Memperingati Hari AIDS
Memperingati Hari AIDS
Memperingati Hari AIDS/HIV se- Dunia, RI menargetkan Three Zero pada 2030 sehingga
tidak ada lagi penularan HIV serta tidak ada lagi kematian akibat AIDS/HIV.
“Tema ini diperuntukkan bagi seluruh lapisan masyarakat untuk menyukseskan pencegahan
penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV) penyebab terjadinya kumpulan gejala
penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh yaitu Aqcuuired Immuno
Deficiency Syndrome (AIDS),” Dia menghimbau agar masyarakat mau dan mampu secara
sukarela memeriksakan diri untuk mengetahui status HIV didirinya, sehingga dapat segera
diobati.Menurutnya tujuan pencegahan dan pengendalian HIV-AIDS adalah untuk
mewujudkan target Three Zero pada 2030, yaitu, tidak ada lagi penularan HIV, tidak ada lagi
kematian akibat AIDS, dan tidak ada lagi stigma dan diskriminasi pada orang dengan HIV
AIDS (ODHA).Dirjen P2P Kemenkes RI juga mencanangkan Fast Track 90-90-90 atau
strategi akselerasi temukan, obati dan pertahankan (TOP) untuk mencapai target
2030.Adapun Fast Track 90-90-90 terdiri dari: 90% dari orang yang hidup dengan HIV
(ODHA) mengetahui status HIV mereka melalui tes atau deteksi dini; 90% dari ODHA yang
mengetahui status HIV untuk memulai pengobatan Antiretroviral (ARV); dan 90% ODHA
yang dalam pengobatan ARV telah berhasil menekan jumlah virusnya sehingga mengurangi
kemungkinan penularan HIV; serta tidak ada lagi stigma dan diskriminasi ODHA.
Dia menambahkan terdapat beberapa hal yang perlu diingat masyarakat, misalnya,
bagi yang belum pernah melakukan perilaku berisiko, pertahankan perilaku aman (dengan
tidak melakukan perilaku seks berisiko atau narkoba suntik), bila sudah pernah melakukan
perilaku berisiko, lakukan tes HIV segera. Selanjutnya kata, dia bila tes HIV negatif, tetap
berperilaku aman dari hal-hal yang berisiko menularkan HIV.
Informasi strategis adalah data atau informasi yang telah diolah atau diproses dan
diinterpretasikan menjadi bentuk yang mengandung nilai dan makna yang berguna untuk
proses perencanaan dan pengambilan keputusan dalam mendukung pembangunan
kesehatan[1]. Pemanfaatan informasi strategis ini menjadi sangat penting dimana
aksiom “know your epidemic, know your response” menunjukkan bahwa setiap daerah
berbeda permasalahannya sehingga sangat penting untuk memahami permasalahan masing-
masing dan mengembangkan respon yang sesuai dengan kebutuhan.
Lalu berdasarkan hal ini, apa selanjutnya yang perlu dilakukan oleh masing-masing
negara termasuk Indonesia? Panduan ini dapat digunakan secara nasional untuk
mengembangkan pelaksanaan pelaporan M&E, menghubungkan indikator yang sudah ada
selama ini dengan hasil (result chain mulai dari input sampai dampak) serta mengidentifikasi
kesenjangan yang ada pada laporan nasional dan menyusun strategi untuk mengatasi
kesenjangan tersebut. Bersamaan dengan hal ini, program nasional juga harus melakukan
assesmen sumber data untuk menilai indikator yang ada dan menghubungkannya dengan
cascade sektor kesehatan yang konsepnya memprioritaskan pengembangan layanan (cascade
of services) yang meliputi casecade pencegahan, perawatan dan pengobatan HIV dengan
meningkatkan jaringan (linkage) dan kualitas.
2. YANG DIMAKSUD DENGAN 3 ZERO 2030
Kerangka respon penanggulangan HIV nasional saat ini yang ada dalam SRAN
(2015-2019) sudah sesuai dengan kerangka yang disarankan oleh WHO dalam panduan ini.
Yang menjadi masalah saat ini adalah implementasi dalam menginterpretasikan kerangka
tersebut mulai dari pengumpulan data sampai dengan proses analisa dan interpretasi data
hingga menjadi informasi strategis yang dimanfaatkan untuk pengembangan dan perbaikan
program. Karena kompleksnya program penanggulangan HIV dan AIDS ini, banyak sektor
yang terlibat dalam pelaksanaannya dan hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam
melakukan koordinasi karena masing-masing sektor juga memiliki kepentingannya sendiri.
Gambar kerangka strategi penanggulangan HIV mulai dari input sampai dengan dampak
Tanpa adanya komitmen untuk melakukan koordinasi lintas sektor kerangka strategi ini akan
sulit dilaksanakan, seperti hasil temuan dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh tim
PKMK UGM yang menunjukkan bahwa saat ini yang terjadi adalah proses monitoring dan
evaluasi program masih berjalan paralel baik antara sektor kesehatan, KPA maupun sektor
komunitas. Struktur pelaporan yang terjadi lebih banyak satu arah saja yaitu dari bawah
keatas tanpa diikuti proses feedback terutama di masing-masing tingkat (kota/kabupaten,
provinsi hingga nasional). Mitra pembangunan internasional yang seharusnya memberikan
dukungan dalam respon penanggulangan HIV dan AIDS juga seringkali berjalan paralel dan
belum terintegrasi dengan sistem kesehatan yang ada.
Untuk mencapai target 90-90-90 pada tahun 2020, Indonesia memiliki gap yang masih cukup
besar, dan untuk mengejar ini perlu adanya komitmen dari semua pihak dan perlu dikaji
kembali pelaksanaan program penanggulangan HIV dan AIDS melalui monev dan
pemanfaatan informasi strategis untuk meningkatkan kinerja dengaun menggunakan panduan
dari WHO ini dan disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. (IP)
IMPLEMENTASI
1. Peraturan
2. Peraturan Bersama Tertanggal 16 JAN 2017
3. Tim Nasional GP2SP IMPLEMENTASI GP2SP
Pemerintah Perusahaan
4. Pedoman GP2SP
Organisasi Kemasyarakatan
5. Advokasi dan Diseminasi 2015 APEC Policy Toolkit on
6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi Health Worker Health
7. Penghargaan bagi Perusahaan Pelaksana Economic (HWHE)
- Deteksi dini dan diagnosis melalui pemeriksaan bakteriologis yang terjamin mutunya
intensifikasi penemuan kasus, pemeriksaan kontak
pelaksanaan ISTC
meningkatkan kesehatan paru secara komprehensif
- Penyediaan farmasi dan alat kesehatan: Sistem logistik yang efektif dalam menjamin
suplai obat yang kontinyu
proses pra‐kualifikasi (white listing)
penyimpanan dan distribusi logistik TB yang efektif dan efisien,
sistem informasi alert logistik
- Pengobatan sesuai standar dengan pengawasan dan dukungan yang memadai
terhadap pasien
Pembentukan koalisi tersebut mengacu pada hasil awal "TB Inventory Study" dan "TB
Epidemiological Review" yang dilaksanakan pada Januari 2017. Kajian tersebut menemukan
bahwa banyak kasus TB, khususnya TB anak dan ekstra paru, yang tidak dilaporkan berasal
dari rumah sakit, klinik, dan dokter praktik mandiri. Untuk menindaklanjuti pertemuan pada