Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TERAPI MODALITAS DALAM KEPERAWATAN GERONTIK

“SENAM KAKI DIABETES”

TERAPI MODALITAS
“SENAM KAKI DIABETES’’
OLEH KELOMPOK I:
SAIFUL AFANDI 201504036
BAYDAWI SUKRIANTO 201504104
INDRA DONY KUSUMA 201504095
SYAIFUL HAQ BAGAS 201504105

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINASEHAT PPNI KABUPATEN MOJOKERTO

____________________________________________________________________________
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur kehadiran ALLAH SWT yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Selawat dan salam penulis sanjungkan kepada
Nabi Besar MUHAMMAD SAW yang telah membawa umatnya dari alam kegelapan kealam
yang berilmu pengetahuan.

Penulis mengucapkan ribuan terimakasih kepada Dosen pengasuh yang telah


membimbing penulis menyelesaikan tugas yang Judul “Terapi Modalitas Dalam Keperawatan
Gerontik (Senam Kaki Diabetes)” dengan sebaik mungkin. Penulis sadar bahwa dalam tugas
ini banyak terdapat kesalahan dan kekurangan baik dalam penulisannya maupun isinya. Oleh
karna itu, penulis mengharap kritik dan saran yang sifat nya membangun guna memperbaiki
tugas yang akan datang. akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb

mojokerto, 21 september 2017

Penulis
Kelompok I

___________________________________________________________________________
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I, PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Tujuan.............................................................................................................. 3
C. Manfaat............................................................................................................ 4
BAB II, TINJAUAN TEORITIS .................................................................. 5
A. Pengertian ........................................................................................................ 5
B. Jenis-jenis terapi modalitas ............................................................................. 6
1. Terapi Individual ............................................................................................. 6
2. Terapi Lingkungan .......................................................................................... 7
3. Terapi Biologis ................................................................................................ 8
4. Terapi Kognitif ................................................................................................ 9
5. Terapi Keluarga ............................................................................................... 10
6. Terapi Kelompok ............................................................................................. 11
7. Terapi Prilaku .................................................................................................. 12
8. Terapi Bermain ................................................................................................ 14
C. Terapi Modalitas di Masyarakat ...................................................................... 15
Senam Kaki Diabetes Melitus .......................................................................... 15
Manfaat Senam Kaki Diabetes Melitus............................................................ 15
Indikasi Senam Kaki Diabetes Melitus ............................................................ 15
Kontraindikasi Senam Kaki Diabetes Melitus ................................................. 16
Teknik Senam Kaki Diabetes Melitus .............................................................. 16
Kriteria Evaluasi.............................................................................................. 18
BAB III, TINJAUAN KASUS....................................................................... 19
A. Kasus................................................................................................................ 19
B. Peran Perawat .................................................................................................. 19
C. Intervensi ......................................................................................................... 19
D. Prosedur Kerja dan kesiapan perawat .............................................................. 20
E. Kriteria Evaluasi .............................................................................................. 21
BAB IV, PENUTUP ....................................................................................... 22
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 22
B. Saran ................................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 23
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

A. PENDAHULUAN
Perkembangan IPTEK memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan yang terlihat dari
angka harapan hidup (AHH) yaitu:
AHH di Indonesia tahun 1971 : 46,6 tahun
tahun 1980 : 52.2 tahun
tahun 1999 : 67,5 tahun
Populasi lansia akan meningkat juga yaitu

 Pada tahun 1990 jumlah penduduk 60 tahun ± 10 juta jiwa/5,5% dari total populasi
penduduk.
 Pada tahun 2020 diperkirakan meningkat 3X menjadi ± 29 juta jiwa/11,4 % dari total
populasi penduduk (Lembaga Demografi FE-UI-1993).
Selanjutnya :
Terdapat hasil yang mengejutkan, yaitu:

 62,3% lansia di Indonesia masih berpenghasilan dari pekerjaannya sendiri


 59,4% dari lansia masih berperan sebagai kepala keluarga
 53 % lansia masih menanggung beban kehidupan keluarga
 hanya 27,5 % lansia mendapat penghasilan dari anak/menantu

