Anda di halaman 1dari 12

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit DBD sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien serta semakin luas
penyebarannya. Hal ini karena masih tersebarnya nyamuk Aedes aegypti (penular penyakit
DBD) di seluruh pelosok tanah air, kecuali pada daerah dengan ketinggian lebih dari 1000
meter di atas permukaan air laut. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) terutama
menyerang anak-anak, namun dalam beberapa tahun terakhir cenderung semakin banyak
dilaporkan kasus DBD pada orang dewasa. Penyakit ini ditandai dengan panas tinggi
mendadak disertai kebocoran plasma dan pendarahan, dapat mengakibatkan kematian serta
menimbulkan wabah.

Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan
oleh David Byfon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue
menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts)
kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena
demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot,
dan nyeri kepala Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan
penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi
virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang
ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand,
Vietnam, Malaysia, dan Indonesia.
Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun
1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia
(Angka Kematian sebesar 41,3 %). Sampai dengan tahun 2013 Penyakit DBD telah tersebar
di 33 provinsi di 436 kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota (88%). Incidens rate (IR)
penyakit DBD pada tahun 2013 = 41,25 per 100.000 penduduk, dan laju kematian Case
Fatality Rate ( CFR ) DBD = 0,7%. Pada tahun 2014 IR DBD turun menjadi 39,80 per
100.000 penduduk namun angka kematian CFR DBD mengalami peningkatan menjadi 0,9%.

STUDI KASUS

KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE BERDASARKAN FAKTOR


LINGKUNGAN DAN PRAKTIK PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK
(Studi Kasus DiWilayah Kerja Puskesmas Srondol Kecamatan Banyumanik Kota Semarang)

Kasus penyakit DBD di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun.Puskesmas Srondol berada
di Wilayah Kota Semarang dan merupakan Puskesmas endemis DBD dengan seluruh
Kelurahan wilayah kerja adalah Kelurahan endemis DBD.) Wilayah kerja Puskesmas Srondol
terdiri dari 3 Kelurahan, yaitu Kelurahan Srondol Kulon, Kelurahan Srondol Wetan dan
Kelurahan Banyumanik dengan jumlah penduduk 40.596jiwa dan 11.104 kepala keluarga.
Mata pencaharian terbanyak buruh industri sebesar 39 %. Angka Bebas Jentik menurut data
di Puskesmas tahun 2009sebesar 85 %.

1
Frekuensi
Berdasarkan data dari Puskesmas Srondol diketahui bahwa kejadian DBD diwilayah kerja
Puskesmas Srondol cukup tinggi dan terus mengalami peningkatan.Pada tahun 2005 terdapat
24 kasus, tahun 2006 menjadi 58 kasus. tahun 2007 meningkat dua kali lipat lebih dari tahun
sebelumnya menjadi 122 kasus sehingga terjadi KLB DBD. Selanjutnya pada tahun 2008
sempat turun tetapi masih tinggimenjadi 6l kasus dan meningkat lagi di tahun 2009 menjadi
85 kasus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat
kompleks, yaitu:
(1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi,
(2) Urbanisasi yang tidak terencana & tidak terkendali.
(3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis.
(4) Peningkatan sarana transportasi.
Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain
status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan
(virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat.
Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta,
baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang
pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota
telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per
100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola
berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu
yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan
hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama
di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di
Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus
sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.

Distribusi
Wabah DBD baru-baru ini telah terjadi di Filipina, Kaledonia baru, Tahiti, Cina,
Vietnam. Laos, Kamboja. Maldives, Kuba, Venezuela. French Guiana, Suriname. Brasil.
Kolombia. Niakaragua dan Puerto Rico. Indonesia merupakan wilayah endemis DBD dengan
sebaran di seluruh tanah air. KLB terbesar dilaporkan di Vietnam pada tahun 1987, pada saat
itu kira-kira 370.000 kasus dilaporan. 3

Determinan
1) Agent – Virus penyebab Demam Dengue adalah flavivirus dan terdiri dari 4 serotipe yaitu
serotipe 1,2,3 dan 4 (dengue -1.-2,-3 dan -4). Virus yang sama menyebabkan Demam
Berdarah Dengue (DBD). Semua serotipe dengue dapat menyebabkan DHF/DSS pada unitan
menurun menurut frekwensi penyakit yang ditimbulkan tipe 2. 3,4 dan 1.
2) Host - yaitu faktor intrinsik yang sangat dipengaruhi oleh genetik yang berhubungan
dengan meningkat atau menurunnya kepekaan individu terhadap penyakit tertentu. Faktor
pejamu yang merupakan faktor risiko untuk timbulnya penyakit adalah genetik, umur, jenis

