Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN INVESTIGASI WABAH

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LUAR BIASA


CAMPAK

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh:
Yonathan Siswo Pratama 1610221022
Indah Putri Permatasari 1610221068
Meula Puspitasari Aulia 1610221037
Saraswati Qonita Thifal 1610221065
Desti Winda Utami 1610221028
Luthfi Khairul 1610221080

Pembimbing :
Arwinda Nugraheni, SKM., M.Epid

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DIPONEGORO
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
PERIODE 11 SEPTEMBER – 4 NOVEMBER 2017
ARTIKEL
Kecamatan Palele ditetapkan jadi daerah KLB campak

Palele (ANTARA News) - Dinas Kesehatan Kabupaten Buol, menetapkan


Kecamatan Palele, Kabupaten Buol menjadi daerah kejadian luar biasa (KLB)
penyakit campak yang mayoritas menjangkiti anak di bawah umur dan balita.
"Kami beserta pihak puskesmas dan posyandu sudah berupaya mengedukasi
warga bahwa vaksin imunisasi yang dikeluarkan oleh pemerintah asli dan aman,
namun sayangnya masih banyak warga yang belum sadar akan pentingnya
imunisasi campak," kata Kepala Dinkes Kabupaten Buol, Jumat.
Menurutnya, setelah dilakukan investigasi epidemologi oleh petugas dinkes dan
puskesmas se-Kabupaten Buol ke setiap rumah warga diketahui terdapat sekitar
26 anak yang terkena penyakit campak se-Kecamatan Palele.
Seluruh anak yang terkena penyakit tersebut sampel darahnya sudah diambil,
serta sudah dikirim untuk dilakukan uji laboratorium.
Selain itu, dari 26 anak yang terkena penyakit tersebut, sebanyak 25 anak
dinyatakan positif dan satu anak dari Kecamatan Palele meninggal. “Atas dasar
tersebut, kami menetapkan kasus penyakit campak ini menjadi KLB campak.
Sedangkan yang menjadi salah satu dasar dan alasannya sebab kasusnya selama
2 bulan terakhir mengalami peningkatan," tambahnya.
Setelah kasus penyakit tersebut ditangani dan ditanggulangi, sampai saat ini
tidak terjadi komplikasi dan kematian pada anak yang terserang penyakit
tersebut.
Dikatakan bahwa sebenarnya penyakit campak ini dapat dicegah yakni dengan
memberi imunisasi campak kepada anak sebanyak tiga kali yakni saat usia
sembilan bulan, 24 bulan dan pada anak usia Kelas 1 SD.