B. PENGERTIAN
Ilmu Keperawatan Gerontik : Ilmu + Keperawatan + Gerontik

 Ilmu : pengetahuan dan sesuatu yang dapat dipelajari


 Keperawatan : konsisten terhadap hasil lokakarya nasional keperawatan 1983
 Gerontik : gerontologi + geriatrik
 Gerontologi berasal dari Geros = lansia dan logos = ilmu
 Gerontologi adalah cabang ilmu yang membahas/menangani tentang proses
penuaan/masalah yang timbul pada orang yang berusia lanjut.
 Geriatrik berasal dari kata Geros dan Eatriea. Geros = lansia, Eatriea = kesehatan.
 Geriatrik berkaitan dengan penyakit atau kecacatan yang terjadi pada orang yang berusia
lanjut.
 Gerontologi keperawatan : Ilmu yang mempelajari keperawatan pada lansia
 Keperawatan Gerontik : suatu bentuk pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu
dan kiat/teknik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosio-spritual dan kultural yang
holistik, ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat maupun sakit pada tingkat individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat.

C. TUJUAN GERIATRIK
Tujuan geriatrik adalah sebagai berikut :
a. Mempertahankan derajat kesehatan para lanjut usia ada taraf yang setinggi-tingginya, sehingga
terhindar dari penyakit atau gangguan.
b. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas-aktivitas fisik dan mental.
c. Merangsang para petugas kesehatan (dokter, perawat) untuk dapat mengenal dan menegakkan
diagnose yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai suatu kelainan tertentu.
d. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para lanjut usia yang menderita suatu penyakit atau
gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu
pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal).
e. Bila para lanjut usia sudah tidak dapat tersembuhkan dan bila mereka sudah sampai stadium
terminal, ilmu ini mengajarkan untuk tetap memberikan bantuan yang simpatik dan perawatan
dengan penuh pengertian, (dalam akhir hidupnya memberikan bantuan moril dan perhatian yang
maksimal, sehingga kematiannya berlangsung dengan tenang).

D. BATASAN USIA LANJUT


DEPKES RI membagi Lansia sebagai berikut:
1. kelompok menjelang usia lanjut (45 – 54 th) sebagai masa VIRILITAS
2. kelompok usia lanjut (55 – 64 th) sebagai masa PRESENIUM
3. kelompok usia lanjut (65 th > ) sebagai masa SENIUM

Sedangkan WHO membagi lansia menjadi 3 kategori, yaitu:


1. Usia lanjut (elderly) : 60 – 74 tahun
2. Usia Tua (old) : 75 – 89 tahun
3. Usia sangat lanjut (very old) : > 90 tahun

UU no.13 tahun 1998 → tentang kesejahteraan lansia :


 Lansia pada seseorang berusia 60 tahun ke atas
Usia digolongkan atas 3 :
 Usia biologis
Usia yang menunjuk pada jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada dalam keadaan hidup.
 Usia psikologis
Menunjukkan pada kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian pada
situasi yang dihadapinya.
 Usia sosial
Usia yang menunjuk pada peran-peran yang diharapkan/diberikan masyarakat kepada seseorang
sehubungan dengan usianya.

E. LINGKUP PERAN DAN TANGGUNGJAWAB


Fenomena yang menjadi bidang garap keperawatan gerontik adalah tidak terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia (KDM) lanjut usia sebagai akibat proses penuaan.
Lingkup askep gerontik meliputi:
1. Pencegahan terhadap ketidakmampuan akibat proses penuaan
2. Perawatan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akibat proses penuaan
3. Pemulihan ditujukan untuk upaya mengatasi kebutuhan akibat proses penuaan
Dalam prakteknya keperawatan gerontik meliputi peran dan fungsinya sebagai berikut:
1. Sebagai Care Giver /pemberi asuhan langsung
2. Sebagai Pendidik klien lansia
3. Sebagai Motivator
4. Sebagai Advokasi
5. Sebagai Konselor
Tanggung jawab Perawat Gerontik
1. Membantu klien lansia memperoleh kesehatan secara optimal
2. Membantu klien lansia untuk memelihara kesehatannya
3. Membantu klien lansia menerima kondisinya
4. Membantu klien lansia menghadapi ajal dengan diperlakukan secara manusiawi sampai dengan
meninggal.
Sifat Pelayanan Gerontik
1. Independent (layanan tidak tergantung pada profesi lain/mandiri)
2. Interdependent
3. Humanistik (secara manusiawi)
4. Holistik (secara keseluruhan)
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Terapi modalitas merupakan metode pemberian terapi yang menggunakan kemampuan
fisik atau elektrik. Terapi modalitas bertujuan untuk membantu proses penyembuhan dan
mengurangi keluhan yang dialami oleh klien. (Lundry & Jenes, 2009 dalam Setyoadi &
Kushariyadi, 2011).