2
kelamin, keadaan fisiologi, kekebalan, penyakit yang diderita sebelumnya dan sifat-sifat
manusia.
3) Vektor – Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran
nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus) mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik
putih terutama pada kakinya. Morfologinya khas yaitu mempunyai gambaran lira (lyre-form)
yang putih pada punggungnya (mesonotum). Telur Ae.aegypti mempunyai dinding yang
bergaris-garis dan menyerupai gambaran kain kasa. Larva Ae.aegypti mempunyai pelana
yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral.4
4) Reservoir – Virus dengue bertalian melalui siklus nyamuk Aedes aegypti-manusia di
daerah perkotaan negara tropis; sedangkan siklus monyet-nyamuk menjadi reservoir di Asia
Tenggara dan Afrika Barat.
5) Lingkungan (environment) – Yang dimaksud dengan lingkungan ialah agregat dari
seluruh kondisi dan pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan
perkembangan suatu organisasi. Secara umum lingkungan ini dibedakan atas dua macam
yakni:
a. Lingkungan fisik. Yang dimaksud dengan lingkungan fisik ialah lingkungan alamiah
yang terdapat di sekitar manusia. Lingkungan fisik ini banyak macamnya, misalnya
cuaca, musim, keadaan geografis dan struktur geologi. Pada kasus DBD dapat berupa
tempat perindukan Ae. aegypti yang merupakan tempat-tempat berisi air bersihyang
letaknya berdekatan dengan rumah penduduk (±500m) dan udara yang lembab. Tempat
perindukan buatan manusia; speerti tempayan/gentong tempat penyimpanan air minum,
bak mandi, pot bunga, kaleng, botol, drum, ban mobil yang terdapat di halaman rumah;
juga berupa tempat perindukan alamiah; seperti kelopak daun anaman, tempurung
kelapa, tinggak bambu dan lubang pohon yang berisi air hujan.
b. Lingkungan non-fisik.Yang dimaksud dengan lingkungan non-fisik ialah lingkungan
yang muncul sebagai akibat adanya interaksi antar manusia. Ke dalam lingkungan non-
fisik ini termasuk faktor sosial budaya, norma, nilai dan adat istiadat.
Peranan lingkungan dalam menyebabkan timbul atau tidaknya penyakit dapat
bermacam-macam. Salah satu di antaranya ialah sebagai reservoir bibit penyakit
(environmental reservoir). Adapun yang dimaksud dengan reservoir ialah tempat hidup yang
dipandang paling sesuai bagi bibit penyakit.

Cara Transmisi. Ditularkan melalui gigitan nyamuk yang infektif terutama Aedes aegypti.
Ini adalah spesies nyamuk yang menggigit pada siang hari dengan peningkatan aktivitas
menggigit sekitar 2 jam sesudah matahari terbit dan beberapa jam sebelum matahari
tenggelam. Nyamuk tersebut mendapat virus dari orang yang dalam darahnya terdapat virus
itu. Orang itu (carrier) tidak harus orang yang sakit Demam Berdarah. Sebab, orang yang
mempunyai kekebalan, tidak tampak sakit atau bahkan sama sekali tidak sakit, walaupun
dalam darahnya terdapat virus dengue. Dengan demikian orang ini dapat menularkan
penyakit kepada orang lain. Virus dengue akan berada dalam darah manusia selama ± 1
minggu. Orang dewasa biasanya kebal terhadap virus dengue.

Tempat-tempat yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya penularan demam


berdarah ialah tempat umum (Rumah Sakit, Puskesmas, Sekolah, Hotel/tempat penginapan)
yang kebersihan lingkungannya tidak terjaga, khususnya kebersihan tempat-tempat
penampungan air (bak mandi. WC, dsb). Tidak ditularkan langsung dari orang ke orang.

3
Penderita menjadi infektif bagi nyamuk pada saat viremia yaitu : sejak beberapa saat sebelum
panas sampai saat masa demam berakhir, biasanya berlangsung selama 3-5 hari. Nyamuk
menjadi infektif 8-12 hari sesudah mengisap darah penderita viremia dan tetap infektif
selama hidupnya.

