Anda di halaman 1dari 21

Di Susun Oleh:

Andi Nurul Indraswari

PO. 71.3. 241 13. 1. O51

Kelas II. B

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR JURUSAN


FISIOTERAPI 2014/2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Immobilisasi Terhadap System Muskuloskeletal”. Penulisan makalah
ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Patologi Khusus
di Poltekkes Kemenkes Makassar Jurusan D3 Fisioterapi.

Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami
miliki. Untuk itu, saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih


yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Makassar, Desember 2014

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................i

Daftar Isi.......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan ................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3


A. Pengertian Imobilisasi ......................................................................... 3
B. Epidemiologi ....................................................................................... 5
C. Penyebab ............................................................................................. 5
D. Komplikasi .......................................................................................... 6
E. Efek Imobilisasi .................................................................................. 6
F. Pengobatan/Terapi.............................................................................. 14

BAB III PENUTUP ...................................................................................... 17

A. Kesimpulan ........................................................................................ 17
B. Saran ................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kerangkan (skeleton) adalah rangkaian tulang yang mendukung dan


melindungi beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Fungsi
utama kerangka itu adalah menyokong, melindungi, memberi bentuk tubuh dan
sebagai alat ungkit pada gerakan serta menyediakan permukaan untuk kaitan otot-
otot kerangka. Rangka tubuh manusia tersusun atas tiga macam jenis tulang, yaitu
: tulang rawan (kartilago), tulang keras, dan pengikat sendi (ligamen).

Kerangka manusia terdapatdi dalam tubuh, sehingga sering disebut


kerangka dalam atau endoskeleton. Namun, pada beberapa jenis
anggota Arthropoda misalnya belalang, kepiting, kupu-kupu, udang, kerangka
terdapat di luar tubuh, berupa kulit yang keras. Kerangka yang demikian itu
disebut kerangka luar atau eksoskeleton.

Seperti halnya hewan Vertebrata, manusia pun mempunyai kemampuan


untuk bergerak dan berpindah tempat. Gerakan tubuh manusia di mungkinkan
oleh kerjasama antara tulang dan otot. Otot yang mempunyai daya kontraksi
menggerakan tulang atau kulit dengan cara kerja tertentu sehingga bergerak maka
otot sering disebut alat gerak aktif ,dan tulang atau kulit sering disebut alat gerak
pasif.

Begitu juga dengan manusia yang dapat bergerak secara mudah, bebas dan
teratur yang dinamakan Mobilisasi yaitu suatu kondisi dimana tubuh dapat
melakukan kegiatan dengan bebas menurut koesier. Ada beberapa factor dalam
imobilisasi yaitu gaya hidup, proses penyakit dan injury, kebudayaa, tingkat
energy, usia dan status perkembangan.

Sedangkan pengertian dari imobilisasi atau imobilitas adalah keadaan di


mana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang

1
mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang,
cidera otak berat di sertai fraktur pada ekstermitas dan sebagainya.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan


pengkajian tentang imobilisasi pada system musculoskeletal pada manusia untuk
mengetahui apa saja kondisi yang dapat terjadi jika terjadi imobilisasi pada system
musculoskeletal manusia dalam kehidupan sehari-hari yang penulis angkat dalam
judul makalah ini yaitu “Efek Immobilisasi Terhadap Sistem Muskuloskeletal”.

B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini yaitu,
1. Apa yang dimaksud dengan Imobilisasi?
2. Apa efek imobilisasi terhadap system musculoskeletal?

C. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui apa sebenarnya apa itu imobilisasi terhadap system


musculoskeletal?
2. Untuk mengetahui apa saja dampak yang ditimbulkan imobilisasi
terhadap sistem musculoskeletal?
3. Untuk memperoleh penghetahuan dalam memberikan penanganan
kebutuhan aktivitas manusia
4. Untuk menjadi salah satu sumber bagi mahasiswa yang membutuhkan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Imobilisasi

Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak


secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas guna mempertahankan aktivitasnya. Mobilisasi adalah suatu kondisi
dimana tubuh dapat melakukan kegiatan dengan bebas (kosier, 1989).

Jenis mobilisasi terbagi menjadi dua yaitu mobilisasi penuh dan mobilisasi
sebagian. Pada mobilisasi penuh merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi social dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi saraf
motorik volunteer dan sensori untuk mendapat mengontrol seluruh area tubuh
seseorang.

