Anda di halaman 1dari 13

Topik : Susp Fraktur Basis Cranii

Tanggal : 10 Oktober 2017 Presenter :


Nama Pasien : Tn. E No. RM :
Tanggal Presentasi : Pendamping :
Tempat Presentasi:
Obyektif Presentasi:
 Keilmuan  Ketrampilan  Penyegaran  TinjauanPustaka

 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa

 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil


 Deskripsi: Laki-laki Tn. E, 35 tahun, Luka pada dahi post terkena kayu 30 menit SMRS
 Tujuan : Menegakkan diagnosis dan menetapkan manajemen pasien fraktur basis crania
Bahan bahasan  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit
Cara membahas  Diskusi  Presentasi  E-mail  Pos
dan diskusi
Data pasien Nama: Tn.E No CM :
DPJP Nama: -

Nama RS : Telp :

Data Utama untuk Bahan Diskusi:


1. Diagnosis/ Gambaran klinis
Keluhan utama : Luka pada dahi

Riwayat penyakit sekarang : Luka terbuka pada dahi tepatnya diatas alis bagian kiri post
terkena kayu 30 menit SMRS, nyeri+, setelah kejadian os mulai bicara meracau,
mengantuk dan mengeluh pusing, tidak ada yang tau kronologi kejadian, sebelum kejadian
os sedang mengergaji balok kayu dan saat ditemukan os sudah jatuh telentang dengan dahi
terkena balok kayu dan kepala bagian belakang terbentur batu, keluar darah dari telinga
kanan, dan keluar darah dari hidung kanan, pusing+, mual+, muntah+ 5x SMRS, kejang 1x
SMRS. MMT pkl 16.00 WIB
2. Riwayat Penyakit Dahulu : -
3. Riwayat Penyakit Keluarga : -
4. Riwayat Alergi : -
PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan umum: Buruk
- Kesadaran: Somnolen
- GCS : E2, V1, M3
- Vital signs
- Tekanan darah: 130/90
- Nadi: 106x/menit
- Frekuensi napas: 20 kali/menit
- Suhu tubuh: 36,5° C aksila
- SpO2 : 95%

Kepala/leher:
- Bentuk dan ukuran: normocephali
- Terdapat luka terbuka pada os frontalis, krepitasi+
- Rambut dan kulit kepala: rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
- Mata: raccon eyes, pupil bulat, isokor, konjungtiva dalam batas normal, sklera putih,
ikterik -/-, CA -/-
- Telinga: normotia, sekret-/-, perdarahan aktif pada telinga kanan/othorrhe
- Hidung: normosepti, sekret-/-, perdarahan aktif pada hidung kanan/rinorhea
- Bibir: Mukosa basah, sianosis–
- Mulut: mukosa kemerahan, oral hygiene baik.
- Lidah: normoglosia, bersih
- Tonsil: T1-T1 tenang
- Faring: tidak hiperemis, uvula di tengah
- Tidak ada perbesaran getah bening
Thorakss:
- Inspeksi: pengembangan simetris, retraksi (-)
- Palpasi: nyeri (-), fremitus normal, ictus cordis palpable pada ICS V MCL Sinistra
- Perkusi: sonor di seluruh lapang thorak, kesan tidak ada pelebaran batas jantung
- Auskultasi: Paru: vesikuler (+/+), Wh(-/-), Rh (-/-). Jantung: S1-2 reguler,
Murmur/Gallop (-/-)

Abdomen:
- Inspeksi : Soefl, tidak tampak massa, tidak tampak pelebaran pembuluh darah.
- Auskultasi : BU (+) dbn
- Palpasi : Supel, Nyeri tekan region abdomen-, hepar dan lien tidak teraba membesar
- Perkusi: timpani pada ke-4 kuadran abdomen, shifting dullness (-), asites (-)