Editor: Tasrief Tarmizi


I. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Penyakit campak dikenal juga sebagai Morbilli atau measles, merupakan
penyakit yang sangat menular (infeksius) yang disebabkan karena paramyxoviridae
(RNA) jenis morbillivirus yang mudah mati karena panas dan cahaya. Sebagian
besar (90%) anak yang tidak kebal akan terserang penyakit campak dan manusia
diperkirakan merupakan satu-satunya reservoir.
Campak merupakan salah satu penyakit infeksi yang sangat menular dengan
gejala prodormal seperti demam, batuk, coryza/pilek dan konjungtivitas, kemudian
diikuti dengan munculnya ruam makulopapuler yang menyeluruh diseluruh tubuh.
Penularan campak melalui percikan ludah dan transmisi melalui udara terutama
melalui batuk, bersin atau sekresi hidung. Masa penularan terjadi 4 hari sebelum
rash sampai 4 hari setelah timbul rash dengan puncak penularan pada saat gejala
awal (fase prodormal), yaitu pada hari 1-3 hari pertama sakit.
Berdasarkan data statistik WHO (2010) menyebutkan bahwa 1% kematian pada
anak usia dibawah lima tahun disebabkan oleh campak. Infeksi virus campak
terdapat di sebagian besar pada masyarakat metropolitan dengan keadaan endemis
dan mencapai proporsi untuk terjadi KLB setiap 2-3 tahun..Campak lebih banyak
menyebabkan keparahan pada anak-anak di bawah lima tahun (balita). Hal ini
disebabkan karena sistem imun belum matang pada usia muda
Imunitas yang didapat setelah sakit bertahan seumur hidup. Bayi yang baru lahir
dari ibu yang pernah menderita campak akan terlindungi kira-kira selama 6-9 bulan
pertama atau lebih lama tergantung dari titer antibodi maternal yang tersisa pada
saat kehamilan dan pada kecepatan degradasi antibodi tersebut. Imunisasi yang
diberikan pada usia 12-15 bulan memberikan imunitas kepada 94-98% penerima,
imunisasi dapat menaikkan tingkat imunitas sampai sekitar 99%.
Setiap tahun diperkirakan terdapat 30 juta kasus campak di dunia dengan
777.000 kasus kematian dan 202.000 kasus diantaranya berasal dari area Asia
Tenggara (Depkes, 2006). Indonesia merupakan salah satu dari 47 negara
penyumbang kasus campak terbesar di dunia. Berdasarkan rekomendasi dari WHO,
“Bagi Negara yang masih banyak di temukan kasus campak, maka diharapkan
untuk melaksanakan kampanye campak”. Sejak tahun 2000 imunisasi kesempatan
kedua diberikan kepada anak sekolah kelas I-VI (catch up) secara bertahap yang
kemudian dilanjutkan dengan pemberian imunisasi campak secara rutin kepada
anak sekolah dasar kelas I SD (BIAS). Kegiatan ini bertujuan untuk mempercepat
tercapainya perlindungan campak pada anak.
Pada tahun 2005-2007 telah dilaksanakan 5 kali kampanye campak di
Indonesia. Sejak dilakukan kegiatan ini, Angka kematian penderita campak
diharapkan menurun sehingga upaya program pemberantasan campak dari tahap
reduksi mulai diarahkan kepada tahap eliminasi dengan penguatan strategi
imunisasi dan surveilans berbasis kasus individu (case based).
Namun pada tanggal 19 April 2011, UPT Surveilans Data dan Informasi Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah mendapatkan laporan dari petugas surveilans
Kabupaten Buol bahwa telah terjadi KLB Campak di wilayah kerja Puskesmas
Palele Kecamatan Palele Kabupaten Buol dengan jumlah kasus sebanyak 25 orang
dengan kematian 1 orang (CFR 4%).
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran besarnya masalah KLB campak yang terjadi
di wilayah kerja Puskesmas Palele Kecamatan Palele Kabupaten Buol.
b. Tujuan Khusus
- Untuk memastikan apakah telah terjadi KLB campak
- Untuk mendapatkan gambaran epidemiologi KLB campak

II. Metodologi
a. Metode Pengumpulan Data
Data didapatkan dari data sekunder, berupa laporan KLB campak
bersumber dari data surveilans Dinkes Kabupaten Buol.
b. Waktu dan Lokasi
Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Palele Kecamatan Palele
Kabupaten Buol menggunakan data sekunder.
c. Responden
Semua penderita campak usia 0-14 tahun yang tercatat pada laporan C-1
kasus campak di di wilayah kerja Puskesmas Palele Kecamatan Palele
Kabupaten Buol pada tahun 2011.
d. Tim PE
Tim penyelidikan epidemiologi KLB campak meliputi petugas dari
Puskesmas dan Dinkes Kabupaten Buol, antara lain :
1) Dokter
2) Perawat
3) Bidan
4) Tenaga aboratorium
5) Epidemiolog
e. Peralatan
1) Obat-obatan
2) Peralatan pengmabilan sampel
3) APD (sarung tangan, masker)
4) Antiseptik
5) Instrumen (kuesioner PE campak)

III. Hasil Penyelidikan


1. Memastikan adanya KLB
Peningkatan kasus campak secara teori sudah termasuk kejadian luar biasa. Sebab,
dengan melihat catatan laporan bulanan dan mingguan penyakit campak di
Kecamatan Palele, Kabupaten Buol terjadi peningkatan kasus pada minggu ke-35
sd 36 tahun 2011, dimana jumlah kasus ini sudah melebihi kasus pada periode
sebelumnya maupun peningkatan kasus dari minggu sebelumnya. Bahkan
peningkatannya terjadi lebih dari dua kali dibandingkan dengan kasus campak
minggu sebelumnya.
2. Diagnosis
Diagnosis klinis
Pemastian diagnosis kasus Campak didasarkan atas gejala klinis penderita
berupa gejala demam biasanya ≥ 38 derajat Celsius selama 3 hari atau
lebih, disertai salah satu atau lebih gejala batuk, pilek, mata merah atau mata berair.
Khas ditemukan koplik’s spot atau bercak putih keabuan dengan dasar merah di
pipi bagian dalam (mukosa bucal). Bercak kemerahan/rash yang dimulai dari
belakang telinga pada tubuh berbentuk makulo popular selama tiga hari atau lebih,
beberapa hari keseluruhan tubuh. Setelah 1 minggu sampai 1 bulan bercak
kemerahan makulo popular berubah menjadi kehitaman (hiperpigmentasi) disertai
kulit bersisik.
Diagnosis Laboratorium
Untuk memastikan diagnosis perlu pemeriksaan laboratorium. Jenis pemeriksaan :
1. Pemeriksaan serologis
Bertujuan untuk membantu menegakkan diagnosis dengan mendeteksi adanya
antibodi spesifik dari virus campak. Antibodi tersebut akan terbentuk optimal dalam
waktu 4-28 hari timbulnya rash.
2. Pemeriksaan isolasi
Bertujuan untuk identifikasi virus campak dan pemeriksaan genotype ataupun
epidemiologi molekular (tetapi bukan untuk diagnosis), jumlah virus campak
optimal dalam urin penderita pada hari 1-5 hari timbulnya rash.

