Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menginang merupakan kultur sosial penduduk yang sampai sekarang

tetap berkembang di masyarakat indonesia. Tradisi menginang ini menjadi

salah satu faktor luar yang mempengaruhi terjadinya karies gigi. Kepercayaan

tentang menyirih dapat menghindari penyakit mulut seperti mengobati gigi

yang sakit dan nafas yang tidak sedap kemungkinan telah mendarah daging

diantara para penggunanya (Avinaninasia,2011). Kebiasaan menyirih tidak

lepas dari kepercayaan masyarakat yang mempercayai bahwa mengunyah sirih

pinang dapat memberikan kenikmatan seperti orang merokok,sebagai aktifitas

di waktu senggang,dapat menghilangkan bau nafas, mengunyah sirih pinang

karena turun temurun dan ada yang percaya dapat memperkuat gigi, namun

hasil penelitian yang didapat menunjukkan sebaliknya kesehatan gigi menjadi

terganggu akibatnya gigi tidak utuh bahkan ada yang tidak beraturan, gigi

yang tanggal,karies gigi dan warna gigi yang berubah menjadi hitam.

Pengetahuan masyarakat yang minim terhadap kesehatan gigi kemungkinan

menjadi penyebab kerusakan pada gigi. (Hidayaningtias, 2008)

Menginang memiliki efek terhadap gigi,gingiva,dan mukosa mulut.

Hal ini disebabkan karena adanya efek dari kandungan sirih (Piper betle Linn).

Daun sirih mengandung minyak astiri yang berfungsi sebagai antimikroba

terhadap Streptococcus mutans. Bahan yang terkandung di dalam sirih yang

1
berperan sebagai antiseptik adalah katekin dan tannin yang merupakan

senyawa polifenol. Diketahui bahwa katekin dan tannin dapat menghambat

aktivitas biologis dari Streptococcus mutans sebagai bakteri dominan

penyebab terjadinya karies gigi.Efek menyirih terhadap gigi dari segi

positifnya adalah menghambat proses pembentukan karies,sedangkan efek

negatif dari menyirih terhadap gigi dan gingiva dapat menyebabkan timbulnya

stein,selain itu dapat menyebabkan penyakit periodontal dan pada mukosa

mulut dapat menyebabkan timbulnya lesi-lesi pada mukosa mulut,oral hygine

yang buruk,dan dapat menyebabkan atropi pada mukosa lidah.Pada

masyarakat yang sering menginang rata-rata ideks karies gigi tergolong

rendah. (Dondy,2009).

Saliva merupakan cairan rongga mulut yang berfungsi antara lain

melindungi jaringan di dalam rongga mulut dengan cara pembersihan secara

mekanis untuk mengurangi akumulasi plak,lubrikasi elemen gigi

geligi,pengaruh bufer,agregasi bakteri yang dapat menghambat kolonisasi

mikroorganisme,aktivitas antibakterial,pencernaan, retensi kelembaban,dan

pembersihan makanan.Saliva menjadi salah satu komponen yang

mempengaruhi proses terjadinya karies karena saliva selalu membasahi gigi

geligi sehingga mempengaruhi lingkungan dalam rongga mulut

(Rantonen,2003).Sekresi saliva dapat dipengaruhi oleh rangsangan yang

diterima oleh kelenjar saliva.Rangsangan tersebut dapat terjadi melalui

rangsangan mekanis seperti mengunyah permen karet ataupun makanan yang

keras dan rangsangan kimiawi seperti rasa asam,manis,asin,pahit dan juga

pedas.Salah satu pengukuran volume saliva dapat dilakukan dengan tanpa

2
stimulasi (unstimulated whole saliva) yaitu jumlah saliva yang dihasilkan

tanpa ransangan baik mekanis maupun kimiawi (seperti permen

karet,paraffin,asam sitrun,dll) yang diketahui dengan menampung saliva

dalam pot saliva kemudian di hitung volumenya dan dinyatakan dalam

ml.(Soesilo,2005).

Saliva juga memiliki komposisi dan konsentrasi yang berbeda-beda

yang dapat mempengaruhi kondisi sekresi saliva sehingga lingkungan rongga

mulut setiap individu berbeda.Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi

dan konsentrasi saliva antara lain laju aliran saliva,volume,pH,dan kapasitas

buffer saliva.Derajat keasaman pH dan kapasitas buffer saliva ditentukan oleh

susunan kuantitatif dan kualitatif elektrolit di dalam saliva terutama ditentukan

oleh susunan bikarbonat,karena susunan bikarbonat sangat konstan dalam

saliva dan berasal dari kelenjar saliva.Derajat keasaman saliva dalam keadaan

normal antara 5,6–7,0 dengan rata-rata pH 6,7.Beberapa faktor yang

menyebabkan terjadinya perubahan pada pH saliva antara lain rata-rata

kecepatan aliran saliva, mikroorganisme rongga mulut, dan kapasitas buffer

saliva.Derajat keasaman (pH) saliva optimum untuk pertumbuhan bakteri 6,5–

7,5 dan apabila rongga mulut pH-nya rendah antara 4,5–5,5 akan

memudahkan pertumbuhan kuman asidogenik seperti Streptococcus mutans

dan Lactobacillus.Volume saliva setiap 24 jam berkisar antara 1000 – 1500

ml. Jumlah saliva yang disekresikan dalam keadaan tidak terstimulasi sekitar

0,32 ml/menit, sedangkan dalam keadaan terstimulasi mencapai 3 – 4

ml/menit. (Rantonen,2003).

