Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin,
sekitar 25 – 50% kematian wanita usia subur disebabkan hal yang berkaitan dengan kehamilan. World Health Organisation (WHO)
memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahun meninggal saat hamil atau bersalin (Saifudin, 2001 : 3). Saat ini angka kematian maternal
dan neonatal di Indonesia masih tinggi yaitu 334 per 100.000 kelahiran hidup dan 21,8 per 1000 kelahiran hidup (Saifudin, 2002 : xii).
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, seperti halnya di negara lain adalah : perdarahan 30 – 35%, infeksi 20 – 25% dan
gestosis 15 – 17% (Manuaba, 1998 : 19). Kedalam perdarahan dan infeksi sebagai penyebab kematian, sebenarnya tercakup pula
kematian akibat abortus terinfeksi dan partus lama. Hanya sekitar 5% kematian ibu disebabkan oleh penyakit yang memburuk akibat
kehamilan, misalnya penyakit jantung dan infeksi yang kronis (Saifudin, 2001 : 6).
Diperkirakan frekuensi abortus spontan berkisar 10 – 15%. Penelitian terhadap kematian ibu memperlihatkan bahwa penderita
abortus meninggal dunia akibat komplikasi yang ditimbulkannya yaitu : perdarahan, perforasi, infeksi dan syok. Perdarahan pada
Abortus Incompletus dapat banyak sekali, sehingga menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan terhenti sebelum sisa hasil konsepsi
dikeluarkan (Wiknjosastro, 1999 : 307). Faktor penyebab terjadinya Abortus Incompletus adalah : kelainan pertumbuahan hasil konsepsi,
kelainan pada placenta, penyakit ibu, dan kelainan traktus genitalis (Wiknjosastro, 1999 : 303).
Berdasarkan hasil prasurvey di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Jendral Ahmad Yani Metro, Abortus Incompletus
merupakan 10 besar dari kasus kebidanan. Pada bulan Maret, jumlah kasus antepartum hemoragik sebanyak 25 kasus dan Abortus
Incompletus menduduki peringkat pertama, dari 14 ibu yang mengalami abortus 11 orang yang mengalami Abortus Incompletus.
Dari latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti pengetahuan ibu tentang Abortus Incompletus di
Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Jendral Ahmad Yani Metro.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dibuat rumusan masalah yaitu : Bagaimanakah pengetahuan ibu yang
mengalami Abortus Incompletus di Rumah Sakit Umum Jendral Ahmad Yani Metro ?

Ruang Lingkup Penelitian


Adapun yang menjadi ruang lingkup dari penelitian tentang Abortus Incompletus di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum
Jendral Ahmad Yani Metro adalah :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Objek Penelitian : Pengetahuan ibu tentang Abortus Incompletus
3. Subjek Penelitian : Ibu – ibu yang mengalami Abortus Incompletus
4. Waktu Penelitian : 10 Mei – 6 Juni 2004
Tujuan Penelitian
5. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang Abortus Incompletus di Ruang
Kebidanan Rumah Sakit Umum Jenderal Ahmad Yani Metro.

6. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu pada tingkat tahu di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Jendral Ahmad Yani
Metro.
b. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu pada tingkat memahami di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Jendral Ahmad
Yani Metro.
c. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu pada tingkat aplikasi di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Jendral Ahmad Yani
Metro.

Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada :
7. Bagi Penulis
Dapat menerapkan mata kuliah yang telah diajarkan, terutama metodologi penelitian, menambah pengalaman dan wawasan
mengenai pengetahuan ibu tentang Abortus Incompletus.

8. Bagi Subjek Penelitian


Untuk menambah pengetahuan ibu tentang Abortus Incompletus.
9. Bagi Institusi Pendidikan Program Studi Kebidanan Metro
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk memperluas wawasan mahasiswanya tentang Abortus Incompletus.
10. Bagi Rumah Sakit Umum Jendral Ahmad Yani Metro
Untuk menambah wawasan bagi tenaga kesehatan khususnya bidan mengenai pengetahuan ibu tentang Abortus Incompletus.

