Laporan Kasus Nia
Laporan Kasus Nia
Disusun untuk memenuhi sebagian syarat kelulusan kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit
Saraf di RSUD Tugurejo Semarang
Diajukan kepada:
Disusun oleh:
H2A008015
KEPANITERAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga terselesaikannya pembuatan karya tulis berupa laporan kasus
Bagian Ilmu Penyakit Saraf yang berjudul “Carpal Tunnel Syndrom” dapat tersusun dan
terselesaikan tepat pada waktunya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. ST. Istiqomah, Sp.S, selaku pembimbing
penulisan yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Adapun pembuatan tulisan ini bertujuan untuk mendiskusikan kasus pasien dengan diagnosis
carpal tunnel syndrom. sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan
mendukung penerapan klinis yang lebih baik dalam memberikan kontribusi positif sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih banyak
terdapat kekurangan di dalam penulisannya, baik di dalam penyusunan kalimat maupun di
dalam teorinya, mengingat keterbatasan dari sumber referensi yang diperoleh penulis serta
keterbatasan kemampuan penulis selaku manusia biasa yang selalu ada kesalahan. Oleh
karena itu, penulis membutuhkan kritik dan saran. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi
semua pihak.
Penulis
2
REFLEKSI KASUS
MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG
DAFTAR MASALAH
Masalah aktif Tanggal Masalah pasif Tanggal
Nyeri, parestesi 17 Mei 2013
Jepitan N.Medianus 17 Mei 2013
Mengetahui,
Koordinator Mahasiswa
( )
BAB I
3
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu penyakit yang paling sering mengenai nervus medianus adalah neuropati
tekanan/jebakan (entrapment neuropathy). Di pergelangan tangan nervus medianus berjalan
melalui terowongan karpal (carpal tunnel) dan menginnervasi kulit telapak tangan dan
punggung tangan di daerah ibujari, telunjuk,jari tengah dan setengah sisi radial jari manis.
Pada saat berjalan melalui terowongan inilah nervus medianus paling sering mengalami
tekanan yang menyebabkan terjadinya neuropati tekanan yang dikenal dengan istilah
Sindroma Terowongan Karpal/STK (Carpal Tunnel Syndrome/CTS).
STK adalah suatu neuropati yang sering ditemukan, biasanya unilateral pada tahap
awal dan dapat menjadi bilateral. Gejala yang ditimbulkan umumnya dimulai dengan gejala
sensorik walaupun pada akhirnya dapat pula menimbulkan gejala motorik. Pada awalnya
gejala yang sering dijumpai adalah rasa nyeri, tebal (numbness) dan rasa seperti aliran listrik
(tingling) pada daerah yang diinnervasi oleh nervus medianus. Gejala ini dapat timbul kapan
saja dan di mana saja, baik di rumah maupun di luar rumah. Seringkali gejala yang pertama
timbul di malam hari yang menyebabkan penderita terbangun dari tidurya. Sebagian besar
penderita biasanya baru mencari pengobatan setelah gejala yang timbul berlangsung selama
beberapa minggu. Kadang-kadang pijatan atau menggoyang-goyangkan tangan dapat
mengurangi gejalanya, tetapi hila diabaikan penyakit ini dapat berlangsung terus secara
progresif dan semakin memburuk. Keadaan ini umumnya terjadi karena ketidaktahuan
penderita akan penyakit yang dideritanya dan sering dikacaukan dengan penyakit lain seperti
'rematik'.
Tulisan ini akan mencoba membahas STK meliputi etiologi, epidemiologi,
patogenese, gejala, diagnosa, penatalaksanaan dan prognosanya. Dengan segala keterbatasan
diharapkan tulisan ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai STK.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
Saraf median dapat dikompresi dengan penurunan ukuran kanal, peningkatan ukuran
isi (seperti pembengkakan jaringan pelumas di sekitar tendon fleksor), atau keduanya.
Cukup melenturkan pergelangan tangan ke 90 derajat akan mengurangi ukuran kanal.