3
1.2 Rumusan Masalah

Apakah hubungan antara kadar pH dan volume saliva berpengaruh terhadap

indeks karies pada masyarakat menginang.

1.3 Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya hubungan antara kadar pH dan volume

saliva terhadap indeks karies pada masyarakat menginang.

b. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan antara kadar pH dan volume saliva

2. Untuk mengetahui indeks karies pada masyarakat menginang

1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Sebagai tambahan ilmu pengetahuan yang berguna tentang volume dan

kadar pH saliva terhadap indeks karies masyarakat menginang.Dan

sebagai bahan pembelajaran agar dapat mempersiapkan penelitian

kedepannya untuk lebih baik lagi.

b. Manfaat Aplikatif

Sebagai pengetahuan kepada masyarakat tentang hubungan kadar pH dan

volume saliva terhadap indeks karies pada masyarakat menginang.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MENGINANG

2.1.1 Pengertian Menginang

Menginang merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh berbagai

suku di Indonesia. Kebiasaan ini merupakan tradisi yang dilakukan

turun-temurun pada sebagian besar penduduk di pedesaan yang

mulanya berkaitan erat dengan adat kebiasaan masyarakat setempat.

Pada mulanya menyirih digunakan sebagai suguhan kehormatan untuk

orang-orang/tamu-tamu yang dihormati pada upacara pertemuan atau

pesta pernikahan. Mengunyah sirih atau lazim disebut sebagai

menginang nampaknya bukan hal yang asing di daerah pedesaan.

Sebesar 10% dari populasi dunia mengunyah sirih. (Dondy,2009)

Menyirih merupakan proses meramu campuran dari unsur-

unsur yang telah terpilih yang dibungkus dalam daun sirih kemudian

dikunyah dalam waktu beberapa menit. Menyirih dilakukan dengan

cara yang berbeda dari satu negara dengan negara lainnya dan satu

daerah dengan daerah lainnya dalam satu negara (Hasibuan, dkk.,

2003). Tradisi menginang ini menjadi salah satu faktor luar yang

5
mempengaruhi terjadinya karies gigi. Kepercayaan tentang menyirih

dapat menghindari penyakit mulut seperti mengobati gigi yang sakit

dan nafas yang tidak sedap kemungkinan telah mendarah daging

diantara para penggunanya (Avinaninasia,2011).

Sirih itu sendiri merupakan jenis tumbuhan yang mirip dengan

tanaman lada, dengan nama ilmiahnya adalah Piper Betle. L. Tanaman

sirih sangat mudah ditemukan di Indonesia sehingga bagi orang yang

mempunyai kebiasaan mengunyah daun sirih tidak merasa kesulitan

untuk memperolehnya. Menyirih biasanya dilakukan setiap sehabis

makan,setiap ada waktu luang,dan ada pula yang mengunyah daun

sirih saat menderita sakit gigi. Di jawa,kegiatan menginang ini

biasanya dilakukan selama kurang lebih 30 menit. (Sumeti,2009)

2.1.2 Bahan yang Digunakan untuk Menginang

Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk menyirih adalah daun

sirih, gambir, kapur sirih dan buah pinang.

a) Daun Sirih

Sirih termasuk jenis tumbuhan merambat dan bersandar

pada batang pohon lain. Bentuk daunnya pipih menyerupai jantung

dengan ukuran panjang antara 8-12 cm, lebar antara 10-15 cm dan

tangkai agak panjang. Daun sirih biasanya digunakan sebagai

pembungkus untuk menyirih. Dulu, daun sirih digunakan juga

sebagai obat kumur bagi yang sakit gigi, gargarisma bagi orang

yang sakit tenggorokan dan bahkan obat cuci mata bagi orang yang

sakit mata (Sundari,1992). Selain itu, dapat digunakan sebagai obat

6
sariawan, abses rongga mulut, luka bekas cabut gigi dan

penghilang bau mulut (Syukur dan Hernani, 1999 dalam

Hermawan, 2007).

