Pancasila Di Era Globalisasi
Pancasila Di Era Globalisasi
Kelompok 3:
Adji Santoso (15665027)
Achmad Aulia Rachman (15665033)
Mirza Rafdi Rosada (15665040)
Rian Pratama Putra Setiawan (15665036)
Rizky Virsa Wardana (15665028)
Muhammad Syaiful (15665041)
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya makalah Pancasila
ini dapat terselesaikan dengan baik, serta ucapan terima kasih kepada Bapak Jamli serta teman
– teman yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
Makalah ini dibuat agar pembaca dapat mengetahui peran Pancasila dalam era
globalisasi. Seperti yang kita ketahui, dalam era globalisasi saat ini, peran Pancasila sebagai
pandangan hidup dan dasar negara memegang peranan penting. Pancasila akan menilai nilai-
nilai mana saja yang bisa diserap untuk disesuaikan dengan nilai-nilai Pancasila sendiri.
Dengan begitu, nilai-nilai baru yang berkembang nantinya tetap berada di atas kepribadian
bangsa Indonesia.
Dengan adanya makalah ini, semoga memberikan pengetahuan kepada para pembaca.
Penyusun sadar masih ada kekurangan pada makalah ini. Penyusun mengharapkan kritik dan
saran agar kedepannya penyusun dapat menjadi lebih baik. Atas perhatiannya, kami ucapkan
terima kasih.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Pandangan hidup suatu bangsa adalah masalah pilihan, masalah putusan suatu bangsa
mengenai kehidupan bersama yang dianggap baik. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa,
berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu dijadikan tuntunan dan pegangan
dalam mengatur sikap dan tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan,
masyarakat dan alam semesta. Pancasila sebagai dasar Negara, ini berarti bahwa nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila dijadikan dasar dan pedoman dalam mengatur tata kehidupan
bernegara seperti yang diatur dalam UUD.
Mengapa pancasila dijadikan sebagai dasar Negara? Negara tanpa dasar, bagaikan
rumah tanpa fondasi. Maksudnya adalah ketika Negara tidak mempunyai dasar mengapa
Negara itu terbentuk, maka akan mudah runtuh atau dijajah oleh bangsa lain. Dasar Negara
merupakan kaki untuk berpijak, dimana kaki tersebut harus kuat dan kokoh. Pancasila
mempunyai peran penting dalam pembangunan bangsa Indonesia. Pancasila adalah dasar
Negara yang menjadi sebuah sumber dari segala sumber hukum yang yang mengatur seluruh
pemerintahan, wilayah dan masyarakat Indonesia. Pancasila terlibat secara langsung dalam
hukun Indonesia, yang terikat dengan formal oleh struktur kekuasaan dan cita – cita hukum
yang menjadi seluruh dasar Negara Indonesia.
Bangsa dan negara Indonesia tidak bisa menghindari akan adanya tantangan
globalisasi, dengan menjadikan pancasila sebagai pedoman dalam menghadapi globalisasi
bangsa Indonesia akan tetap bisa menjaga eksistensi dan jatidiri bangsa Indonesia.
1
1.2. Identifikasi Masalah :
- Apa arti Pancasila sebagai dasar negara Indonesia?
- Apa peranan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?
- Bagaimana peran Pancasila dalam era globalisasi?
1.3. Tujuan :
- Dapat memahami arti Pancasila sebagai dasar negara Indonesia?
- Dapat mengetahui apa peranan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara?
- Dapat mengetahui peran Pancasila pada era globalisasi?
2
BAB II
TEORI
Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan
UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang
menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan
dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia.
Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966.
Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara
(philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea
keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18
Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat
Indonesia yang merdeka.
Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu (le
desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui bahwa
Pancasila merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai
yang dijunjung tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo: “Jika kita hendak
mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat
Indonesia, maka Negara kita harus berdasar atas aliran pikiran Negara (Staatside).
integralistik. Negara tidak mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam
masyarakat, juga tidak mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan
3
mengatasi segala golongan dan segala perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan
rakyatnya”.
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara
Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk
kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal
itu, Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang
didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan
mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan
yang adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia,
mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin,
memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan
mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial).”
Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan
keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara
hirarkis piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan
menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu
sila dan mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena itu,
Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat
dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari
Pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.
1. Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-
Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
4
dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-
Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa,
yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan.
5
1. Landasan Historis
Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai jaman kerajaan Kutai,
Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya penjajah. Bangsa Indonesia berjuang untuk
menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang merdeka dan memiliki suatu prinsip yang
tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup, di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat
karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Oleh para pendiri bangsa kita (the founding
father) dirumuskan secara sederhana namun mendalam yang meliputi lima prinsip (sila) dan
diberi nama Pancasila.
Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan pandangan hidup yang
kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-ambing di tengah masyarakat internasional. Hal ini
dapat terlaksana dengan kesadaran berbangsa yang berakar pada sejarah bangsa.
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan
disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara obyektif historis telah dimiliki oleh bangsa
Indonesia sendiri. Sehingga asal nilainilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa
Indonesia sendiri, atau bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila.
2. Landasan Kultural
3. Landasan Yuridis
6
kurikulum setiap program studi, yang terdiri atas Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama,
dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Sebagai pelaksanaan dari SK tersebut, Dirjen Pendidikan Tinggi mengeluarkan Surat
Keputusan No.38/DIKTI/Kep/2002, tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian (MPK). Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa kompetensi kelompok
mata kuliah MPK bertujuan menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional dan dinamis,
berpandangan luas sebagai manusia intelektual. Adapun rambu-rambu mata kuliah MPK
Pancasila adalah terdiri atas segi historis, filosofis, ketatanegaraan, kehidupan berbangsa dan
bernegara serta etika politik. Pengembangan tersebut dengan harapan agar mahasiswa mampu
mengambil sikap sesuai dengan hati nuraninya, mengenali masalah hidup terutama kehidupan
rakyat, mengenali perubahan serta mampu memaknai peristiwa sejarah, nilai-nilai budaya demi
persatuan bangsa.
4. Landasan Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa Indonesia, oleh
karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara konsisten merealisasikan
dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Secara filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai bangsa yang
berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan obyektif bahwa manusia
adalah mahluk Tuhan YME. Setiap aspek penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai-
nilai Pancasila termasuk sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu
dalam realisasi kenegaraan termasuk dalam proses reformasi dewasa ini merupakan suatu
keharusan bahwa Pancasila merupakan sumber nilai dalam pelaksanaan kenegaraan, baik
dalam pembangunan nasional, ekonomi, politik, hukum, social budaya, maupun pertahanan
keamanan.
Dalam rapat BPUPKI tanggal 1 juni 1945, Dalam maklumat itu sekaligus dimuat dasar
pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Tugas badan ini adalah menyelidiki dan mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya
dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaan
Indonesia.
7
Keanggotaan badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang
pertama pada tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama ini yang dibicarakan
mengenai calon dasar negara untuk Indonesia. Pada sidang pertama itu, banyak anggota yang
berbicara, dua di antaranya adalah Muhammad Yamin dan Bung Karno, yang masing-masing
mengusulkan calon dasar negara untuk Indonesia merdeka. Muhammad Yamin mengajukan
usul mengenai dasar negara yang terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Selain itu Muhammad Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yang juga terdiri atas
lima hal, yaitu:
Usulan ini diajukan pada tanggal 29 Mei 1945, kemudian pada tanggal 1 Juni 1945, Bung
Karno mengajukan usul mengenai calon dasar negara yang terdiri atas lima hal, yaitu:
2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
4. Kesejahteraan Sosial
Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama Pancasila. Lebih lanjut Bung Karno
mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:
1. Sosio nasionalisme
8
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan
Berikutnya tiga hal ini menurutnya juga dapat diperas menjadi Ekasila yaitu Gotong
Royong.
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan para
anggota BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujuinya
dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri
atas sembilan orang, yaitu:
1. Ir. Soekarno
6. Abikusno Tjokrosujoso
7. H. Agus Salim
Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang ini pada tanggal itu juga melanjutkan
sidang dan berhasil merumuskan calon Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih
dikenal dengan sebutan “Piagam Jakarta”.
Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum mengesahkan
Preambul, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945
sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bagian Timur
yang menemuinya.
Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea keempat
preambul, di belakang kata “ketuhanan” yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian
Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang baru saja diproklamasikan. Usul ini oleh
9
Muh. Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota tokoh-
tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh.
Hasan. Muh. Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, demi persatuan dan kesatuan
bangsa.
Oleh karena pendekatan yang terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan,
mengingat Indonesia baru saja merdeka, akhirnya tokoh-tokoh Islam itu merelakan dicoretnya
“dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”
Di belakang kata Ketuhanan dan diganti dengan “Yang Maha Esa” hingga akhirnya
menjadi Pancasila seperti saat ini.
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas
wilayah, Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan,
kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik
kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia.
Globalisasi adalah fenomena dimana batasan-batasan antar negara seakan memudar karena
terjadinya berbagai perkembangan di segala aspek kehidupan,khususnya di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi.Dengan terjadinya perkembangan berbagai aspek kehidupan khususnya
di bidang iptek maka manusia dapat pergi dan berpindah ke berbagai negara dengan lebih mudah
serta mendapatkan berbagai informasi yang ada dan yang terjadi di dunia.