Sedangkan mobilisasi sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk


bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena di
pengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini
dapat di jumpai pada kasus cidera atau patah tulang dengan pemasangan traksi.
Pasien paralegi dapat mengalami mobilisasi sebagian pada ekstermitas bawah
karena mngelami kehilangan control motorik dan sensorik. Mobilisasi sebagian
ini di bagi menjadi dua jenis yaitu mobilisasi sebagian temporer dan mobilisasi
sebagaian permanent.

Mobilisasi sebagian temporer merupakan kemampuan seseorang untuk


bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat di sebabkan
trauma reversible pada system musculoskeletal, contohnya adalah adanya
dislokasi sendi dan tulang. Mobilisasi sebagian permanen merupakan kemampuan
individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut di
sebabkan oleh rusaknya system saraf yang reversible, contohnya terjadi

3
hemiplegia karena storke, paralegi karena cidera tulang belakang, polimielitis
karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik.

Sedangkan definisi dari imobilitas atau imobilisasi adalah keadaan di mana


seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu
pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cidera otak
berta fraktur ekstermitas, dan sebagainya.

Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di tempat


tidur,tidak bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alat
/ organ tubuh (impaitment) yang bersifat fisik atau mental. Dapat juga diartikan
sebagai suatu keadaan tidak bergerak / tirah baring yang terus – menerus selama 5
hari atau lebih akibat perubahan fungsi fisiologis.

Di dalam praktek medis imobilisasi digunakan untuk menggambarkan suatu


sindrom degenerasi fisiologis akibat dari menurunnya aktivitas dan
ketidakberdayaan.
Imobilisasi merupakan ketidakmampuan seseorang untuk menggerakkan
tubuhnya sendiri. Imobilisasi dikatakan sebagai faktor resiko utama pada
munculnya luka dekubitus baik di rumah sakit maupun di komunitas. Kondisi ini
dapat meningkatkan waktu penekanan pada jaringan kulit, menurunkan sirkulasi
dan selanjutnya mengakibatkan luka dekubitus. Imobilisasi disamping
mempengaruhi kulit secara langsung, juga mempengaruhi beberapa organ tubuh.
Misalnya pada system kardiovaskuler,gangguan sirkulasi darah perifer, system
respirasi, menurunkan pergerakan paru untuk mengambil oksigen dari udara
(ekspansi paru) dan berakibat pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh.
(Lindgren et al. 2004)

Jenis-jenis imbolisasi terbagi menjadi empat, pertama imobilisasi yaitu


pembatasan untuk bergerak dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan
komplikasi pergerakan seperti, pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu
mempertahankan tekanan di daerah paralysis sehingga tidak mengubah posisi
tubuhnya untuk mengurangi tekanan.

4
Kedua imobilisasi intelektual merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami keterbatasan daya piker, seperti pada pasien yang mengalami
kerusakan otak akibat suatu penyakit. Ketiga imobilisasi emosional keadaan
ketika seseorang mengalami pemabatasan secara emosional karena adanya
perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Contohnya keadaan stress
berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami
kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling di cintai.

Keempat imobilisasi social keadaan individu yang mengalami hambatan


dalam melakukan interaksi social karena keadaan penyakitnya sehingga dapat
mempengaruhi peranya dalam kehidupan social.

B. Epidemiologi

Immobilisasi lama bisa terjadi pada semua orang tetapi kebanyakan terjadi pada
orang – orang lanjut usia, pasca operasi yang membutuhkan tirah baring lama.
Dampak imobilisasi lama terutama dekubitus mencapai 11% dan terjadi dalam
kurun waktu 2 minggu, perawatan emboli paru berkisar 0,9%,dimana tiap 200.000
orang meninggal tiap tahunnya.

C. Penyebab

Berbagai perubahan terjadi pada system musculoskeletal, meliputi tulang


keropos (osteoporosis), pembesaran sendi, pengerasan tendon, keterbatasan gerak,
penipisan discus intervertebralis, dan kelemahan otot, terjadi pada proses penuaan.