Ekstremitas
- Akral Hangat
- Edema -/-/-/-
- Kekuatan otot 5/5/5/5

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 DL, RFT, LFT, P.lipid, S.elektrolit, FH, Screenin ( HIV, HbsAg, AntiHCV )
 CT scan kepala
 Ro thorax
 EKG
DaftarPustaka:
1. Haryono Y. Rinorea cairan serebrospinal. USU. Departemen THT-KL FK USU. 2006
2. Nadeau K. Neurologic injury(chapter 29) in Jones and barlett learning.com. 2004
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis fraktur basis craniii berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
2. Penatalaksaan Fraktur basis cranii di IGD

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio:

1. Subyektif:
Pada kasus ini ada seorang Tn.E 45 tahun berdasarkan alloanamnesis dengan keluarga
penderita didapatkan :
 Luka pada dahi post terkena kayu 30 menit SMRS
 Pusing
 Mual, muntah 5x SMRS
 Keluar darah dari telinga kanan
 Keluar darah dari hidung kanan
 Biacara meracau dan mengantuk/penurunan kesadaran
 Kejang 1x SMRS
 Tidak ada yang tahu kronologi kejadian, saat ditemukan os jatuh terlentang, kepala
bagian depan terkena balok kayu dan kepala belakang terbentur batu.
2. Obyektif:
Pemeriksaan Fisik
 KU : Buruk
 Kesadaran : Somnolen
 GCS : E2, V1, M3

 Luka pada os frontalis, tepatnya diatas alis bagian kiri, Krepitasi+


 Raccon eyes
 Otorrhea
 Rinorhea

Pemeriksaan Penunjang:
 DL, RFT, LFT, P.lipid, S.elektrolit, FH, Screenin ( HIV, HbsAg, AntiHCV )

 CT scan kepala

3. Assesment
Cidera kepala
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya
(Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito)

Fraktur basis cranii


Fraktur basis crania adalah suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar
tulang tengkorak yang tebal. Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada
duramater. Fraktur basis cranii paling sering terjadi pada dua lokasi anatomi tertentu yaitu
regio temporal dan regio occipital condylar. Fraktur basis cranii dapat dibagi
berdasarkan letak anatomis fossa-nya menjadi fraktur fossa anterior, fraktur
fossa media, dan fraktur fossa posterior

Anatomi
Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fossa yaitu : fossa Cranii anterior, fossa Cranii
media dan fossa Cranii posterior