Tabel 1. Distribusi Gejala Klinis Penderita Campak saat KLB Campak di


Desa Kuala Besar Kecamatan Palele Kabupaten Buol Tahun 2011
Gejala Klinis Jumlah Penderita Persentase (N= 38)
Demam 38 100
Rash 38 100
Batuk 37 97,37
Pilek 35 92,11
Mata merah 38 100

Distribusi Gejala dan tanda kasus Campak di Desa Kuala Besar Kecamatan Palele
Kabupaten Buol. Dari penderita campak mempunyai gejala yang pada umumnya
hampir sama yaitu demam, sakit kepala, rash, mata merah, batuk dan pilek seperti
pada tabel diatas.
3. Gambaran Epidemiologi
a. Gambaran epidemiologi berdasarkan waktu
Berdasarkan hasil Investigasi di Desa Kuala Besar wilayah kerja puskesmas Palele
Kabupaten Buol di mulai pada tanggal 23 Maret 2011 dengan jumlah kasus
sebanyak 3 orang, kasus berlanjut hingga saat penyelidikan epidemiologi dilakukan
yaitu tanggal 21 - 27 April tahun 2011. Untuk jumlah keseluruhan penderita
Campak (measles) di lokasi KLB adalah sebanyak sebanyak 38 kasus, diantaranya
1 penderita yang meninggal (CFR 2,63%).
Distribusi kasus Campak untuk menggambarkan kasus pada periode KLB
(lamanya KLB berlangsung) biasanya digambarkan dalam kurva epidemik yang
menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat mulai sakit (onset of illness),
Interval dalam pembuatan kurva epidemik yang dipakai adalah 1 harian. Gambar
di atas menunjukkan bahwa pola penyebaran yang terjadi pada awalnya ditularkan
oleh orang yang menderita sakit kemudian menularkannya melalui bersin batuk
dan sangat erat hubungan kontak serumah yang menyebabkan terjadinya kesakitan
beberapa orang dalam kurun waktu bersamaan dalam satu masa inkubasi penyakit
8 -13 hari, sehingga diperkirakan kejadian penyebaran yang cepat terjadi
antara sekitar tanggal 10 - 15 April 2011
Dari gambaran KLB tersebut di atas berupa kurva epidemic dengan
tipe Propogate. Tipe kurva seperti ini terjadi pada KLB dengan kasus-kasus yang
terpapar dalam waktu yang berbeda dan panjang. Biasanya ditemukan pada
penyakit-penyakit menular dan disebabkan oleh vektor .
b. Gambaran Epidemiologi Menurut Orang
Berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi menurut kelompok umur paling
banyak menderita penyakit campak adalah kelompok umur 5 - 9 tahun dan
paling sedikit pada kelompok umur < 1 tahun, attac rate (AR%) sebesar 3,8 %
dan CFR sebesar 2,63 % seperti di sajikan dalam tabel di bawah ini :
Tabel 2. Distribusi Penderita Campak Berdasarkan Kelompok Umur Saat
KLB Campak di Desa Kuala Besar Kecamatan Palele
Kabupaten Buol Tahun 2011
No Kelompok Umur Jml Penduduk Jumlah Kasus AR (%) CFR (%)
1 < 1Thn 64 0 0 0
2 1-4 Thn 81 12 14,81 2.63
3 5-9 Thn 165 20 212,12 0
4 10-14 Thn 127 6 4,72 0
5 >15 Thn 563 0 0 0
Jumlah 1000 38 3.8 2,63
c. Gambaran Epidemiologi menurut Tempat
Dari hasil penyelidikan epidemiologi dilokasi KLB campak kasus pertama dari
dusun 4 kemudian menyebar ke tetangga, kasus terbanyak berasal dari dusun 4 yaitu
sebanyak 28 kasus. Ada dalam satu rumah tangga terdapat 2 - 3 kasus.

