Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menopause pada laki laki atau lebih dikenal dengan istilah


andropause perlu diketahui oleh setiap laki laki sejak dini agar mereka
lebih memahami problem yang akan menghinggapi kehidupan mereka
kelak. Andropause umumnya mulai terjadi pada rentang usia antara 50
sampai 60 tahun. Gejala dan tanda yang muncul pada andropause sangat
mirip dengan apa yang terjadi pada menopause.
Tidak seperti menopause dimana produksi seluruh hormon
kewanitaan terhenti secara tiba tiba, penurunan produksi hormon laki laki
hanya terjadi pada produksi hormon testoteron. Dampak dari penurunan
hormon inilah yang nantinya akan menimbulkan gejala pada laki laki yang
mengalami andropause.
Beberapa gejala yang timbul pada andropause, mirip dengan apa
yang terjadi pada menopause, seperti kelelahan, infertilitas, rasa panas
pada kulit, dan mood yang berubah ubah.
Gejala dan tanda yang lainnya yaitu gangguan atau disfungsi
ereksi, hilangnya nafsu seksual, depresi dan kecemasan. Secara psikis, laki
laki yang mengalami andropause tidak lagi bernafsu untuk mengejar karir
dan kekuasaan tetapi mereka lebih mencurahkan pikirannya kepada
keluarga dan teman teman.
Laki laki andropause akan mengalami kerontokan pada rambut di
ketiak, penurunan gairah seksual, buah zakar yang makin mengecil,
impotensi, selalu merasa lelah, penurunan kekuatan otot, penurunan
ukuran otot, penurunan densitas tulang, dan penurunan jumlah sperma.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengeritian Andropause
Istilah andropause digunakan bagi sekumpulan gejala dan keluhan
yang dialami pria sebagai akibat menurunnya kadar hormon testosteron.
Andropause terjadi pada pria diatas usia tengah baya yang mempunyai
kumpulan gejala, tanda dan keluhan yang mirip dengan menopause pada
wanita (Pangkahila, 2006).
Istilah andropause berasal dari bahasa Yunani, andro artinya pria
sedangkan pause artinya penghentian, jadi secara harfiah andropause
adalah berhentinya fungsi fisiologis pada pria. Berbeda dengan wanita
yang mengalami menopause, dimana produksi ovum, produksi hormon
estrogen dan siklus haid yang akan berhenti dengan cara yang relatif tiba-
tiba, pada pria penurunan produksi spermatozoa, hormon testosteron dan
hormon-hormon lainnya terjadi secara perlahan dan bertahap (Setiawan,
2006).
Walaupun istilah andropause secara biologik salah, tetapi istilah ini
sudah populer sehingga sering digunakan (Pangkahila, 2007). Selama
proses penuaan normal pada pria, terdapat penurunan 3 sistem hormonal,
yaitu hormon testosteron, dehydroephyandrosteron (DHEA)/DHEA Sulfat
(DHEAS), serta Insulin Growth Factor (IGF) dan Growth Hormon (GH).
Oleh karena itu banyak pakar (Oppenheim; Hill; Brown dalam Wibowo,
2002) yang menyebut andropause dengan sebutan lain seperti:
1. Klimakterium pada pria
2. Androgen Deficiency in Aging Male (ADAM)
3. Partial Androgen Deficiency in Aging Male (PADAM)\
4. Partial Testosteron Deficiency in Aging Male (PTDAM)
5. Adrenopause (defisiensi DHEA)
6. Somatopause (defisiensi GH/ IGF)
7. Low Testosteron Syndrome
B. Fisologi Andropause
Walaupun istilah andropause ditujukan untuk pria usia lanjut, tetapi
gejala yang sama juga terjadi pada pria berusia lebih muda yang
mengalami kekurangan hormon androgen. Jadi masalahnya bukan pada
usia, melainkan menurunnya kadar hormon androgen (testosteron)
(Pangkahila, 2007).
Testosteron merupakan hormon seks pria yang paling penting
(Pangkahila, 2006). Testosteron disekresikan oleh sel-sel interstisial leydig
di dalam testis. Testis mensekresi beberapa hormon kelamin pria, yang
secara bersamaan disebut dengan androgen, termasuk testosteron,
dihidrotestosteron, dan androstenedion. Testosteron jumlahnya lebih
banyak dari yang lain sehingga dapat dianggap sebagai hormon testikular
terpenting, walaupun sebagian besar testosteron diubah menjadi hormon
dihidrotestosteron yang lebih aktif pada jaringan target (Guyton dan Hall,
1997).