Daun sirih mengandung minyak astiri yang memiliki

kemampuan membunuh bakteri sehingga dapat menghilangkan

adanya infeksi. Zat lain yang terkandung dalam daun sirih juga

dilaporkan mampu berkhasiat sebagai antiseptik dan penghilang

nyeri. Daya anti bakteri pada daun sirih juga mampu mengurangi

pertumbuhan bakteri penyebab gigi berlubang. Daun sirih juga

memiliki sifat mampu mengerutkan jaringan sehingga mampu

mengencangkan gusi dan menghentikan pendarahan. Karena

memiliki efek mengerutkan jaringan,pada kondisi tertentu justru

akan menyebabkan keringnya rongga mulut,sariawan,dan

mengerutnya papila lidah sehingga fungsi indra pengecap akan

menurun. (Sumeti,2009)

b) Buah Pinang

Pinang adalah sejenis palma yang tumbuh di daerah Pasifik,

Asia dan Afrika bagian timur. Pinang terutama ditanam untuk

dimanfaatkan bijinya, yang di dunia Barat dikenal sebagai betel

nut. Biji ini dikenal sebagai salah satu campuran orang makan sirih,

selain gambir dan kapur (Andriyani, 2005). Secara tradisonal, biji

pinang (Areca catecu) sudah digunakan secara luas sejak ratusan

tahun lalu. Penggunaan paling populer adalah kegiatan menyirih

dengan bahan campuran biji pinang, daun sirih, dan kapur. Ada

7
juga yang mencampurnya dengan tembakau. Sebelum dikonsumsi,

pinang diproses terlebih dahulu dengan dibakar, dijemur, dan

dipanaskan.

Zat yang terkandung dalam buah pinang mampu

memberikan rangsangan pada sistem saraf pusat dan jika

dikombinasikan dengan daun sirih akan menimbulkan efek euforia

ringan. Selain itu biji pinang mampu mengencangkan gusi dan

menghentikan pendarahan sama halnya seperti daun sirih.Buah

pinang akan berubah warna menjadi merah jika berada dalam

lingkungan basa seperti pada lingkungan mulut orang-prang yang

mengunyah bahan-bahan menyirih. Pewarnaan ini akan membuat

pewarnaan pada seluruh rongga mulut dan kebersihan mulut juga

akan memburuk. Zat yang terdapat dalam biji pinang ternyata

memiliki kemampuan untuk menyebabkan tumor. Efek pengerutan

jaringan akan sama dengan efek pada daun sirih. (Sumeti,2009)

c) Kapur

Kapur atau curam (kapur mati) berwarna putih kilat seperti

krim yang dihasilkan dari cengkerang siput laut yang telah dibakar.

Hasil dari debu cengkerang tersebut dicampur dengan air untuk

memudahkan pada saat kapur disapukan keatas daun sirih

(Andriyani, 2005). Kapur yang digunakan untuk menginang jika

dicampur dengan air akan memberikan efek penetral terhadap zat

asam yang dihasilkan bakteri. Kapur memiliki komponen bahan

yang sifatnya mempu mengikis permukaan gigi,menjadikan lapisan

8
pelindung gigi menjadi menipis. Kapur yang digunakan untuk

menginang akan tertahan dirongga mulut selama berjam-jam

hingga akhirnya mengendap dan pembentukan karang gigi akan

lebih cepat. Karang gigi yang menimbun di daerah celah gusi akan

menyebabkan peradangan pada gusi dan jaringan pendukung pada

gigi. Jika dibiarkan tanpa adanya perawatan,gigi akan goyah dan

tanggal dengan sendirinya. (Febriana,2006)

d) Gambir

Gambir merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan dan

di tempat-tempat lain yang bertanah agak miring dan cukup

mendapatkan sinar matahari. Gambir yang kita kenal biasanya

dalam bentuk ekstrak kering yang diambil dari daun dan ranting.

Tanaman ini mengandung zat lemak yaitu catechin yang bersifat

anti-oksidan (Andriyani, 2005). Dari zat yang dikandungnya

gambir memiliki khasiat sebagai obat mencret,perut mulas,radang

tenggorokan,batuk dan disentri. Sama halnya dengan daun sirih

dan pinang,gambir juga mampu mengencangkan gusi dan

menghentikan perdarahan. Sama seperti kapur,ga,bir juga bersifat

mampu mengikis permukaan gigi. Efek dari pengkerutan jaringan

akan sama dengan efek pada pinang dan daun sirih.

(Febriana,2006)

2.1.3 Efek Menyirih Terhadap Kesehatan Rongga Mulut

9
Kebiasaan menyirih menyebabkan perubahan atau pengaruh

pada kesehatan rongga mulut. Perubahan terjadi pada gigi, gingiva dan

mukosa mulut.

a) Efek menyirih terhadap gigi

Efek positif dari kebiasaan menyirih adalah terhambatnya

proses pembentukan plak atau karies. Bakteri yang penting dalam

pembentukan plak adalah bakteri yang mampu mebentuk

polisakarida ekstraseluler,yaitu bakteri dari genus

strepcoccus,salah satunya ialah S.mutans. Daya antibakteri daun

sirih terutama minyak atsiri disebabkan oleh senyawa fenol dan

senyawa chavicol yang memiliki daya bakterisida. Sementara efek

negatifnya adalah terbentuknya stein atau perubahan warna

menjadi merah yang terjadi karena oksidasi polifenol dari buah

pinang dalam lingkungan alkalis. Selain itu, gigi juga mengalami

atrisi dan abrasi yang kemungkinan besar disebabkan oleh gambir

dan kapur (Andriyani, 2005).

b) Efek menyirih terhadap gingiva

Gingiva juga mengalami perubahan warna atau

terbentuknya stein yang diakibatkan oleh penggunaan yang lama

dan tetap. Kebiasaan menyirih akan menimbulkan masalah

periodontal. Freud dkk (1964) menyatakan bahwa gigi menjadi

coklat, terjadi penimbunan kapur pada gigi, leher gigi terpisah dari

gusi dan gigi dapat tanggal akibat menyirih (Samura, 2009).