Plexus brachialis adalah anyaman (Latin: plexus) serat saraf yang berjalan
dari tulangbelakang C5-T1, kemudian melewati bagian leher dan ketiak, dan akhirnya
5
ke seluruh lengan (atas dan bawah). Serabut saraf yang ada akan didistribusikan ke
berberapa bagian lengan.
Plexus brachialis dimulai dari lima rami ventral dari saraf spinal. Rami
(tunggal: ramus yang berarti "akar") akan bergabung membentuk
3 trunkus yaitu: trunkus superior (C5 dan C6), trunkus inferior(C7) dan trunkus
medialis (C8 dan T1).
Setiap trunkus akan bercabang membentuk dua divisi yaitu divisi
anterior dan divisi posterior.
Enam divisi yang ada akan kembali menyatu dan membentuk fasciculus. Tiap
fasciculus diberi nama sesuai letaknya terhadap arteri axillaris.
Fasciculus posterior terbentuk dari tiga divisi posterior tiap trunkus.
Fasciculus lateralis terbentuk dari divisi anterior trunkus anterior dan medalis.
Nervus medianus (C5, 6,7,8; T1) dibentuk di aksila oleh satu radik dari
masing-masing radiks medial dan lateral pleksus brakialis. Origo N.Medianus dari
penyatuan dua radiks dari serabut medial dan lateral di sebelah lateral a.aksilaris pada
aksila.N.Medianus pada mulanya terletak di sebelah lateral a.brakialis namun
kemudian menyilang ke sebelah medial pertengahan lengan. N.Medianus melewati
bagian dalam aponeurosis bisipitalis kemudian di antara kedua kaput m.pronator teres.
Bercabang menjadi cabang interoseus anterior yg tidak jauh di
bawahnya.Cabang ini turun bersama a. interosea anterior dan memasok darah ke otot-
otot profunda. Kemudian cabang yang lain menuju m.fleksor karpi radialis,m.fleksor
digitorum superfisialis,m.palmaris longus.
Sedikit di atas pergelangan tangan muncul di sisi lateral m.fleksor digitorum
superfisial dan bercabang menjadi cabang kutaneus palmaris yg membawa serabut
sensorik. Di pergelangan tangan lewat di bawah retinakulum muskulorum fleksorum
manus (melalui kanalis karpal).
6
Gambar 2.1. Transverse view dari wrist joint
Nervus medianus mempersarafi m.fleksor digitorum profundus I dan II, m.
Fleksor digitorum superfisialis, m.palmaris longus, m. Palmaris brevis, m. Opponens
pollicis, m. Pronator teres, m. Fleksor carpi radialis, m. Pronator teres, m. Fleksor
pollicis longus, m.pronator quadratus, m. Abductor pollicis brevis, m. Fleksor pollicis
brevis, first and second lumbrical.
B. DEFINISI
Sindroma Terowongan Karpal (STK) merupakan neuropati tekanan atau
cerutan terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan
1
tangan, tepatnya di bawah tleksor retinakulum. Dulu, sindroma ini juga disebut
dengan nama acroparesthesia, median thenar neuritis atau partial thenar atrophy. STK
pertama kali dikenali sebagai suatu sindroma klinik oleh Sir James Paget pada kasus
stadium lanjut fraktur radius bagian distal (1854) .STK spontan pertama kali
dilaporkan oleh Pierre Marie dan C.Foix pada taboo 1913. Istilah STK diperkenalkan
oleh Moersch pada tabun 1938.1
C. EPIDEMIOLOGI
7
unilatral tetapi kemudian bisa juga bilateral. Biasanya lebih berat pada tangan yang
1.2.8.13
dominan . Pada beberapa keadaan tertentu, misalnya pada kehamilan,
prevalensinya sedikit bertambah 2.5,11,12,14.