C. Mekanisme terjadinya Andropause
Mekanisme terjadinya andropause adalah karena menurunnya
fungsi sistem reproduksi pria yang menyebabkan penurunan kadar
testosteron sampai dibawah angka normal. Hormon yang turun pada pada
andropause ternyata tidak hanya testosteron saja, melainkan penurunan
multi hormonal yaitu hormon DHEA, DHEAS, Melantonin, Growth
Hormon, dan IGFs (Insulin like growth factors). Oleh karena itu, banyak
pakar yang menyebut andropause dengan sebutan lain seperti Adrenopause
(defisiensi DHEA/ DHEAS), Somatopause (defisiensi GH/ Insulin like
Growth Factor), PTDAM (Partial Testosteron Deficiency in Aging Male),
PADAM (Partial Androgen Deficiency in Aging Male), Viropause,
Climacterium pada pria, dan sebagainya.
D. Tanda-Tanda Andropause
Penyebab utama terjadinya Andropause sama seperti menopause,
perubahan hormon. Perubahan ini akan berdampak pada beberapa hal.
Pada pria, akan terjadi perubahan pada kesuburan dan hormon seks.
Berbeda dengan wanita yang akan berhenti menstruasi, pria yang
mengalami Andropause tetap memiliki kemampuan menghasilkan sperma,
hanya saja terjadi penurunan libido dan penurunan kemampuan dalam hal
keintiman dengan pasangan.
Ada beberapa gejala yang bisa Anda lihat pada suami yang
mengalami Andropause :
1. Penurunan libido atau hasrat seksual
2. Disfungsi ereksi atau sulit ereksi
3. Sering buang air kecil
4. Susah tidur
5. Mudah lelah
6. Mudah marah walaupun untuk hal kecil atau marah tanpa sebab
7. Sering tidak percaya atau curiga pada orang lain, termasuk pada
pasangan
8. Kinerja menurun, sering tidak fokus
9. Sering pusing
10. Tiba-tiba merasa panas tanpa aktivitas berat
11. Sering sulit bernapas
12. Perut dan paha makin besar
13. Berat badan naik
14. Nyeri punggung
E. Protatitis
1. Pengertian prostatitis
Protatitis merupakan salah satu penyakit gangguan prostat yang
diakibatkan oleh pembekakan pada kelenjer prostat. Semua penderita
perlu memhami dengan baik penyebab dan gejala yang dialami
sebelum mencoba mengatasi prostatitis yang diderita.
Prostat sendiri merupakan organ penting yang berfungsi
sebagai penghasil semen atau cairan sperma pada pria. Letaknya
prostat berdekatan dengan kandung kemih membuat setiap gangguan
pada prostat selalu menimbulkan masalah pada buang air kecil.
Prostatitis dapat diderita oleh semua pria dan tidak mengenal
umur. Prostatitis menimbulkan rasa nyeri dan susah buang air kecil.
Prostatitis juga menyebabkan sakit pada panggul, selangkangan hingga
penis. Di beberapa kasus tertentu.
2. Penyebab Prostatitis
Dilihat dari penyebabnya, protatitis sendiri memiliki 3 jenis tipe
yaitu prostatitis bakteri akut, prostatitis bakteri kronis, dan prostatitis
non bakteri. Sebelum mengatasi prostatitis, penting untuk mengetahui
penyebab – penyebabnya terlebih dahulu.
Prostatitis yang disebabkan oleh bakteri biasnya dipicu oleh infeksi
bakteri E. Coli. Untuk mengatasinya, bakteri tersebut harus
dihilangkan dari dalam prostat dengan menggunakan antibiotik. Jika
tidak dihilangkan, prostatitis dapat kembali muncul dan dapat
bertambah sulit ditangani.
Protatitis dapat berkembang secara bertahap dan dapat muncul
secara tiba-tiba. Prostatitis kronis merupakan jenis yang paling sering
dialami oleh kaum pria, prostatitis akut harus segera mendapatkan
penanganan medis yang instensif.
Selain disebab karena bakteri, prostatitis juga dapat disebabkan
oleh beberapa hal, seperti :
a. Adanya gangguan pada sistem kekebalan tubuh
b. Sistem syaraf ang terganggu
c. Cedera pada prostat dan bagian sekitarnya
d. Penyakit menular seksual, seperti chlamydia dan gonorrhea.
