Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat
akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab
lain yang jelas selain vaskuler (WHO, 2005).
Terdapat dua macam bentuk stroke yaitu stroke hemoragik dan stroke non
hemoragik atau stroke iskemik. Stroke non hemoragik merupakan 70-80% dari
penyebab stroke, disebabkan oleh gangguan pasokan oksigen dan nutrisi ke sel-sel
otak akibat bentukan trombus atau emboli.
Stroke emboli adalah jenis stroke iskemik yang disebabkan oleh bekuan darah
yang disebabkan proses emboli. Emboli dapat berasal dari jantung ataupun selain
jantung.
Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker.
Sebanyak 28,5% penderita meninggal dunia dan sisanya menderita kelumpuhan
sebagian atau total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke
dan kecacatan. Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke
jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis di sekitar otak atau kombinasi
keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui
penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada
jaringan sekitarnya (Khairunnisa, 2014).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain
vaskuler (WHO, 2005).

Stroke iskemik merupakan 70- 80% dari penyebab stroke, disebabkan oleh
gangguan pasokan oksigen dan nutrisi ke sel-sel otak akibat bentukan trombus
atau emboli.
Stroke emboli adalah jenis stroke iskemik yang disebabkan oleh bekuan
darah yang disebabkan proses emboli. Emboli dapat berasal dari jantung ataupun
selain jantung.
a. Berasal dari jatung :
- Aritmia dan gangguan irama jantung
- Infark jantung disertai dengan mural thrombus
- Endokarditis bacterial akut maupun sub akut
- Komplikais pembedaha jantung
- Katub jantung protese
- Prolaps katub mital
- Emboli paradoksikal
- Myxoma
b. Berasal dari selain jantung
- Atherosclerosis aorta atau arteri lainnya
- Diseksi karotis atau vetebro basiler
- Thrombus vena pulmonalis
- Lemak, tumor, udara

2
B. Patofisiologi
Stroke emboli dapat diakibatkan dari embolisasi dari arteri di sirkulasi pusat
dari berbagai sumber. Selain gumpalan darah, agregasi trombosit , fibrin, dan
potongan-potongan plak atheromatous, bahan-bahan emboli yang diketahui
masuk ke sirkulasi pusat termasuk lemak, udara, tumor atau metastasis, bakteri,
dan benda asing. Tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah
arteria sereberi media, terutama bagian atas (Shah, 2005).
Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh dan menyumbat pembuluh darah
sebelah distal, tergantung pada ukuran, komposisi, konsistensi dan umur plak
tersebut, dan juga tergantung pada pola dan kecepatan aliran darah. Sumbatan
pada pembuluh darah tersebut (terutama pembuluh darah di otak) akan
meyebabkan matinya jaringan otak. (Japardi,2002).

C. Etiologi
Stroke iskemik dapat dikarenakan oleh pembentukan trombus lokal atau
fenomena embolic yang mengakibatkan oklusi dari arteri otak. Aterosklerosis,
terutama dari vaskular serebral, merupakan faktor penyebab pada kebanyakan
kasus stroke iskemik. Emboli bisa muncul baik dari arteri intra-atau
ekstrakranial. Emboli kardiogenik bisa terjadi pada pasien yang menderita
fibrilasi atrium, penyakit katup jantung, atau berbagai kondisi lain dari jantung
yang dapat menyebabkan pembentukan gumpalan. (Dipiro, 2005).

D. Manifestasi Klinis
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
atau pembuluh darah yang tersumbat. Manifestasi klinis stroke menurut
Smeltzer & Bare (2002), antara lain:
1. Defisit Motorik

a. Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama).

b. Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama).

c. Ataksia (Gangguan berjalan, dan tidak mampu menyatukan kaki.

3
d. Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara.

e. Disfagia (Kesulitan dalam menelan)

2. Defisit Sensorik

a. Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh

3. Defisit Verbal

a. Afasia ekspresif/ motorik (Tidak mampu membentuk kata yang dapat


dipahami)

b. Afasia reseptif/ sensorik (Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan)

c. Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif)

