PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia
terutama di negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya
angka kesakitan dan kematian akibat diare (Salwan, 2008). Dari tahun ke tahun
diare tetap menjadi salah satu penyakit yang menyebabkan mortalitas dan
malnutrisi pada anak
Diare atau dikenal dengan sebutan mencret memang merupakan penyakit
yang masih banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi salah satu penyakit
yang banyak menjadi penyebab kematian anak yang berusia di bawah lima tahun
(balita). Karenanya, kekhawatiran orang tua terhadap penyakit diare adalah hal yang
wajar dan harus dimengerti. Justru yang menjadi masalah adalah apabila ada orang
tua yang bersikap tidak acuh atau kurang waspada terhadap anak yang mengalami
diare.
Menurut data World Health Organization(WHO) pada tahun 2009, diare
adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Secara global setiap
tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1.5 juta pertahun.
Pada negara berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3
episode diare pertahun. Setiap episodenya diare akan menyebabkan kehilangan
nutrisi yang dibutuhkan anak untuk tumbuh, sehingga diare merupakan penyebab
utama malnutrisi pada anak (WHO, 2009).
Untuk skala nasional berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun
2008, penderita diare pada tahun tersebut adalah 8.443 orang dengan angka
kematian akibat diare adalah 2.5%. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya,
yaitu 1.7% dengan jumlah penderita diare adalah 3.661 orang. Untuk tahun 2006,
penderita diare di Indonesia adalah 10.280 orang dengan angka kematian 2.5%.
Sementara dari data Profil Kesehatan Provinsi Sumatra Utara tahun 2008,
diare menduduki urutan kedua dari sepuluh penyebab terbanyak kunjungan ke
puskesmas setelah Influenza dengan tingkat kematian pada penyakit diare
mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2008 Case Fatality
Rate (CFR) akibat diare sebesar 4.78% dengan 10 penderita meninggal dari 209
kasus. Angka ini naik dari tahun sebelumnya yaitu dengan CFR 1.31% dengan 4
penderita meninggal dari 304 kasus.
Salah satu langkah dalam pencapaian target Millenium Development Goals/
MDG’s (Goal ke-4) adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari
tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui
bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab
utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah
maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata
laksana yang cepat dan tepat (Kemenkes, 2011).
Berbagai faktor mempengaruhi terjadinya kematian, malnutrisi, ataupun
kesembuhan pada pasien penderita diare. Diare disebabkan faktor cuaca,
lingkungan, dan makanan. Perubahan iklim, kondisi lingkungan kotor, dan kurang
memerhatikan kebersihan makanan merupakan faktor utamanya. Penularan diare
umumnya melalui 4F, yaitu Food, Fly , Feces, dan Finger. Pada balita, kejadian diare
lebih berbahaya dibanding pada orang dewasa dikarenakan komposisi tubuh balita
yang lebih banyak mengandung air dibanding dewasa. Jika terjadi diare, balita lebih
rentan mengalami dehidrasi dan komplikasi lainnya yang dapat merujuk pada
malnutrisi ataupun kematian.
Oleh karena itu, upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan
memutus rantai penularan tersebut. Sesuai data UNICEF awal Juni 2010, ditemukan
salah satu pemicu diare baru, yaitu bakteri Clostridium difficile yang dapat
menyebabkan infeksi mematikan di saluran pencernaan. Bakteri ini hidup di udara
dan dapat dibawa oleh lalat yang hinggap di makanan. (lifestyle.okezone.com).
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada anak dengan diare
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Pengertian Diare
b. Untuk mengetahui Klasifikasi Diare
c. Untuk mengetahui Etiologi Diare
d. Untuk mengetahui Cara Penularan Diare
e. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis Diare
f. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik
g. Untuk mengetahui Pencegahan Diare
h. Untuk mengetahui Pengobatan Diare
i. Untuk mengetahui Komplikasi Diare
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. PENGERTIAN DIARE
Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya
defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai
dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara
klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare
persisten.
Sedangkan menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit
dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang
melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya
tiga kali atau lebih dalam sehari .
Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak
dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan,
atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat ocialc
terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak lebih dari satu
minggu. Apabila diare berlangsung antara satu sampai dua minggu maka dikatakan
diare yang berkepanjangan (Soegijanto, 2002).
