Indri Destika P.
Bakteri Penyakit Clostridium Botulinum
Pengertian
KLASIFIKASI
Kingdom : Bacteria
Divisi : Firmicutes
Kelas : Clostridia
Ordo : Clostridiales
Famili : Clostridiaceae
Genus : Clostridium
Species : Clostridium botulinum
Gejala
Gejala dimulai 18 – 24 jam setelah makan makanan yang terkontaminasi
C. botulinum. Gejala – gejalanya yaitu : bibir kering, gangguan penglihatan
(inkoordinasi otot – otot mata, penglihatan ganda), ketidakmampuan menelan,
sulit berbicara; tanda – tanda paralisis bulbar berlangsung secara progresif, dan
kematian terjadi karena paralisis pernapasan atau henti jantung. Gejala – gejala
gastrointestinal biasanya tidak menonjol. Tidak ada demam. Penderita tetap sadar
sampai segera sebelum mati.
Pada siklus yang normal, asetilkolin neurotransmitter akan dilepaskan oleh
vesikel di junction pada ujung serabut saraf. Asetilkolin akan memasuki sinapsis
dan memfasilitasi transfer impuls saraf dengan membuat jembatan pada gap
antara ujung serabut saraf dengan sel reseptor otot sehingga komunikasi sel dapat
berlangsung.
Pada orang yang mengalami keracunan akibat toksin botulisme, racun
akan memasuki deaerah membran sel ujung serabut saraf. Molekul – molekul
toksin tersebut akan menutupi permukaan bagian dalam dari membran sel tersebut
sehingga menghalangi vesikel yang akan melepaskan asetilkolin. Terjadi paralisis.
Pencegahan
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah seseorang terkena
botulisme yaitu:
Hindari mengonsumi makanan dengan kemasan yang sudah rusak,
makanan diawetkan yang sudah berbau, makanan yang disimpan pada
suhu yang tidak sesuai, serta makanan kadaluarsa.
Jangan berikan madu pada bayi berusia di bawah satu tahun, meskipun
dalam jumlah sedikit, karena diketahui madu mengandung spora bakteri
Clostridium botulinum. Sirup jagung juga dilarang diberikan pada bayi di
bawah satu tahun.
Jangan menggunakan narkotika dan obat-obatan terlarang.
Pengobatan
Botulisme termasuk jenis intoksikasi (keracunan), maka antibiotik tidak
berguna dalam terapi pada pasien. Tetapi, antitoksin dalam dosis tinggi dapat
digunakan untuk menetralisir racun pada botulisme yang terjadi karena
mengonsumsi makanan yang tekontaminasi C. botulinum. Antitoksin ini adalah
antitoksin trivalen (A, B, E). Penggunaan antitoksin trivalen ini disebabkan tipe
penyebab pada suatu kasus biasanya tidak diketahui. Tes laboraturium
memerlukan waktu yang cukup lama. Selain itu, dapat juga digunakan
Chloroquine dalam pengobatan botulisme ini.
Pada kasus botulisme pada luka, dapat digunakan antibiotik, yaitu
Penicillin G (Pfizerpen), Chloramphenicol (Chloromycetin), dan Clindamycin
(Cleocin).
Pada kasus botulisme pada bayi, sebagian besar bayi sembuh hanya
dengan terapi suportif.