Anda di halaman 1dari 6

Nama : Rian Kenedi

Indri Destika P.
Bakteri Penyakit Clostridium Botulinum

Pengertian

KLASIFIKASI
Kingdom : Bacteria
Divisi : Firmicutes
Kelas : Clostridia
Ordo : Clostridiales
Famili : Clostridiaceae
Genus : Clostridium
Species : Clostridium botulinum

Penyakit botulisme, mirip seperti penyakit tetanus, sudah dikenal dalam


waktu yang lama sebelum etiologinya dapat dijelaskan. Pada tahun 1820, Justinus
Kerner menamakan toksin botulinum sebagai “sausage poison” atau racun sosis.
Justinus Kerner merupakan orang yang pertama kali mengemukakan penggunaan
racun botulinum sebagai alat terapi.
Pada tahun 1897, van Ermengem mempublikasikan penemuan dari
penelitiannya tentang penyakit botulisme yang mendadak menyerang warga di
Ellezelles, Belgia. Ia menunjukkan bahwa penyakit yang diderita berasal dari
racun yang terdapat di dalam makanan. Racun tersebut diproduksi oleh bakteri
anaerob yang diisolasinya. Bakteri tersebut kemudian diberi nama Bacillus
Botulinus.
Sebelum tahun 1880, organisme ini diklasifikasikan dalam genus Bacillus
karena bentuknya yang silindris. Namun, pada tahun 1880, ada sebuah genus baru
yaitu Clostridium, yang dideskripsikan oleh Prazmowski sebagai organisme
anaerob dan menghasilkan spora. Bacillus Botulinus ini kemudian berganti nama
menjadi Clostridium botulinum.
Pada kasus intoksikasi melalui makanan, tidak ada kasus yang lebih
berbahaya dibandingkan dengan botulisme. Penyebabnya adalah Clostridium
botulinum. Botulisme ini sudah menyebar hampir ke seluruh dunia. Bakteri ini
menghasilkan racun yang sangat berbahaya; 1 ons racun yang dihasilkan mampu
mebunuh semua penduduk Amerika Serikat!
Botulisme biasa terjadi karena mengonsumsi makanan yang sudah
terkontaminasi Clostridium botulinum. Botulisme dapat dihindari dengan
memanaskan makanan sebelum dikonsumsi. Kasus – kasus yang terjadi selalu
berkaitan dengan mengonsumsi makanan dingin. Contohnya, kasus terbesar di
Michigan, Amerika Serikat pada tahun 1977 ketika 58 orang menderita botulisme
setelah memakan makanan kaleng di sebuah restoran. Pada tahun 1982, seorang
pria Belgia meninggal karena botulisme setelah makan makanan yang terbuat dari
daging salmon kaleng yang telah terkontaminasi Clostridium botulinum.
Botulisme juga dapat terjadi pada bayi tapi, hal ini jarang terjadi. Hal ini
tejadi sejak masa kehamilan enam bulan pertama. Selain itu, terdapat pula
botulisme pada luka yang merupakan analog dari tetanus. Namun, botulisme pada
luka ini sangat langka.
Dampak
Botulisme adalah suatu penyakit neurologik akut dan dapat menyebebkan
kematian karena neuroparalisis yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan
oleh C. Botulinum. Terdapat empat macam botulisme, yaitu :
Botulisme yang disebabkan mengonsumsi makanan yang
terkontaminasi C. botulinum
Botulisme pada luka; toksin akan dihasilkan pada luka yang telah
terinfeksi dan ditumbuhi oleh C. botulinum
Botulisme pada bayi
Botulisme yang disebabkan oleh kolonisasi C. botulinum pada anak –
anak dan dewasa