Surveilans
Data tentang penyakit menular yang pernah terjadi di suatu daerah merupakan hasil
dari sistem pengamatan (surveilans) yang dilakukan oleh petugas di daerah tersebut. Data ini
penting untuk mengetahui bahwa di daerah tersebut pada masa yang lalu pernah mengalami
kejadian luar biasa. Daerah itu dapat berupa: rumah sakit, sekolah, industri, pemukiman
transmigrasi, kota, kabupaten, kecamatan, desa, atau negara.
Pengamatan epidemiologis penyakit menular ialah kegiatan yang teratur
mengumpulkan, meringkas, dan analisis data tentang insidensi penyakit menular untuk
mengidentifikasikan kelompok penduduk dengan risiko tinggi, memahami cara penyebaran
dan mengurangi atau memberantas penyebarannya.
Setiap kasus harus dilaporkan dengan jelas dan lengkap meliputi diagnosis, mulai
timbulnya gejala, dan variabel demografi seperti nama, umur, jenis kelamin, alamat dan asal
data (dokter, rumah sakit, puskesmas, sekolah, tempat kerja, dan lain-lain).
Dengan mengadakan analisis secara teratur, kita dapat memperoleh berbagai
informasi tentang penyakit musiman atau kecenderungan jangka panjang, perubahan daerah
penyebaran, kelompok penduduk risiko tinggi yang dirinci menurut umur, jenis kelamin,
suku, agama, sosial ekonomi, dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Pengamatan
epidemiologis secara garis besar dapat dilakukan secara: aktif dan pasif.
Surveilans pasif ialah pengumpulan data yang diperoleh dari laporan bulanan sarana
pelayanan di daerah. Dari data yang diperoleh dapat diketahui distribusi geografis tentang
berbagai penyakit menular, penyakit rakyat, perubahan-perubahan yang terjadi, dan
kebutuhan tentang penelitian sebagai tindak lanjut.
Surveilans aktif ialah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung untuk
mempelajari penyakit tertentu dalam waktu yang relatif singkat dan dilakukan oleh petugas
kesehatan secara teratur seminggu sekali atau 2 minggu sekali untuk mencatat ada atau
tidaknya kasus baru penyakit tertentu.
Pencatatan meliputi variabel demografis, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan,
sosial ekonomi, saat waktu timbul gejala, pola makanan, tempat kejadian yang berkaitan
dengan penyakit tertentu dan pencatatan tetap dilakukan walaupun tidak ditemukan kasus
baru.

4
Pengamatan Epidemiologi dan tindakan Pemberantasan
a) Surveillance epidemiologi
1. Tujuan:
Deteksi secara dini adanya “out break” atau kasus-kasus yang endemis, sehingga
dapat dilakukan usaha penanggulangan secepatnya. Mengetahui faktor-faktor terpenting yang
menyebabkan atau membantu adanya penularan-penularan atau wabah.
2. Daerah pelaksanaan:
Surveillance tidak hanya dilaksanakan di desa-desa dimana sudah pernah terdapat
penderita/penularan DBD saja, tetapi harus dilaksanakan juga di daerah- daerah yang
receptive, yaitu daerah-daerah dimana diketahui terdapat Aedes aegepti saja sudah cukup
untuk dinyatakan receptive.
3. Pelaksanaan:
Penemuan penderita.
Untuk hal ini perlu ditentukan kriteria yang Standard guna diagnosa klinis dan
konfirmasi laboratorium dari DBD.
Pelaporan penderita.
Penderita yang telah ditemukan di Puskesmas/Puskesmas Pembantu perlu dilaporkan
kepada unit-unit surveillance epidemiologi.
4. Penelitian wabah.
Bila dicurigai adanya wabah perlu dilakukan penelitian di lapangan, maksudnya ialah:
1) Untuk mengetahui adanya penderita-penderita lain atau penderita-penderita tersangka
DBD yang perlu dikonfirmasi laboratorium. 2) Menentukan luas daerah yang terkena dan
luas daerah yang perlu ditanggulangi. 3) Penilaian sumber-sumber (inventory) mengenai
keadaan umum setempat, mengenai fasilitas dan faktor-faktor yang berperanan penting pada
timbulnya wabah. 4) Setiap kasus demam berdarah/tersangka demam berdarah perlu
dilakukan kunjungan rumah oleh petugas Puskesmas untuk penyuluhan dan pemeriksaan
jentik di rumah kasus tersebut dan 20 rumah di sekelilingnya. Bila terdapat jentik, masyarakat
diminta melakukan pemberantasan sarang nyamuk (Pada umumnya Penyemprotan/fogging,
dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Dati II. Prioritas fogging adalah pada areal dengan kasus-
kasus demam berdarah yang mengelompok, dan yang meninggal).
Surveillance vektor – Untuk tingkat Puskesmas kegiatannya membantu Tim Dati II
atau Dati I dalam pelaksanaan surveillance vektor ini.
Teknik penemuan kasus DBD
Penyelidikan epidemiologi DBD merupakan kegiatan pelacakan
penderita/tersangka lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular penyakit demam
berdarah dengue di rumah penderita/tersangka dan rumah-rumah sekitarnya dalam radius
sekurang-kurangnya 100 meter, serta tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber
penyebaran penyakit lebih lanjut.