Prevalensi STK bervariasi. Di Mayo Clinic, pada tahun 1976-1980 insidensnya 173
per 100.000 pasien wanita/tahun dan 68 per 100.000 pasien pria/tahun. Di Maastricht,
Belanda, 16% wanita dan 8 % pria dilaporkan terbangun dari tidurnya akibat parestesi
jari-jari. 45% wanita dan 8% pria yang mengalami gejala ini terbukti menderita STK
setelah dikonfirmasi dengan pemeriksaan elektrodiagnostik 1°. Pada populasi
Rochester, Minnesota, ditemukan rata-rata 99 kasus per 100.000 penduduk per tahun.
Sedangkan Hudson dkk menemukan bahwa 62% entrapment neuropathy adalah STK
1.
D. ETIOLOGI
Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus
jugadilalui oleh beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang mengakibatkan
semakin penyempitan terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada
nervus medianus sehingga timbullah STK.
Pada sebagian kasus etiologinya tidak diketahui, terutama pada penderita
lanjut usia. Beberapa penulis menghubungkan gerakan yang berulang-ulang pada
pergelangan tangan dengan bertambahnya resiko menderita gangguan pada
pergelangan tangan termasuk STK. Pada kasus yang lain etiologinya adalah sebagai
berikut:
1. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy,misalnya
HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III.
2. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan
dan tangan, sprain pergelangan tangan, trauma langsung terhadap pergelangan
tangan,pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
yang berulang-ulang.
3. Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.
4. Metabolik: amiloidosis, gout.
5. Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus,
hipotiroid, kehamilan.
6. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma.
7. Penyakit kolagen vaskular : artritis reumatoid, polimialgia reumatika,
skleroderma, lupus eritematosus sistemik.
8. Degeneratif: osteoartritis.
9. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untukdialisis,
hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.
E. PATOFISIOLOGI
8
Ada beberapa hipotesa mengenai patogenese dari STK. Sebagian besar penulis
berpendapat bahwa faktor mekanik dan vaskular memegang peranan penting dalam
terjadinya STK. Umumnya STK terjadi secara kronis di mana terjadi penebalan
fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan
yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler.
Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan
mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak
endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga
terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan
sembab yang timbul terutama pada malam/pagi hari akan berkurang setelah tangan
yang terlibat digerak-gerakkan atau diurut (mungkin akibat terjadinya perbaikan
sementara pada aliran darah). Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis
epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan
digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu
secara menyeluruh.1
Pada STK akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi
kapiler sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan
iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan
berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang
menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu. Akibatnya terjadi
kerusakan pada saraf tersebut. Tekanan langsung pada safar perifer dapat pula
menimbulkan invaginasi Nodus Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi
saraf terganggu.1
F. KLASIFIKASI
Klasifikasi Carpal Tunnel Syndrome
a. Derajat 0 : asimptomatik
Tidak ada gejala dan tanda CTS
Pemeriksaan konduksi saraf sensorik dan motorik mungkin ditemukan
kelainan pada sekitar 20% populasi
Tidak memerlukan terapi.
b. Derajat 1 : simtomatik intermite
Parastesia tangan intermiten
Tidak ada defisit neurologis
Salah satu tes provokasi mungkin positif
Pemeriksaan konduksi saraf sensorik dan motorik mungkin tidak normal
9
Terapi konservatif
c. Derajat 2 : simptomatik persisten
Defisit neurologis sesuai dengan distribusi saraf medianus
Tes provokasi positif
Pemeriksaan konduksi saraf sensorik dan motorik tidak normal
Terapi konservatif atau operatif
d. Derajat 3 : berat
Atrofi otot thenar
Pemeriksaan elektromiografis : fibrilasi atau neuropati unit motorik
Terapi operatif
10
yang impuls sensoriknya diinervasi oleh nervus medianus.8 Pada tahap yang lebih
lanjut penderita mengeluh jari-jarinya menjadi kurang trampil misalnya saat
menyulam atau memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga dapat
dijumpai, sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang dialami penderita
sewaktu mencoba memutar tutup botol atau menggenggam. Pada penderita STK
tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar dan otot-otot lainnya yang
diinnervasi oleh nervus medianus.1,4,12
H. DASAR DIAGNOSIS
Diagnosa STK ditegakkan selain berdasarkan gejala-gejala di atas juga
didukung oleh beberapa pemeriksaan yaitu :
1. Pemeriksaan Fisik
Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan
perhatiankhusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa
pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa STK
adalah :1,8
Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan ataumenggerak-
gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong
diagnosa STK.
Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-
otot thenar.
Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun
dengan alat dinamometer. Penderita diminta untuk melakukan abduksi maksimal
palmar lalu ujung jari dipertemukan dengan ujung jari lainnya. Di nilai juga
kekuatan jepitan pada ujung jari-jari tersebut. Ketrampilan/ketepatan dinilai
dengan meminta penderita melakukan gerakan yang rumit seperti menulis atau
menyulam.
Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal,
Sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan.
Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti STK, maka tes ini menyokong
diagnosa STK.
Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam
waktu 60 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa
penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa
STK.
Torniquet test. Dilakukan pemasangan tourniquetdengan menggunakan
tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam
1 menit timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.
11
Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia atau nyeri pada
daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan
karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
Pressure test. Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan
menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala
seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.
Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari
telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat
menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung
diagnosa.
Pemeriksaan sensibilitas. Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-
point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes
dianggap positif dan menyokong diagnosa.
Pemeriksaan fungsi otonom. Diperhatikan apakah ada perbedaan keringat, kulit
yang kering atau licin yang terbatas pada daerah innervasi nervus medianus. Bila
ada akan mendukung diagnosa STK.
2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik) 1,8,12,15.
a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang
positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada
beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa
normal pada 31 % kasus STK
b. Kecepatan Hantar Saraf(KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada
yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency)
memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi safar di
pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik.
I. PENANGANAN
Selain ditujukan langsung terhadap STK, terapi juga harus diberikan terhadap
keadaan atau penyakit lain yang mendasari terjadinya STK. Oleh karena itu sebaiknya
terapi STK dibagi atas 2 kelompok, yaitu :
12
a. Terapi konservatif 1,8
1. Istirahatkan pergelangan tangan.
2. Obat anti inflamasi non steroid.
3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang
terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu.
4. lnjeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg atau
metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal
dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal
lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus palmaris longus.
Bila belum berhasil, suntikan dapat diulangi setelah 2 minggu atau lebih.
Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan
setelah diberi 3 kali suntikan.
5. Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretika.
6. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu
penyebab STK adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan
pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa penulis
lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan
dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar.
7. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.
b. Terapi operatif
Tindakan operasi STK disebut neurolisis nervus medianus pada
pergelangan tangan. Operasi hanya dilakukan pacta kasus yang tidak mengalami
perbaikan dengan terapi konservatif atau hila terjadi gangguan sensorik yang berat
atau adanya atrofi otot-otot thenar. 8 Pada STK bilateral biasanya operasi pertama
dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan
operasi bilateral. Penulis lainmenyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan
hila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi
relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang persisten.
Biasanya tindakan operasi STK dilakukan secara terbuka dengan anestesi
lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik.
Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan
jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan
ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf..8,12,14
Beberapa penyebab STK seperti adanya massa atau anomali maupun tenosinovitis
pacta terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka 14
J. KOMPLIKASI& PROGNOSIS 1
13
Pada kasus STK ringan, dengan terapi konservatif umumnya prognosabaik.
Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya dilakukan pada
penderita yang sudah lama menderita STK penyembuhan post operatifnya bertahap.
Perbaikan yang paling cepat dirasakan adalah hilangnya rasa nyeri yang kemudian
diikuti perbaikan sensorik.Biasanya perbaikan motorik dan otot- otot yang mengalami
atrofi baru diperoleh kemudian. Keseluruhan proses perbaikan STK setelah operasi
ada yang sampai memakan waktu 18 bulan.
Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka
dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini :
1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap
nervusmedianus terletak di tempat yang lebih proksimal.
2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
3. Terjadi STK yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema,
perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.
Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya sensibilitas
yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang paling berat
adalahreflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat, hiperalgesia,
disestesia dan ganggaun trofik.Sekalipun prognosa STK dengan terapi konservatif
maupun operatif cukup baik,tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila
terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi
kembali.
Prognosa penderita CTS secara konservatif 80% baik jika dapat
menghilangkan faktor penyebab atau mempengaruhi. Namun hal ini dapat berulang 1
tahun kemudian.
Prognosis penderita CTS ditentukan oleh berbagai faktor antara lain :
1. Gejala yang terjadi lebih dari 10 bulan
2. Adanya parestesis yang bersifat konstan atau terus menerus
Penilaian prognosa:
Jika tidak ada faktor 65% baik dengan terapi konservatif
Jika 1 faktor 41,4% baik dengan terapi konservatif
Jika 2 faktor 16,7% baik dengan terapi konservatif
Jika 3 faktor 6,8% baik dengan terapi konservatif
Jika 4 atau 5 faktor 0% baik dengan terapi konservatif
14
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pribadi
Nama : Ny. K
Umur : 46 tahun
JK : Perempuan
Alamat : Plumbon, RT 6 /III, Wonosari, Ngaliyan, Semarang
Agama : Islam
Pekerjaan : Penjual Nasi
Status : Kawin
No RM : 23-25-94
Tgl Pemeriksaan : 17 Mei 2013
I. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : compos mentis, GCS: E4V5M6: 15
BB : tidak diperiksa
TB : tidak diperiksa
Status gizi : tidak diperiksa
Vital sign :
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 86 kali/menit
16
- Frekuensi nafas : 20 kali/menit
- Temperatur : 36,5 °C
II. Kepala dan Leher
Bentuk dan posisi : bulat dan medial
Pergerakan : bebas
Kelainan panca indera : sulit dinilai
Rongga mulut dan gigi : sulit dinilai
Kelenjar parotis : sulit dinilai
Lain-lain : tidak ada
III.Status Internus
Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Genital : tidak diperiksa
IV. Pemeriksaan Neurologis
Kesadaran : compos mentis
Kuantitatif : GCS 15 (E4V5M6)
Kualitatif :
- tingkah laku : dalam batas normal
- perasaan hati : dalam batas normal
- Orientasi : orientasi baik, masih mengenal waktu, tempat, dan
orang
- Ingatan baru : baik
- Ingatan lama : baik
- Intelegensia : baik
- Daya pertimbangan : baik
- Reaksi emosi : baik
Kepala : bentuk : mesochepal, nyeri tekan(-).
Mata : Ca -/-, SI -/-, reflek cahaya +/+, edem palpebra -/-, pupil
isokor 2,5mm /2,5mm (pupil bulat ishokor)
Hidung : nafas cuping (-), deformitas (-), secret (-)
Telinga : serumen (-), nyeri mastoid (-), nyeri tragus (-), kurang
pendengaran -/-
Mulut : lembab (+), sianosis (-)
Leher : limfonodi (-), tiroid (-), JVP N/N
Nervus Cranialis
17
N III.(OKULOMOTORIUS) Kanan Kiri
Ptosis (-) (-)
reflek cahaya langsung Normal Normal
Gerak mata ke atas Normal Normal
reflek cahaya konsesuil Normal Normal
Gerak mata ke bawah Normal Normal
reflek akomodasi Normal Normal
Gerak mata media Normal Normal
Ukuran pupil Normal Normal
strabismus divergen (-) (-)
Bentuk pupil Normal Normal
Diplopia (-) (-)
18
N VIII. (AKUSTIKUS) Kanan kiri
Mendengar suara Normal Normal
Penurunan pendengaran (-) (-)
Pemeriksaan Penunjang
Usulan pemeriksaan penunjang:
1. Pemeriksaan laboratorium : darah rutin, kimia darah, urin
2. Pemeriksaan neurologis : pemeriksaan elektromiografi (EMG) dapat dinilai fungsi
motoris dan sensoris suatu saraf
D. Ringkasan
Telah diperiksa, seorang perempuan berusia 46 tahun datang ke RSUD Tugurejo dengan
keluhan sejak ± 1 tahun lalu terasa tebal, kaku, kesemutan seperti terkena aliran listrik
kedua pegelangan tangan, jari-jari kulit telapak tangan kanan dan punggung tangan di
daerah ibujari, telunjuk,jari tengah dans etengah sisi jari manis menjalar ke bahu. Pasien
juga mengaku gerakan tangannya menjadi kurang terampil dan lamban. Pasien tidak
mengeluh adanya pembengkakan dan demam. Keluhan semakin berat terutama saat
malam hari sehingga pasien sulit tidur. Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit
diabetes melituss, tiroid dan riwayat trauma pada tangan.