Sekitar 70% fraktur basis Cranii berada pada daerah anterior, meskipun kalvaria
tengah adalah bagian terlemah dari basis Cranii namun hanya 20% fraktur yang ditemukan
dan sekitar 5% fraktur pada daerah posterior.
Fossa crania anterior : Melindungi lobus frontal cerebri, dibatasi di anterior oleh
permukaan dalam os frontale, batas superior adalah ala minor ossis spenoidalis. Dasar
fossa dibentuk oleh pars orbitalis ossis frontale di lateral dan oleh lamina cribiformis os
etmoidalis di media. Permukaan atas lamina cribiformis menyokong bulbus olfaktorius,
dan lubang-lubang halus pada lamini cribrosa dilalui oleh nervus olfaktorius.
Pada fraktur fossa Cranii anterior, lamina cribrosa os etmoidalis dapat cedera.
Keadaan ini dapat menyebabkan robeknya meningeal yang menutupi mukoperiostium.
Pasien dapat mengalami epistaksis dan terjadi rhinnore atau kebocoran CSF yang
merembes ke dalam hidung. Fraktur yang mengenai pars orbita os frontal mengakibatkan
perdarahan subkonjungtiva (raccoon eyes atau periorbital ekimosis) yang merupakan salah
satu tanda klinis dari fraktur basis cranii fossa anterior
Fossa Cranii media : Terdiri dari bagian medial yang dibentuk oleh corpus os
sphenoidalis dan bagian lateral yang luas membentuk cekungan kanan dan kiri yang
menampung lobus temporalis cerebri. Di anterior dibatasi oleh ala minor os sphenoidalis
dan terdapat canalis opticus yang dilalui oleh n.opticus dan a.oftalmica, sementara bagian
posterior dibatasi oleh batas atas pars petrosa os temporal. Dilateral terdapat pars squamous
pars os temporal.
Fissura orbitalis superior, yang merupakan celah antara ala mayor dan minor os
sphenoidalis dilalui oleh n.lacrimalis, n.frontale, n.trochlearis, n.occulomotorius dan
n.abducens.
Fraktur pada basis cranii fossa media sering terjadi, karena daerah ini merupakan
tempat yang paling lemah dari basis Cranii. Secara anatomi kelemahan ini disebabkan oleh
banyaknya foramen dan canalis di daerah ini. Cavum timpani dan sinus sphenoidalis
merupakan daerah yang paling sering terkena cedera. Bocornya CSF dan keluarnya darah
dari canalis acusticus externus sering terjadi (otorrhea). N. craniais VII dan VIII dapat
cedera pada saat terjadi cedera pada pars perrosus os temporal. N. cranialis III, IV dan VI
dapat cedera bila dinding lateral sinus cavernosus robek.
Fossa Cranii posterior melindungi otak otak belakang, yaitu cerebellum, pons dan
medulla oblongata. Di anterior fossa di batasi oleh pinggir superior pars petrosa os
temporal dan di posterior dibatasi oleh permukaan dalam pars squamosa os occipital. Dasar
fossa Cranii posterior dibentuk oleh pars basilaris, condylaris, dan squamosa os occipital
dan pars mastoiddeus os temporal.
Foramen magnum menempati daerah pusat dari dasar fossa dan dilalui oleh medulla
oblongata dengan meningens yang meliputinya, pars spinalis assendens n. accessories dan
kedua a.vertebralis.
Pada fraktur fossa Cranii posterior darah dapat merembes ke tengkuk di bawah otot-
otot postvertebralis. Beberapa hari kemudian, darah ditemukan dan muncul di otot otot
trigonu posterior, dekat prosesus mastoideus. Membrane mukosa atap nasofaring dapat
robek, dan darah mengalir keluar. Pada fraktur yang mengenai foramen jugularis n.IX, X
dan XI dapat cedera

Manifestasi klinis
Pasien dengan fraktur pertrous os temporal dijumpai dengan otorrhea dan memar pada
mastoids (battle sign). Presentasi dengan fraktur basis Cranii fossa anterior adalah dengan
rhinorrhea dan memar di sekitar palpebra (raccoon eyes). Kehilangan kesadaran dan
Glasgow Coma Scale dapat bervariasi, tergantung pada kondisi patologis intrakranial.
Fraktur longitudinal os temporal berakibat pada terganggunya tulang pendengaran dan
ketulian konduktif yang lebih besar dari 30 dB yang berlangsung lebih dari 6-7 minggu.
tuli sementara yang akan baik kembali dalam waktu kurang dari 3 minggu disebabkan
karena hemotympanum dan edema mukosa di fossa tympany. Facial palsy, nystagmus, dan
facial numbness adalah akibat sekunder dari keterlibatan nervus cranialis V, VI, VII.
Fraktur tranversal os temporal melibatkan saraf cranialis VIII dan labirin, sehingga
menyebabkan nystagmus, ataksia, dan kehilangan pendengaran permanen (permanent
neural hearing loss).
Fraktur condylar os oksipital adalah cedera yang sangat langka dan serius12. Sebagian
besar pasien dengan fraktur condylar os oksipital, terutama dengan tipe III, berada dalam
keadaan koma dan terkait cedera tulang belakang servikalis. Pasien ini juga
memperlihatkan cedera lower cranial nerve dan hemiplegia atau guadriplegia.
Sindrom Vernet atau sindrom foramen jugularis adalah keterlibatan nervus cranialis IX,
X, dan XI akibat fraktur. Pasien tampak dengan kesulitan fungsi fonasi dan aspirasi dan
paralysis ipsilateral dari pita suara, palatum mole (curtain sign), superior pharyngeal
constrictor, sternocleidomastoid, dan trapezius. Collet-Sicard sindrom adalah fraktur
condylar os oksipital dengan keterlibatan nervus cranial IX, X, XI, dan XII.