4. Identifikasi sumber dan penyebab dan cara Penularan.


Dari hasil survey ditemukan beberapa karakteristik antara lain berada di dusun 3
dan dusun 4, dimana penderita yang pertama kali menunjukan gejala klinis campak
berasal dari dusun 4 dan meninggal, selanjutnya menulari anggota keluarga yang
lainnya. Ini terkait dengan cara penularan dari penyakit campak yaitu penularan
melalui droplet/ percikan lender saat batuk, bersin atau kontak langsung, namun
penyebab pasti dari kasus ini masih menunggu hasil pemeriksaan laboratorium
serologis (Ig M + Kenaikan titer antibody 4 kali)
IV. Pembahasan
Telah terjadi Kejadian Luar Biasa Campak di Desa Kuala Besar
Kecamatan Palele Kasbupaten Buol dengan jumlah penderita 38 orang
dengan atack rate sebesar 3,8 % dan CFR sebesar 2,63%
Kejadian Luar Biasa ini ini lebih banyak diderita oleh jenis kelamin laki-
laki dan golongan umur anak sekolah hal ini berkaitan dengan asumsi secara umum
bahwa anak laki-laki yang usia sekolah merupakan kelompok yang rentan terhadap
penyakit campak dimana tingkat aktivitas pada anak laki – laki lebih tinggi
dibanding anak perempuan. Hasil investigasi di lapangan, di ketahui bahwa
kencenderungan campak berisiko sangat besar jika ditinjau dari letak geografis
yang berada di daerah pantai yang dikelilingi oleh hutan belantara dari sebagian
besar penderita yang ditemukan khususnya di dusun 3 dan 4 yang merupakan
penduduk asli daerah tersebut. Dimana kejadian ini sangat erat dengan perilaku
penderita, lingkungan rumah yang kumuh, dan hasil cakupan imunisasi campak
sangat rendah, tidak mencapai target Uci.
Gambaran kurva epidemik terlihat pola Kejadian Luar Biasa diperkirakan
berasal dari satu penderita dan menyebar ke penderita lain melalui satu sumber
perantara/waktu paparan bersamaan. Hal ini didasarkan pada ciri khas kurva
epidemik. Dengan mengacu kepada pembuatan kurva epidemik berdasar interval
waktu harian (1/8 masa inkubasi rata-rata) sehingga terdapat 1 kurva adalah yang
menunjukkan kurva type propogate kemudian kurva yang terjadi pada
puncak tanggal 11apri 2011, 13 April 2011,15 April 2011 ,21 April 2011, 22 April
2011 dan 23 April 2011. merupakan gambaran ciri penularan dari orang ke orang.
Yang berlangsung kurang lebih dari tanggal 23 Maret 2011 sampai dengan tanggal
23 April 2011.
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan interpolasi untuk memperkirakan
kapan terjadinya paparan secara bersama-sama dan memperkirakan pula siapa
sebagai kasus pertama dalam periode propagated.Hasil interpolasi berdasarkan
masa inkubasi terpendek diperkirakan berada pada tanggal 9 April 2011, dengan
menghitung masa inkubasi terpanjang maka diperkirakan paparan terjadi pada
tanggal 21 April 2011. Dengan demikian periode paparan diperkirakan antara
tanggal 23 Maret 2011 sampai dengan tanggal 23 April 2011.
V. Uraian Dampak dan Penanggulangan
1. Dampak
Dampak yang dapat terjadi pada penyakit campak umumnya terjadi pada anak
risiko tinggi, yaitu:
 Usia muda, terutama di bawah 1 tahun Malnutrisi (marasmus atau
kwasiorkor)
 Pemukiman padat penduduk yang lingkungannya kotor
 Anak dengan gangguan imunitas, contohnya pada anak terinfeksi HIV,
malnutrisi, atau keganasan
 Anak dengan defisiensi vitamin
Dampak dapat terjadi pada berbagai organ tubuh, antara lain:
 Saluran pernapasan: bronkopneumonia, laringotrakeobronkitis (croup)
 Saluran pencernaan: diare yang dapat diikuti dengan dehidrasi
 Telinga: otitis media
 Susunan saraf pusat :
Ensefalitis akut timbul pada 0,01 – 0,1% kasus campak. Gejala berupa
demam, nyeri kepala, letargi, dan perubahan status mental yang biasanya
muncul antara hari ke-2 sampai hari ke-6 setelah munculnya ruam.
Umumnya self-limited (dapat sembuh sendiri), tetapi pada sekitar 15%
kasus terjadi perburukan yang cepat dalam 24 jam. Gejala sisa dapat berupa
kehilangan pendengaran, gangguan perkembangan, kelumpuhan, dan
kejang berulang. – Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE): suatu
proses degeneratif susunan saraf pusat yang disebabkan infeksi persisten
virus campak, timbul beberapa tahun setelah infeksi (umumnya 7 tahun).
Penderita mengalami perubahan tingkah laku, retardasi mental, kejang
mioklonik, dan gangguan motorik. „ Mata: keratitis „ Sistemik: septikemia
karena infeksi bakteri sekunder PROGNOSIS Campak merupakan self
limited disease, namun sangat infeksius. Mortalitas dan morbiditas
meningkat pada penderita dengan faktor risiko yang mempengaruhi
timbulnya komplikasi. Di negara berkembang, kematian mencapai 1-3%,
dapat meningkat sampai 5-15% saat terjadi KLB campak.