Namun fenomena globalisasi ini tidak selalu memberi dampak positif,berbagai perubahan
yang terjadi akibat dari globalisasi sudah sangat terasa,baik itu di bidang politik, ekonomi, sosial,
budaya, dan teknologi informasi.
Berbagai dampak negatif terjadi dikarenakan manusia kurang bisa memfilter dampak dari
globalisasi sehingga lebih banyak mengambil hal-hal negatif dari pada hal-hal positif yang
sebenarnya bisa lebih banyak kita dapatkan dari fenomena globalisasi ini.
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk
Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif.
Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi,
sosial budaya dan lain- lain akan mempengaruhi nilai- nilai nasionalisme terhadap bangsa.
10
Pengaruh positif globalisasi :
3. Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos
kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk
meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan
mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.
2. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri
karena banyaknya produk luar negeri membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa
cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa
nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
3. Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai
bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh
masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
11
4. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin,
karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat
menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu
kehidupan nasional bangsa.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang sudah ditentukan oleh para pendiri
bernegara, berbagai tantangan dalam menjalankan ideologi pancasila juga tidak mampu untuk
menggantikankan pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia,pancasila terus dipertahankan
oleh segenap bangsa Indonesia sebagai dasar negara,itu membuktikan bahwa pancasila
merupakan ideologi yang sejati untuk bangsa Indonesia.
Oleh karena itu tantangan di era globalisasi yang bisa mengancam eksistensi kepribadian
bangsa,dan kini mau tak mau,suka tak suka ,bangsa Indonesia berada di pusaran arus
globalisasi dunia.Tetapi harus diingat bahwa bangsa dan negara Indonesia tak mesti kehilangan
jatidiri,kendati hidup ditengah-tengah pergaulan dunia.Rakyat yang tumbuh di atas kepribadian
bangsa asing mungkin saja mendatangkan kemajuan,tetapi kemajuan tersebut akan membuat
rakyat tersebut menjadi asing dengan dirinya sendiri.Mereka kehilangan jatidiri yang
sebenarnya sudah jelas tergambar dari nilai-nilai luhur pancasila.
Dalam arus globalisasi saat ini dimana tidak ada lagi batasan-batasan yang jelas antar
setiap bangsa Indonesia,rakyat dan bangsa Indonesia harus membuka diri. Dahulu,sesuai
dengan tangan terbuka menerima masuknya pengaruh budaya hindu,islam,serta masuknya
kaum barat yang akhirnya melahirkan kolonialisme.pengalaman pahit berupa kolonialisme
tentu sangat tidak menyenangkan untuk kembali terulang. Patut diingat bahwa pada zaman
modern sekarang ini wajah kolonialisme dan imperialisme tidak lagi dalam bentuk fisik, tetapi
dalam wujud lain seperti penguasaan politik dan ekonomi. Meski tidak berwujud fisik, tetapi
penguasaan politik dan ekonomi nasional oleh pihak asing akan berdampak sama seperti
penjajahan pada masa lalu, bahkan akan terasa lebih menyakitkan.
Dalam pergaulan dunia yang kian global, bangsa yang menutup diri rapat-rapat dari dunia
luar bisa dipastikan akan tertinggal oleh kemajuan zaman dan kemajuan bangsa-bangsa
12
lain. Bahkan, negara sosialis seperti Uni Soviet yang terkenal anti dunia luar tidak bisa bertahan
dan terpaksa membuka diri. Maka, kini, konsep pembangunan modern harus membuat bangsa
dan rakyat Indonesia membuka diri. Dalam upaya untuk meletakan dasar-dasar masyarakat
modern, bangsa Indonesia bukan hanya menyerap masuknya modal, teknologi, ilmu
pengetahuan, dan ketrampilan, tetapi juga terbawa masuk nilai-nilai sosial politik yang berasal
dari kebudayaan bangsa lain.
Yang terpenting adalah bagaimana bangsa dan rakyat Indonesia mampu menyaring agar
hanya nilai-nilai kebudayaan yang baik dan sesuai dengan kepribadian bangsa saja yang
terserap. Sebaliknya, nilai-nilai budaya yang tidak sesuai apalagi merusak tata nilai budaya
nasional mesti ditolak dengan tegas. Kunci jawaban dari persoalan tersebut terletak pada
Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara. Bila rakyat dan bangsa Indonesia
konsisten menjaga nilai-nilai luhur bangsa, maka nilai-nilai atau budaya dari luar yang tidak
baik akan tertolak dengan sendirinya. Cuma, persoalannya, dalam kondisi yang serba terbuka
seperti saat ini justeru jati diri bangsa Indonesia tengah berada pada titik nadir.