Tatalaksana
Diagnose fraktur basis kranii secara klinis lebih bermakna dibandingkan dengan diagnose
secara radiologis oleh karena:
a. Foto basis cranii posisinya hanging Foto , dimana posisi ini sangat berbahaya tertutama
pada cidera kepala disertai dengan cidera vertebra cervikal ataupun pada cidera kepala
dengan gangguan kesadaran yang dapat menyebabkan gangguan pernafasan
b. Adanya gambaran fraktur pada foto basis kranii tidak akan merubah penatalaksanaan
dari fraktur basis kranii.
c. Pemborosan biaya perawatan karena penambahan biaya foto basis kranii.
Penanganan dari fraktur basis kranii meliputi:
a. Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak, misal cegah batuk, mengejan,
makanan yang tidak menyebabkan sembelit.
b. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu dilakukan tampon
steril (Consul ahli THT) pada tanda bloody otorrhea/ otoliquorrhea,
c. Pada penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea /otoliquorrheapenderita tidur
dengan posisi terlentang dan kepala miring keposisi yang sehat.
d. Pemberian antibiotika profilaksis untuk mencegah terjadinya meningoensefalitis masih
kontroversial, di SMF Bedah Saraf RSU Dr. Soetomo kami tetap memberikan
antibiotika profilaksis dengan alasan penderita fraktur basis kranii dirawat bukan
diruangan steril / ICU tetapi di ruang bangsal perawatan biasa dengan catatan
pemberian kami batasi sampai bloody rhinorrhea/otorrhea berhenti.

Penanganan pertama kasus cidera kepala di UGD


Pertolongan pertama dari penderita dengan cidera kepala mengikuti standart yang telah
ditetapkan dalam ATLS (Advanced trauma life support) yang meliputi, anamnesa sampai
pemeriksaan fisik secara seksama dan stimultan pemeriksaan fisik meliputi:
A. A = Airway Pembersihan jalan nafas, pengawasan vertebra servikal hingga diyakini
tidak ada cedera.
Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas stabil, dengan cara :
a. Kepla miring, buka mulut, bersihkan muntahan darah, adanya benda asing
b. Perhatikan tulang leher, immobilisasi, cegah gerakan hiperekstensi, hiperfleksi
atauipun rotasi.
c. Semua penderita cidera kepala yang tidak sadar harus dianggap disertai cidera
vertebrae cervikal sampai terbukti sebaliknya, maka perlu dipasang collar brace.
Jika sudah stabil tentukan saturasi oksigen minimal saturasinya diatas 90 %, jika
tidak usahakan untuk dilakukan intubasi dan suport pernafasan.Setelah jalan nafas
bebas sedapat mungkin pernafasannya diperhatikan frekwensinya normal antara 16 –
18 X/menit, dengarkan suara nafas bersih, jika tidak ada nafas lakukan nafas buatan,
kalau bisa dilakukan monitor terhadap gas darah dan pertahankan PCO 2 antara 28 – 35
mmHg karena jika lebih dari 35 mm Hg akan terjadi vasodilatasi yang berakibat
terjadinya edema serebri sedangkan jika kurang dari 20 mm Hg akan menyebabkan
vaso konstriksi yang berakibat terjadinya iskemia., periksa tekanan oksigen (PO2) 100
mmHg jika kurang beri Oksigen masker 8 liter/ menit.
B. B = Breathing Penilaian ventilasi dan gerakan dada, gas darah arteri
C. C = Circulation Penilaian kemungkinan kehilangan darah, pengawasan secara rutin
tekanan darah pulsasi nadi, pemasangan IV line. Pada pemeriksaan sistem sirkulasi :
a. Periksa denyut nadi/jantung, jika (-) lakukan resusitasi jantung.
b. Bila shock (tensi < 90 dan nadi > 100 atasi dengan infus cairan RL, cari sumber
perdarahan ditempat lain, karena cidera kepala single pada orang dewasa hampir
tidak pernah menimbulkan shock. Terjadinya shock pada cidera kepala
meningkatkan angka kematian 2 X
c. Hentikan perdarahan dari luka terbuka
D. D = Dysfunction of CNS Penilaian GCS (Glasgow Coma Scale) secara rutin. Pada
pemeriksaan disability / kelainan kesadaran:
a. Periksa kesadaran : memakai Glasgow Coma Scale
b. Periksa kedua pupil bentuk dan besarnya serta catat reaksi terhadap cahaya
langsung maupun konsensual./tidak langsung
c. Periksa adanya hemiparese/plegi
d. Periksa adanya reflek patologis kanan kiri
e. Jika penderita sadar baik tentukan adanya gangguan sensoris maupun fungsi luhur
misal adanya aphasia
E. E = Exposure Identifikasi seluruh cedera, dari ujung kepala hingga ujung kaki, dari
depan dan belakang.
Setelah fungsi vital stabil (ABC stabil baru dilakukan survey yang lain dengan cara
melakukan sekunder survey/ pemeriksaan tambahan seperti Skull foto, foto thorax, foto
pelvis, CT Scan dan pemeriksaan tambahan yang lain seperti pemeriksaan darah
(pemeriksaan ini sebenarnya dikerjakan secara stimultan dan seksama).
Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya harus
disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi. Tindakan
operatif bila adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari.