Penyakit periodontal terjadi karena adanya karang gigi yang

10
terdapat pada bagian subgingiva. Karang gigi terbentuk karena

stagnasi saliva dan adanya kapur Ca(OH)2 di dalam saliva

(Andriyani, 2005).

c) Efek menyirih terhadap mukosa mulut

Menyirih menyebabkan terjadinya lesi-lesi di mukosa

mulut. Faktor yang mendukung timbulnya kelainan pada mukosa

mulut antara lain zat-zat dalam bahan ramuan sirih, iritasi yang

terus-menerus dari bahan ramuan sirih pada selaput lendir rongga

mulut serta kemungkinan tingkat kebersihan rongga mulut.

Menyirih juga menyebabkan oral higiene yang buruk akibat lapisan

kotor yang didapat dari menyirih (Andriyani, 2005). Selain itu,

mukosa mulut mengalami kekeringan, adanya atropi papila di lidah

serta lobul pada seluruh maupun sebagian dari dorsum lidah

(Hasibuan, 2003)

2.2 SALIVA

2.2.1 Pengertian Saliva

Saliva adalah suatu cairan tidak bewarna yang memiliki

konsistensi seperti lendir dan merupakan hasil sekresi kelenjar yang

membasahi gigi serta mukosa rongga mulut. Saliva dihasilkan oleh tiga

pasang kelenjar saliva mayor serta sejumlah kelenjar saliva minor yang

tersebar di seluruh rongga mulut, kecuali pada ginggiva dan palatum.

(Resti Amalia,2013)

2.2.2 Fungsi Saliva

11
Saliva memiliki berbagai macam fungsi diantaranya adalah

untuk lubrikasi jaringan dalam rongga mulut, melindungi jaringan

dalam rongga mulut agar tidak terjadi abrasi saat mastikasi

berlangsung, membantu metabolisme karbohidrat, aktivitas antibakteri

terhadap bakteri patogen rongga mulut, membersihkan debris dan sisa

makanan yang tertinggal dalam rongga mulut, serta saliva juga turut

membantu mempertahankan kestabilan sistem bufer dalam rongga

mulut. (Fitri,2013) Saliva memiliki sifat utama sebagai berikut :

1. Perlindungan ke jaringan oral dan peri-oral

a) Pelumasan dengan mucins dan glikoprotein

b) Antimikroba dan aktivitas pembersihan, mengecilkan dinding

sel bakteri dan menghambat pertumbuhannya

c) Buffer produksi asam dengan bikarbonat dan pengendali pH

plak

d) Remineralisasi dari enamel dengan kalsium dan fosfat.

2. Memfasilitasi makan dan berbicara

a) Pengolahan makanan, pengunyahan dan menelan

b) Pencernaan, inisiasi dengan enzim

c) Meningkatkan rasa

d) Mengaktifkan pelumas berbicara sebagai fungsi motorik.

2.2.3 Anatomi saliva

Saliva merupakan cairan mulut yang kompleks terdiri dari

campuran sekresi kelenjar saliva mayor dan minor yang ada dalam

rongga mulut. Saliva sebagian besar yaitu sekitar 90 persennya

12
dihasilkan saat makan yang merupakan reaksi atas rangsangan yang

berupa pengecapan dan pengunyahan makanan. Lingkungan oral

dikuasai hampir secara eksklusif oleh kelenjar saliva. Kelenjar saliva di

bagi dalam dua kelompok yaitu kelenjar saliva mayor dan minor.

(Rosen,2001)

Pada kelenjar saliva mayor ada tiga kelenjar utama, terletak

simetris pada kedua sisi kepala: Parotis, Submandibular (kadang-

kadang disebut sebagai Submaxillarys), dan Sublingual. Kelenjar

parotis adalah yang terbesar dari kelenjar lain dan terletak pada bagian

samping di atas m. masseter bagian inferior menempel pada m.

sternocleidomastoideus, dan pada bagian posterior, kelenjar ini terletak

di atas venter posterior m.digastricus. Kelenjar ini di pisahkan dari

kelenjar submandibularis oleh ligamentum stylomandiularis,

sedangkan bagian dalam, yaitu perluasan retromandibular berhubungan

dengan rongga parafaringeal. Cabang dari terminal n. facialis berjalan

di dalam substansi kelenjar tersebut. Ductus poroticus, misalnya ductus

stensen, dengan panjang 5 sampai 6 cm, bermula dari aspek anterior

kelenjar, melintasi m. masseter, menembus m. buccinator, dan

memasuki rongga mulut pada regio molar pertama atau molar kedua

rahang atas. Meskipun kelenjar parotis adalah yang terbesar, kelenjar

ini hanya menghasilkan seperempat dari volume air liur.(Rosen,2001)

Kelenjar submandibularis terletak di bawah corpus mandibulae

dan menempati sepertiga yang di bentuk oleh venter posterior dan

anterior m.digastrici. Bagian tengah berhubungan dengan m.