Terapi modalitas adalah suatu kegiatan dalam memberikan askep baik di institusi maupun
di masyarakat yg bermanfaat dan berdampak terapeutik. Terapi modalitas adalah suatu sarana
penyembuhan yang diterapkan pada dengan tanpa disadari dapat menimbulkan respons tubuh
berupa energi sehingga mendapatkan efek penyembuhan (Starkey, 2004). Terapi modalitas yang
diterapkan pada, yaitu: manajemen nyeri, perawatan gangren, perawatan luka baru, perawatan
luka kronis, latihan peregangan, range of motion, dan terapi hiperbarik.

Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini di berikan
dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif. Terapi
modalitas mendasarkan potensi yang dimiliki pasien (modal-modality) sebagai titik tolak terapi
atau penyembuhannya. Tapi terapi ini bisa dipakai untuk terapi Keperawatan Komunitas.

B. Jenis-jenis terapi modalitas


Ada beberapa jenis terapi modalitas, antara lain:
1. Terapi Individual
Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan pendekatan hubungan
individual antara seorang terapi dengan seorang klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang
terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah
hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur)
sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan di awal hubungan.

Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar klien mampu menyelesaikan
konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga diharapkan mampu meredakan penderitaan
(distress) emosional, serta mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya.
Tahapan hubungan dalam terapi individual meliputi:
a. Tahapan orientasi.
b. Tahapan kerja.
c. Tahapan terminasi.
Tahapan orientasi dilaksanakan ketika perawat memulai interaksi dengan klien. Yang
pertama harus dilakukan dalam tahapan ini adalah membina hubungan saling percaya dengan
klien. Hubungan saling percaya sangat penting untuk mengawali hubungan agar klien bersedia
mengekspresikan segala masalah yang dihadapi dan mau bekerja sama untuk mengatasi masalah
tersebut sepanjang berhubungan dengan perawat. Setelah klien mempercayai perawat, tahapan
selanjutnya adalah klien bersama perawat mendiskusikan apa yang menjadi latar belakang
munculnya masalah pada klien, apa konflik yang terjadi, juga penderitaan yang klien hadapi.
Tahapan orientasi diakhiri dengan kesepakatan antara perawat dan klien untuk menentukan
tujuan yang hendak dicapai dalam hubungan perawat-klien dan bagaimana kegiatan yang akan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.

Perawat melakukan intervensi keperawatan setelah klien mempercayai perawat sebagai


terapis. Ini dilakukan di fase kerja, di mana klien melakukan eksplorasi diri. Klien
mengungkapkan apa yang dialaminya. Untuk itu perawat tidak hanya memperhatikan konteks
cerita klien akan tetapi harus memperhatikan juga bagaimana perasaan klien saat menceritakan
masalahnya. Dalam fase ini klien dibantu untuk dapat mengembangkan pemahaman tentang
siapa dirinya, apa yang terjadi dengan dirinya, serta didorong untuk berani mengambil risiko
berubah perilaku dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif.

Setelah kedua pihak (klien dan perawat) menyepakati bahwa masalah yang mengawali
terjalinnya hubungan terapeutik telah mereda dan lebih terkendali maka perawat dapat
melakukan terminasi dengan klien. Pertimbangan lain untuk melakukan terminasi adalah apabila
klien telah merasa lebih baik, terjadi peningkatan fungsi diri, social dan pekerjaan, serta yang
lebih penting adalah tujuan terapi telah tercapai.

2. Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi perubahan
perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif. Perawat menggunakan
semua lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan
klien untuk tumbuh dan berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam
aktivitas dan interaksi.

Dalam terapi lingkungan perawat harus memberikan kesempatan, dukungan, pengertian


agar klien dapat berkembang menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Klien juga dipaparkan
pada peraturan-peraturan yang harus ditaati, harapan lingkungan, tekanan peer, dan belajar
bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Perawat juga mendorong komunikasi dan pembuatan
keputusan, meningkatkan harga diri, belajar keterampilan dan perilaku yang baru.