E. Faktor Resiko
Stroke disebabkan oleh banyak faktor, yang sebagian besar sesungguhnya
bisa dikendalikan. Virgil Brown, MD, dari Emory University, Atlanta,
menyatakan bahwa stroke merupakan akibat dari life style (gaya hidup) manusia
modern yang tidak sehat. Hal ini tampak pada perilaku mengonsumsi makanan
yang tinggi kolesterol dan rendah serat, kurang dalam aktivitas fisik serta
berolahraga, akibat stress/ kelelahan, konsumsi alkohol berlebihan, kebiasaan
merokok. Berbagai faktor risiko itu selanjutnya akan berakibat pada pengerasan
pembuluh arteri (arteriosklerosis), sebagai pemicu stroke (Diwanto, 2009).
Menurut The WHO Task Force on Stroke and other Cerebrovascular
Disorders (1988), faktor risiko stroke iskemik adalah :
a. Hipertensi
b. Diabetes Melitus
c. Dislipidemia
d. Merokok
e. Pemakaian Alkohol
f. Obesitas

4
h. Penyakit Jantung

 Faktor yang tidak dapat di modifikasi :


a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Kelainan Pembuluh Darah (Atrial Fibrillation)

F. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis
Proses anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah
badan, mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi
dengan baik. Keadaan ini timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun
tidur, sedang bekerja, ataupun sewaktu istirahat.

2. Pemeriksaan fisik
Penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti
tekanan darah, nadi, pernafasan, juga tingkat kesadaran penderita.
Menentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan
saraf – saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi masih baik atau
adakah disfasia. Jika kesadaran dan nilai skala koma glasglow telah
ditentukan, setelah itu lakukan pemeriksaan refleks – refleks batang otak
yaitu seperti reaksi pupil terhadap cahaya. Setelah itu tentukan kelumpuhan
yang terjadi pada saraf – saraf otak dan anggota gerak. Kegawatan sangat
erat hubungannya dengan kesadaran menurun, karena semakin dalam
penurunan kesadaran, semakin kurang baik prognosinya.

3. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium.
 Pemeriksaan kimia darah lengkap.
 Gula darah sewaktu.

5
 Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim
SGOT/SGPT/CPK, dan profil lipid (trigliserid, LDH-HDL
kolesterol serta total lipid).
 Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap).
 Urinalisis
 Elektrolit
2) Pemeriksaan neurokardiologi
Sebagian kecil penderita stroke terdapat perubahan elektrokardiografi.
Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat serangan infark
jantung, atau pada stroke dapat terjadi perubahan – perubahan
elektrokardiografi sebagai akibat perdarahan otak yang menyerupai
suatu infark miokard. Pemeriksaan khusus atas indikasi misalnya CK-
MB follow up nya akan memastikan diagnosis.
3) Pemeriksaan radiologi
 CT-scan otak
Pada stroke iskemik didapatkan gambaran hipodens. CT-scan otak
mungkin tidak memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan
pada hari – hari pertama, biasanya tampak setelah 72 jam
serangan. Jika ukuran infark cukup besar dan hemisferik.
Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh
karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan
proses patologik di batang otak.

4) Pemeriksaan foto thoraks


 Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke dan adakah kelainan lain
pada jantung.

6
 Dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial
mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk prognosis.

Penilaian dengan Siriraj Stroke Score (SSS)

SSS = (2,5 x conciousness) + (2 x vomiting) + (2 x headache) + (0,1 x


diastolic blood pressure) - (3 x atheroma) – 12

Skoring:
 Conciousness (kesadaran)
Sadar =0
Stupor (mengantuk) =1
Subkoma/koma =2
 Vomiting (muntah)
Tidak =0
Ya =1
 Headache (nyeri kepala)
Tidak =0
Ya =1
 Diastolic blood pressure (tekanan darah diastolik)
 Atheroma (salah satu/lebih dari diabetes mellitus, angina, claudicatio
intermitten)
Tidak ada =0
Ada =1

Nilai skor Siriraj lebih dari 1 (satu) mengindikasikan perdarahan


intraserebral supratentorial, sedangkan nilai di bawah -1 (minus satu)
mengindikasikan infark serebri. Nilai antara 1 dan -1 menunjukkan hasil
belum jelas, sehingga membutuhkan CT-scan kepala (Widiastuti dan
Nuartha, 2015).

G. Diagnosa Banding
1. Intracerebral Hemorrhage
2. Subarachnoid Hemorrhage

H. Penatalaksanaan
1. Tatalaksana terapi stroke iskemik
a. Tujuan terapi:
 Melancarkan aliran darah otak dengan menghilangkan sumbatan/clots,
 Menghentikan kerusakan seluler yang berkaitan dengan
iskemik/hipoksia (Ikawati, 2009).