20
Pasien bekerj sebagai penjual nasi selama 5 tahun ini. Setiap hari pasien bekerja
mengaduk nasi dan masakan dalam kuali yang besar dengan porsi yang banyak,
mengulek sambel, menyendok nasi melayani pelanggan, dan mencuci piring
menggunakan tangan dari pagi sampai malam.
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : compos mentis, GCS: E4V5M6: 15
BB : tidak diperiksa
TB : tidak diperiksa
Status gizi : tidak diperiksa
Vital sign :
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 86 kali/menit
- Frekuensi nafas : 20 kali/menit
- Temperatur : 36,5 °C
Kepala dan Leher
Dalam batas normal
Status Internus
Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Genital : tidak diperiksa
Pemeriksaan Neurologis
Kesadaran : compos mentis
Kuantitatif : GCS 15 (E4V5M6)
Nervus Cranialis: dalam batas normal
Motorik : dalam batas normal
Pemeriksaan tambahan/ tes provokasi:
Phalen’s test :(+/+)
Tinel’s sign :(+/+)
Thenar wasting :(-/-)
Pressure test :(+/+)
E. Penegakan Diagnosis
- Diagnosis klinis : tebal, nyeri, kaku, kesemutan, dan
sulit mempergunakan jari-jari
- Diagnosis topis : suspek carpal tunnel syndrom dekstra
- Diagnosis etiologi : jepitan n.Medianus dalam terowongan karpal
F. Penatalaksanaan
Medikamentosa:
- Obat anti inflamasi non steroid. Natrium Diclovenac 2 x 25mg
21
- Obat anti konvulsan. Diazepam 2 x 2mg
- Kortikosteroid oral. Methyl prednisolon 2 x 4mg
- Vitamin B1, B6 dan B12 1 x 1/ hari.
Non medikamentosa:
- Istirahatkan pergelangan tangan
- Pemasangan Bidai
Bidai pergelangan tangan untuk pasien dengan gejala ringan- sedang. Bidai
dipasang pada malam hari selama 2 - 6 minggu.
- Fisioterapi untuk memperbaiki vaskularisasi pergelangan tangan:Ultrasound
frekuensi tinggi diarahkan ke area inflamasi, gelombang suara itu
dikonversikan menjadi panas di dalam jaringan, diharapkan akan melancarkan
vaskularisasi.
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya sensibilitas yang
persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang paling berat adalah
reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat, hiperalgesia, disestesia
dan ganggaun trofik.Sekalipun prognosa STK dengan terapi konservatif maupun
operatif cukup baik,tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi
kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi kembali.
H. Prognosis
Prognosa penderita CTS secara konservatif 80% baik jika dapat menghilangkan faktor
penyebab atau mempengaruhi. Namun hal ini dapat berulang 1 tahun kemudian.