Bahwa lingkungan rumah sakit adalah lingkungan sementara di mana klien akan kembali
ke rumah, maka tujuan dari terapi lingkungan ini adalah memampukan klien dapat hidup di luar
lembaga yang diciptakan melalui belajar kompetensi yang diperlukan untuk beralih dari
lingkungan rumah sakit ke lingkungan rumah tinggalnya.

3. Terapi Biologis
Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical di mana
gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda dengan model konsep yang lain yang
memandang bahwa gangguan jiwa murni adalah gangguan pada jiwa semata, tidak
mempertimbangkan adanya kelaianan patofisiologis. Tekanan model medical adalah pengkajian
spesifik dan pengelompokkasn gejala dalam sindroma spesifik. Perilaku abnormal dipercaya
akibat adanya perubahan biokimiawi tertentu.

Ada beberapa jenis terapi somatic gangguan jiwa meliputi: pemberian obat (medikasi
psikofarmaka), intervensi nutrisi,electro convulsive therapy (ECT), foto terapi, dan bedah otak.
Beberapa terapi yang sampai sekarang tetap diterapkan dalam pelayanan kesehatan jiwa meliputi
medikasi psikoaktif dan ECT.

4. Terapi Kognitif
Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang mempengaruhi
perasaan dan perilaku klien. Proses yang diterapkan adalah membantu mempertimbangkan
stressor dan kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola berfikir dan keyakinan yang
tidak akurat tentang stressor tersebut. Gangguan perilaku terjadi akibat klien mengalami pola
keyakinan dan berfikir yang tidak akurat. Untuk itu salah satu memodifikasi perilaku adalah
dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut. Fokus auhan adalah membantu klien
untuk reevaluasi ide, nilai yang diyakini, harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan dengan
menyusun perubahan kognitif.

Ada tiga tujuan terapi kognitif meliputi:


a. Mengembangkan pola berfikir yang rasional. Mengubah pola berfikir tak rasional yang sering
mengakibatkan gangguan perilaku menjadi pola berfikir rasional berdasarkan fakta dan informasi
yang actual.
b. Membiasakan diri selalu menggunakan pengetesan realita dalam menanggapi setiap stimulus
sehingga terhindar dari distorsi pikiran.
c. Membentuk perilaku dengan pesan internal. Perilaku dimodifikasi dengan terlebih dahulu
mengubah pola berfikir.

Bentuk intervensi dalam terapi kognitif meliputi mengajarkan untuk mensubstitusi


pikiran klien, belajar penyelesaian masalah dan memodifikasi percakapan diri negatif.

5. Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga sebagai
unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga mampu
melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang
mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya.

Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi dan
kontribusi dari masing-masing anggota keluarga terhadap munculnya masalah tersebut digali.
Dengan demikian terleih dahulu masing-masing anggota keluarga mawas diri; apa masalah yang
terjadi di keluarga, apa kontribusi masing-masing terhadap timbulnya masalah, untuk kemudian
mencari solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan atau
mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.

Proses terapi keluarga meliputi tiga tahapan yaitu fase 1 (perjanjian), fase 2 (kerja), fase 3
(terminasi). Di fase pertama perawat dan klien mengembangkan hubungan saling percaya, isu-
isu keluarga diidentifikasi, dan tujuan terapi ditetapkan bersama. Kegiatan di fase kedua atau
fase kerja adalah keluarga dengan dibantu oleh perawat sebagai terapis berusaha mengubah pola
interaksi di antara anggota keluarga, meningkatkan kompetensi masing-masing individual
anggota keluarga, eksplorasi batasan-batasan dalam keluarga, peraturan-peraturan yang selama
ini ada. Terapi keluarga diakhiri di fase terminasi di mana keluarga akan melihat lagi proses yang
selama ini dijalani untuk mencapai tujuan terapi, dan cara-cara mengatasi isu yang timbul.
Keluarga juga diharapkan dapat mempertahankan perawatan yang berkesinambungan.