Pada lansia, struktur kolagen kurang mampu menyerap energi. Kartilago


sendi mengalami degenerasi didaerah yang menyangga tubuh dan menyembuh
lebih lama. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya osteoarthritis. Begitu juga masa
otot dan kekuatannya juga berkurang.
Istirahat di tempat tidur lama dan inaktivitas menurunkan aktivitas metabolisme
umum. Hal ini mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional sistem tubuh yang
multipel, dengan manifestasi klinis sindrom imobilisasi. Konsekuensi

5
metaboliknya tidak tergantung penyebab untuk apa imobilisasi diresepkan. Hal ini
bisa disebabkan oleh:

1. Cedera tulang: penyakit reumatik seperti pengapuran tulang atau patah


tulang (fraktur) tentu akan menghambat pergerakan.
2. Penyakit saraf: adanya stroke, penyakit parkinson, paralisis, dan
gangguan saraf tapi juga menimbulkan gangguan pergerakan dan
mengakibatkan imobilisasi.
3. Penyakit jantung dan pernapasan penyakit jantung dan pernapasan akan
menimbulkan kelelahan dan sesak napas ketika beraktivitas. Akibatnya
pasien dengan gangguan pada organ – organ tersebut akan mengurangi
mobilisasinya. Ia cenderung lebih banyak duduk dan berbaring.
4. Gips ortopedik dan bidai.
5. Penyakit kritis yang memerlukan istirahat.
6. Menetap lama pada posisi gravitasi berkurang, seperti saat duduk atau
berbaring.
7. Keadaan tanpa bobot diruang hampa, yaitu pergerakan tidak dibatasi,
namun tanpa melawan gaya gravitasi

D. Komplikasi

Imobilisasi dapat menimbulkan berbagai masalah sebagai berikut:


Infeksi saluran kemih, atrofi otot karena disused, konstipasi, infeksi paru,
gangguan aliran darah, dan dekubitus.

D. Efek Immobilisasi

Efek dari immobilisasi (effect of immobilization)

Yang dimaksudkan dengan imobilisasi yaitu tidak ada pergerakan,


pergerakan ini yang dimaksud pada bagian tubuh yang mengalami cidera dan
tidak digerakkan dalam kurun waktu tertentu, misalnya cidera pada lutut
kemudian dilakukan operasi dan tidak digerakkan selama beberapa hari hingga

6
bulan. Disini akan terjadi berbagai masalah yang diterima oleh struktur jaringan
tubuh yaitu sebagai berikut:

1. Pada otot

 Terjadi penurunan kekuatan otot


 Penurunan ukuran otot dan pengurangan tension per unit otot
 Penurunan jumlah dan ukuran mitokondria
 Peningkatan kontraksi otot
 Perubahan structural dan metabolic pada sel otot dalam 2 jam imobilisasi
 Ukuran serabut otot berkurang 14%-17% setelah 72 jam imobilisasi.
 Setelah 5-7 hari imobilisasi terjadi penurunan masa otot menimbulkan atrofi
 Otot tipe I dan otot tipe II serabutnya menjadi atrofi, penurunan kontraktil
otot tipe I lebih besar disbanding otot tipe II.
 Penurunan ATP, ADP, creatin, creates phosphor, dan glycogen, penurunan
sintesis protein dalam 6 jam imobilisasi
 Terjadi peningkatan muscle fatigue karena penurunan kapasitas oksidatif
otot. Penurunan pada konsumsi maksimal oksigen, level glikogen, dan
tingginya energy fosfat.
 Penurunan mitokondria dalam 7 hari imobilisasi yang menyebabkan
pengurangan respirasi sel dan penurunan daya tahan otot.

7
 Perubahan panjang otot terkait atrofi. Imobilisasi menyebabkan pemendekan
otot sehingga ekstensibilitas otot menurun

2. Periarticular connective tissue

- Periarticular connective tissue yaitu meliputi ligament, tendon,


membrane synovial, fascia, dan kapsul sendi.
- Dua komponen jaringan konektif fibrous yaitu sel dan ekstraselular
matrix. Matrix terdiri atas collagen dan serabut elastin dan nonfibrous
substance.
- Imobilisasi menyebabkan arthrofibrosis yaitu ankylosis, joint stiffness,
joint contracture.
- Penurunan air dan glycosaminoglycan yang menyebabkan penurunan
matrix ekstraselular
- Penurunan ekstraselular matrix yang berhubungan dengan penurunan
lubrikasi antara serabut cross-link
- Penurunan masa collagen
- Peningkatan collagen turnover, degradasi, dan sintesis
- Peningkatan abnormal serabut collagen cross-link