5
Metode pencarian kasus penyakit menular, terutama yang disebabkan nyamuk, di
Indonesia, dengan cara active case finding, passive case finding, ataupun survey (Mass
survey, Fever survey). Active Case Finding (ACD) umumnya dilaksanakan dengan cara
kunjungan dari rumah ke rumah oleh petugas kesehatan biasanya setiap 1 dan 2 bulan. Semua
rumah harus dapat dikunjungi dan dilakukan pemeriksaan terhadap adanya kemungkinan
infeksi DBD. ACD ini umumnya dilakukan di daerah non-endemis DBD. Umumnya di
Indonesia, pencarian kasus DBD menggunakan teknik Passive Case Finding (PCD). Pada
teknik PCD si penderita dengan gejala DBD datang ke di rumah sakit, Puskesmas, Puskesmas
Pembantu dan Poliklinik untuk berobat, kemudian dilakukan pemeriksaan hingga didiagnosa
penyakit DBD. PCD biasanya diperuntukkan di daerah endemis.

Pengobatan umum di puskesmas


Pertolongan pada penderita yang dapat dilakukan meliputi: a) Beri penderita minum
banyak-banyak (air masak, susu, teh, atau minuman lain), b) Beri penderita obat penurun
panas dan/atau kompres dengan es, dan c) Penderita dengan gejala pre-shock harus dirawat
(di rumah sakit/Puskesmas).7
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat
berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus
DBD dengan komplikasi perlu perawatan intensif.
 Tirah baring selama masih demam
 Obat antipiretik atau kompres panas hangat.
 Untuk menurunkan suhu dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat tidak
dianjurkan oleh karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan atau asidosis.
 Diajurkan pemberian cairan elektrolit (mencegah dehidrasi sebagai akibat demam,
anoreksia dan muntah) per oral, jus buah, sirup, susu. Disamping air putih, dianjurkan
diberikan selama 2 hari.
 Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok. Periode kritis adalah pada saat
suhu turun pada umumnya hari ke-3 -5 fase demam.
 Pemeriksaan kadar hematokrit berkala untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu
menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan vena.
 Jenis cairan kristaloid : larutan ringer laktat ( RL), larutan ringer asetat (RA), larutan
garam faali (GF), detroksa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL), detroksa 5%
dalam larutan ringer asetat (D5/RA). (catatan : untukresusitasi syok dipergunakan
larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang mengandung dekstran)
 Cairan koloid : dekstran 40, plasma, albumin.