1) Terapi medis
Pasien dewasa dengan simple fraktur linear tanpa disertai kelainan struktural
neurologis tidak memerlukan intervensi apapun bahkan pasien dapat dipulangkan untuk
berobat jalan dan kembali jika muncul gejala. Sementara itu, Pada Bayi dengan simple
fraktur linier harus dilakukan pengamatan secara terus menerus tanpa memandang
status neurologis. Status neurologis pasien dengan fraktur basis cranii tipe linier
biasanya ditatalaksana secara conservative, tanpa antibiotik. Fraktur os temporal juga
dikelola secara konservatif, jika disertai rupture membrane timpani biasanya akan
sembuh sendiri.
Simple fraktur depress dengan tidak terdapat kerusakan struktural pada neurologis
pada bayi ditatalaksana dengan penuh harapan. Menyembuhkan fraktur depress dengan
baik membutuhkan waktu, tanpa dilakukan elevasi dari fraktur depress. Obat anti
kejang dianjurkan jika kemungkinan terjadinya kejang lebih tinggi dari 20%. Open
fraktur, jika terkontaminasi, mungkin memerlukan antibiotik disamping tetanus
toksoid. Sulfisoxazole direkomendasikan pada kasus ini. Fraktur condylar tipe I dan II
os occipital ditatalaksana secara konservatif dengan stabilisasi leher dengan
menggunakan collar atau traksi halo.
2) Peran antibiotik pada profilaksis fraktur basis cranii
Pemberian antibiotic sebagai terapi profilaksis pada fraktur basis cranii dengan
pertimbangan terjadinya kebocoran dari lapisan meningeal akan menyebabkan
mikroorganisme pathogen dari saluran nafas atas (hidung dan telinga) dapat mencapai
otak dan selaput mengingeal, hal ini masih menjadi controversial. Pemberian antibiotic
profilaksis berkontribusi terhadap terjadinya peningkatan resistensi antibiotic dan akan
menyebabkan infeksi yang serius.
3) Terapi Bedah
Peran operasi terbatas dalam pengelolaan skull fraktur. Bayi dan anak-anak dengan
open fraktur depress memerlukan intervensi bedah. Kebanyakan ahli bedah lebih suka
untuk mengevaluasi fraktur depress jika segmen depress lebih dari 5 mm di bawah
inner table dari adjacent bone. Indikasi untuk elevasi segera adalah fraktur yang
terkontaminasi, dural tear dengan pneumocephalus, dan hematom yang mendasarinya.
Kadang kadang, craniectomy dekompressi dilakukan jika otak mengalami kerusaksan
dan pembengkakan akibat edema. Dalam hal ini, cranioplasty dilakukan dikemudian
hari. Indikasi lain untuk interaksi bedah dini adalah fraktur

Komplikasi Fraktur Basis Cranii


Komplikasi yang paling sering terjadi dari fraktur basis kranii meliputi:
a. Mengingoensefalitis
b. abses serebri.
c. Lesi nervii cranialis permanen
d. Liquorrhea.
e. CCF (Carotis cavernous fistula).