B. KLASIFIKASI DIARE
Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi empat
kelompok yaitu:
1. Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari (umumnya
kurang dari tujuh hari).
2. Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya.
3. Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari secara
terus menerus.
4. Diare dengan masalah lain: anak yang menderita diare (diare akut dan persisten)
mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit
lainnya.
Menurut Suraatmaja, (2007)di bagi menjadi 2 yaitu:
1. Berdasarkan lamanya diare:
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive) selama
masa diare tersebut.
2. Berdasarkan mekanisme patofisiologik:
a. Diare sekresi (secretory diarrhea)
b. Diare osmotic (osmotic diarrhea)
Diare akut dapat mengakibatkan: (1) kehilangan air dan elektrolit serta
gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi, asidosis ocialc dan hipokalemia,
(2) Gangguan sirkulasi darah, dapat berupa renjatan hipovolemik sebagai akibat
diare dengan atau tanpa disertai muntah, (3) Gangguan gizi yang terjadi akibat
keluarnya cairan berlebihan karena diare dan muntah (Soegijanto, 2002).
C. ETIOLOGI
Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit,
terutama natrium dan kalium dan sering disertai dengan asidosis ocialc. Dehidrasi
dapat diklasifikasikan berdasarkan ocial air dan atau keseimbangan serum elektrolit.
Setiap kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam sehari merupakan
hilangnya air dari tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan apabila ocial
melampaui 15% (Soegijanto, 2002).
Menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines 2005,
etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab:
1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium
perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas.
2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus.
3. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli,
Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis.
4. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,
imunodefisiensi, kesulitan makan, dll.
(Simadibrata, 2006).
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut
patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
a. Infeksi virus, kuman-kuman ocialc dan apatogen seperti shigella, ocialc, E. Coli,
golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings, stapylococus aureus,
comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya
keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis
(ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
b. Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan
terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.
2. Diare ocial (ocial ocialc) disebabkan oleh:
a. Malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan mineral.
b. Kurang kalori protein.
c. Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
Sedangkan menurut Ngastiyah (2005), penyebab diare dapat dibagi dalam
beberapa ocial yaitu:
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri,
infeksi virus (enteovirus, ocialcss, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus,
astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides)
protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur
(canida albicous).
b. Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media
akut (OMA) ocialcs/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya.
Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.
2. Faktor malaborsi
Malaborsi karbohidrat, lemak dan protein.
a. Faktor makanan
b. Faktor psikologis
E. MANIFESTASI KLINIS
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah
ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah
bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis ocialc, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan
keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps
kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi
menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi ocialc, dehidrasi hipertonik
(hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya oci tanpa
dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat (Juffrie, 2010).
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang
berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi
yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis
ocialc yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat
badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol,
turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan
oleh deplesi air yang ocialc. Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka
perbandingannya dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan Ph
darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat
dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul)
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah
menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan
kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat
timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai
timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit
nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
Tabel 1.1 Penilaian Derajat Dehidrasi (Mansjoer, 2000).
Penilaian Ringan Sedang Berat
Keadaan umum baik, sadar gelisah, rewel lesu, lunglai atau
tidak sadar
Mata Normal cekung sangat cekung
Air mata ada tidak ada kering
Mulut dan lidah Basah Kering tidak ada, sangat
kering
Rasa haus minum biasa, tidak haus, ingin minum malas/tidak oci
haus banyak minum
Turgor kulit Kembali kembali lambat kembali sangat
lambat
Hasil pemeriksaan tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan, Bila ada satu tanda
sedang, bila ada ditambah satu atau
tanda ditambah lebih tanda lain.
satu atau lebih
tanda lain.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Hassan dan Alatas (1998) pemeriksaan laboratorium pada diare
adalah:
1. Feses
a. Makroskopis dan Mikroskopis
b. Ph dan kadar gula pada tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga
terdapat intoleransi gula.
c. Biakan dan uji resisten.
2. Pemeriksaan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan Ph dan
cadangan alkalin atau dengan analisa gas darah.
3. Ureum kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Elektrolit terutama natrium, kalium dan fosfor dalam serium.
5. Pemeriksaan Intubasi deudenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasit.
G. PENCEGAHAN
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni:
pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi kesehatan
dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) yang
meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga
(tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi
(Nasry Noor, 1997).