6. Terapi Kelompok
Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk dalam kelompok, suatu
pendekatan perubahan perilaku melalui media kelompok. Dalam terapi kelompok perawat
berinteraksi dengan sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran
diri klien, meningkatkan hubungan interpersonal, dan mengubah perilaku maladaptive.
Tahapannya meliputi: tahap permulaan, fase kerja, diakhiri tahap terminasi.

Terapi kelompok dimulai fase permulaan atau sering juga disebut sebagai fase orientasi.
Dalam fase ini klien diorientasikan kepada apa yang diperlukan dalam interaksi, kegiatan yang
akan dilaksanakan, dan untuk apa aktivitas tersebut dilaksanakan. Peran terapis dalam fase ini
adalah sebagai model peran dengan cara mengusulkan struktur kelompok, meredakan ansietas
yang biasa terjadi di awal pembentukan kelompok, dan memfasilitasi interaksi di antara anggota
kelompok. Fase permulaan dilanjutkan dengan fase kerja.

Di fase kerja terapi membantu klien untuk mengeksplorasi isu dengan berfokus pada
keadaan here and now. Dukungan diberikan agar masing-masing anggota kelompok melakukan
kegiatan yang disepakati di fase permulaan untuk mencapai tujuan terapi. Fase kerja adalah inti
dari terapi kelompok di mana klien bersama kelompoknya melakukan kegiatan untuk mencapai
target perubahan perilaku dengan saling mendukung di antara satu sama lain anggota kelompok.
Setelah target tercapai sesuai tujuan yang telah ditetapkan maka diakhiri dengan fase terminasi.

Fase terminasi dilaksanakan jika kelompok telah difasilitasi dan dilibatkan dalam
hubungan interpersonal antar anggota. Peran perawat adalah mendorong anggota kelompok
untuk saling memberi umpan balik, dukungan, serta bertoleransi terhadap setiap perbedaan yang
ada. Akhir dari terapi kelompok adalah mendorong agar anggota kelompok berani dan mampu
menyelesaikan masalah yang mungkin terjadi di masa mendatang.

7. Terapi Prilaku
Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku timbul akibat
proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari dan disubstitusi dari perilaku
yang tidak sehat. Teknik dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini adalah:
a. Role model
b. Kondisioning operan
c. Desensitisasi sistematis
d. Pengendalian diri
e. Terapi aversi atau releks kondisi

Teknik role model adalah strategi mengubah perilaku dengan memberi contoh perilaku
adaptif untuk ditiru klien. Dengan melihat contoh klien mampelajari melalui praktek dan meniru
perilaku tersebut. Teknik ini biasanya dikombinasikan dengan teknik kondisioning operan dan
desensitisasi.
Kondisioning operan disebut juga penguatan positif di mana terapis memberi
penghargaan kepada klien terhadap perilaku yang positif yang telah ditampilkan oleh klien.
Dengan penghargaan dan umpan balik positif yang didapat maka perilaku tersebut akan
dipertahankan atau ditingkatkan oleh klien. Misalnya seorang klien begitu bangun tidur langsung
ke kamar mandi untuk mandi, perawat memberikan pujian terhadap perilaku tersebut. Besok pagi
klien akan mengulang perilaku segera mandi setelah bangun tidur karena mendapat umpan balik
berupa pujian dari perawat. Pujian dalam hal ini adalah reward atau penghargaan bagi perilaku
positif klien berupa segera mandi setelah bangun.

Terapi perilaku yang cocok untuk klien fobia adalah teknik desensitisasi sistematis yaitu
teknik mengatasi kecemasan terhadap sesuatu stimulus atau kondisi dengan secara bertahap
memperkenalkan/memaparkan pada stimulus atau situasi yang menimbulkan kecemasan tersebut
secara bertahap dalam keadaan klien sedang relaks. Makin lama intensitas pemaparan stimulus
makin meningkat seiring dengan toleransi klien terhadap stimulus tersebut. Hasil akhirnya adalah
klien akan berhasil mengatasi ketakutan atau kecemasannya akan stimulus tersebut.

Untuk mengatasi perilaku dorongan perilaku maladaptive klien dapat dilatih dengan
teknik pengendalian diri. Bentuk latihannya adalah berlatih mengubah kata-kata negatif menjadi
kata-kata positif. Apabila ini berhasil maka klien sudah memiliki kemampuan untuk
mengendalikan perilaku yang lain sehingga menghasilkan terjadinya penurunan tingkat distress
klien tersebut.