7
b. Sasaran terapi:
 Sumbatan aliran darah
c. Terapi non farmakologi:
 Kendalikan tekanan darah tinggi (hipertensi)
 Mengurangi asupan kolesterol dan lemak jenuh.
 Tidak merokok
 Kontrol diabetes dan berat badan
 Olah raga teratur dan mengurangi stress
 Konsumsi makanan kaya serat
 Pembedahan (surgical therapy): Carotid endarterectomy (baik untuk
pasien dgn stenosis ≥ 70%) (Dipiro, 2005).
d. Terapi farmakologi:
Dewan Stroke dari American Stroke Association telah menciptakan
dan menerbitkan panduan yang membahas pengelolaan stroke iskemik
akut . Secara umum, hanya dua agen farmakologis direkomendasikan
yaitu plasminogen aktivator (tPA) dalam waktu 3 jam onset dan aspirin
dalam 48 jam onset.
1) Aktivator Plasminogen (Tissue Plasminogen Activator /tPA)
 Indikasi : tPA sebagai obat untuk menghilangkan bekuan darah
untuk memecahkan bekuan darah penyebab stroke. Awal reperfusi
(<3 jam dari onset) dengan tPA intravena telah terbukti
mengurangi kecacatan utama karena iskemik stroke.
 Mekanisme Kerja : Adanya mekanisme tubuh untuk
menghancurkan fibrin atau thrombus yang ada didalam tubuh
dikenal sebagai fibrinolysis atau trombolisis , komponen utama dari
trombolisis ini adalah plasminogen yang kemudian diaktifkan dan
dikenal sebagai plasmin oleh tissue plasminogen activator (t-PA).
Adanya kerusakan jaringan /endothel disamping akan
mengaktifkan proses thrombosis juga terjadi pengeluaran t-PA dari
endothel dan jaringan sekitar , t-PA mengaktifkan plasminogen
menjadi plasmin dan selanjutnya plasmin akan merusak fibrin yang
ada pada bekuan darah sehingga bekuan darah itu menjadi lysis.
Plasmin disamping merusak fibrin juga menurunkan factor
pembekuan darah lain seperti fibrinogen, factor V, factor VIII dan
menimbulkan gangguan fungsi trombosit ( platelet dysfunction ).
Adanya t-PA dan plasmin dalam sirkulasi akan secepatnya
diantisipasi oleh tubuh dengan mengeluarkan plasminogen
activator inhibition ( PAI-1) yang akan menghambat tissue

8
plasminogen activator atau t-PA dan ₤2-antiplasmin (₤2-AP) agar
aktipitas kedua zat tersebut dapat berhenti karena dapat
menimbulkan gangguan pada sistim pembekuan darah apabila terus
berada didalam aliran darah (Dipiro, 2005).
 Dosis : tPA 0,9 mg/kg lebih dari 1 jam, dengan 10% diberikan
sebagai bolus awal lebih dari 1 menit

2) Antiplatelet
a) Aspirin

lndikasi digunakannya aspirin yaitu untuk menurunkan resiko TIA


atau stroke berulang pada penderita yang pernah menderita iskemi
otak yang diakibatkan embolus. Menurunkan resiko menderita stroke
pada penderita resiko tinggi seperti pada penderita tibrilasi atrium non
valvular yang tidak bisa diberikan anti koagulan.

Mekanisme kerja aspirin yaitu sebagai anti platelet dengan


menghambat secara irreversibel siklooksigenase sehingga mencegah
konversi asam arakhidonat menjadi tromboxan A2 yang merupakan
vasokonstriktor kuat dan stimulator agregasi platelet, maka aspirin
dapat menurunkan agregasi platelet sehingga dapat mencegah
terjadinya penyumbatan aliran darah ke otak yang merupakan
penyebab penyakit stroke (Rambe, 2004; Koda-Kimble, 2009). Awal
terapi aspirin juga telah terbukti mengurangi kematian dan kecatatan
tetapi tidak boleh diberikan dalam waktu 24 jam administrasi tPA
karena dapat meningkatkan risiko pendarahan pada pasien. Jelas
bahwa terapi antiplatelet merupakan hal terpenting dalam pencegahan
sekunder stroke iskemik dan harus digunakan dalam
noncardioembolic stroke.
Penggunaan aspirin dini untuk mengurangi kematian jangka
panjang dan cacat stroke iskemik karena didukung oleh dua uji klinis
acak. Pada International Stroke Trial (IST), aspirin 300 mg/hari secara
signifikan dapat mengurangi kekambuhan stroke dalam 2 minggu
pertama tanpa berpengaruh terhadap kematian dini, menghasilkan
penurunan kematian signifikan dan ketergantungan pada 6 bulan.