Gejala
Gejala dimulai 18 – 24 jam setelah makan makanan yang terkontaminasi
C. botulinum. Gejala – gejalanya yaitu : bibir kering, gangguan penglihatan
(inkoordinasi otot – otot mata, penglihatan ganda), ketidakmampuan menelan,
sulit berbicara; tanda – tanda paralisis bulbar berlangsung secara progresif, dan
kematian terjadi karena paralisis pernapasan atau henti jantung. Gejala – gejala
gastrointestinal biasanya tidak menonjol. Tidak ada demam. Penderita tetap sadar
sampai segera sebelum mati.
Pada siklus yang normal, asetilkolin neurotransmitter akan dilepaskan oleh
vesikel di junction pada ujung serabut saraf. Asetilkolin akan memasuki sinapsis
dan memfasilitasi transfer impuls saraf dengan membuat jembatan pada gap
antara ujung serabut saraf dengan sel reseptor otot sehingga komunikasi sel dapat
berlangsung.
Pada orang yang mengalami keracunan akibat toksin botulisme, racun
akan memasuki deaerah membran sel ujung serabut saraf. Molekul – molekul
toksin tersebut akan menutupi permukaan bagian dalam dari membran sel tersebut
sehingga menghalangi vesikel yang akan melepaskan asetilkolin. Terjadi paralisis.

Botulisme pada bayi cukup sering terjadi di Amerika Serikat. Botulisme


ini disebabkan karena bayi menelan bakteri C. botulinum, bukan racunnya. Usia
bayi yang mengalami botulisme adalah 3 minggu hingga 363 hari. Spora yang
mungkin terdapat pada madu dan dikonsumsi oleh bayi menjadi penyebab
botulisme ini. Botulisme pada bayi ini disebabkan kolonisasi baktei C. botulinum
pada saluran pencernaan bayi. Spora yang masuk ke saluran pencernaan dan
tumbuh di sana membentuk sel vegetatif yang mampu mrnghasilkan neurotoksin.
Gejala – gejala botulisme ini adalah bayi – bayi pada bulan pertama awal
kehidupannya menjadi tidak mau makan, lemah, dan ada tanda – tanda paralisis.
Botulisme pada bayi ini menyebabkan kematian mendadak kematian pada bayi –
bayi.
Botulisme pada anak – anak dan dewasa juga disebabkan menelan bakteri
C. botulinum secara tidak sengaja. Namun, anak – anak dan dewasa jarang terkena
efeknya karena sistem kekebalan tubuh dapat menghancurkan spora sebelum
tumbuh menjadi sel vegetatif dan mengeluarkan racun.

Pencegahan
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah seseorang terkena
botulisme yaitu:
 Hindari mengonsumi makanan dengan kemasan yang sudah rusak,
makanan diawetkan yang sudah berbau, makanan yang disimpan pada
suhu yang tidak sesuai, serta makanan kadaluarsa.
 Jangan berikan madu pada bayi berusia di bawah satu tahun, meskipun
dalam jumlah sedikit, karena diketahui madu mengandung spora bakteri
Clostridium botulinum. Sirup jagung juga dilarang diberikan pada bayi di
bawah satu tahun.
 Jangan menggunakan narkotika dan obat-obatan terlarang.

Pengobatan
Botulisme termasuk jenis intoksikasi (keracunan), maka antibiotik tidak
berguna dalam terapi pada pasien. Tetapi, antitoksin dalam dosis tinggi dapat
digunakan untuk menetralisir racun pada botulisme yang terjadi karena
mengonsumsi makanan yang tekontaminasi C. botulinum. Antitoksin ini adalah
antitoksin trivalen (A, B, E). Penggunaan antitoksin trivalen ini disebabkan tipe
penyebab pada suatu kasus biasanya tidak diketahui. Tes laboraturium
memerlukan waktu yang cukup lama. Selain itu, dapat juga digunakan
Chloroquine dalam pengobatan botulisme ini.
Pada kasus botulisme pada luka, dapat digunakan antibiotik, yaitu
Penicillin G (Pfizerpen), Chloramphenicol (Chloromycetin), dan Clindamycin
(Cleocin).
Pada kasus botulisme pada bayi, sebagian besar bayi sembuh hanya
dengan terapi suportif.

Anda mungkin juga menyukai