Mengubah perilaku dapat juga dilakukan dengan memberi penguatan negatif. Caranya
adalah dengan memberi pengalaman ketidaknyamanan untuk merusak perilaku yang
maladaptive. Bentuk ketidaknyamanan ini dapat berupa menghilangkan stimulus positif sebagai
“punishment” terhadap perilaku maladaptive tersebut. Dengan ini klien akan belajar untuk tidak
mengulangi perilaku demi menghindari konsekuensi negatif yang akan diterima akibat perilaku
negatif tersebut.

8. Terapi Bermain
Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anak-anak akan dapat
berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada dengan ekspresi verbal. Dengan
bermain perawat dapat mengkaji tingkat perkembangan, status emosional anak, hipotesa
diagnostiknya, serta melakukan intervensi untuk mengatasi masalah anak tersebut.

Prinsip terapi bermain meliputi membina hubungan yang hangat dengan anak,
merefleksikan perasaan anak yang terpancar melalui permainan, mempercayai bahwa anak dapat
menyelesaikan masalahnya, dan kemudian menginterpretasikan perilaku anak tersebut.

Terapi bermain diindikasikan untuk anak yang mengalami depresi, anak yang mengalami
ansietas, atau sebagai korban penganiayaan (abuse). Bahkan juga terpai bermain ini dianjurkan
untuk klien dewasa yang mengalami stress pasca trauma, gangguan identitas disosiatif dan klien
yang mengalami penganiayaan.
C. Terapi Modalitas di Masyarakat
Disini penulis mengambil salah satu terapi modalitas yang biasanya diterapkan disuatu
masyarakat yaitu menggunakan terapi Senam Kaki Diabetes Melitus.

Senam Kaki Diabetes Melitus


Senam adalah serangkaian gerak nada yang teratur, terarah, serta terencana yang
dilakukan secara sendiri atau berkelompok dengan maksud meningkatkan kemampuan
fungsional raga (Adenia, 2010). Senam kaki diabetes melitus adalah kegiatan atau latihan yang
dilakukan oleh masyarakat yang menderita diabetes melitus untuk mencegah terjadinya luka dan
membantu memperlancar peredaran darah bagian kaki. (Setyoadi & Kushariyadi, 2011).

Manfaat Senam Kaki Diabetes Melitus


Menurut Setyoadi & Kushariyadi, 2011. Senam kaki bermanfaat untuk:
1. Memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot-otot kecil kaki, dan mencegah terjadinya
kelainan bentuk kaki,
2. Meningkatkan kekuatan otot betis, otot paha,
3. Mengatasi keterbatasan pergerakan sendi.

Indikasi Senam Kaki Diabetes Melitus


1. Diberikan pada semua penderita diabetes melitus (DM tipe I maupun tipe II)
2. Sebaiknya diberikan sejak seseorang didiagnosa menderita diabetes melitus sebagai tindakan
pencegahaan dini.

Kontraindikasi Senam Kaki Diabetes Melitus


1. Penderita yang mengalami perubahan fungsi fisiologis seperti dispnea dan nyeri dada.
2. Penderita yang mengalami depresi, khawatir dan cemas.

Teknik Senam Kaki Diabetes Melitus


Persiapan
Persiapan Alat dan Lingkungan:
1. Kertas koran dua lembar,
2. Kursi (jika tindakan dilakukan dalam posisi duduk),
3. Sarung tangan,
4. Lingkungan yang nyaman dan jaga privasi penderita.

Persiapan klien: lakukan kontrak topik, waktu, tempat dan tujuan dilaksanakan senam kaki
diabetes melitus.

