Anda di halaman 1dari 3

TUGAS

HUKUM DAN KEBIJAKAN LINGKUNGAN


Contoh Kasus Pelanggaran Terhadap Baku Mutu Kasus Pencemaran Pabrik Tepung Tapioka
di Kabupaten Pati

Disusun oleh :

Vine Valenia David

25-2015-085

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL

BANDUNG

2017
Kabupaten Pati, dari namanya saja menujukkan bahwa Kabupaten ini merupakan
daerah penghasil “pati” (tepung), dalam hal ini adalah tepung tapioka. Ada tiga kecamatan
yang menjadi andalan dalam produksi tapioka yaitu Kecamatan Margoyoso, Trangkil, dan
Tlogowungu. Kecamatan Margoyoso merupakan yang terbanyak, ada sekitar 530 unit industri
rumah tangga pengolahan tepung tapioka berbahan baku ubi kayu.
Kabupaten Pati juga memiliki produksi ketela pohon sebagai bahan baku ratusan industri
tepung tapioka tersebut. Luas lahan yang biasa ditanami ketela pohon sekitar 18.259 hektar
dengan tingkat produktivitas 217,70 kuintal per hektar, dan total produksi basah dengan
kulitnya 397.498 ton. Daerah terbanyak yang menanam ketela pohon, yakni Kecamatan
Margoyoso, Cluwak, Gembong, Tlogowungu, Sukolilo, Margorejo, dan Tayu. Meski
demikian, masih sering terjadi kekurangan bahan baku (ubi kayu), sehingga harus mengambil
dari daerah lain. Namun, limbah dari industri ini mempunyai dampak negatif yaitu mencemari
lingkungan. Limbah cair yang dihasilkan dibuang langsung ke kali (sungai).
Ada beberapa sungai yang menjadi tempat pembuangan limbah tapioka antara lain kali
Bango, Suwatu, Pangkalan, dan Pasokan. Limbah yang dihasilkan dari industri tapioka berupa
limbah padat, cair, dan gas. Tentu saja yang berpengaruh terhadap usaha pertambakan adalah
limbah cair. Limbah cair ini dihasilkan dari proses produksi tepung tapioka, mulai dari
pencucian bahan baku sampai pada proses pemisahan pati dari airnya atau proses pengendapan.
Dalam proses produksi tapioka diperlukan air relatif banyak, setiap satu ton ketela pohon
dibutuhkan 6-9 m3 air. Air buangan industri tapioka masih mengandung bahan-bahan organik
dan padatan tersuspensi total yang cukup tinggi, diatas batas persyaratan air buangan industri
yang diijinkan. Jika tidak diolah terlebih dahulu, limbah ini akan menyebabkan gas yang berbau
tidak sedap dan mencemari lingkungan perairan.
Limbah cair tepung tapioka yang dibiarkan di perairan terbuka akan menimbulkan
perubahan pada perairan yang dicemarinya, pencemaran tersebut antara lain berupa :
1) Peningkatan zat padat berupa senyawa organik, sehingga timbul kenaikan limbah padat,
tersuspensi maupun terlarut.
2) Peningkatan kebutuhan oksigen bagi mikroba pembusuk senyawa organik, dinyatakan
dengan BOD.
3) Peningkatan kebutuhan oksigen untuk proses kimia dalam air yang dinyatakan dengan COD.
4) Peningkatan senyawa-senyawa beracun dalam air dan pembawa bau busuk yang menyebar
keluar dari ekosistem akuatik itu sendiri.
5) Peningkatan derajat keasaman yang dinyatakan dengan pH yang rendah dari air tercemar,
sehingga dapat merusak keseimbangan ekosistem perairan terbuka.
Menurut Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Semarang, kualitas air buangan
tapioka yang tidak diolah adalah sebagai berikut : BOD5 = 2000-5000 mg/L; COD = 4000-
30.000 mg/L; Padatan Tersuspensi Total = 1500-5000 mg/L; CN (Sianida) = 0-15 mg/L; dan
pH = 4,0-6,5. Sedangkan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri tapioka
(Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air
Limbah), kadar paling tinggi adalah BOD5 = 150 mg/L; COD = 300 mg/L; Padatan
Tersuspensi Total = 100 mg/L; CN (Sianida) = 0,3 mg/L; dan pH = 6,0-9,0.
Jelaslah bahwa air limbah industri tapioka sangat jauh diatas baku mutu air limbah yang
diperbolehkan, sehingga apabila langsung dibuang ke perairan umum akan menyebabkan
pencemaran berat. Kematian ikan dan udang pada tambak yang tercemar limbah ini,
dimungkinkan karena senyawa toksik, kekurangan oksigen, atau bakteri patogen.
Pabrik-Pabrik Tepung Tapioka di Kabupaten Pati telah melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan dalam UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Mengingat masih banyak pabrik-pabrik tepung tapioka skala rumahan atau besar yang
membuang limbahnya ke sungai. Yang mana sungai tersebut dimanfaatkan untuk pengairan
tambak. Sehingga puluhan petani tambak di Desa Pangkalan Kecamatan Margoyoso
mengeluhkan pembuangan limbah industri tepung tapioka, pasalnya limbah tersebut bercampur
air sungai yang meracuni ikan tambak milik masyarakat sekitar. Bahkan beberapa kali ribuan ikan
bandeng milik warga mati karena teracuni air sungai. Pencemaran tersebut telah melanggar
ketentuan dalam Pasal 69 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Dapat disimpulkan bahwa pabrik-pabrik tepung tapioka di Kabupaten Pati lebih tepatnya
di Kecamatan Margoyoso telah melanggar beberapa ketentuan dalam pasal 69 UU No. 32 Tahun
2009. Maka pihak dari pabrik-pabrik tersebut harus melakukan penanggulangan dan pemulihan
terhadap lingkungan yang sudah tercemar oleh limbah pabrik tersebut sesuai dengan pasal 53 UU
No. 32 Tahun 2009.

Anda mungkin juga menyukai