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada ocial penyebab,
lingkungan dan ocial pejamu. Untuk ocial penyebab dilakukan berbagai upaya agar
mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi
lingkungan, perbaikan lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi
lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat
dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi
a. Penyediaan Air Bersih
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal-
oral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam mulut, cairan atau
benda yang tercemar dengan tinja misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan
yang disiapkan dalam panic yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2006).
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat
yang tidak mendapatkan air bersih (Depkes RI, 2006).
b. Tempat Pembuangan Tinja
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan
meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali
lipat dibandingkan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang
memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2003).
c. Status Gizi
Pada ada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil dan
kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali sehingga kemampuan untuk mengadakan
kekebalan nonspesifik terhadap kelompok ocialc berkurang (Suharyono, 1986)
d. Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama
kehidupan resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian susu formula
merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula biasanya
menyebabkan risiko tinggi terkena diare sehingga oci mengakibatkan terjadinya gizi
buruk (Depkes RI, 2006
e. Kebiasaan Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan
sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan,
mempunyai dampak dalam kejadian diare (Depkes RI, 2006).
f. Imunisasi
Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi campak
juga dapat mencegah diare oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera
setelah berumur 9 bulan (Depkes RI, 2006).
Anak harus diimunisasi terhadap campak secepat mungkin setelah usia 9
bulan. Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang
sedang menderita campak dalam 4 mingggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari
penurunan kekebalan tubuh penderita. Selain imunisasi campak, anak juga harus
mendapat imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG untuk mencegah penyakit
TBC, imunisasi DPT untuk mencegah penyakit diptheri, pertusis dan tetanus, serta
imunisasi polio yang berguna dalam pencegahan penyakit polio (Depkes RI, 2006).
2. Pencegahan Skunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah menderita
diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan ocialc dini dan
pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping
dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan
pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan
oleh banyak ocial seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan
yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi
tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri
atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang
membantu menghi langkan kejang perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya
jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan
menentukan obat yang disesuaikandengan penyebab diarenya ocial bakteri, parasit.
Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya diminum sesuai
petunjuk dokter (Fahrial Syam, 2006).
3. Pencegahan Tertier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami
kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare
diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat
ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari
penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkon sumsi
makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan
terhadap mental penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut
memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare
selain diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan
kebutuhan ocial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman
sepermainan.
H. PEANGOBATAN
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter
Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara
untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare
juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE yaitu:
1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan
4. Antibiotik Selektif
5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh
a. Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia
berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini
yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah,
yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang
terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita
tidak oci minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat
pertolongan cairan melalui ocial. Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi
(Kemenkes RI, 2011).
1) Diare tanpa dehidrasi
Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
2) Diare dengan dehidrasi ringan sedang
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya
diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
3) Diare dengan dehidrasi berat
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di
ocial.(Kemenkes RI, 2011)
Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok
dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh
dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi
muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan
misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan
diare berhenti (Juffrie, 2010).
b. Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi
enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc
juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi
dan fungsi selama kejadian diare (Kemenkes RI, 2011).
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja,
serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.
Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak
mengalami diare. Dosis pemberian Zinc pada balita:
1) Umur <6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
2) Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara
pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matangatau ASI,
sesudah larut berikan pada anak diare (Kemenkes RI, 2011).
c. Pemberian ASI/makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering di beri
ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak
usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus
diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih
sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2
minggu untuk membantu pemulihan berat badan (Kemenkes RI, 2011).
d. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare
pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada
penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera
(Kemenkes RI, 2011).
e. Pemberian Nasihat
Menurut Kemenkes RI (2011), ibu atau pengasuh yang berhubungan erat
dengan balita harus diberi nasehat tentang:
1) Cara memberikan cairan dan obat di rumah
2) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
a) Diare lebih sering
b) Muntah berulang
c) Sangat haus
d) Makan/minum sedikit
e) Timbul demam
f) Tinja berdarah
g) Tidak membaik dalam 3 hari.