13
styloglossus dan m.hyoglosus. Otot mylohyoideus yang membatasi

rongga sublingual dan submandibular, merupakan batas superior

kelenjar submandibularis. Duktusnya keluar dari perluasan kelenjar

submandibularis yang melintasi batas posterior dari m. mylohyodeus

dan memasuki rongga atau ruang sub lingual. Ductus wharton dengan

panjang kurang lebih 6 cm, melintas di bagian anterior dan berakhir

dalam lubang saluran di dasar mulut, tepat di samping frenulum

lingualis. Nervus lingualis terletak superolateral dari ductus pada regio

molar posterior, dan aspek medial dari ductus pada regio

anterior.(Amerogan,1991)

Kelenjar sublingualis menempati rongga sublingual bagian

anterior dan karena itu hampir memenuhi dasar mulut. Aliran dari

sublingualis memasuki rongga mulut melalui sejumlah muara yang

terdapat sepanjang plica sublingualis,yaitu suatu lingir mukosa

anteroposterior di dasar mulut yang menunjukkan alur dari ductus

submandibularis,atau melalui ductus utama (yaitu ductus bartholin)

yang berhubungan dengan ductus manibularis. Sedangkan pada

kelenjar saliva minor dalam jumlah besar terletak pada submukosa atau

mukosa bibir, permukaan lidah bagian bawah,bagian

posterior palatum durum dan mukosa bukal.(Amerogan,1991)

2.2.3 Mekanisme sekresi saliva

Saliva disekresi sekitar 0,5 sampai 1,5 liter per hari. Tingkat

perangsangan saliva tergantung pada kecepatan aliran saliva yang

14
bervariasi antara 0,1 sampai 4 ml/menit. Pada kecepatan 0,5 ml/menit

sekitar 95% saliva disekresi oleh kelenjar parotis (saliva encer) dan

kelenjar submandibularis (saliva kaya akan musin), sisanya disekresi

oleh kelenjar sublingual dan kelenjar-kelenjar di lapisan mukosa

mulut.19 Sekresi saliva yang bersifat spontan dan kontinu, tanpa

adanya rangsangan yang jelas, disebabkan oleh stimulasi konstan

tingkat rendah ujung-ujung saraf parasimpatis yang berakhir di

kelenjar saliva berfungsi untuk menjaga mulut dan tenggorokan tetap

basah setiap waktu.

Sekresi saliva dapat ditingkatkan melalui reflek saliva

terstimulasi dan refleks saliva tidak terstimulasi. Refleks saliva

terstimulasi terjadi sewaktu kemoreseptor atau reseptor tekanan di

dalam rongga mulut berespon terhadap adanya makanan. Reseptor-

reseptor tersebut memulai impuls di serat saraf aferen yang membawa

informasi ke pusat saliva di medula batang otak. Pusat saliva kemudian

mengirim impuls melalui saraf otonom ekstrinsik ke kelenjar saliva

untuk meningkatkan sekresi saliva. Gerakan mengunyah merangsang

sekresi saliva walaupun tidak terdapat makanan karena adanya

manipulasi terhadap reseptor tekanan yang terdapat di mulut. Pada

refleks saliva tidak terstimulasi, pengeluaran saliva terjadi tanpa

rangsangan oral. Hanya berpikir, melihat, membaui, atau mendengar

suatu makanan yang lezat dapat memicu pengeluaran saliva melalui

refleks ini. Pusat saliva mengontrol derajat pengeluaran saliva melalui

saraf otonom yang mensarafi kelenjar saliva. Stimulasi simpatis dan

15
parasimpatis meningkatkan sekresi saliva tetapi jumlah, karakteristik,

dan mekanisme yang berperan berbeda. Rangsangan parasimpatis

berperan dominan dalam sekresi saliva, menyebabkan pengeluaran

saliva encer dalam jumlah besar dan kaya enzim. Stimulasi simpatis

menghasilkan volume saliva yang jauh lebih sedikit dengan konsistensi

kental dan kaya mukus. Karena rangsangan simpatis menyebabkan

sekresi saliva dalam jumlah sedikit, mulut terasa lebih kering daripada

biasanya saat sistem simpatis dominan, misalnya pada keadaan stres.

2.2.4 Laju aliran saliva

Laju aliran saliva sangat mempengaruhi kuantitas saliva yang

dihasilkan. Laju aliran saliva tidak terstimulasi dan kualitas saliva

sangat dipengaruhi oleh waktu dan berubah sepanjang hari. Terdapat

peningkatan laju aliran saliva saat bangun tidur hingga mencapai

tingkat maksimal pada siang hari, serta menurun drastis ketika tidur.

Refleks saliva terstimulasi melalui pengunyahan atau adanya makanan,

asam dapat meningkatkan laju aliran saliva hingga 10 kali lipat atau

lebih.