8
- Pergerakan sendi sangat esensial untuk mencegah kontraktur dan adhesi
dalam sendi. Tekanan dan gerak fisik memodulasi sintesis proteolycan
dan collagen dalam sendi yang normal. Stress dan gerak juga
berpengaruh terhadap deposisi sintesis baru dari serabut collagen yang
ditujukan pada collagen untuk menahan stress regangan sendi.
Gerak sendi menahan kontraktur jaringan periarticular dengan
mekanisme berikut:
o Menstimulasi sintesis proteoglycan dengan lubrikasi dan
pertahanan jarak antar serabut jaringan
o Merandom disposisi serabut collagen baru untuk menahan stress
ketegangan sendi
o Mencegah formasi abnormal cross-link matrix dengan mencegah
serabut-serabut tetap pada posisinya. Martrix dapat berubah
disebabkan oleh imobilisasi pada struktur ligament, kapsul,
tendon, dan fascia. Perubahan tersebut termasuk penurunan cairan
ekstraselular dan GAG yang mengakibatkan perubahan collagen
cross-link.

3. Articular Cartilage

Tulang rawan sendi (articular cartilage) berada tepat pada ujung-ujung tulang
yang menimbulkan gerakan permukaan dari sendi synovial. Ketebalannya dari 1-7
mm dan kaku, dengan cartilage yang menahan weight bearing sendi (hip dan
knee joint). Tulang rawan sendi terdiri atas serabut-serabut, ground substance, dan
sel. Serabut-serabut rawan sendi komposisi utamanya yaitu berupa collagen tipe 2
dan dimana 57%-75% kering. Colagen menimbulkan kekuatan tegangan dari
rawan sendi dan membantu gliding permukaanya yang berlawanan. Ground
substance sama halnya dengan jaringan periarticular yang berisi air 70% sampai
80% dan proteoglycan 15% sampai 30%. Proteoglycan memiliki keunikan dengan
air yang memberikan ketahanan pada tulang rawan sendi dan mendistribusikan
tekanan kompresi. Kuantitas proteoglycan pada tulang rawan sendi berada pada
sendi dimana weight bearing sendi memiliki proteoglycan lebih besar daripada

9
sendi non-weight bearing. Colagen dan proteoglycan diproduksi oleh
chondrocyte yaitu sel pada tulang rawan sendi.

Pegaruh imobilisasi pada tulang rawan sendi:

- Perubahan yang terjadi yaitu fibrilasi, cyst formation, degenerasi


kondrosit, atropi area weight bearing, sklerosis, dan resorpsi cartilage.
- Penurunan proteoglycan GAG yang mengurangi kemampuan rawan
sendi untuk menahan kompresi tekanan
- Rawan sendi itu avaskuler dimana nutrisi diperoleh dengan diffuse dan
osmosis. Difusi tejadi melalui tekanan hydraulic secara gradient dan
tekanan ini ditingkatkan dengan weight bearing atau pergerakan sendi.
Kecilnya tekanan hydraulic tidak memberikan efek dimana tekanan
yang konstan berhubungan dengan nutrisi yang dibutuhkan. Tekanan
intermitten yang tinggi tidak berkontribusi banyak pada jumlah difusi.
Gerak sendi dimana peningkatan jumlah difusi dalam 3 sampai 4 kali
secara static.
- Posisi imobilisasi dalam knee flexion menimbulkan lebih besarnya
nekrosis pada chondrocyte dan degenerasi pada tulang rawan sendi
lebih besar daripada posisi knee extension. Hal ini menimbulkan
peningkatan kompresi dan tekanan intraartikular dalam posisi full
flexion. Posisi imobilisasi tidak terlalu parah pada ekstremitas atas
karena sebagian beaa hanya berupa non-weight bearing joint.
- Kompresi yang konstan paada rawan sendi menurunkan jumlah difusi
cairan synovial dan menimbulkan nekrosis dan kematian chondrocyte.
- Hilangnya kontak antara permukaan rawan sendi yang berlawanan pada
weight bearing joint dan non-weight bearing joint akan mengakibatkan
perubahan degenerative yaitu hubungan kontak antara gerak sendi dan
permukaan rawan sendi.

4. Ligament
- Penurunan secara signifikan stress, maksimum stress, dan stiffness

10
- Penurunanan cross-sectional area pada fibril ligament yang menimbulkan
reduksi ukuran dan densitas fibril
- Peningkatan sintesis dan degradasi collagen yang menimbulkan
peningkatan turnover
- Disrupsi collagen yang tersusun secara pararel
- Reduksi tegangan dan kemampuan absorbs energy tulang dan ligament
complex
- Penurunan level glycosaminoglycan
- Peningakatan aktivitas osteoclastic pada tulang-ligament junction yang
menyebabkan peningkatan resorpsi tulang pada area tersebut.