2. Penanggulangan
Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksinasi campak ataupun vaksinasi
MMR (Measles, Mumps, Rubella) dalam rangka menanggulangi dampak terkait
status imunitas pasien. Sesuai jadwal imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014,
vaksin campak diberikan pada usia 9 bulan. Selanjutnya, vaksin penguat dapat
diberikan pada usia 2 tahun.
Apabila vaksin MMR diberikan pada usia 15 bulan, tidak perlu vaksinasi
campak pada usia 2 tahun. Selanjutnya, MMR ulangan diberikan pada usia 5-6
tahun.13 Dosis vaksin campak ataupun vaksin MMR 0,5 mL subkutan.8

Imunisasi ini tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi
primer, pasien tuberkulosis yang tidak diobati, pasien kanker atau transplantasi
organ, pengobatan imunosupresif jangka panjang atau anak immunocompromised
yang terinfeksi HIV. Anak terinfeksi HIV tanpa imunosupresi berat dan tanpa bukti
kekebalan terhadap campak, bisa mendapat imunisasi campak.
Reaksi KIPI (Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi) yang dapat terjadi pasca-
vaksinasi campak berupa demam pada 5-15% kasus, yang dimulai pada hari ke 5-
6 sesudah imunisasi, dan berlangsung selama 5 hari. Ruam dapat dijumpai pada 5%
resipien, yang timbul pada hari ke 7 s/d 10 sesudah imunisasi dan berlangsung
selama 2-4 hari.8 Reaksi KIPI dianggap berat jika ditemukan gangguan sistem saraf
pusat, seperti ensefalitis dan ensefalopati pasca-imunisasi. Efek samping tersebut
dalam 30 hari sesudah imunisasi diperkirakan 1 di antara 1.000.000 dosis vaksin.6,8
Reaksi KIPI vaksinasi MMR yang dilaporkan pada penelitian mencakup 6000 anak
berusia 1-2 tahun berupa malaise, demam, atau ruam 1 minggu setelah imunisasi
dan berlangsung 2-3 hari. Vaksinasi MMR dapat menyebabkan efek samping
demam, terutama karena komponen campak. Kurang lebih 5-15% anak akan
mengalami demam >39,40 C setelah imunisasi MMR. Reaksi demam tersebut
biasanya berlangsung 7-12 hari setelah imunisasi, ada yang selama 1-2 hari. Dalam
6-11 hari setelah imunisasi, dapat terjadi kejang demam pada 0,1% anak.
Dalam menanggulangi risiko campak perlu diperlukan juga adanya
peningkatan pengetahuan ibu melalui sosialisasi penyuluhan mengenai apa itu
campak, gejala penyakit campak, serta pentingnya untuk mengetahui pencegahan
dengan membawa anak imunisasi dan mengisolasi anak dari penderita campak
untuk mencegah penularan, dan konsultasi berobat kedokter terdekat.

VI. Saran
Untuk puskesmas :
1. Petugas Kesehatan dan pemerintah desa beserta tokoh masyarakat terus melakukan
pengamatan perkembangan kasus dan memberikan laporan perkembangan secara
rutin ke tingkat lebih atas sampai periode KLB berhenti.
2. Petugas imunisasi puskesmas harus melakukan sweping imunisasi campak tiap
bulannya agar semua anak mendapatkan kekebalan terhadap virus campak.
3. Bagi masyarakat diharapkan selalu membawa anaknya ke Posyandu untuk
mendapatkan imunisasi campak.
4. Dan meningkatkan perilaku hidup bersih serta menjaga kebersihan lingkungan
rumahnya masing-masing
Untuk Program Imunisasi Kabupaten :
1. Meningkatkan pembinaan ke puskesmas
2. Melakukan koordinasi lintas program terkait Khususnya program promkes dan
Kesga
3. Koordinasi lintas sector terutama mengenai penggalakan posyandu
4. Meningkatkan PWS dan meningkatkan cakupan imunisasi tiap desa

Anda mungkin juga menyukai