I. Edukasi
- sarankan pasien untuk mengistirahatkan tangan (gunakan splint)
- Menghindari faktor pencetus
- Konsumsi obat rutin
- Menjalani fisioterapi rutin
J. Evaluasi Program
Tanyakan pada pasien mengenai perubahan yang dirasakan setelah treatment, baik setiap
hari maupun berkala
22
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang perempuan berusia 46 tahun datang ke RSUD Tugurejo dengan keluhan sejak
±1 tahun lalu terasa tebal, kaku, kesemutan seperti terkena aliran listrik pada pegelangan
tangan kanan, jari-jari kulit telapak tangan kanan dan punggung tangan di daerah ibujari,
telunjuk,jari tengah dan setengah sisi jari manis menjalar ke bahu. Keluhan semakin
bertambah sejak ± 7 hari ini. Keluhan tersebut akibat neuropati tekanan atau jepitan terhadap
nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan kanan, tepatnya di
bawah fleksor retinakulum.Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin penyempitan
terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus medianus sehingga
timbullah CTS. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian
tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang
terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan
merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga
terjadi edema epineural. Namun pasien mengeluh tidak adanya pembengkakan. Apabila
kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-
kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi
nervus medianus terganggu secara menyeluruh. Akibatnya pasien juga mengaku gerakan
tangannya menjadi kurang terampil. Keluhan semakin berat terutama saat malam hari
sehingga pasien sulit tidur. Keluhan tersebut berkurang ketika pasien menggerakan tangan
dan mengurut pergelangan tanggannya. Hal ini mungkin akibat terjadinya perbaikan
sementara pada aliran darah. Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit diabetes melitus,
tiroid dan riwayat trauma pada tangan.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien relative baik, dan dengan pemeriksaan
status neurologis dalam batas normal. Namun pada tes provokasi pembangkitan CTS seperti
phalen’s tes, tinel’s sign dan pressure test didapatkan hasil positif pada tangan pasienkanan .
Sehingga dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien tersebut diatas dapat
ditegakkan diagnosis carpal tunnel syndrom dekstra.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Moeliono F. Etiologi, Diagnosis dan Terapi Sindroma Terowongan Karpal (S.T.K.)
atau (Carpal Tunnel Syndrome/CTS). Neurona. 1993; 10 : 16-27.
2. DeJong RN. The Neurologic Examination revised by AF.Haerer, 5th ed, JB
Lippincott, Philadelphia, 1992; 557-559.
3. Krames Communication (booklet). Carpal Tunnel Syndrome. San Bruno (CA) :
Krames Comm ; 1994: 1-7.
4. Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 2 nd ed.
Baltimore: Williams&Wilkins Co; 1983.p.274-275.
5. Adams RD, Victor M, Ropper AH. Principles of Neurology. 6 th ed. New
York:McGraw-Hill ; 1997.p.1358-1359.
6. Weimer LH. Nerve and Muscle Disease. In : Marshall RS, Mayer SA, editors. on Call
Neurology. Philadelphia: WB Saunders Co; 1997 .p.254-256.
7. Walshe III TM. Diseases of Nerve and Muscle. In: Samuels MA, editor. Manual of
Neurologic Therapeutics. 5th ed. Boston : Little, Brown and Co; 1995.p.381-382.
8. Greenberg MS. Handbook of Neurosurgery. 3rd ed. Lakeland (Florida) : Greenberg
Graphics; 1994.p.414-419.
9. Devinsky o, Feldman E, Weinreb HJ, Wilterdink JL. The Resident's Neurology
10. Rosenbaum R. Occupational and Use Mononeuropathies. In:Evans RW, editor.
Neurology and Trauma. Philadelphia: WB Saunders Co; 1996.p.403-405.
11. Lindsay KW, Bone I .Neurology and Neurosurgery Illustrated. 3rd ed. New York :
Churchill Livingstone ;1997.p.435.
12. Gilroy J. Basic Neurology. 3rd ed. New York: McGraw-Hill ; 2000.p.599-601.
13. Gunderson CH. Quick Reference to Clinical Neurology. Philadelphia: JB Lippincott
Co; 1982.p.370-371.
14. Rosenbaum R. Carpal Tunnel Syndrome. In : Johnson RT, Griffin JW, editors. Current
Therapy in Neurologic Disease. 5th ed. St.Louis :Mosby ;1997.p.374-379.
24