9
Dalam Chinese Acute Stroke Trial (Cast), aspirin 160 mg/hari dapat
mengurangi risiko kekambuhan dan kematian dalam 28 hari pertama,
namun jangka panjang kematian dan cacat tidak berbeda dibandingkan
dengan plasebo. Dalam kedua percobaan, kecil tapi signifikan
menunjukkan peningkatan transformasi hemoragik dari infark itu.
Secara keseluruhan, efek menguntungkan aspirin awal telah diadopsi
ke dalam pedoman klinis (Dipiro, 2005).

b) Clopidogrel
Clopidogrel merupakan agen antiplatelet structural yang digunakan
untuk menurunkan kejadian aterosklerosis seperti stroke. Mekanisme
kerjanya dengan mencegah pengikatan adenosin difosfat (ADP) pada
reseptor platelet nya, mempengaruhi aktivasi ADP-mediated dari
glikoprotein GPIIb / IIIa kompleks. Sebagai glikoprotein, komplek
GPIIb / IIIa adalah reseptor utama untuk fibrinogen, gangguan
aktivasi fibrinogen mencegah pengikatan trombosit dan menghambat
agregasi trombosit. Dengan menghalangi amplifikasi aktivasi platelet
oleh ADP dirilis, agregasi platelet diinduksi oleh agonis selain ADP
juga dihambat oleh metabolit aktif clopidogrel.
Clopidogrel merupakan golongan tienopiridin dengan efek samping
yang lebih rendah. Dosis lazim 75 mg/hari memiliki efikasi yang sama
dengan aspirin 325 mg dengan efek pendarahan GIT yang lebih
sedikit. Clopidogrel memerlukan biotransformasi oleh hati menjadi
metabolit aktif menggunakan enzim sitokrom P450 3A4 (CYP3A4).
Efek samping klopidogrel adalah diare dan rash, dan tidak
menyebabkan neutropenia (Dipiro, 2005).

3) Antikoagulan
Fungsi antikoagulan dalam terapi stroke yaitu:
 Antikoagulan digunakan untuk mencegah perluasan thrombus yang
menyebabkan bertambahnya deficit neurologic dan untuk
mencegah kambuhnya episode gangguan serebrovaskular
 Antikoagulan oral diindikasikan pada kelompok resiko tinggi untuk
emboli otak berulang (fibrilasi atrium non valvuler, katup jantung
buatan, thrombus mural dalam ventrikel, infark miokard baru).
a) Warfarin

10
Warfarin merupakan antikoagulan yang efektif mencegah stroke
pada pasien dengan atrial fibrilasi. Warfarin juga digunakan untuk
terapi sekunder mencegah kardioembolik stroke. Warfarin
menghambat reduktase vitamin K maupun epoksidanya sehingga
karboksilasi residu glutamat menjadi gamakarboksiglutamat (Gla)
yang tergantung dari vitamin K terhambat dan hal ini meyebabkan
modifikasi factor VII, IX, X dan protombin (II) (Neal Michael J.,
2005). Warfarin diberikan sampai tercapai target INR (International
Normalized Ratio) = 2,5 (2,0 – 3,0) dengan dosis pemeliharaan 5
mg/hari. Monitor harus dilakukan karena resiko pendarahan.

I. Komplikasi
Komplikasi akut bisa berupa gangguan neurologis atau non neurologis.
Gangguan neurologis misalnya edem serebri dan peningkatan tekanan
intracranial yang dapat menyebabkan herniasi atau kompresi batang otak,
kejang, dan transformasi hemoragik. Gangguan non neurologis, misalnya
adalah infeksi seperti pneumonia, gangguan jantung, gangguan keseimbangan
elektrolit, edem paru, hiperglikemi reaktif.
Kejang biasanya muncul dalam 24 jam pertama pasca stroke dan biasanya
parsial dengan atau berkembang menjadi umum. Kejang berulang terjadi pada
20-80% kasus. Penggunaan anti konvulsan sebagai profilaksis kejang pada
pasien stroke tidak terbukti bermanfaat. Terapi kejang pada pasien stroke sama
dengan penanganan kejang pada umumnya.

J. Prognosis
Dapat beresiko terjadinya infark hemoragik terutama pada pasien usia tua (>
65 tahun), riwayat perdarahan, GIT, hipertensi tidak terkontrol, dan kombinasi
penggunaan anticoagulan dan antiplatelet sehinngga prognosanya lebih buruk.

Prognosa stroke infark emboli sebenarnya ditentukan oleh kejadian emboli


berikutnya dan penyakit yang mendasari seperti gagal jantung, miocard infark,
bacterial endocarditis, malignancy, dan lain-lain. (Ropper, 2005).

11
12

Anda mungkin juga menyukai