Obat-obat yang diberikan untuk mengobati diare ini dapat berupa :
a. Kemoterapi
b. Obstipansia
c. Spasmolitik
d. Probiotik
1) Kemoterapi
Untuk terapi kausal yang memusnahkan bakteri penyebab penyakit
digunakan obat golongan sulfonamide tau antibiotic
C. Obstipansia
Untuk terapi simptomatis dengan tujuan untuk menghentikan diare, yaitu
dengan cara :
a) Menekan peristaltic usus (loperamid)
b) Menciutkan selaput usus atau adstringen (tannin)
c) Pemberian adsorben untuk menyerap racun ayng dihasilkan bakteri atau racun
penyebab diare yang lain (carbo adsorben, kaolin)
d) Pemberian mucilage untuk melindungi selaput lender usus yang luka
D. Spasmolitik
Zat yang dapat melemaskan kejang-kejang otot perut (nyeri perut) pada diare
(ocialc sulfat)
E. Probiotik untuk meningkatkan daya tahan tubuh
Lactobacillus dan bifidobacteria (disebut Lactid Acid Bacteria / LAB)
merupakan probiotik yang dapat menghasilkan antibiotic alami yang dapat
mencegah / menghambat pertumbuhan bakteri pathogen. LAB dpat menghasilkan
asam laktat yang mneybabkan Ph usus menjadi asam, suasana asam akan
menghambat pertumbuhan bakteri pathogen. LAB ini dapat membantu memperkuat
dan memperbaiki pencernaan bayi, mencegah diare.
I. KOMPLIKASI
Menurut Ngastiyah (2005) komplikasi dari daire ada :
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, ocialc atau hipertonik)
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia(dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia,
perubahan elektrokardiogram)
4. Hipoglikemia.
5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim lactase.
6. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi ocial protein, (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).
Makalah Diare pada Anak kYe Nurse
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Gastroenteritis adalah buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja
yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya, untuk neonotus bila lebih
dari 4 kali dan untuk anak lebih dari Dan terjadi secara mendadak berlangsung 7
hari dari anak yang sebelumnya. Bila hal ini terjadi maka tubuh anak akan kehilangan
cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi.Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi
dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua. Diare ini
oci menyebapkan beberapa komplikasi,yaitu dehidrasi, renjatan hivopolemik, kejang,
bakterimia, mal nutrisi,hipoglikemia,intoleransi skunder akibat kerusakan mukosa usus.
B. SARAN
Dalam upaya meningkatkan kualitas perawatan pada klien gastroenteritis perlu
ditingkatkan tentang keperawatan pada klien tersebut sehingga asuhan keperawatan dapat
lebih efektif secara komprehensip meliputi Bio-Psiko-Sosial-Spiritual pada klien melalui
pendekatan proses keperawatan mencakup didalamnya pelayanan promotif, preventif, kuratif,
rehabilitative yang dilandasi oleh ilmu dan kiat keperawatan profeisonal yang sesuai nilai
mopral etika profesi keperawatan sehingga dimasa yang akan ocial dapat mengantisipasi dan
menjawab tantangan-tangan dan perubahan ocial yang menitik beratkanpada pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan individu, keluarga, masyarakat, serta lingkungannya.
Makalah Diare pada Anak kYe Nurse
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. (2005). Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas. Depkes RI.
Juffrie, Mohammad. Dkk. (2010). Gastroenterologi-hepatologi Jilid I. Jakarta: IDAI.
Mansjoer,Arif, dkk., (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta: Medica Aesculpalus FKUI.
Ngastiyah, (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta ; EGC
Simadibrata, M, Setiati S. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Pusat Penerbitan
Departemen.
Soegijanto S. 2006. Ilmu Penyakit Anak “Diagnosa dan Penatalaksanaan”. Surabaya: Airlangga
University Press.
Suraatmaja, S. (2007). Aspek Gizi Air Susu Ibu. Jakarta: EGC.
BAB I
PENDAHULUAN
Diare hingga kini masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi
dan anak-anak. Saat ini morbiditas (angka kesakitan) diare di Indonesia mencapai 195 per
1000 penduduk dan angka ini merupakan yang tertinggi di antara negara-negara di Asean.