6
Penanggulangan dan Promosi Kesehatan
Upaya penanggulangan DBD telah dilaksanakan sejak tahun 1968, namun
diprogramkan secara teratur sejak tahun 1974 dengan dibentuknya Subdit Arbovirosis di
Departemen Kesehatan. Berbagai kegiatan telah dilaksanakan antara lain meliputi: 1)
Pelatihan dokter, 2) Pemberantasan vektor dan 3) Penyuluhan kepada masyarakat.
Mengingat vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum
tersedia, maka cara yang dapat dilakukan sampai saat ini ialah dengan memberantas nyamuk
penularnya (vektor). Pemberantasan vektor dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa
maupun jentiknya.
Pada tahun 1969-1980 pemberantasan vektor menggunakan insektisida dengan
fogging terutama bila terjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB). Pada tahun 1988, selain
fogging juga dilaksanakan abatisasi massal untuk membunuh jentik, yang dilakukan sebelum
musim penularan di daerah endemis.
Sejak tahun 1989/1990 dilaksanakan pemberantasan DBD secara terpadu, yaitu terdiri
dari penanggulangan fokus, fogging massal sebelum musim penularan dan abatisasi setiap
tiga bulan di kelurahan-kelurahan endemis. Di kelurahan-kelurahan lain dalam wilayah
kecamatan yang sama, dilakukan penyuluhan kepada masyarakat untuk melaksanakan PSN
DBD. Cara tersebut mulai diterapkan secara intensif pada tahun 1991/1992, namun luas
wilayah yang ditanggulangi masih sangat terbatas.
Namun demikian, hingga saat ini upaya pemberantasan DBD belum berhasil di
Indonesia, sehingga penyakit ini masih sering terjadi dan menimbulkan KLB di berbagai
daerah. Permasalahan utama dalam upaya menekan angka kesakitan adalah masih belum
berhasilnya upaya penggerakan peran serta masyarakat dalam PSN DBD melalui Gerakan
3M yang mulai diintensifkan sejak 1992.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan upaya pemberantasan penyakit DBD pada tahun
2004 baik selama KLB maupun sesudah KLB dan untuk tahun-tahun yang akan datang
diperlukan adanya Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dalam melakukan pemeriksaan jentik
secara berkala dan terus-menerus serta menggerakkan masyarakat dalam melaksanakan PSN
DBD.2
Penyuluhan dan penggerakan masyarakat untuk PSN (pemberantasan sarang
nyamuk). Penyuluhan/informasi tentang demam berdarah dan pencegahannya dilakukan
melalui jalur- jalur informasi yang ada:7
o Penyuluhan kelompok: PKK, organisasi sosial masyarakat lain, kelompok agama, guru,
murid sekolah, pengelola tempat umum/instansi, dll.
o Penyuluhan perorangan:
1. Kepada ibu-ibu pengunjung Posyandu
2. Kepada penderita/keluarganya di Puskesmas
3. Kunjungan rumah oleh Kader/petugas Puskesmas
o Penyuluhan melalui media massa: TV, radio, dll (oleh Dinas Kesehatan Tk. II, I dan
pusat). Menggerakkan masyarakat untuk PSN penting terutama sebelum musim
penularan (musim hujan) yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh kepala Wilayah

7
setempat. Kegiatan PSN oleh masyarakat ini seyogyanya diintegrasikan ke dalam
kegiatan di wilayah dalam rangka program Kebersihan dan Keindahan Kota. Di tingkat
Puskesmas, usaha/kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) demam berdarah ini
seyogyanya diintegrasikan dalam program Sanitasi Lingkungan.

Pencegahan & Pemberantasan vektor


Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/Menkes/SK/VII/1992: “upaya
pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilakukan melalui kegiatan pencegahan,
penemuan, pelaporan penderita, pengamatan penyakit dan penyelidikan epidiomologi,
penanggulangan seperlunya, penanggulangan lain dan penyuluhan kepada masyarakat.”
1. Cara memberantas nyamuk dewasa1
Fogging (pengasapan). Nyamuk Aedes aegypti dapat diberantas dengan fogging
(pengasapan) racun serangga, termasuk racun serangga yang dipergunakan sehari-hari di
rumah tangga. Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena dengan pengasapan itu yang
mati hanya nyamuk (dewasa) saja. Selama jentiknya tidak dibasmi, setiap hari akan muncul
nyamuk yang baru menetas dari tempat perkembang biakannya Karena itu cara yang tepat
adalah memberantas jentiknya yang dikenal dengan istilah PSN DBD yaitu singkatan dari
Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue.
Fogging tertutup adlah pada saat fogging dilakukan semua pintu dan jendela ditutup rapat –
rapat. Dilakukan sekitar jam 7.00 – 10.00 dan jam 15.00 – 18.00. Fogging terbuka adalah
pada saat fogging / pengasapan dilakukan semua pintu dan jendeladibuka lebar – lebar.
Dilakukan sekitar jam 7.00 – 10.00 dan jam 15.00 – 18.00. Fogging fokus adalah fogging
yang dilakukan dititik fokus dan sekitarnya dengan jarak radius 100 m atau ± 20 rumah
sekitarnya. Dilakukan dua siklus dengan jarak seminggu, diikuti abatisasi. Fogging fokus
dilakukan setelah penyelidikan epidemiologi positif.
Syarat PE /penyelidikan epidemiologi ( + ):
 Dalam radius 100 m dari rumah penderita DBD ada 2 kasus DBD lainnya
 Dalam radius 100 m dari rumah penderita DBD ditemukan ada kasus demam tanpa
sebab jelas
 Dalam radius 100 m dari rumah penderita DBD ditemukan 1 kasus meninggal karena
sakit DBD
Cara memberantas jentik Aedes aegypti
PSN DBD dilakukan dengan cara 3M, yaitu:
1. Menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu
sekali.
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air
3. Menguburkan, mengumpulkan, memanfaatkan, atau menyingkirkan barang-
barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastik
bekas, dan lain-lain.
Selain itu ditambah dengan cara lainnya (yang dikenal dengan istilah 3M plus), seperti:

8
4. Ganti air vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat lainnya seminggu
sekali
5. Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak
6. Tutup lubang-lubang pada potongan bambu, pohon dan lain-lain misalnya
dengan tanah
7. Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menapung air seperti pelepah
pisang atau tanaman lainnya termasuk tempat- tempat lain yang dapat
menampung air hujan di pekaranga, kebun, pemakaman, rumah-rumah
kosong, dan lain-lain.
8. Lakukan larvasidasi, yaitu membubuhkan bubuk pembunuh jentik (Abate 1 G,
Altosid 1,3 G dan Sumilarv 0,5 G (DBD)) di tempat- tempat yang sulit dikuras
atau di daerah yang sulit air
9. Pelihara ikan pemakan jentik nyamuk
10. Pasang kawat kasa di rumah
11. Pencahayaan dan ventilasi memadai
12. Jangan biasakan menggantung pakaian dalam rumah
13. Tidur menggunakan kelambu, dan
14. Gunakan obat nyamuk (bakar, gosok) dan lain-lain untuk mencegah gigitan
nyamuk.
Perlindungan perseorangan:
Memberikan anjuran untuk mencegah gigitan nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan
meniadakan sarang nyamuknya di dalam rumah. Yaitu dengan melakukan penyemprotan
dengan obat anti serangga yang dapat dibeli di toko-toko seperti baygon, raid dan lain lain.
15. Pemberantasan vektor jangka panjang (pencegahan)
Satu cara pokok untuk pemberantasan vektor jangka panjang ialah usaha peniadaan sarang
nyamuk, vas bunga dikosongkan tiap minggu, menguras bak mandi seminggu sekali yaitu
dengan menggosok dinding bagian dalam dari bak mandi tersebut, tempat-tempat persediaan
air agar dikosongkan lebih dahulu sebelum diisi kembali. Maksudnya agar larva-larva dapat
disingkirkan.Dalam usaha jangka panjang untuk daerah dengan vektor tinggi dan riwayat
wabah DBD maka kegiatan Puskesmas lebih lanjut yaitu: 1) Abatesasi untuk membunuh
larva dan nyamuk, dan 2) Fogging dengan malathion atau fonitrothion.
16. Pemberantasan vektor dalam keadaan wabah. Kegiatan Puskesmas adalah
membantu : a) Tim Propinsi/Dati II untuk survai larva dan nyamuk, b)
Membantu penyiapan rumah penduduk untuk di-fogging.
2) Larvasidasi. Larvasidasi adalah menaburkan bubuk pembunuh jentik ke dalam tempat-
tempat penampungan air. Bila menggunakan Abate disebut Abatisasi. Cara melakukan
larvasidasi:

9
17. Menggunakan bubuk Abate 1 G (bahan aktif: Temephos 1%) – Takaran
penggunaan bubuk Abate 1 G adalah sebagai berikut: Untuk 100 liter cukup
dengan 10 gram bubuk Abate 1 G dan seterusnya. Bila tidak ada alat untuk
menakar, gunakan sendok makan, satu sendok makan peres (yang diratakan di
atasnya) berisi 10 gram Abate 1 G. Selanjutnya tinggal membagikan atau
menambahkannya sesuai dengan banyaknya air yang akan diabatisasi. Takaran
tidak perlu tepat betul.
18. Menggunakan Altosid 1,3 G (bahan aktif: Metopren 1,3%) – Takaran
penggunaan Altosid 1,3 G adalah sebagai berikut: Untuk 100 liter air cukup
dengan 2,5 gram bubuk Altosid 1,3 G atau 5 gram untuk 200 liter air.
Gunakan takaran khusus yang sudah tersedia dalam setiap kantong Altosid 1,3
G. Bila tidak ada – alat penakar, gunakan sendok teh, satu sendok teh peres
(yang diratakan atasnya) berisi 5 gram Altosid 1,3 G. Selanjutnya tinggal
membagikan atau menambahkannya sesuai dengan banyaknya air. Takaran
tidak perlu tepat betul.
19. Menggunakan Sumilarv 0,5 G (DBD) (bahan aktif:piriproksifen 0,5%) –
Takaran penggunaan Sumilarv 0,5 G (DBD) adalah sebagai berikut: Untuk
100 liter air cukup dengan 0,25 gram bubuk Sumilarv 0,5 G (DBD) atau 0.5
gram untuk 200 liter air. Gunakan takaran khusus yang tersedia (sendok kecil
ukuran kurang lebih 0,5 gram). Takaran tidak perlu tepat betul.

