Kelas II. B
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Immobilisasi Terhadap System Muskuloskeletal”. Penulisan makalah
ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Patologi Khusus
di Poltekkes Kemenkes Makassar Jurusan D3 Fisioterapi.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami
miliki. Untuk itu, saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Daftar Isi.......................................................................................................... ii
A. Kesimpulan ........................................................................................ 17
B. Saran ................................................................................................... 17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Begitu juga dengan manusia yang dapat bergerak secara mudah, bebas dan
teratur yang dinamakan Mobilisasi yaitu suatu kondisi dimana tubuh dapat
melakukan kegiatan dengan bebas menurut koesier. Ada beberapa factor dalam
imobilisasi yaitu gaya hidup, proses penyakit dan injury, kebudayaa, tingkat
energy, usia dan status perkembangan.
1
mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang,
cidera otak berat di sertai fraktur pada ekstermitas dan sebagainya.
B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini yaitu,
1. Apa yang dimaksud dengan Imobilisasi?
2. Apa efek imobilisasi terhadap system musculoskeletal?
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Imobilisasi
Jenis mobilisasi terbagi menjadi dua yaitu mobilisasi penuh dan mobilisasi
sebagian. Pada mobilisasi penuh merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi social dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi saraf
motorik volunteer dan sensori untuk mendapat mengontrol seluruh area tubuh
seseorang.
3
hemiplegia karena storke, paralegi karena cidera tulang belakang, polimielitis
karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik.
4
Kedua imobilisasi intelektual merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami keterbatasan daya piker, seperti pada pasien yang mengalami
kerusakan otak akibat suatu penyakit. Ketiga imobilisasi emosional keadaan
ketika seseorang mengalami pemabatasan secara emosional karena adanya
perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Contohnya keadaan stress
berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami
kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling di cintai.
B. Epidemiologi
Immobilisasi lama bisa terjadi pada semua orang tetapi kebanyakan terjadi pada
orang – orang lanjut usia, pasca operasi yang membutuhkan tirah baring lama.
Dampak imobilisasi lama terutama dekubitus mencapai 11% dan terjadi dalam
kurun waktu 2 minggu, perawatan emboli paru berkisar 0,9%,dimana tiap 200.000
orang meninggal tiap tahunnya.
C. Penyebab
5
metaboliknya tidak tergantung penyebab untuk apa imobilisasi diresepkan. Hal ini
bisa disebabkan oleh:
D. Komplikasi
D. Efek Immobilisasi
6
bulan. Disini akan terjadi berbagai masalah yang diterima oleh struktur jaringan
tubuh yaitu sebagai berikut:
1. Pada otot
7
Perubahan panjang otot terkait atrofi. Imobilisasi menyebabkan pemendekan
otot sehingga ekstensibilitas otot menurun
8
- Pergerakan sendi sangat esensial untuk mencegah kontraktur dan adhesi
dalam sendi. Tekanan dan gerak fisik memodulasi sintesis proteolycan
dan collagen dalam sendi yang normal. Stress dan gerak juga
berpengaruh terhadap deposisi sintesis baru dari serabut collagen yang
ditujukan pada collagen untuk menahan stress regangan sendi.
Gerak sendi menahan kontraktur jaringan periarticular dengan
mekanisme berikut:
o Menstimulasi sintesis proteoglycan dengan lubrikasi dan
pertahanan jarak antar serabut jaringan
o Merandom disposisi serabut collagen baru untuk menahan stress
ketegangan sendi
o Mencegah formasi abnormal cross-link matrix dengan mencegah
serabut-serabut tetap pada posisinya. Martrix dapat berubah
disebabkan oleh imobilisasi pada struktur ligament, kapsul,
tendon, dan fascia. Perubahan tersebut termasuk penurunan cairan
ekstraselular dan GAG yang mengakibatkan perubahan collagen
cross-link.
3. Articular Cartilage
Tulang rawan sendi (articular cartilage) berada tepat pada ujung-ujung tulang
yang menimbulkan gerakan permukaan dari sendi synovial. Ketebalannya dari 1-7
mm dan kaku, dengan cartilage yang menahan weight bearing sendi (hip dan
knee joint). Tulang rawan sendi terdiri atas serabut-serabut, ground substance, dan
sel. Serabut-serabut rawan sendi komposisi utamanya yaitu berupa collagen tipe 2
dan dimana 57%-75% kering. Colagen menimbulkan kekuatan tegangan dari
rawan sendi dan membantu gliding permukaanya yang berlawanan. Ground
substance sama halnya dengan jaringan periarticular yang berisi air 70% sampai
80% dan proteoglycan 15% sampai 30%. Proteoglycan memiliki keunikan dengan
air yang memberikan ketahanan pada tulang rawan sendi dan mendistribusikan
tekanan kompresi. Kuantitas proteoglycan pada tulang rawan sendi berada pada
sendi dimana weight bearing sendi memiliki proteoglycan lebih besar daripada
9
sendi non-weight bearing. Colagen dan proteoglycan diproduksi oleh
chondrocyte yaitu sel pada tulang rawan sendi.