Diare juga masih merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Walaupun angka
mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka morbiditas masih cukup tinggi. Penanganan
diare yang dilakukan secara baik selama ini membuat angka kematian akibat diare dalam 20
tahun terakhir menurun tajam. Walaupun angka kematian sudah menurun tetapi angka
kesakitan masih cukup tinggi. Lama diare serta frekuensi diare pada penderita akut belum
Diare adalah keadaan dimana seseorang buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan
lebih dari 3 kali pada anak; konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula
bercampur lendir dan darah atau lendir saja. Bila penderita diare banyak sekali kehilangan
cairan tubuh maka hal ini dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi dan anak-anak
Diare seringkali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat global dan nasional
fakta menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare membunuh dua juta anak di
dunia setiap tahunnya (Info Sehat, 2009). Saat ini morbiditas (angka kesakitan) diare di
Indonesia sekitar 200 - 400 diantara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di
Indonesia dapat ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya, sebagian
besar (70 – 80%) dari penderita ini adalah anak dibawah lima tahun (± 40 juta kejadian).
Sebagian dari penderita ( 1- 2 % ) akan jatuh ke dalam dehidrasi dan kalau tidak segera
ditolong 50 – 60 % diantaranya dapat meninggal. Hal inilah yang menyebabkan sejumlah
350.000 – 500.000 anak di bawah lima tahun meninggal setiap tahunnya (Arjatma, 2003).
Dampak negatif penyakit diare pada bayi dan anak-anak antara lain adalah menghambat
proses tumbuh kembang anak yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup anak.
Penyakit diare di masyarakat (Indonesia) lebih dikenal dengan istilah "Muntaber". Penyakit
ini mempunyai konotasi yang mengerikan serta menimbulkan kecemasan dan kepanikan
warga masyarakat karena bila tidak segera diobati, dalam waktu singkat (± 48 jam) penderita
Sebagian besar angka kematian diare ini di duga karena kurangnya pengetahauan
masyarakat terutama ibu, mengenai upaya pencegahan dan penanggulangan diare dehidrasi
(Sadikin, 2000).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diare
Diare adalah suatu keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan
lebih dari 3 kali pada anak, konsistensinya tinja melembek, dapat berwarna hijau atau dapat
Buang air besar lebih dari 5 kali sehari, untuk keadaan yang lebih berat bisa terus
menerus.
Demam terjadi jika ada infeksi bakteri atau virus dalam saluran pencernaaan.
Badan terasa kering dan selalu haus untuk keadaan yang berat.
a. Diare Akut
Diare yang terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 3 -7 hari pada bayi dan
anak.
b. Diare kronik
2.2 Etiologi
1. Faktor-faktor infeksi
a. Infeksi infeksi yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada
anak.
b. Infeksi parental yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan seperti ;
- (OMA) infeksi pada telinga tengah terjadi pada anak di bawah umur balita.
- Bronkopneumonia (radang paru yang berasal dari cabang tenggorokkan yang mengalami
3. Faktor makanan
4. Faktor psikologis
2.3 Patofisiologis
3. Hipoglikemia
No Penilaian A B C
A Lihat keadaan umum Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, lunglai atau
tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung dan
kering
Airmata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut dan Lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa Haus Minum biasa Haus, ingin Malasa minum atau
tidak haus minum banyak tidak bias minum
B Hasil pemeriksaan Tanpa Dehidrasi Dehidrasi berat
dehidrasi ringan
C Terapi Rencana B C
terapi A
Sumber : Perawatan Anak Sakit
2.4 Penatalaksanaan
Cara Pengobatan
1. Teruskan ASI.
2. Untuk anak < 6 bulan dan belum mendapat makanan padat dan bisa diberikan susu LLM yang di cairkan
dengan air.
a. Berikan sari buah yang segar (bahan yang bersifat asam) dan pisang barangan
b. Berikan makanan yang segar, masak dan dihaluskan serta ditumbuk dengan halus
c. Dorong anak untuk makan sesering mungkin
d. Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti dan berikan makanan tambahan seperti :
c. Bawa anak kepada petugas Kesehatan bila anak tidak ada kemajuan dalam
2 hari, misalnya :
1. Masih Diare
2. Muntah
4. Demam
5. Kebutuhan oralit di rumah yang diberikan setiap habis buang air besar dan berikan oralit
> 5 tahun 200 – 300 ml ( 1-1 ½ gelas ) 800 -1.000 ml/hr ( 4-5 bungkus )
b. Pada bayi yang berusia < 12 bulan, diberikan 50 -100 ml oralit tiap BAB
d. Bila diare terus berlanjut,dan oralit telah diberikan ,dianjurkan ibu untuk memberikan cairan
lain.