Manajemen Puskesmas
Untuk terselenggaranya berbagai upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan
masyarakat yang sesuai dengan azas penyelenggaraan Puskesmas perlu ditunjang oleh
manajeman Puskesmas yang baik. Manajemen Puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang
bekerja secara sistematik untuk menghasilkan keluaran Puskesmas yang efektif dan efisien.
Rangkaian kegiatan sistematis yang dilaksanakan oleh Puskesmas membentuk fungsi-fungsi
manajeman. Ada tiga fungsi manajemen Puskesmas yang dikenal yakni Perencanaan,
Pelaksanaan dan Pengendalian tersebut harus dilaksanakan secara terkait dan
berkesinambungan.
I. Perencanaan
Perencanaan adalah proses penyusunan rencana tahunan Puskesmas untuk mengatasi
masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas. Rencana tahunan Puskesmas dibedakan atas
dua macam. Pertama, rencana tahunan upaya kesehatan wajib. Kedua, rencana tahunan upaya
kesehatan pengembangan.
1. Perencanaan Upaya Kesehatan Wajib
Jenis upaya kesehatan wajib adalah sama untuk setiap Puskesmas yakni Promosi
Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Ibu dan Anak termasuk Keluarga Berencana,
Perbaikan Gizi Masyarakat, Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular serta
Pengobatan. Langkah-langkah perencanaan yang harus dilakukan Puskesmas adalah : a)
Menyusun usulan kegiatan, b) Mengajukan usulan kegiatan, dan c) Menyusun rencana
pelaksanaan kegiatan.

10
2. Perencanaan Upaya Kesehatan Pengembangan
Jenis upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan Puskesmas
yang telah ada, atau upaya inovasi yang dikembangkan sendiri. Langkah-langkah
perencanaan upaya kesehatan pengembangan yang dilakukan oleh Puskesmas mencakup hal-
hal sebagai berikut : a) Identifikasi upaya kesehatan pengembangan, b) Menyusun usulan
kegiatan, c) Mengajukan usulan kegiatan, dan d) Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan.
II. Pelaksanaan dan Pengendalian
Pelaksanaan dan Pengendalian adalah proses penyelenggaraan, pemantauan serta
penilaian terhadap penyelenggaraan rencana tahunan Puskesmas, baik rencana tahunan upaya
kesehatan wajib maupun rencana tahunan upaya kesehatan pengembangan, dalam mengatasi
masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas. Langkah-langkah pelaksanaan dan
pengendalian adalah sebagai berikut :
A. Pengorganisasian
Untuk dapat terlaksananya rencana kegiatan Puskesmas perlu dilakukan
pengorganisasian. Ada dua macam pengorganisasian yang harus dilakukan. Pertama,
pengorganisasian berupa penentuan para penanggungjawab dan para pelaksana untuk setiap
kegiatan serta untuk setiap satuan wilayah kerja dan seluruh wilayah kerja kepada seluruh
petugas Puskesmas dengan mempertimbangkan kemampuan yang dimilikinya. Penetuan para
penanggungjawab ini dilakukan melalui pertemuan penggalangan tim pada awal tahun
kegiatan.
Kedua, pengorganisasian berupa penggalangan kerjasama tim secara lintas sektoral.
Ada dua bentuk penggalangan kerjasama yang dapat dilakukan yaitu penggalangan kerjasama
bentuk dua pihak yakni antara dua sektor terkait, misalnya antara puskesmas dengan sektor
tenaga kerja pada waktu menyelenggarakan upaya kesehatan kerja dan penggalangan
kerjasama bentuk banyak pihak yakni antar berbagai sektor terkait, misalnya antara
Puskesmas dengan sektor pendidikan, serta agama, sektor kecamatan pada waktu
menyelenggarakan upaya kesehatan sekolah. Penggalangan kerjasama lintas sektor ini dapat
dilakukan secara langsung yakni antar sektor-sektor terkait dan secara tidak langsung yakni
dengan memanfaatkan pertemuan koordinasi kecamatan.
B. Penyelenggaraan
Setelah pengorganisasian selesai dilakukan, kegiatan selanjutnya adalah
menyelenggarakan rencana kegiatan Puskesmas, dalam arti para penanggungjawab dan para
pelaksana yang telah ditetapkan pada pengorganisasian, ditugaskan menyelenggarakan
kegiatan Puskesmas sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Untuk dapat
diselenggarakannya rencana tersebut perlu dilakukan kegiatan sebagai berikut :
1. Mengkaji ulang rencana pelaksanan yang telah disusun terutama yang menyangkut jadwal
pelaksanaan, target pencapaian, lokasi wilayah kerja dan rincian tugas para penanggungjawab
dan pelaksanaan.
2. Menyusun jadwal kegiatan bulanan untuk tiap petugas sesuai dengan rencana pelaksanaan
yang telah disusun. Beban kegiatan Puskesmas harus terbagi habis dan merata kepda seluruh
petugas.