3. Ciri – ciri dan Gejala dari Prostatitis
Sebagaimana penyakit infeksi dan proses inflamasi lainnya, gejala
prostatitis berupa pembengkakan dan nyeri. Terjadi penyempitan
saluran uretra sehingga menyumbat leher kandung kemih. Gejala PNB
biasanya tidak terlalu jelas dan cenderung ringan sehingga sering
diabaikan. Kumpulan gejalanya berupa nyeri, gangguan berkemih, dan
gangguan fungsi seksual. Nyeri terbanyak dirasakan pada panggul atau
pinggang belakang (Cariani, 2012).
Gangguan berkemih berupa disuria, urgensi. Gangguan fungsi
seksual berupa disfungsi ereksi, disfungsi ejakulasi, dan infertilitas.
Semua gejala itu dapat menurunkan kualitas hidup penderita pada
derajat yang sama dengan penyakit jantung koroner atau penyakit
Crohn. Prostatitis juga mengakibatkan gangguan kesehatan mental
penderita yang serupa dengan penderita diabetes melitus atau penyakit
gagal jantung kongestif (Cariani, 2012).
Gejala yang dialami oleh penderita protatitis bisa berbeda antara
satu orang dengan orang lainnya, tergantung dari faktor penyebanya.
Namun, secara umum penderita prostatitis memiliki gejala dan ciri-ciri
berikut ini.
a. Nyeri pada saat buang air kecil
b. Sulit melakukan buang air kecil
c. Sering buang air kecil setiap malam hari
d. Rasa nyeri pada bagian perineum yaitu bagian yang berbeda di
antara skrotum dan rektum
e. Merasa tidak nyaman pada bagian testis dan penis
f. Rasa sakit pada saat ejakulasi
g. Demam dan mengigil
h. Mearasa flu.
4. Epidemiologi
Prevalensi prostatitis bervariasi di berbagai belahan dunia : 4 % di
Belanda, 14 % di Finlandia, 8 % di Malaysia, 6,6 % di Kanada, dan 2,7
% di Singapura . Diperkirakan kalau separuh dari seluruh laki-laki
yang ada di dunia akan mengalami gejala prostatitis sepanjang
hidupnya. Pada awal tahun 1990-an di USA jumlah kunjungan
penderita dengan prostatitis sebanyak 2 juta per tahun, menandingi
jumlah kunjungan penderita dengan Benign Prostatic Hiperthropy
(BPH) pada tahun yang sama (Naber, 2011).
Umur penderita yang paling sering menderita prostatitis adalah
kurang dari 50 tahun. Studi epidemiologis dari prostatitis dibatasi oleh
pasien atau ingatan dokter kondisi dan oleh dokter kekeliruan dalam
membuat diagnosis. Karena prostatitis disebabkan oleh bakteri, dan
prostatitis abakterial terutama kronis, dapat hadir dengan berbagai
gejala, sulit untuk memberikan angka yang tepat mengenai kejadian
subtipe individual penyakit (Naber, 2011).
5. Faktor Resiko
Beberapa peneliti berpendapat prostatitis adalah penyakit non
infeksius yang disebabkan oleh berbagai hal.
a. Problem psikologis seperti stres dan depresi, keadaan psikologis
yang umum dijumpai pada penderita prosatatitis. Sulit ditentukan
apakah problem psikologis menyebabkan prosatatitis atau
prosatatitis justru merupakan penyebab gangguan psikologis.
b. Penyakit autoimun atau seperti sindrom Reiter sebagai penyebab
prosatatitis. Hal tersebut berdasarkan beberapa kasus yang
diasumsikan bakteri penyebab telah dieliminasi setelah terapi
antibakteri teryata respons imun atau inflamasi prostat tetap ada.
c. Penyebab organik seperti disfungsi neuromusknlar leher kandung
kemih, spasme uretra dan mialgia akibat menegangnya otot dasar
panggul.
d. Inflamasi yang diinduksi oleh bahan kimiawi. Akibat refluks urin
ke dalam duktus prostatikus, dapat menyebabkan prostat terpajan
bahan kimiawi dalam urin, seperti asam urat yang selanjutnya
memicu reaksi inflamasi.
e. Pasien prostatitis sebenarnya menderita sistitis interstisial
sedangkan gejala prostatitis yang dialami hanyalah gejala ikutan
dari sistitis interstisial (Krieger JN, 2012).
6. Patofisiologis
Patofisiologi prostatitis masih belum jelas seluruhnya, namun
diduga mekanismenya hampir serupa dengan prostatitis bakterial
kronis. Pada individu normal, laki-laki maupun perempuan urin selalu
steril karena dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Uretro distal
merupakan tempat kolonisasi mikroorganisme non-pathogenic
fastidious gram positif dan gram negatif. Hampir semua ISK
disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke dalam
saluran kemih yang lebih distal, misalnya kandung kemih. Pada
beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal.