5. Tulang
- Dua minggu pertama setelah imobilisasi dapat terdeteksi
- Terjadi penurunan densitas tulang yang berpotensi terjadinya fraktur.

Pada bagian tubuh yang mengalami cidera, dimana setelah post operasi
diperlukan penanganan dengan CPM, yaitu continous passive movement, dapat
dilakukan dengan alat CPM dan secara manual. Latihan gerak pasif maksudnya
pergerakan yang dilakukan pada bagian yang mengalami cidera, dimana cidera
tersebut dalam balutan atau perban, gerakan itu dilakukan dengan alat atau
bantuan fisioterapist.

Fungsi dari CPM yaitu

- Menstimulasi perbaikan jaringan artikulat yaitu cartilage, tendon, dan


ligament.
- Mencegah adhesi dan kekakuan sendi
- Meningkatan linear dan maksimum stress, ketegangan linear, dan kekuatan
tendon.
- Menstimulasi metabolism chondrocyte PRG4 yang baik untuk kesehatan
cartilage dan sendi.
- Menjaga ROM dan mencegah pemendekan

11
Menurut buku “Muskuloskeletal Fisioterapi: Kumpulanbahan
kuliahprogram diploma IV Fisioterapi” yang diterbitkan di Jakarta, Desember
2001:
Patologi Muskuloskeletal
I. Trauma dan Inflamasi
Kerusakan jaringan:
fase 1: Perdarahan : < 20 -30 menit
- Alogene → dilatasi
- Pembekuan oleh
fibrin
Fase 2: Peradangan : < 24-36 jam
- Aktivitas “P”
Substance
- Tumor – dolor –
kolor – rubor
- Infiltrasi monosit,
limfosit, granulosit
Fase 3: Regenerasi
Proliferasi : <4-5 hari
- Monosit dan limfosit
meningkat
- Infiltrasi angioblas &
Fibroblas
Produksi : < 3 minggu
- Matriks & kolagen
(cross links)
meningkat
- Mioblas aktif →
kontrasi luka
Remodeling : < 3 bulan

12
- Kemampuan
regangan meningkat
- Penyesuaian bentuk
II. Reaksi penyembuhan Luka Jaringan Spesifik
a. Tulang:
Periosteum → seperti jaringan ikat
Tulang → osteosit meningkat
 Pertumbuhan callus
 Proliferasi jaringan lunak
 Cartilage
 Trabekulae baru

b. Syaraf:
 Penyembuhan jaringan ikta
 Sel rusak → mati
 Akson rusak → sambung/ degenerasi wallerian

c. Otot:
 Spasme
 Rupture serabut collagen → seperti jaringan ikat
 Rupture serabut otot → ganti jaringan ikat

III. Immobilisasi
Tujuan : jaringan istirahat selama proses sembuh
Jenis : total dan parsial
a. Tulang: 10-15 hari : resorbsi ulang (matriks klasium)

12 minggu : resobsi 55-60% (osteoporosis)

b. Otot: > 2 minggu :


- Myofibril menurun

13
- Sarkomer berubah (bentuk
dan arah)
- Frag membrane dan
degenerasi nucleus
> 4 minggu :
- Posisi memendek (sarkomer
menurun 45 %)
- Posisi memanjang (sarkomer
meningkat 20 %)
c. Jaringan ikat: > 2 minggu :
air menurun 3-4 %, GAG
menurun 20 %, kolagen tetap,
sun acak
> 8 minggu : puan beban regang
d. Syaraf: > 2 minggu :
- Refleksi ( otot & pemb.
Parah)
- Aktif propioseptor menurun
E. Pengobatan / Terapi
Ada banyak macam pengobatan yang dapat dilakukan, misalnya
1. Pada system musculoskeletal dapat dilakukan:
 Terapi
- Latihan teratur setiap hari,menggerakkan ekstremitas dan anggota
tubuh lainnya ,ROM ( Range of Motion )
- Latihan penguatan (stretching )
 Larangan

Mengangkat beban terlalu berat.

14
2. Pada tulang:
 Obat
- Meningkatkan pembentukan tulang: Na – Florida, steroid anabolic.
- Menghambat resorbsi tulang: kalsium, estrogen, kalsitonin, difosfonat.
- Diet tinggi kalsium (1.000 mg/hari).
 Fisioterapi
- Berlatih berjalan dengan alat bantu / alat penyangga.
- Latihan teratur setiap hari, menggerakkan ekstremitas dan anggota
tubuh lainnya (Range of Motion = ROM).
 Operasi

Fusi secara bedah melintas garis fraktur dapat dilakukan. Pada tulang
belakang servikal operasi dilakukan baik dari depan maupun belakang. Pada
daerah toraks tulang belakang difiksasi dengan pelat metal dan tandur tulang
yang menyatukan lamina dengan proses spinosus berdekatan.