Prognosis
Pada frakur basis Cranii fossa anterior dan media, prognosis baik selama tanda tanda
vital dan status neurologis dievaluasi secara teratur dan dilakukan tindakan sedini mungkin
apabila ditemukan deficit neurologis serta diberikan profilaksis antibiotic untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder, sedangkan pada fraktur basis Cranii posterior, prognosis buruk
dikarenakan fraktur pada fossa posterior dapat mengakibatkan kompresi batang otak.

4. Dx :
Cidera kepala berat + Fraktur os frontalis susp Fraktur basis cranii + edema cerebri

5. Plan
Pkl 16.20 WIB
Pdx :
DL, RFT, RFT, P.lipid, SE, FH, Screening (HIV, HbsAg, Anti HCV)
CT scan kepala

Ptx :
O2 Nasal canul 3 Lpm
IVFD NS 20 tpm
Ij piracetam 3 gram
Ij ranitidine 1A
Ij metoclopramid 1A
Ij Kalnex 500 mg
Ij Ceftriaxon 2 gram – skin test
Tetagram 250 ui
Rawat luka
Pasang DC
Pkl 17.15 WIB – kejang
Ij Valisanbe 1A pelan
Masker NRBM 10 Lpm

Pkl 18.00
Konsul dr. Yudi. Sp, BS
Operasi cito
Loading phenitoin 6A dalam 100cc NS – 20 Tpm

Konsul dr. Farid. Sp, An


Resusitasi cairan NS 1000 cc
Pre OP : Ro thorax PA, EKG
Acc OP pkl 22.00 WIB
Post OP masuk ICU

Kesimpulan
1. Tn E, 35 tahun, berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik disimpulkan
diagnosis pasien tersebut adalah :
 Cidera kepala berat karena GCS 5, GCS cidera kepala berat adalah 3-8
 Fraktur basis crania, mengenai fosa anterior karena dtemukan tanda – tanda
raccon eyes, otorrhea, rhinorrhea dan fraktur os frontalis pars orbita, 70%
fraktur basis crania mengenai fosa anterior.
 Edema cerebri ditemukan pada hasil CT scan, sehingga volume otak
meningkat, menyebabkan nyeri kepala hebat, muntah dan kejang.
2. Penanganan pertama di IGD jika menemui kasus cidera mengikuti standart yang
telah ditetapkan dalam ATLS (Advanced trauma life support) adalah A,B,C,D,E

3. Pemberian antibiotik selain untuk terapi, mengingat leukosit pasien tersebut 16.000
juga dapat digunakan untuk profilaksis, mempertimbangkan kemungkinan
terjadinya kebocoran lapisan meningeal yang akan menyebabkan mikroorganisme
pathogen dari saluran nafas atas (hidung/telinga) dapat mencapai otak dan selaput
meningeal.
4. Pasien tersebut memerlukan itervensi bedah karena terdapat open fraktur depress
dan fraktur yang terkontaminasi, craniectomy dekompresi dilakukan jika otak
mengalami kerusakan dan pembengkakan akibat edema, cranioplasty dilakukan
kemudian hari
5. Pada pasien, frakur basis Cranii fossa anterior prognosis baik selama tanda tanda
vital dan status neurologis dievaluasi secara teratur dan dilakukan tindakan sedini
mungkin apabila ditemukan deficit neurologis serta diberikan profilaksis antibiotic
untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.

Anda mungkin juga menyukai