Anda di halaman 1dari 2

Menulis sebagai Proses dari Hulu ke Hilir

(catatan pemantik diskusi buku Akar Tubuh, Kantor Bahasa Jambi, 20 September 2016)

Setelah menyelesaikan pembacaan terhadap buku Akar Tubuh, selera pembaca tentu dipenuhi
bermacam hal yang terkait gagasan, pola, bentuk, hingga estetika yang termaktub dari
keseluruhan puisi di dalam buku tersebut. Demikian halnya dengan penulis, yang berupaya
membentangkan kembali pembacaan dari halaman pertama hingga halaman terakhir untuk
menemukan kesinambungan yang “mungkin” bisa dijadikan pintu masuk bagi semua karya di
dalam buku Akar Tubuh. Pradopo (2007), menegaskan tiga aspek yang mendasari hakikat
puisi yakni, fungsi estetik, kepadatan, dan ekspresi tidak langsung. Tiga aspek ini menjadi
pilar awal yang bisa dijadikan acuan dalam memahami karya puisi dengan sistem puitikanya.
Berdasarkan pengertian Pradopo tersebut, tiga aspek di atas dapat dijadikan kerangka secara
umum dalam membaca karya teman-teman HIMSI FIB UNJA.

Tulisan ini bukan dalam kapasitasnya untuk membedah satu-persatu karya yang ada, akan
tetapi sebagai titik tolak dalam melihat hasil capaian secara umum yang sudah dilakukan
dalam buku Akar Tubuh. Berikut ini akan coba disajikan kemungkinan-kemungkinan yang
ada dalam buku Akar Tubuh terkait dengan tiga aspek memahami karya puisi sebagaimana
yang ditawarkan oleh Pradopo.

a. Fungsi Estetik

Sebagaimana yang sudah ditahbiskan di halaman judul buku tersebut, maka secara umum
asumsi yang muncul dalam benak pembaca terhadap sebuah buku puisi adalah
sekumpulan karya yang secara estetik mengeksplorasi keindahan bahasa, bunyi, diksi,
kiasan, yang menghasilkan efek tertentu. Hal ini tentu saja menjadi tanggung jawab
kurator atau penyeleksi awal dari sejumlah puisi agar memenuhi kualifikasi estetik sesuai
dengan pengetahuan dan pengalaman kurator. Variansi estetik yang terkumpul dalam
buku Akar Tubuh tersebut bisa dikatakan cukup beragam. Sebagaimana yang sudah saya
tuliskan di bagian akhir buku (catatan sekilas kuratorial), variansi tematik yang bisa
dilihat secara umum adalah romantika, spiritualitas, eksistensi, dan peristiwa atau kritik
sosial. Jika dikaitkan dengan fungsi estetik, maka secara keseluruhan titik fokus
pembacaan harus dilihat kepada kemungkinan-kemungkinan hadirnya unsur keindahan
bahasa, bunyi, diksi, kiasan dalam menghasilkan efek-efek tertentu. Pada kenyataannya,
mayoritas karya yang dihasilkan dalam Akar Tubuh masih fase awal dari sebuah
perjalanan panjang yang harus benar-benar dituntaskan. Dalam artian bahwa aspek fungsi
estetik atau fungsi seninya masih membutuhkan pengolahan yang intensif, dengan penuh
kesabaran, dan kreativitas yang ulet sehingga menjadi matang secara alamiah. Fungsi
estetik ini bukan hanya berada dalam wilayah pribadi si penulis sebagai pelaku, namun
juga mampu ternikmati dan dinikmati oleh pembaca serta masyarakat umum. Secara
umum jika membaca karya-karya di buku Akar Tubuh, fungsi estetik dari karya masih
tertahan di wilayah konseptual para penulis (ide) dan belum terartikulasikan dalam karya.
b. Kepadatan

Kepadatan dalam puisi menjadi hal yang cukup penting. Betapa tidak, karakter dari puisi
adalah mengemukakan esensi sesuatu, sehingga puisi itu merupakan ekspresi esensi.
Dikarenakan sifatnya yang mampat dan padat, pemilihan kata harus dilakukan dengan
akurat. Kepadatan dalam puisi memunculkan sifat sugestif (bersifat memengaruhi dan
menggerakkan) dan asosiatif (bersifat menghubungkan dengan hal lain) sehingga aspek
ini menjadi satu tantangan yang harus dikuasai bagi para penulis atau penyair pemula.
Dalam buku Akar Tubuh gambaran umum yang bisa ditemukan bahwa mayoritas karya
yang dituliskan belum sampai ke fase ini, sebab masih terjebak pada fase awal yaitu,
proses pemilihan diksi sebagai ekspresi puitiknya. Kecenderungan tersebut menunjukkan
bahwa proses pemadatan kata-kata belum benar-benar dilakukan oleh para penyair. Puisi
yang lahir dengan demikian bukan sekadar tercetaknya struktur jasmaniah bahasa,
melainkan juga perwujudan dari aktivitas jiwa yang memadatkan (kondensasi). Kondisi
ini menjadikan puisi memiliki keunikan dibandingkan dengan struktur naratif prosa,
meskipun dalam perkembangan mutakhir karya-karya sastra pascamodern atau
pascastruktural asumsi-asumsi tersebut perlu untuk ditinjau ulang kebenarannya.

c. Ekspresi Tidak Langsung

Anda mungkin juga menyukai