Proses ini dipermudah refluks vesikoureter. Proses invasi
mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan di klinik,
mungkin akibat lanjut dari bakteriemia. Ginjal diduga merupakan
lokasi infeksi sebagai akibat lanjut septikemi atau endokarditis akibat
S. Aureus (Samirah, 2009).
Prostatitis secara umum digambarkan sebagai proses fokal baik
akut maupun kronis. Area inflamasi sangatberdekatan dengan zona
periferal, kemudian meluas ke zona periuretral. Zona periferal prostat
tersusun atas sistem duktus yang drainasenya kurang baik. Jika prostat
mengalami pembesaran akan mengakibatkan obstruksi uretra.
Selanjutnya akan menyebabkan refluks urin ke dalam duktus
prostatikus. Apabila urin yang terkontaminasi mikroorganisme
misalnya kuman penyebab PMS mengalami refluks, maka akan
mengakibafkan infeksi aseending dan dimulainya proses inflamasi
(Coyle et al., 2010).
F. Hubungan Andropause terhadap Protatitis
Setiap pria cendrung mengalami gangguan prostat dimana gangguan
tersebut merupakan penyebab masalah ereksi No. 1 dan pembekaan prostat
dialami oleh 80% pria di dunia. Pria pada usia diatas 50 tahun, kelenjer
prostat mulai mengalami penuaan. Kondisi horomon dalam tubuh mulai
tidak seimbang. Terjadi timbunan hormon DHT (dihidroklorostestosteron)
yang mengakibatkan pembersaran kelenjer Prostatyang dikenal sebagai
pembesaran prostat jinak.
Penyakit gangguan prostat tidak ahanya dialami oleh pria yang berusia
lanjut, namun risiko penyakit gangguan prostat ini juga dialami oleh pria
yang berusia mudadengan rentang usia antara 20-30 tahunan. Jika penyakit
gangguan prostat pada awalnya menunjukkan gejala sebagai radang prostat
di usia muda ini dapat dipengaruhi oleh banyak hal penyebab radang
prostat yang kemudian seiring bertambahnya usia radang prostat ini
menjadi gangguan penyakit prostat yang cukup serius karena penurunan
fungsi hormon dan pola hidup yang semakin tidak teratur.
G. Hal – hal yang menyebabkan pria diatas usia 20 tahun terserang
radang prostat
1. Aktivitas seksual yang dilakukan secara berlebihan. Saat ini banyak
pria yang menikah di usia yang masih sangat muda yang umumnya
dilatar belakangi oleh kehidupan seks bebas.
2. Kebiasaan melakukan masturbasi yang sering dilakukan yang pada
akhirnya dengan mudahnya terserang radang prostat di usia muda,
menyebabkan perdarahan pada prostat dan merangsang terjadina
peradangan prostat.
3. Stress atau kelelahan fisik yang berlebihan mengakibatkan daya tahan
tubuh atau sistem imun tubuh cepat mengalami penurunan.
4. Terlalu lama duduk karena bekerja di depan komputer dalam waktu
seharian atau mengemudikan kendaraan terlalu lama.
5. Kebiasaan buruk seperti minum alkohol serta makanan yang pedas dan
merangsang berlebihan.

Oleh karenanya, penyakit gangguan prostat ini harus segera diobati


sebelum penyakit gangguan prostat ini semakin parah dan merusak
kehidupan pribadi maupun kehisupan rumah tangga. Penyakit prostat
bukanlah suatu penyakit yang sepele, penyakit prostat yang terlambat
penanganna akan berakibat risiko kanker prostat, andropause dini, lemah
sahwat (impotensi), gangguan disfungsi ereksi, disfungsi seksual, ejakulasi
dini.
BAB III
KESIMPULAN

Istilah andropause digunakan bagi sekumpulan gejala dan keluhan yang


dialami pria sebagai akibat menurunnya kadar hormon testosteron. Andropause
terjadi pada pria diatas usia tengah baya yang mempunyai kumpulan gejala, tanda
dan keluhan yang mirip dengan menopause pada wanita (Pangkahila, 2006).
Protatitis merupakan salah satu penyakit gangguan prostat yang
diakibatkan oleh pembekakan pada kelenjer prostat. Semua penderita perlu
memhami dengan baik penyebab dan gejala yang dialami sebelum mencoba
mengatasi prostatitis yang diderita.
Prostat sendiri merupakan organ penting yang berfungsi sebagai penghasil
semen atau cairan sperma pada pria. Letaknya prostat berdekatan dengan kandung
kemih membuat setiap gangguan pada prostat selalu menimbulkan masalah pada
buang air kecil.