2.7.2. Rencana Pengobatan B
1. Diharapkan kepada anggota keluarga dapat membantu ibu dalam memberikan oralit
b. Anjurkan ibu cara menganjurkannya yaitu sesendok the setiap 1-2 menit untuk anak dibawah
2 tahun .Beberapa teguk untuk dari cangkir untuk anak yang lebih tua .
c. Bila anak muntah tunggu 10 menit dan kemudian teruskan pemberian oralit tetapi lebih
a. Anjurkan pada ibu jumlah oralit yang harus diberikan selama pengobatan 3 jam di rumah
diberikan.
Agar tidak terjadi lagi, upaya pencegahan diare perlu dilakukan. Caranya adalah
menjamin makanan si mungil terjaga kebersihannya, hindari meminum susu mentah dan
memakan yang terkontaminasi basi. Begitu pula dengan alat-alat makanannya. Biasakan
untuk mensterilkan semua peralatan makan dan minum bayi. Selalu mencuci tangan sebelum
merawat atau melakukan kontak dengan bayi. Bukan cuma buat ibu, akan tetapi berlaku pula
bagi seisi rumah atau pengasuhnya wajib mensterilkan peralatan makan atau minum. Semua
anggota keluarga dan masyarakat pun jika buang air besar harus di kakus, bukan di kali,
membersihkannya dengan kapas yang dicelup air hangat setiap kali akan menyusui.
Kemudian, yang tak kalah penting adalah selalu membersihkan mainan si mungil secara
berkala dan hindari penggunaan obat-obatan yang tidak perlu khususnya antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2003. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
Indiarti. 2007. Ma, Aku Sakit Lagi Panduan Lengkap Kesehatan Anak Dari A Sampai Z. Yogyakarta
: Andi Offset.
Irianto, Kus dkk. 2004. Gizi Dan Pola Hidup Sehat. Bandung : Yrama Widya.
Juwono, Lilian. 2005. Panduan Lengkap Perawatan Untuk Bayi Dan Balita.
Jakarta : Arcan
Notoatmojdo. 2003. Pengantar Pendidikan Dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
PENDAHULUAN
2.2 Epidemiologi
Penyakit diare akut lebih sering terjadi pada bayi dari pada anak yang lebih besar.
Kejadian diare akut pada anak laki-laki hamper sama dengan anak perempuan. Penyakit ini
ditularkan secara fecal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar. Di Negara yang
sedang berkembang, prevalensi yang paling tinggi dari penyakit diare merupakan kombinasi
dari sumber air yang tercemar,kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan turunnya
daya tahan badan(McCormick MC,1982).
Untuk bayi, baik di Negara-negara maju, penurunan angka kejadian diare erat kaitannya
dengan pemberian ASI, yang sebagian disebabkan oleh kurangnya pensemaran minum anak
dan sebagian lagi karena factor pencegah imunologik dari pada ASI(Learsen SA dan Homer
DR,1978). Sejauh ini imunitas spesifik usus merupakan peran dari limposit dalamPlaque
peyeri yang membuat immunoglobulin, tetapi anti body spesifik dengan kuman pathogen
usus terdapat di dalam kolostrum dari ASI ( Mata L dan Black RE,1982).
2.3 Etiologi
a. Faktor infeksi
Infeksi enteral
Yaitu infeksi saluran pencernaan sebagai penyebab utama diare pada bayi. Infeksi enteral ini
meliputi : Infeksi bakteri; Vibrio, E.coli, Salmonela, Shigella, Campylobacter, dsb.
Infeksi virus ; Enterovirus (virus echo, coxsakie), adeno virus, rota virus, dsb
Infeksi parasit; cacing (ascariasis, trichuris)
Protozoa (Entamuba hystolitica, Giardia lambia)
Jamur (Kandida Albican)
Infeksi parenteral
Yaitu; infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan seperti: OMA, tonsilofaringitis,
bronchopneumonia, encefalitis, dsb. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak
berumur dibawah 2 tahun.
b. Factor non infeksi
Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat
karbohidrat disakarida (intoleransi, lactosa, maltosa, dan sukrosa), non sakarida (intoleransi
glukosa, fruktusa dan galaktosa). Pada bayidan anak yang terpenting dan tersering ialah
intoleransi laktosa.
2) Malabsorbsi lemak : long chain triglyceride
3) Malabsorbsi protein : asam amino, B-laktoglobulin
Faktor makanan : Makanan basi, baracun, alergi terhadap makanan
Faktor psikologis : rasa takut, cemas, walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama
pada anak yang lebih besar.
Factor resiko tejadinya diare
1) Umur
Kebanyakan episode diare terjadi pada dua tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi
pada golongan umur 6-11 bulan, pada masa diberikan makanan pendamping. Hal ini karena
belum terbentuknya kekebalan alami dari anak pada umur di bawah 24 bulan.
2) Jenis Kelamin
Resiko kesakitan diare pada golongan perempuan lebih rendah daripada laki-laki karena
aktivitas anak laki-laki dengan lingkungan lebih tinggi.
3) Musim
Variasi pola musim di daerah tropik memperlihatkan bahwa diare terjadi sepanjang tahun,
frekuensinya meningkat pada peralihan musim kemarau ke musim penghujan.
4) Status Gizi
Status gizi berpengaruh sekali pada diare. Pada anak yang kurang gizi karena pemberian
makanan yang kurang, episode diare akut lebih berat, berakhir lebih lama dan lebih sering.
Kemungkinan terjadinya diare persisten juga lebih sering dan disentri lebih berat. Resiko
meninggal akibat diare persisten atau disentri sangat meningkat bila anak sudah kurang gizi.
5) Lingkungan
Di daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih dengan sanitasi yang jelek penyakit
mudah menular. Pada beberapa tempat shigellosis yaitu salah satu penyebab diare merupakan
penyakit endemik, infeksi berlangsung sepanjang tahun, terutama pada bayi dan anak-anak
yang berumur antara 6 bulan sampai 3 tahun.
6) Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi anggota keluarga. Hal ini
nampak dari ketidakmampuan ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga
khususnya pada anak balita sehingga mereka cenderung memiliki status gizi kurang bahkan
status gizi buruk yang memudahkan balita tersebut terkena diare. Mereka yang berstatus
ekonomi rendah biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga
memudahkan seseorang untuk terkena diare.
2.6 Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah:
Gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air
dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekali air
dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan
isi rongga usus.
Gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik
usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus
setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang
biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang
selanjutnya akan menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1) Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input),
merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare. Gangguan keseimbangan asam basa
(metabik asidosis). Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya
penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat
asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan
terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
2) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak yang
sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan
penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa.Gejala
hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan
50% pada anak-anak gangguan gizi.
3) Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang bertambah
hebat.
Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer ini
diberikan terlalu lama.
Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya
hiperperistaltik.
4) Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan
berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan
otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
2.7 Komplikasi
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada
elektro kardiagram)
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili
mukosa, usus halus.
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami
kelaparan.
Oralit diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare.
Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung garam
elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh
sehingga lebih diutamakan oralit.
Campuran glukosa dan garam yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh
usus penderita diare.
Satu bungkus oralit dimasukkan ke dalam satu gelas air matang (200 cc).
Anak kurang dari 1 tahun diberi 50-100 cc cairan oralit setiap kali buang air besar.
Anak lebih dari 1 tahun diberi 100-200 cc cairan oralit setiap kali buang air besar.
Karena oralit formula lama biasanya menyebabkan mual dan muntah, sehingga ibu enggan
memberikan kepada anaknya.
Bedanya terdapat pada tingkat osmolaritas. Osmolaritas oralit baru lebih rendah yaitu 245
mmol/l dibanding total osmolaritas oralit lama yaitu 331 mmol/l.
7. Apa keunggulan Oralit formula baru?
Anak yang tidak menjalani terapi intravena, tidak harus dirawat di rumah sakit. Ini artinya
risiko anak terkena infeksi di rumah sakit berkurang, pemberian ASI tidak terganggu, dan
orangtua akan menghemat biaya.
8. Apa yang perlu dilakukan bila masih ada stok oralit lama?
Oralit lama tetap bisa digunakan sampai stok habis. Namun jika sudah tersedia oralit baru,
pertimbangkanlah untuk segera menggunakan oralit baru. WHO dan UNICEF
merekomendasikan negara-negara di dunia untuk menggunakan dan memproduksi oralit
dengan osmolaritas rendah (oralit baru).