JAKARTA, 8's Medical - Perlindungan hak reproduksi harus dijamin dengan


undang-undang yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat. Sejauh ini
masalah abortus baru diatur dalam UU Kesehatan no. 23 tahun 1992 pasal 15,
yang menjelaskan bahwa abortus hanya boleh dilakukan dalam keadaan darurat
untuk menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin.

Demikian dikemukakan dr Gulardi H Wiknjosastro, SpOG FKUI/RSCM dalam


Musyawarah Kerja Nasional Etika Kedokteran III yang diselenggarkan oleh
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di Jakarta. Diingatkan oleh Gulardi, kendati
demikian, belum ada peraturan pemerintah (juklak) yang menjelaskan siapa,
tempat dan cara melakukan abortus tersebut.

Menurut Gulardi, setiap tahun ada 585 ribu ibu meninggal akibat proses
kehamilan diseluruh dunia. Dari jumlah tersebut, 20 ribu diantaranya terjadi
di Indonesia. Lagipula proses reproduksi ternyata menimbulkan korban yang
sia-sia.

Mengingat angka kematian ibu (AKI) yang mencapai 373 ribu per 100 ribu orang
ibu di Indonesia, suatu angka yang tinggi dibandingkan di negara-negara
tetangga. Sebanyak 11-13 persen dari kematian ibu tersebut disebabkan oleh
abortus. Sebagian besar disebabkan oleh abortus yang tidak aman, yaitu
dilakukan dengan cara yang tidak baik, misalnya dibantu dukun atau minum
jamu peluntur.

Gulardi mengingatkan, International Conference on Population and Development


(ICPD) di Cairo tahun 1994 menyadarkan masyarakat internasional bahwa
perempuan sebenarnya punya hak reproduksi. Artinya, berhak menentukan kapan
ingin hamil, punya anak dan berapa anak yang diinginkan. Berkaitan dengan
abortus, hak hidup perempuan dipertentangkan dengan hak hidup janin.

Angka kejadian abortus spontan mencapai 15 persen. Jumlahnya bisa mencapai


40 persen bila ditambah dengan hasil konsepsi yang larut dengan haid.
Umumnya abortus terjadi sebelum kehamilan tiga bulan. Yang dimaksud abortus
adalah berhentinya (mati) dan dikeluarkannya kehamilan sebelum usia 20
minggu, dihitung dari haid terakhir atau berat janin kurang dai 500 mg atau
panjang janin kurang dari 25 cm.

Menurut Gulardi, janin yang pantas dianggap dapat hidup ialah setelah
melewati 100 hari kehamilan. Karena itu, pertimbangan untuk menghentikan
kehamilan sebaiknya dilakukan jauh sebelumnya. Atau kira-kira pada haid
terlambat atau maksimum kehamilan tiga bulan. Inilah yang disebut abortus
yang aman.

Sejak kehamilan 20 minggu, janin akan tumbuh kembang dengan cepatnya.


Kemampuan ilmu kedokteran untuk menyelamatkan janin setelah 22 minggu
kehamilan relatif rendah, mengingat belum matangnya organ vital terutama
paru-paru. Angka kehidupan (survival rate) usia kehamilan 22-24 minggu
mencapai 20 persen. Di negara maju, akan naik menjadi 80 persen pada usia
kehamilan 24-28 minggu.

Sebaliknya bagi negara berkembang dengan teknologi kedokteran yang


sederhana, sebagian besar janin pada usia kehamilan 24-28 minggu akan
meninggal. Di Indonesia angka kehidupan janin pada usia kehamilan 28-34
minggu hanya 70 persen.

Gulardi mengingatkan, meskipun mampu mempertahankan kehidupan bayi, namun risiko kelumpuhan pada usia kehamilan
kurang dari 28 minggu bisa mencapai 20 persen. Selain itu, biaya perawatannya sangat mahal. [RAS]
http://groups.yahoo.com/group/pelita/message/1806.2010

Anda mungkin juga menyukai