Setiap pria cendrung mengalami gangguan prostat dimana gangguan
tersebut merupakan penyebab masalah ereksi No. 1 dan pembekaan prostat
dialami oleh 80% pria di dunia. Pria pada usia diatas 50 tahun, kelenjer prostat
mulai mengalami penuaan. Kondisi horomon dalam tubuh mulai tidak seimbang.
Terjadi timbunan hormon DHT (dihidroklorostestosteron) yang mengakibatkan
pembersaran kelenjer Prostatyang dikenal sebagai pembesaran prostat jinak.
penyakit gangguan prostat ini harus segera diobati sebelum penyakit
gangguan prostat ini semakin parah dan merusak kehidupan pribadi maupun
kehisupan rumah tangga. Penyakit prostat bukanlah suatu penyakit yang sepele,
penyakit prostat yang terlambat penanganna akan berakibat risiko kanker prostat,
andropause dini, lemah sahwat (impotensi), gangguan disfungsi ereksi, disfungsi
seksual, ejakulasi dini.
DAFTAR ISI

Brede CM, Shoskes DA. 2011. The etiology and management of acute prostatitis.
Nat Rev Urol. 8(4):207-12.
Campeggi, A., Ouzaid, I., Xylinas, E., Lesprit, P., Hoznek, A., Vordos, D., &
Taille, A. (2014). Acute bacterial prostatitis after transrectal
ultrasound‐guided prostate biopsy: Epidemiological, bacteria and
treatment patterns from a 4‐year prospective study. International Journal
of Urology, 21(2), 152-155.
Capodice JL, et al. 2010. Complementary and Alternative Medicine for Chronic
Prostatitis/Chronic Pelvic Pain Syndrome, 2(4): 495-501, Oxford Journals.
(http://ecam. oxfordjournals.org/cgi/content/full/2/4/49 5).
Cariani, Trinchieri A.Magt V Bonamore R, Restelli A, Garla"schi MC, et al.
Prevalenco of sexual dysfunction in men with chronic prostatitis/chronic
pelvic pain syndrome. Arch Ital Urol Androl. 2012;'19:67-'70.
Coyle EA, Prince RA. 2010. Urinary Tract Infection and Prostatitis In: Dipiro JT,
ed. Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach. USA: The Mc Graw
Hill Medical’v.
Dimitrakov J, MD, et al. 2012. Management of Chronic Prostatitis/Chronic Pelvic
Pain Syndrome: an evidencebased approach, In: Journal of Urology, 67(5):
8818.(http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?tool=pubmed
&pubmedid=16698346).
Domingue DJ, Hellstrom WJG. Prostatitis. Clin Microbiol Rev.; 2011II:604-
13.Ivo Tarfusser, MD. 2011. Treatment, In: Chronic Prostatitis,
(http://www.prostatitis.org/tarf/p5.ht m.).
Krieger JN, Dobrindt U, Riley DE, Oswald E. 2011. Acute Escherichia coli
prostatitis in previously health young men: bacterial virulence factors,
antimicrobial resistance, and clinical outcomes. Urology. 77(6):1420-5.
Krieger JN. Prostatitis syndrome. In: Holmes KK, Mardh B Sparling PF, Lemon
SM, Stamm WE, Piot P, et al-, editors. Sexually transmitted diseases. 3rd
ed. New York: McGraw-Hill; 2012.p.859-71.
Naber KG, Weidner W. Chronic Prostatitis an infectious diseases. J of Antimier
Chemister 2011; 46(2): 157–61
Nickel JC.Prostatitis. In: Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters
CA, editors. Campbell-Walsh Urology. 9ih ed. Philadelphia: Saunders-
Elseviet; 2013.p.7 54-72.
Nickel, J. C. (2013). Understanding chronic prostatitis/chronic pelvic pain
syndrome (CP/CPPS). World journal of urology, 31(4), 709-710.
Samirah, Darwati, Windarwati, et al. 2009. Pola dan Sensitivitas Kuman di
Penderita Infeksi Saluran Kemih. Indonesian Journal of Clinical Pathology
and Medical Laboratory;12:110-3.
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V jilid 3.
Jakarta:Interna Publishing.
Theodorou C, Becopoulos T. Prostatitis. Prostate Cancer and Prostatic Diseses.l"t
ed. Athens: Macmillan Publishers Ltd; 2012.p.234-4O.
Whitfield HN; ABC of urology: Urological evaluation. BMJ. 2013 Aug
26;333(7565):432-5.

Anda mungkin juga menyukai