Prosedur
1. Perawat mencuci tangan,
2. Jika dilakukan dalam posisi duduk maka posisikan klien duduk tegak di atas bangku dengan
kaki menyentuk lantai,
3. Dengan meletakkan tumit dilantai, jari-jari kedua kaki diluruskan ke atas lalu dibengkokkan
kembali ke bawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali.
4. Dengan meletakkan tumit salah satu kaki di lantai, angkat telapak kaki ke atas. Pada kaki
lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan tumit kaki diangkatkan ke atas. Cara ini
dilakukan bersaman pada kaki kiri dan kanan secara bergantian dan diulangi sebanyak 10 kali,
5. Tumit diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki di angkat ke atas dan buat gerakan memutas
dengan pergerakan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kaki,
6. Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat gerakan memutar dengan pergerakan
pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali,
7. Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakan jari-jari ke depan turunkan kembali secara
bergantian ke kiri dan ke kanan. Di ulangi sebanyak 10 kali,
8. Luruskan salah satu kaki di atas lantai kemuadian angkat kaki tersebut dan gerakkan ujung kaki
ke arah wajah lalu turunkan kembali kelantai,
9. Angkat kedua kaki lalu luruskan. Ulangi langkah ke-8, namun gunakan kedua kaki secara
bersamaan. Ulangi sebanyak 10 kali,
10. Angkat kedua kaki dan luruskan, pertahankan posisi tersebut. Gerakan pergelangan kaki ke
depan dan ke belakang,
11. Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan kaki, tuliskan pada udara
dengan kaki dari angka 0 hingga 10 lakukan secara bergantian,
12. Letakkan sehelai koran dilantai. Bentuklah koran tersebut menjadi seperti bola dengan kedua
kaki. Kemudian, buka bola itu menjadi lembaran seperti semula menggunakan kegua kaki. Cara
ini dilakukan hanya sekalai saja.
a. Lalu sobek koran menjadi dua bagian, pisahkan kedua bagian koran,
b. Sebagian koran disobek menjadi kecil dengan kedua kaki,
c. Pindahkan kumpulan sobekan tersebut dengan kedua kaku lalu letakkan sobekan koran pada
bagian kertas yang utuh,
d. Bungkus semuanya dengan kedua kaki menjadi bentuk bola.

Kriteria Evaluasi
1. Penderita dapat menyebutkan kembali pengertin senam kaki,
2. Penderita dapat memeragakan sendiri teknik senam kaki secara mandiri.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Kasus
Perawat komunitas sedang melakukan tugas program kesehatan di desa-desa dan
ditemukan di desa Z pada keluarga Tn. X dengan usia 34 tahun memiliki satu orang istri dan dua
orang anak laki-laki dan perempuan, mereka tinggal dalam satu rumah . Dari hasil pengkajian
perawat komunitas Tn X memiliki riwayat penyakit Diabetes Melitus sejak usianya 21 tahun,
beliau pernah di rawat di rumah sakit Y dengan diagnosa Hiperglikemia. Saat itu kadar gula
darah puasa Tn X mencapai 220 mg/dl, beliau dirawat selama seminggu di RS. Setelah beliau
diperbolehkan pulang Tn X dianjurkan oleh Perawat di RS untuk rutin mengontrol ulang KGD
nya 2 minggu sekali. Tn X bekerja sebagai petani, dan sering menggunakan sepatu.

B. Peran Perawat
Peran perawat komunitas ada beberapa macam yaitu : (1) Sebagai Pelayanan
Keperawatan, (2) Sebagai Pendidik, (3) Sebagai Pengamat Kesehatan, (4) Koordinator
Pelayanan Kesehatan, (5) Sebagai Pembaharu, (6) Pengorganisasian Pelayanan Kesehatan, (7)
Panutan, (8) Tempat bertanya/fasilitator, (9) Pengelola. Dalam makalah ini dilihat dari kasus
diatas, Peran seorang perawat komunitas yang paling utama diterapkan yaitu perawat sebagai
Aducation.

C. Intervensi
1. Ajarkan Tn X untuk melakukan senam kaki diabetik.
2. Anjurkan tidak menggunakan sepatu yang terlalu ketat.
3. Anjurkan untuk sering mengontrol KGD nya.

D. Prosedur Kerja dan kesiapan perawat


Persiapan Alat dan Lingkungan:
1. Kertas koran dua lembar,
2. Kursi (jika tindakan dilakukan dalam posisi duduk),
3. Sarung tangan,
4. Lingkungan yang nyaman dan jaga privasi penderita.

Sebelum melakukan prosedur senam kaki tersebut, perawat harus mealui aspek sebagai
berikut: lakukan kontrak topik, waktu, tempat dan tujuan dilaksanakan senam kaki diabetes
melitus.