Pada orang normal, laju aliran saliva dalam keadaan tidak

terstimulasi sekitar 0,3-0,4 ml/menit. Jumlah sekresi saliva per hari

tanpa distimulasi adalah 300 ml. Sedangkan ketika tidur selama 8 jam,

laju aliran saliva hanya sekitar 15 ml. Dalam kurun waktu 24 jam,

saliva rata-rata akan terstimulasi pada saat makan selama 2 jam. Lalu

saliva berada dalam kondisi istirahat selama 14 jam, dengan total

16
produksi saliva 700-1500 ml. Sisanya merupakan saliva dalam kondisi

istirahat.17 Ketika saliva distimulasi, laju aliran saliva meningkat

hingga mencapai 1,5-2,5 ml/menit. Pasien disebut xerostomia jika saat

terstimulasi laju aliran saliva kurang dari 0,7 ml/menit.

Aliran saliva distimulasi oleh rasa dan pengunyahan, termasuk

rasa permen karet yang mengandung xylitol dan pengunyahannya.

Peningkatan laju aliran saliva akan meningkatkan pH karena adanya

ion bikarbonat sehingga kemampuan mempertahankan pH saliva

(kapasitas dapar) juga akan meningkat. Ion kalsium dan fosfat juga

meningkat sehingga akan terjadi keseimbangan antara demineralisasi

dan remineralisasi.

2.2.5 Komponen Saliva

Menurut (Rosen,2001) komponen-komponen dari saliva antara lain

adalah :

a) Unsur organik dari seluruh saliva : Urea, uric acid, glukosa bebas,

asam amino bebas, laktat dan asam-asam lemak.

b) Makromolekul yang ditemukan dalam saliva : Protein,

amilase, peroksidase, tiosianat, lisozim, lipid, IgA, IgM dan IgG.

c) Unsur anorganik : Ca2+, Mg2+, F, HCO3- (bikarbonat), K +, Na+,

Cl- dan NH4

d) Gas : CO2, N2 dan O2

e) Air

17
Air liur atau saliva terdiri dari air 99% dengan 1% sisanya sebagai

bahan organik molekul (glikoprotein, lipid) dan elektrolit (kalsium,

fosfat).

2.2.6 pH Saliva

Suatu derajat keasaman atau seringkali disebut (pH) adalah

sesuatu yang digunakan untuk menentukan tingkat keasaman suatu

larutan. Dimana semakin kecil nilai pH maka semakin tinggi tingkat

keasaman suatu larutan, dan dikatakan netral bila nlai pH adalah 7.

Saliva adalah cairan dengan komposisi yang seringkali mengalami

perubahan antara lain dapat dilihat dari derajat keasaman (pH),

kandungan elektrolit dan protein didalam susunannya. Menurut

(Amerogen,1991) dinyatakan bahwa susunan kualitatif dan kuantitatif

elektrolit di dalam ludah menentukan pH dan kapasitas bufer saliva.

Efek bufer adalah sifat saliva yang cenderung untuk selalu menjaga

suasana dalam mulut agar tetap netral, dengan cara cairan saliva

cenderung mengurangi keasaman plak yang disebabkan oleh gula. Ada

beberapa faktor yang mempengaruhi pH dalam saliva antara lain:

1. Irama siang dan malam

pH saliva dan kapasitas buffer akan tinggi segera setelah

bangun ( keadaan istirahat), tetapi akan cepat turun. Pada saat

makan nilai pH saliva tinggi, tetapi dalam waktu 30-60 menit akan

turun lagi. Selain itu, sampai malam hari akan naik, lalu kemudian

akan turun lagi.

2. Diet

18
Diet berpengaruh dalam pH saliva. Diet yang kaya

karbohidrat akan menurunkan pH saliva karena menaikkan

metabolisme produksi asam oleh bakteri-bakteri. Diet yang kaya

akan sayur-sayuran akan cenderung menaikkan pH saliva.

3. Perangsangan kecepatan sekresi

Hal ini berkaitan dengan ion bikarbonat yang meningkat

jika tejadi peningkatan dari laju alir saliva sehingga pH saliva

meningkat. Derajat keasaman (pH) saliva optimum untuk

pertumbuhan bakteri 6,5 – 7,5 dan apabila rongga mulut pH-nya

rendah antara 4,5 – 5,5 akan memudahkan pertumbuhan kuman

asidogenik seperti Streptococcus mutans dan Lactobacillus.

