertanyaan yang
relevan dengan tujuan penelitian.

19
6. Melalui instrument penelitian yang telah dipersiapkan, dilakukan
pencatatan terhadap data yang dibutuhkan dari setiap responden.
7. selanjutnya adalah cross checking terhadap data yang masih diragukan
kebenarannya, serta memeriksa validitas dan reliabilitasnya.
8. Pengorganisasian dan kode ulang data yang telah terkumpul supaya
dapat dianalisis.
Dalam melakukan pengumpulan data hendaknya dikenal hal-hal sebagai
berikut: sumber data dan teknik.
1. Sumber Data
Data epidemiologi dapat berasal dari berbagai sumber tergantung dari
tujuan yang ingin dicapai dan setiap sumber mempunyai keuntungan
dan kerugian.
Data yang dikumpulkan dapat berupa data primer atau data sekunder.
Untuk data sekunder, pengumpulan data dapat berupa sarana
pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan);
instansi yang berhubungan dengan kesehatan (Departemen Kesehatan,
Dinas Kesehatan, Biro Pusat Statistik); absensi (sekolah, industry,
perusahaan); secara internasional, data epidemiologi didapat dari
WHO (Population and Vital Statistic reports, Population bulletin,
Epidemiological report). Untuk pengumpulan data primer, sumber data
terletak di masyarakat yang dapat dilakukan dengan cara: survei
epidemiologi, pengamatan epidemiologi, dan penyaringan.
2. Teknik
Ada berbagai teknik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data
dari sampel penelitian. Ada berbagai metode yang telah kita kenal
antara lain wawancara, pengamatan (observasi), kuesioner atau angket,
dan pemeriksaan.
 Wawancara. Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung
antar peneliti dan responden. Komunikasi berlangsug dalam
bentuk tanya-jawab dalam hubungan tatap muka, sehingga
gerak dan mimik responden merupakan pola media yang

20
melengkapi kata-kata secara verbal. Karena itu, wawancara
tidak hanya menangkap pemahaman atau ide, tetapi juga dapat
menangkap perasaan, pengalaman, emosi, motif yang dimiliki
oleh responden yang bersangkutan.
Keuntungan dari wawancara:
 Wawancara dapat dilakukan pada setiap individu.
 Data yang diperoleh dapat langsung diketahui
obyektivitasnya.
 Wawancara dapat dilaksanakan langsung kepada responden
yang diduga sebagai sumber data.
 Wawancara dapat dilaksanakan dengan tujuan untuk
memperbaiki hasil yang diperoleh baik melalui observasi
terhadap obyek manusia maupun bukan manusia.
 Pelaksanaan wawancara dapat lebih fleksibel dan dinamis
karena dilaksanakn dengan hubungan langsung.
Kelemahan dari wawancara:
 Menghabiskan banyak waktu, tenaga, dan biaya.
 Faktor bahasa, baik dari pewawancara maupun responden
sangat mempengaruhi data yang diperoleh.
 Wawancara menuntut penyesuaian diri baik secara
emosional maupun mental-psikis antara peneliti dan
responden.
 Hasil wawancara sangat tergantung dari kemampuan
peneliti menggali, mencatat, dan menafsirkan setiap
jawaban.
 Kuesioner (angket). Pada angket, jawaban diisi oleh responden
sesuai dengan daftar pertanyaan yang diterima. Untuk
pengambilan daftar isian dapat dilakukan dengan dua cara
sebagai berikut: (1) Canvasser yaitu daftar yang telah diisi,
ditunggu oleh petugas yang menyerahkan; (2) Householder

21
yaitu jawaban responden dikirimkan pada alamat yang telah
ditentukan.
Angket mempunyai keuntungan: relatif murah, tidak
membutuhkan banyak tenaga, dan dapat diulang. Kerugian dari
angket: jawaban tidak spontan, banyak terjadi nonrespons,
pertanyaan harus jelas dan disertai petunjuk yang jelas,
pengembalian lembar jawaban sering terlambat, jawaban sering
tidak lengkap, sering tidak diisi oleh responden, dan tidak
dapat digunakan untuk responden yang buta aksara.
 Pengamatan (observasi). Pengamatan adalah metode
pengumpulan data dimana peneliti atau kolabolatornya
mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama
penelitian. Penyaksian terhadap peristiwa-peristiwa tersebut
bias dengan melihat, mendengarkan, merasakan, yang
kemudian dicatat seobyektif mungkin.
Teknik ini bermanfaat untuk: (1) mengurangi jumlah
pertanyaan, (2) mengukur kebenaran jawaban pada wawancara,
untuk memperoleh data yang tidak dapat diperoleh dengan
wawancara atau angket. Kerugian dari teknik ini adalah: (1)
keterbatasan kemampuan indra penglihatan, (2) hal-hal yang
sering dilihat, perhatian akan berkurang hingga adanya
kelainan kecil tidak terdeteksi. Untuk mengatasi kelemahan ini
dapat dilakukan pengamatan yang berulang-ulang, atau
pengamatan dilakukan oleh beberapa orang.
 Pemeriksaan. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan
pemeriksaan. Pemeriksaan yang dilakukan dapat berupa:
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
radiologis. Pemeriksaan dapat dilakukan hanya sekali atau
berulang-ulang bergantung pada tujuaan penelitian.
Selanjutnya, untuk menggunakan cara yang telah ditentukan dibutuhkan
alat mengumpulkan data. Alat tersebut disebut dengan instrument

22
penelitian. Supaya instrument tersebut dapat berfungsi secara efektif,
maka syarat validitas dan reliabilitas harus diperhatikan sunguh-sungguh.
Instrument penelitian adalah pedoman tertulis tentang wawancara, atau
pengamatan, atau daftar pertanyaan, yang dipersiapkan untuk
mendapatkan informasi dari responden.

B. Analisis Data
Setelah selesai melakukan pengolahan data, maka langkah selanjutnya
adalah data dianalis. Data mentah (raw data) yang sudah susah payah kita
kumpulkan tidak akan ada artinya jika tidak dianalisis. Analisis data
merupakan kegiatan yang sangat penting dalam suatu penelitian, karena
dengan analis data lah data dapat mempunyai arti/makna yang dapat
berguna untuk memecahkan masalah penelitian.
Pada umumnya analisis data bertujuan untuk:
 Memperoleh gambaran/deskripsi masing-masing variabel.
 Membandingkan dan menguji teori atau konsep dengan informasi yang
ditemukan.
 Menemukan adanya konsep baru dari data yang dikumpulkan
 Mencari penjelasan apakah konsep baru yang diuji berlaku umum atau
hanya berlaku pada kondisi tertentu.
Analisis data mempunyai posisi strategis dalam suatu penelitian. Namun
perlu dimengerti bahwa dengan melakukan analisis tidak dengan
sendirinya dapat langsung menginterpretasikan hasil analisis tersebut.
Menginterpretasikan berarti kita menggunakan hasil analisis guna
memperoleh arti/makna.
Interpretasi mempunyai dua bentuk, yaitu: arti sempit dan arti luas.
Interpretasi dalam arti sempit (deskriptif) yaitu interpretasi data yang
dilakukan hanya sebatas pada masalah penelitian yang diteliti berdasarkan
data yang dikumpulkan dan diolah untuk keperluan penelitian tersebut.
Sedangkan interpretasi dalam arti luas (analik) yaitu interpretasi guna
mencari makna dan hasil penelitian dengan jalan tidak hanya

23
menjelaskan/menganalisis data hasil penelitian tersebut, tetapi juga
melakukan intervensi (generalisasi) dari data yang diperoleh dengan teori-
teori yang relevan dengan hasil-hasil penelitian tersebut.
Langkah-langkah analisis yang digunakan untuk pendekatan
kuantitatif antara lain sebagai berikut:
a. Analisis Deskriptif (Univariat)
Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan/mendeskripsikan
karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Bentuknya
tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nilai
rata-rata (mean), median, standar deviasi dan inter kuartil range,
minimal dan maksimal.
b. Analisis Analitik
 Analisis Bivariat. Setelah diketahui karakteristik masing-masing
variabel dapat diteruskan analisis yang lebih lanjut. Apabila
analisis hubungan antara dua variabel, maka analisis dilanjutkan
pada tingkat bivariat. Misalnya ingin diketahui hubungan antara
berat badan dengan tekanan darah.Untuk mengetahui hubungan
dua variabel tersebut biasanya digunakan pengujian statistik. Jenis
uji statistik yang digunakan sangat tergantung pada jenis
data/variabel yang dihubungkan.
 Analisis Multivariat. Merupakan analisis yang menghubungkan
antara beberapa variabel independen dengan satu variabel
dependen.

C. Penyajian Data
Data yang telah diolah dapat disajikan dengan 3 macam cara yaitu
tekstular, tabular dan grafikal.
6. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian perlu diperhatikan pula etika yang digunakan.
Seperti meminta ijin atas kesediaan subyek penelitian dan juga mengenai
kerahasiaan data dari subjek penelitian.

24
KESIMPULAN

Pengobatan TB membutuhkan waktu panjang (sampai 6 - 8 bulan) untuk


mencapai penyembuhan dan dengan paduan (kombinasi) beberapa macam obat,
sehingga tidak jarang pasien berhenti minum obat sebelum masa pengobatan
selesai yang berakibat pada kegagalan dalam pengobatan TB. WHO menerapkan
strategi DOTS (Direct Observed Treatment Short course) dalam manajemen
penderita TB untuk menjamin pasien menelan obat. Kepatuhan terhadap
pengobatan TBC begitu kompleks.

Kegagalan penderita TB dalam pengobatan TB dapat diakibatkan oleh


banyak faktor, seperti obat, penyakit, dan penderitanya sendiri. Faktor obat terdiri
dari panduan obat yang tidak adekuat, dosis obat yang tidak cukup, tidak teratur
minum obat, jangka waktu pengobatan yang kurang dari semestinya, dan
terjadinya resistensi obat. Faktor penyakit biasanya disebabkan oleh lesi yang
terlalu luas, adanya penyakit lain yang mengikuti, adanya gangguan imunologis.
Faktor terakhir adalah masalah penderita sendiri, seperti kurangnya pengetahuan
mengenai TB, kekurangan biaya, malas berobat, dan merasa sudah sembuh.

25
Daftar Pustaka

1. Pedoman pelaksanaan kerja di puskesmas. Magelang: Podorejo Offset;


2000.p.120-3.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi L, Simadribata M, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jilid 3. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009.p.2189-346.
3. Widoyono. Penyakit Tropis. Epidemiologi, penularan, pencegahan &
pemberantasannya. Jakarta: Erlangga; 2008.p.3-19.
4. Gillespie SH, Bamford KB. At A Glance. Mikrobiologis medis dan infeksi. 3rd ed.
Jakarta: Erlangga; 2009.p.40-1.
5. Chin J, Kandun IN. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta:
Infomedika; 2006.
6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Konsep klinis proses-proses penyakit. 6th ed.
Jakarta: EGC; 2006.p.784-6, 852-61.
7. Imbalo P. Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan. Tuberculosis paru. Jakarta: EGC;
2006.p.438-50.
8. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Studi
penelitian analitik. 4th ed. Jakarta: Sagung Seto; 2011.

26

Anda mungkin juga menyukai