 Larangan

Hindari diet tinggi protein, kopi, alkohol, merokok, antasida


aluminium.

 Saran

Ranjang khusus, rangka, atau selubung plester dengan pasien dapat


dirawat untuk waktu yang lama dengan mempertahankan posisi yang telah
direduksi bahkan saat membalik untuk memandikan atau merawat kulit.

3. pada syaraf:
 Obat

Minum vitamin B1, B2, B12.

 Fisioterapi

Sasaran terapi adalah mempertahankan fungsi neurologis yang masih


ada, memaksimalkan pemulihan neurologis, tindakan atas cedera lain yang

15
menyertai, dan mencegah serta mengobati komplikasi serta sekuele kerusakan
neural.

Terapinya yang penting adalah dengan menggerakkan ekstremitas dan


anggota tubuh lainnya supaya merangsang aktivitas saraf.

 Operasi

Bila diperlukan operasi, dekompresi kanal spinal dilakukan pada saat


yang sama.

 Larangan
- Hindari hilangnya sensasi.
- Hindari stress: perasaan tertekan, depresi.
- Bekerja yang terlalu keras.
 Saran

Menggunakan terapi musik.

- Mintalah terapi rekreasi untuk integrasi psikososial, resosialisasi, dan


penyesuaian terhadap fungsi mandiri.
- Berikan semangat pasien untuk berinteraksi dengan staf, pasien lain
dan anggota keluarga.
- Segera lakukan operasi bila keadaan pasien memburuk untuk
menghindari kelumpuhan.

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan


kegiatandengan bebas. mobilisasi sebagian merupakan kemampuan seseorang
untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas
karena di pengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area
tubuhnya.

Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di tempat


tidur,tidak bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alat
/ organ tubuh (impaitment) yang bersifat fisik atau mental. Tujuan dari mobilisasi
antara lain : Memenuhi kebutuhan dasar manusia.Mencegah terjadinya trauma.
Mempertahankan tingkat kesehatan. Mempertahankan interaksi sosial dan peran
sehari ± hari dan Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh.

B. Saran

Ilmu fisiotapi berkembang sejalan dengan globalisasi kesehatan, dimana


sistem kesehatan memandang pentingnya pelayanan kesehatan yang berbasis
komunitas, peran terapis dalam pelayanan kesehatan menyebar mulai dari
individu sampai masyarakat dan diberbagai tatanan pelayanan. Seorang
fisioterapis harus bisa memberikan intervensi yang tepat agar dapat menghambat
terjadinya ketergantungan fisik total pada lansia yang mengalami imobilisasi,
khusus pada imobilisasi terhadap muskuloskeletal. Intervensi yang diarahkan pada
pencegahan kearah konsekuensi-konsekuensi imobilitas dan ketidak aktifan dapat
menurunkan kecepatan penurunannya.

Untuk dapat mengetahui lebih dalam mengenai efek imobilisasi terhadap


system musculoskeletal, silahkan mencari dan pelajari referensi mengenai hal
tersebut, atau tanyakan pada dosenatau seseorang yang dianggap ahli pada bidang
patologi sistem musculoskeletal.

17
DAFTAR PUSTAKA

______. 2001. Muskuloskeletal Fisioterapi: Kumpulan Bahan Kuliah Program IV


Fisoterapi, Jakarta: Pustakawan

Ganong, F. William Buku ajar Fisiologi kedokteran. Penerbit: EGC, 1998.

Dasar – Dasar Terapi Dan Rehabilitasi Fisik, Susan J. Garrison.

Neurologi Klinik Dasar, Prof. DR. Mahaar Mardjono Dan Prof. DR. Priguna
Sidharta.

Neurologi Klinik, Prof. Dr. dr. S.M. Lumantobing.

http://www.tempo.co.id/medika/arsip/062002/war-2.htm

http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2002/093/kes1.htm

http://www.amsar.com/smu-indo/bahasa/images/5-2.jpg

http://web.indstate.edu/ehcme/psp/elabs/radiology/chf-xtray.jpg

http://physioyuli.blogspot.com/2014/03/efek-immobilisasi-effect-of.html

18

Anda mungkin juga menyukai