2.2.7 Volume Saliva

Sekresi kelenjar saliva dikontrol oleh saraf simpatis dan

parasimpatis. Saraf simpatis menginervasi kelenjar parotis,

submandibula, dan sublingualis. Saraf parasimpatis selain

menginervasi ketiga kelenjar di atas juga menginervasi kelenjar saliva

minor yang berada palatum. Saraf parasimpatis bertanggung jawab

pada sekresi saliva yaitu volume saliva yang dihasilkan oleh sel

sekretori. Variasi sekresi saliva tergantung pada kondisi kelenjar saliva

tanpa stimulasi atau terstimulasi. Volume saliva tanpa stimulasi yaitu

0,3 mL dalam 1 menit dengan pH yang berkisar antara 6,10-6,47 dan

dapat meningkat sampai 7,8 pada saat volume saiva mencapai volume

maksimal. Volume saliva terstimulasi 3,0 mL dalam 1 menit dengan

pH 7,62. (Rahayu,2010)

19
Volume saliva yang disekresikan oleh kelenjar saliva bervariasi

pada setiap individu. Jumlah volume saliva yang dihasilkan dalam 24

jam adalah antara 1–1,5 L. Sekresi saliva rata-rata per menit juga

bervariasi pada individu yang sama di saat yang berbeda. Nilai tersebut

tergantung dari lamanya waktu makan sebelum maupun baru saja

beraktifitas. Sekresi saliva yang berkurang selalui disertai dengan

perubahan dalam komposisi saliva yang mengakibatkan sebagian besar

fungsi saliva tidak normal. Hal ini mengakibatkan timbulnya beberapa

keluhan pada penderita mulut kering (xerostomia), seperti kesukaran

dalam mengunyah dan menelan makanan, kesukaran dalam berbicara,

kepekaan terhadap rasa berkurang, mulut terasa seperti terbakar dan

sebagainya. Ada beberapa faktor yang mengganggu sekresi volume

saliva menurut (Hidayani,2010) antara lain :

1. Terapi Radiasi

Pada radioterapi area kepala dan leher, kelenjar saliva

terpapar radioterapi dengan dosis dan volume yang sama dengan

tumor primer, hal itu dapat merusak sel-sel pada kelenjar saliva

sehingga produksi saliva menurun. Menurunnya curah saliva

sejalan dengan semakin meningkatnya dosis radioterapi ini

disebabkan karena kerusakan sel-sel asinar pada kelenjar saliva

khususnya kelenjar parotis. Sel-sel tersebut sangat sensitif terhadap

radiasi. Keterlibatan kelenjar saliva dalam area radiasi dapat

menyebabkan fibrosis, degenerasi lemak, atrofi sel-sel asinar dan

nekrosis sel kelenjar. Akibat utama dari radiasi terhadap kelenjar

20
saliva adalah xerostomia yang ditandai dengan penurunan volume

saliva. Saliva cenderung menjadi lebih kental. Kelenjar saliva pada

tahap awal akan mengalami inflamasi akut kemudian mengalami

atrofi dan fibrosis. Selama radioterapi, sel asinar serous

dipengaruhi lebih dulu dari sel asinar mukus. Akibatnya saliva

menjadi lebih lengket dan kental. Produksi saliva turun sebanyak

50% selama satu minggu setelah radioterapi. Perubahan komposisi

saliva juga terjadi antara lain, penurunan sekresi IgA, kapasitas

buffer dan pH saliva menjadi asam.

2. Gangguan pada kelenjar saliva.

Ada beberapa penyakit lokal tertentu yang mempengaruhi

kelenjar saliva dan menyebabkan berkurangnya aliran saliva.

Sialodenitis kronis lebih umum mempengaruhi kelenjar

submandibula dan parotis. Penyakit ini menyebabkan degenerasi

dari sel asini dan penyumbatan duktus. Kista-kista dan tumor

kelenjar saliva, baik yang jinak maupun ganas dapat menyebabkan

penekanan pada struktur-struktur duktus dari kelenjar saliva dan

dengan demikian mempengaruhi sekresi saliva. Sindrom Sjogren

merupakan penyakit autoimun jaringan ikat yang dapat

mempengaruhi kelenjar airmata dan kelenjar saliva. Sel-sel asini

kelenjar saliva rusak karena infiltrasi limfosit sehingga sekresinya

berkurang.

3. Kesehatan umum yang terganggu.

21
Pada orang-orang yang menderita penyakit-penyakit yang

menimbulkan dehidrasi seperti demam, diare yang terlalu lama,

diabetes, gagal ginjal kronis dan keadaan sistemik lainnya dapat

mengalami pengurangan aliran saliva. Hal ini disebabkan karena

adanya gangguan dalam pengaturan air dan elektralit, yang diikuti

dengan terjadinya keseimbangan air yang negatif yang

menyebabkan turunnya sekresi saliva.

2.3 KARIES

2.3.1 Pengertian Karies Gigi

Karies gigi adalah suatu proses penghancuran setempat

jaringan kalsifikasi yang dimulai pada bagian permukaan gigi melalui

proses dekalsifikasi lapisan email gigi yang diikuti oleh lisis struktur

organik secara enzimatis sehingga terbentuk kavitas (lubang) yang

bila didiamkan akan menembus email serta dentin dan dapat

mengenai bangian pulpa (Dorland, 2010).

Karies gigi merupakan proses kerusakan gigi yang dimulai

dari enamel terus ke dentin. Proses tersebut terjadi karena sejumlah

faktor (multiple factors) di dalam rongga mulut yang berinteraksi satu

dengan yang lain. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor gigi,

mikroorganisme, substrat dan waktu (Chemiawan, 2004).

2.3.2 Etiologi Terjadinya Karies

Ada yang membedakan faktor etiologi dengan faktor risiko

karies yaitu etiologi adalah faktor penyebab primer yang langsung

22
mempengaruhi biofilm (lapisan tipis normal pada permukaan gigi

yang berasal dari saliva) dan faktor risiko karies adalah faktor

modifikasi yang tidak langsung mempengaruhi biofilm dan dapat

mempermudah terjadinya karies. Karies terjadi bukan disebabkan

karena satu kejadian saja seperti penyakit menular lainnya tetapi

disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun

waktu. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu

adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies

(Chemiawan, 2004).

Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor

host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet

dan ditambah faktor waktu, yang digambarkan sebagai tiga lingkaran

yang bertumpang-tindih (Gambar 2.1). Untuk terjadinya karies, maka

kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan

rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang

sesuai dan waktu yang lama (Chemiawan, 2004).

Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit

multifaktorial yang disebabkan faktor host, agen, substrat dan waktu

(Chemiawan, 2004).

a) Faktor Host Atau Tuan Rumah

Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi

sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi

(ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan

23
kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan

terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di

daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain

itu,permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak

mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel

merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang

mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air

1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami

mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor,

fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel

sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel

mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan

enamel akan semakin resisten. Gigi pada anak-anak lebih mudah

terserang karies dari pada gigi orang dewasa. Hal ini disebabkan

karena enamel gigi mengandung lebih banyak bahan organik dan

air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit. Selain itu, secara

kristalografis kristal-kristal gigi pada anak-anak tidak sepadat gigi

orang dewasa. Mungkin alasan ini menjadi salah satu penyebab

tingginya prevalensi karies pada anak-anak (Chemiawan, 2004).

b) Faktor Agen Atau Mikroorganisme

Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam

menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak

yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang

biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada

24
permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Mikroorganisme yang

menyebabkan karies gigi adalah kokus gram positif, merupakan

16 jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptokokus

mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis dan

Streptokokus salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain itu,

ada juga penelitian yang menunjukkan adanya laktobasilus pada

plak gigi. Pada penderita karies, jumlah laktobasilus pada plak

gigi berkisar 10.000-100.000 sel/mg plak. Walaupun demikian,

Streptokokus mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies

oleh karena Streptokokus mutans mempunyai sifat asidogenik dan

asidurik (resisten terhadap asam) (Chemiawan, 2004).

c) Faktor Substrat Atau Diet

Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan

plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi

mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain itu,

dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan

menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi

asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya

karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak

mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung

mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan

diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit

atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting

25
untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan

penting dalam terjadinya karies gigi (Chemiawan, 2004).

d) Faktor Waktu

Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis

pada manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau

tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang

menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan

(Chemiawan, 2004).

2.3.3 Hubungan Volume dan pH Saliva terhadap Karies

Saliva merupakan salah satu faktor penting dalam memelihara

kesehatan gigi dan mulut yang berperan dalam fungsi perlindungan.

Perannya sebagai pelumnas yang melapisi mukosa dan membantu

melindungi jaringan mulut terhadap iritasi mekanis, termal, dan zat

kimia. Fungsi lain termasuk kapasitas buffer, bertindak sebagai

penyimpanan ion yang memfasilitasi remineralisasi gigi, aktivitas

antimikroba, yang melibatkan immunoglobulin A, lisozim, laktoferin,

dan myeloperoxidase. Fungsi perlindungan dilakukan dengan cara

meningkatkan sekresi saliva yang dapat diukur melalui kecepatan

aliran, volume, pH dan viskositasnya. (Hidayani,2010)

Meningkatnya sekresi saliva menyebabkan meningkatnya

volume dan mengencerkan saliva yang diperlukan untuk proses

penelanan dan lubrikasi. Peningkatan sekresi saliva juga meningkatkan

jumlah dan susunan kandungan saliva, seperti bikarbonat yang dapat

meningkatkan pH. Sebaliknya menurunnya kecepatan sekresi saliva

26
akan menurunkan pH saliva. Keadaan ini akan mempengaruhi proses

demineralisasi dan remineralisasi gigi geligi. (Hidayani,2010)

Proses demineralisasi jaringan keras gigi (email) pada penuruna

pH saliva akan lebih cepst meningkat,sedangkan pada kenaikan

salivadapat terbentuk kristal-kristal yang menyimpang,juga munculnya

pembentukan karang gigi. Pasien yang meiliki sekresi karies gigi yang

semakin tinggi misalnya aptylismus,terapi radiasi kanker

ganas,xerostomia,pasien dalam waktu singkat akan mempunyai

persentase karies yang tinggi. Dalam setiap saliva dijumpai 10-200

bakteri, jumlah maksimum bakteri ini di jumpai pada pagi hari dan

setelah makan. Makanan yang terselip atau yang menempel pada

permukaan gigi,oleh kuman-kuman yang terdapat didalam plak akan

diubah menjadi asam yang bersifat tajam dan mampu membuat

permukaan email menjadi lunak. Bila email lunak maka kuman mudah

membuat lubang,lubang yang terbentuk ini disebut karies.

27

Anda mungkin juga menyukai