4. Ligament
- Penurunan secara signifikan stress, maksimum stress, dan stiffness
10
- Penurunanan cross-sectional area pada fibril ligament yang menimbulkan
reduksi ukuran dan densitas fibril
- Peningkatan sintesis dan degradasi collagen yang menimbulkan
peningkatan turnover
- Disrupsi collagen yang tersusun secara pararel
- Reduksi tegangan dan kemampuan absorbs energy tulang dan ligament
complex
- Penurunan level glycosaminoglycan
- Peningakatan aktivitas osteoclastic pada tulang-ligament junction yang
menyebabkan peningkatan resorpsi tulang pada area tersebut.
5. Tulang
- Dua minggu pertama setelah imobilisasi dapat terdeteksi
- Terjadi penurunan densitas tulang yang berpotensi terjadinya fraktur.
Pada bagian tubuh yang mengalami cidera, dimana setelah post operasi
diperlukan penanganan dengan CPM, yaitu continous passive movement, dapat
dilakukan dengan alat CPM dan secara manual. Latihan gerak pasif maksudnya
pergerakan yang dilakukan pada bagian yang mengalami cidera, dimana cidera
tersebut dalam balutan atau perban, gerakan itu dilakukan dengan alat atau
bantuan fisioterapist.
11
Menurut buku “Muskuloskeletal Fisioterapi: Kumpulanbahan
kuliahprogram diploma IV Fisioterapi” yang diterbitkan di Jakarta, Desember
2001:
Patologi Muskuloskeletal
I. Trauma dan Inflamasi
Kerusakan jaringan:
fase 1: Perdarahan : < 20 -30 menit
- Alogene → dilatasi
- Pembekuan oleh
fibrin
Fase 2: Peradangan : < 24-36 jam
- Aktivitas “P”
Substance
- Tumor – dolor –
kolor – rubor
- Infiltrasi monosit,
limfosit, granulosit
Fase 3: Regenerasi
Proliferasi : <4-5 hari
- Monosit dan limfosit
meningkat
- Infiltrasi angioblas &
Fibroblas
Produksi : < 3 minggu
- Matriks & kolagen
(cross links)
meningkat
- Mioblas aktif →
kontrasi luka
Remodeling : < 3 bulan
12
- Kemampuan
regangan meningkat
- Penyesuaian bentuk
II. Reaksi penyembuhan Luka Jaringan Spesifik
a. Tulang:
Periosteum → seperti jaringan ikat
Tulang → osteosit meningkat
Pertumbuhan callus
Proliferasi jaringan lunak
Cartilage
Trabekulae baru
b. Syaraf:
Penyembuhan jaringan ikta
Sel rusak → mati
Akson rusak → sambung/ degenerasi wallerian
c. Otot:
Spasme
Rupture serabut collagen → seperti jaringan ikat
Rupture serabut otot → ganti jaringan ikat
III. Immobilisasi
Tujuan : jaringan istirahat selama proses sembuh
Jenis : total dan parsial
a. Tulang: 10-15 hari : resorbsi ulang (matriks klasium)
13
- Sarkomer berubah (bentuk
dan arah)
- Frag membrane dan
degenerasi nucleus
> 4 minggu :
- Posisi memendek (sarkomer
menurun 45 %)
- Posisi memanjang (sarkomer
meningkat 20 %)
c. Jaringan ikat: > 2 minggu :
air menurun 3-4 %, GAG
menurun 20 %, kolagen tetap,
sun acak
> 8 minggu : puan beban regang
d. Syaraf: > 2 minggu :
- Refleksi ( otot & pemb.
Parah)
- Aktif propioseptor menurun
E. Pengobatan / Terapi
Ada banyak macam pengobatan yang dapat dilakukan, misalnya
1. Pada system musculoskeletal dapat dilakukan:
Terapi
- Latihan teratur setiap hari,menggerakkan ekstremitas dan anggota
tubuh lainnya ,ROM ( Range of Motion )
- Latihan penguatan (stretching )
Larangan
14
2. Pada tulang:
Obat
- Meningkatkan pembentukan tulang: Na – Florida, steroid anabolic.
- Menghambat resorbsi tulang: kalsium, estrogen, kalsitonin, difosfonat.
- Diet tinggi kalsium (1.000 mg/hari).
Fisioterapi
- Berlatih berjalan dengan alat bantu / alat penyangga.
- Latihan teratur setiap hari, menggerakkan ekstremitas dan anggota
tubuh lainnya (Range of Motion = ROM).
Operasi
Fusi secara bedah melintas garis fraktur dapat dilakukan. Pada tulang
belakang servikal operasi dilakukan baik dari depan maupun belakang. Pada
daerah toraks tulang belakang difiksasi dengan pelat metal dan tandur tulang
yang menyatukan lamina dengan proses spinosus berdekatan.
Larangan
Saran
3. pada syaraf:
Obat
Fisioterapi
15
menyertai, dan mencegah serta mengobati komplikasi serta sekuele kerusakan
neural.
Operasi
Larangan
- Hindari hilangnya sensasi.
- Hindari stress: perasaan tertekan, depresi.
- Bekerja yang terlalu keras.
Saran
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
Neurologi Klinik Dasar, Prof. DR. Mahaar Mardjono Dan Prof. DR. Priguna
Sidharta.
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/062002/war-2.htm
http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2002/093/kes1.htm
http://www.amsar.com/smu-indo/bahasa/images/5-2.jpg
http://web.indstate.edu/ehcme/psp/elabs/radiology/chf-xtray.jpg
http://physioyuli.blogspot.com/2014/03/efek-immobilisasi-effect-of.html
18