11
3. Menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Kendali mutu dan
kendali biaya merupakan 2 hal penting dalam penyelenggaraan Puskesmas. Kendali mutu
adalah upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, obyektif dan terpadu
dalam menetapkan masalah yang menyebabkan masalah mutu pelayanan berdasarkan standar
yang telah ditetapkan, menerapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai
dengan kemampuan yang tersedia serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran tindak
lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan. Sedangkan kendali biaya adalah upaya
yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam
menetapkan kebijakan dan tatacara penyelenggaraan upaya kesehatan termasuk
pembiayaannya, serta memantau pelaksanaannya sehingga terjangkau oleh masyarakat.
C. Penilaian
Kegiatan penilaiaan dilakukan pada akhir tahun anggaran. Kegiatan yang dilakukan
mencakup hal-hal sebagai berikut : 1) Melakukan penilaiaan terhadap penyelenggaraan
kegiatan dan hasil yang dicapai, dibandingkan dengan rencana dan standar pelayanan Sumber
data yang dipergunakan pada penilaian dibedakan atas dua, berbagai sumber data lain yang
terkait, yang dikumpulkan secara khusus pada akhir tahun Kedua, sumber data sekunder
yakni data dari hasil pemantauan bulanan dan triwulan. 2) Menyusun saran peningkatan
penyelenggaraan kegiatan sesuai dengan pencapaian serta masalah dan hambatan yang
ditemukan untuk rencana tahun berikutnya.
III. Pengawasan dan Pertanggungjawaban
Pengawasan dan pertanggungjawaban adalah proses memperoleh kepastian atas
kesesuaian penyelengaraan dan pencapaian tujuan Puskesmas terhadap rencana dan peraturan
perundang-undangan serta berbagai kewajiban yang berlaku. Untuk terselenggaranya
pengawasan dan pertanggungjawaban dilakukan kegiatan sebagai berikut :
1. Pengawasan – Pengawasan dibedakan atas dua macam yakni pengawasan internal dan
eksternal. Pengawasan internal dilakukan secara melekat oleh atasan langsung. Pengawasan
eksternal dilakukan oleh masyarakat, dinas kesehatan kabupaten/kota serta berbagai institusi
pemerintah terkait. Pengawasan mencakup aspek adminstratif, keuangan dan teknis
pelayanan. Apabila pada pengawasan ditemukan adanya penyimpangan, baik terhadap
rencana, standar, peraturan perundangudangan maupun berbagai kewajiban yang berlaku,
perlu dilakukan pembinaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Pertanggungjawaban – Pada setiap akhir tahun anggaran, Kepala Puskesmas harus
membuat laporan pertanggungjawaban tahunan yang mencakup pelaksanaan kegiatan, serta
perolehan dan penggunaan berbagai sumberdaya termasuk keuangan. Laporan tersebut
disampaikan kepada Dinas kesehatan kabupaten/kota serta pihak-pihak terkait lainnya,
termasuk masyarakat melalui Badan Penyantun Puskesmas. Apabila terjadi penggantian
Kepala Puskesmas, maka Kepala Puskesmas yang lama diwajibkan membuat laporan
pertanggungjawaban masa jabatannya.

12

Anda mungkin juga menyukai