Bangsa dan rakyat Indonesia kini seakan-akan tidak mengenal dirinya sendiri sehingga
budaya atau nilai-nilai dari luar baik yang sesuai maupun tidak sesuai terserap bulat-bulat.
Nilai-nilai yang datang dari luar serta-merta dinilai bagus, sedangkan nilai-nilai luhur bangsa
yang telah tertanam sejak lama dalam hati sanubari rakyat dinilai usang. Lihat saja sistem
demokrasi yang kini tengah berkembang di Tanah Air yang mengarah kepada faham
liberalisme. Padahal, negara Indonesia—seperti ditegaskan dalam pidato Bung Karno di depan
Sidang Umum PBB—menganut faham demokrasi Pancasila yang berasaskan gotong royong,
kekeluargaan, serta musyawarah dan mufakat.
Sistem politik yang berkembang saat ini sangat gandrung dengan faham liberalisme dan
semakin menjauh dari sistem politik berdasarkan Pancasila yang seharusnya dibangun dan
diwujudkan rakyat dan bangsa Indonesia. Terlihat jelas betapa demokrasi diartikan sebagai
kebebasan tanpa batas. Hak asasi manusia (HAM) dengan keliru diterjemahkan dengan boleh
berbuat semaunya dan tak peduli apakah merugikan atau mengganggu hak orang lain. Budaya
dari luar, khususnya faham liberalisme, telah merubah sudut pandang dan jati diri bangsa dan
rakyat Indonesia. Pergeseran nilai dan tata hidup yang serba liberal memaksa bangsa dan rakyat
Indonesia hidup dalam ketidakpastian. Akibatnya, seperti terlihat saat ini, konstelasi politik
nasional serba tidak jelas. Para elite politik tampak hanya memikirkan kepentingan dirinya dan
kelompoknya semata.
13
Dalam kondisi seperti itu sekali lagi peran Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar
negara memegang peranan penting. Pancasila akan menilai nilai-nilai mana saja yang bisa
diserap untuk disesuaikan dengan nilai-nilai Pancasila sendiri. Dengan begitu, nilai-nilai baru
yang berkembang nantinya tetap berada di atas kepribadian bangsa Indonesia. Pasalnya, setiap
bangsa di dunia sangat memerlukan pandangan hidup agar mampu berdiri kokoh dan
mengetahui dengan jelas arah dan tujuan yang hendak dicapai. Dengan pandangan hidup, suatu
bangsa mempunyai pedoman dalam memandang setiap persoalan yang dihadapi serta mencari
solusi dari persoalan tersebut .
14
BAB III
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Pancasila adalah dasar Negara yang menjadi sebuah sumber dari segala sumber
hukum yang yang mengatur seluruh pemerintahan, wilayah dan masyarakat
Indonesia.
2. Pancasila dirumuskan oleh Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar
Negara yang dibentuk pada tanggal 22 Juni 1945.
3. Terdapat 4 landasan utama Pancasila antara lain Landasan Yudiris, Kultural,
Historis, dan Filosofis.
4. Terdapat berbagai macam dampak dari arus globalisasi yang dapat mengancam
keutuhan Negara Indonesia. Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara
memegang peranan penting. Pancasila akan menilai nilai-nilai mana saja yang bisa
diserap untuk disesuaikan dengan nilai-nilai Pancasila sendiri.
4.2. Saran
1. Sebagai warga negara Indonesia, kami berharap agar nilai-nilai Pancasila tetap
tertanam pada diri masing-masing warga Indonesia.
2. Kami juga berharap,agar kita dapat tetap menyesuaikan diri pada kehidupan modern
seperti saat ini, dengan menjadikan Pancasila sebagai pandangan hidup kita. Karena
pancasila merupakan cerminan budaya bangsa indonesia yang sudah ada sejak
zaman dahulu, dan tetap bertahan hingga sekarang.
15
DAFTAR PUSTAKA
http://www.g-excess.com/4397
http://ruhcitra.wordpress.com/2008
Ahmad Muchji, 2006, Pendidikan Pancasila, gunadarma, jakarta.
Jamli, Edison , Kewarganegaraan, 2005.Jakarta: Bumi Akasara Krsna. Pengaruh Globalisasi
Terhadap Pluralisme Kebudayaan Manusia di Negara Berkembang, 2005
kaelan, 1983, pancasila yuridis kenegaraan, paradigma , Jakarta.
C.S.T. Kansil. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Jakarta: Pradnya Pramita, 1992.
Notonagoro. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta: Pantjoran
Tujuh.
Salam, H. Burhanuddin, 1998. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta: Rineka Cipta
16