Prosedur
1. Perawat mencuci tangan,
2. Menganjurkan pasien untuk duduk tegak di atas bangku dengan kaki menyentuk lantai,
3. Memperagakan kepada pasien meletakkan tumit dilantai, jari-jari kedua kaki diluruskan ke atas
lalu dibengkokkan kembali ke bawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali.
4. Memperagakan kepada pasien meletakkan tumit salah satu kaki di lantai, angkat telapak kaki ke
atas. Pada kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan tumit kaki diangkatkan ke atas.
Cara ini dilakukan bersaman pada kaki kiri dan kanan secara bergantian dan diulangi sebanyak
10 kali,
5. Memperagakan kepada pasien meletakkan tumitnya di lantai. Bagian ujung kaki di angkat ke
atas dan buat gerakan memutas dengan pergerakan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kaki,
6. Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat gerakan memutar dengan pergerakan
pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali,
7. Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakan jari-jari ke depan turunkan kembali secara
bergantian ke kiri dan ke kanan. Di ulangi sebanyak 10 kali,
8. Luruskan salah satu kaki di atas lantai kemuadian angkat kaki tersebut dan gerakkan ujung kaki
ke arah wajah lalu turunkan kembali kelantai,
9. Angkat kedua kaki lalu luruskan. Ulangi langkah ke-8, namun gunakan kedua kaki secara
bersamaan. Ulangi sebanyak 10 kali,
10. Angkat kedua kaki dan luruskan, pertahankan posisi tersebut. Gerakan pergelangan kaki ke
depan dan ke belakang,
11. Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan kaki, tuliskan pada udara
dengan kaki dari angka 0 hingga 10 lakukan secara bergantian,
12. Letakkan sehelai koran dilantai. Bentuklah koran tersebut menjadi seperti bola dengan kedua
kaki. Kemudian, buka bola itu menjadi lembaran seperti semula menggunakan kegua kaki. Cara
ini dilakukan hanya sekalai saja.
a. Lalu sobek koran menjadi dua bagian, pisahkan kedua bagian koran,
b. Sebagian koran disobek menjadi kecil dengan kedua kaki,
c. Pindahkan kumpulan sobekan tersebut dengan kedua kaku lalu letakkan sobekan koran pada
bagian kertas yang utuh,
d. Bungkus semuanya dengan kedua kaki menjadi bentuk bola.

Kriteria Evaluasi
1. Tn X dapat menyebutkan kembali pengertin senam kaki,
2. Tn X dapat memeragakan sendiri teknik senam kaki secara mandiri.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Terapi modalitas merupakan metode pemberian terapi yang menggunakan kemampuan
fisik atau elektrik. Terapi modalitas bertujuan untuk membantu proses penyembuhan dan
mengurangi keluhan yang dialami oleh klien. (Lundry & Jenes, 2009 dalam Setyoadi &
Kushariyadi, 2011).

Jenis terapi modalitas (Terapi Individual, Terapi Lingkungan, Terapi Biologis, Terapi
Kognitif, Terapi Kelurga, Terapi Kelompok, Terapi Prilaku dan Terapi bermain)

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyarankan bahwa terapi modalitas itu penting
karena bisa membantu proses penyembuhan dan mengurangi keluhan yang dialami oleh klien,
selain itu juga menjadi suatu Pencegahan saat penderita telah didiagnosa awal tentang
penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA

Flora R, Hikayati, Purwanto. 2014. Jurnal dengan Judul: Pelatihan senam kaki pada penderita
diabetes Mellitus dalam upaya pencegahan Komplikasi diabetes pada kaki (diabetes foot).
Universitas Sriwijaya, Fakultas Kedokteran. (dikutip pada tanggal 25 Desember 2014)

http://nursing-community.blogspot.com/2013/06/kelompok-9-terapi-medik-dan-terapi.html

http://www.academia.edu/7835924/Senam_Kaki (dikutip pada tanggal 26 Desember 2014)

Pramesti, DE. 2013. Jurnal dengan Judul: Perbedaan Pengetahuan Tentang Perawatan Kaki Pada
Penderita Diabetes Mellitus Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Pendidikan Kesehatan Di Desa
Kedunggading Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal. Program Studi Ilmu Keperawatan
STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. (dikutip pada tanggal 25 Desember 2014)

Setyodi & Kushariyadi. 2011. Terapi Modalitas Keperawatan Pada Klien Psikogeriatrik. Jakarta:
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai