Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

CARPAL TUNNEL SYNDROM

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat kelulusan kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit
Saraf di RSUD Tugurejo Semarang

Diajukan kepada:

dr. ST. Istiqomah, Sp.S

Disusun oleh:

Dyah Kurnia Fitri

H2A008015

KEPANITERAAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2013

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga terselesaikannya pembuatan karya tulis berupa laporan kasus
Bagian Ilmu Penyakit Saraf yang berjudul “Carpal Tunnel Syndrom” dapat tersusun dan
terselesaikan tepat pada waktunya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. ST. Istiqomah, Sp.S, selaku pembimbing
penulisan yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Adapun pembuatan tulisan ini bertujuan untuk mendiskusikan kasus pasien dengan diagnosis
carpal tunnel syndrom. sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan
mendukung penerapan klinis yang lebih baik dalam memberikan kontribusi positif sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih banyak
terdapat kekurangan di dalam penulisannya, baik di dalam penyusunan kalimat maupun di
dalam teorinya, mengingat keterbatasan dari sumber referensi yang diperoleh penulis serta
keterbatasan kemampuan penulis selaku manusia biasa yang selalu ada kesalahan. Oleh
karena itu, penulis membutuhkan kritik dan saran. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi
semua pihak.

Semarang, Mei 2013

Penulis

2
REFLEKSI KASUS
MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG

DAFTAR MASALAH
Masalah aktif Tanggal Masalah pasif Tanggal
Nyeri, parestesi 17 Mei 2013
Jepitan N.Medianus 17 Mei 2013

Mengetahui,

Dokter Ruangan Dokter Pembimbing

(dr. ST. Istiqomah, Sp.S) (dr. ST. Istiqomah, Sp.S)

Koordinator Mahasiswa

( )
BAB I

3
BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu penyakit yang paling sering mengenai nervus medianus adalah neuropati
tekanan/jebakan (entrapment neuropathy). Di pergelangan tangan nervus medianus berjalan
melalui terowongan karpal (carpal tunnel) dan menginnervasi kulit telapak tangan dan
punggung tangan di daerah ibujari, telunjuk,jari tengah dan setengah sisi radial jari manis.
Pada saat berjalan melalui terowongan inilah nervus medianus paling sering mengalami
tekanan yang menyebabkan terjadinya neuropati tekanan yang dikenal dengan istilah
Sindroma Terowongan Karpal/STK (Carpal Tunnel Syndrome/CTS).
STK adalah suatu neuropati yang sering ditemukan, biasanya unilateral pada tahap
awal dan dapat menjadi bilateral. Gejala yang ditimbulkan umumnya dimulai dengan gejala
sensorik walaupun pada akhirnya dapat pula menimbulkan gejala motorik. Pada awalnya
gejala yang sering dijumpai adalah rasa nyeri, tebal (numbness) dan rasa seperti aliran listrik
(tingling) pada daerah yang diinnervasi oleh nervus medianus. Gejala ini dapat timbul kapan
saja dan di mana saja, baik di rumah maupun di luar rumah. Seringkali gejala yang pertama
timbul di malam hari yang menyebabkan penderita terbangun dari tidurya. Sebagian besar
penderita biasanya baru mencari pengobatan setelah gejala yang timbul berlangsung selama
beberapa minggu. Kadang-kadang pijatan atau menggoyang-goyangkan tangan dapat
mengurangi gejalanya, tetapi hila diabaikan penyakit ini dapat berlangsung terus secara
progresif dan semakin memburuk. Keadaan ini umumnya terjadi karena ketidaktahuan
penderita akan penyakit yang dideritanya dan sering dikacaukan dengan penyakit lain seperti
'rematik'.
Tulisan ini akan mencoba membahas STK meliputi etiologi, epidemiologi,
patogenese, gejala, diagnosa, penatalaksanaan dan prognosanya. Dengan segala keterbatasan
diharapkan tulisan ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai STK.

4
BAB II
LANDASAN TEORI

A. ANATOMI & FISIOLOGI


Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari pergelangan tangan di mana
tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan sempit yang dilalui oleh
beberapa tendon dan nervus medianus. Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan
sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor
retinakulum (transverse carpal ligament dan palmar carpal ligament) yang kuat dan
melengkung di atas tulang-tulang karpalia tersebut. Setiap perubahan yang
mempersempit terowongan ini akan menyebabkan tekanan pada struktur yang paling
rentan di dalamnya yaitu nervus medianus 3,4
Saraf dan tendon menyediakan fungsi, perasaan, dan gerakan untuk beberapa
jari. Otot-otot fleksor jari dan pergelangan tangan termasuk tendon mereka berasal di
lengan bawah di epikondilus medial sendi siku dan menempel pada Metaphalangeal
(MP), interphalangeal proksimal (PIP), dan interphalangeal distal tulang jari-jari dan
jempol (BSI). Terowongan carpal sekitar selebar ibu jari dan batas yang terletak di
lipatan kulit pergelangan tangan distal distal dan meluas ke telapak untuk sekitar 2cm.

Saraf median dapat dikompresi dengan penurunan ukuran kanal, peningkatan ukuran
isi (seperti pembengkakan jaringan pelumas di sekitar tendon fleksor), atau keduanya.
Cukup melenturkan pergelangan tangan ke 90 derajat akan mengurangi ukuran kanal.

Kompresi saraf median karena dijalankan dalam untuk ligamen karpal


transversal (TCL) menyebabkan atrofi eminensia tenar, kelemahan fleksor polisis
brevis, polisis opponens, polisis brevis abductor, serta kehilangan sensori dalam
distribusi saraf median distal ligamentum karpal transversal. Ada cabang sensorik
superfisial saraf median, yang cabang proksimal ke TCL dan perjalanan dangkal
untuk itu. Cabang ini Oleh karena itu terhindar, dan innervates telapak ke arah jempol.

Plexus brachialis adalah anyaman (Latin: plexus) serat saraf yang berjalan
dari tulangbelakang C5-T1, kemudian melewati bagian leher dan ketiak, dan akhirnya

5
ke seluruh lengan (atas dan bawah). Serabut saraf yang ada akan didistribusikan ke
berberapa bagian lengan.
Plexus brachialis dimulai dari lima rami ventral dari saraf spinal. Rami
(tunggal: ramus yang berarti "akar") akan bergabung membentuk
3 trunkus yaitu: trunkus superior (C5 dan C6), trunkus inferior(C7) dan trunkus
medialis (C8 dan T1).
Setiap trunkus akan bercabang membentuk dua divisi yaitu divisi
anterior dan divisi posterior.
Enam divisi yang ada akan kembali menyatu dan membentuk fasciculus. Tiap
fasciculus diberi nama sesuai letaknya terhadap arteri axillaris.
 Fasciculus posterior terbentuk dari tiga divisi posterior tiap trunkus.
 Fasciculus lateralis terbentuk dari divisi anterior trunkus anterior dan medalis.

 Fasciculus medalis adalah kelanjutan dari trunkus inferior

Nervus medianus (C5, 6,7,8; T1) dibentuk di aksila oleh satu radik dari
masing-masing radiks medial dan lateral pleksus brakialis. Origo N.Medianus dari
penyatuan dua radiks dari serabut medial dan lateral di sebelah lateral a.aksilaris pada
aksila.N.Medianus pada mulanya terletak di sebelah lateral a.brakialis namun
kemudian menyilang ke sebelah medial pertengahan lengan. N.Medianus melewati
bagian dalam aponeurosis bisipitalis kemudian di antara kedua kaput m.pronator teres.
Bercabang menjadi cabang interoseus anterior yg tidak jauh di
bawahnya.Cabang ini turun bersama a. interosea anterior dan memasok darah ke otot-
otot profunda. Kemudian cabang yang lain menuju m.fleksor karpi radialis,m.fleksor
digitorum superfisialis,m.palmaris longus.
Sedikit di atas pergelangan tangan muncul di sisi lateral m.fleksor digitorum
superfisial dan bercabang menjadi cabang kutaneus palmaris yg membawa serabut
sensorik. Di pergelangan tangan lewat di bawah retinakulum muskulorum fleksorum
manus (melalui kanalis karpal).

6
Gambar 2.1. Transverse view dari wrist joint
Nervus medianus mempersarafi m.fleksor digitorum profundus I dan II, m.
Fleksor digitorum superfisialis, m.palmaris longus, m. Palmaris brevis, m. Opponens
pollicis, m. Pronator teres, m. Fleksor carpi radialis, m. Pronator teres, m. Fleksor
pollicis longus, m.pronator quadratus, m. Abductor pollicis brevis, m. Fleksor pollicis
brevis, first and second lumbrical.

B. DEFINISI
Sindroma Terowongan Karpal (STK) merupakan neuropati tekanan atau
cerutan terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan
1
tangan, tepatnya di bawah tleksor retinakulum. Dulu, sindroma ini juga disebut
dengan nama acroparesthesia, median thenar neuritis atau partial thenar atrophy. STK
pertama kali dikenali sebagai suatu sindroma klinik oleh Sir James Paget pada kasus
stadium lanjut fraktur radius bagian distal (1854) .STK spontan pertama kali
dilaporkan oleh Pierre Marie dan C.Foix pada taboo 1913. Istilah STK diperkenalkan
oleh Moersch pada tabun 1938.1
C. EPIDEMIOLOGI

STK adalah entrapment neuropathy yang paling sering dijumpai 1.5-11.


Nervus medianus mengalami tekanan pada saat berjalan melalui terowongan karpal di
pergelangan tangan menuju ke tangan.
1.4.8
Penyakit ini biasanya timbul pada usia pertengahan . Wanita lebih banyak
1.2.5.8.11-14.
menderita penyakit ini daripada pria Umumnya pada keadaan awal bersifat

7
unilatral tetapi kemudian bisa juga bilateral. Biasanya lebih berat pada tangan yang
1.2.8.13
dominan . Pada beberapa keadaan tertentu, misalnya pada kehamilan,
prevalensinya sedikit bertambah 2.5,11,12,14.
Prevalensi STK bervariasi. Di Mayo Clinic, pada tahun 1976-1980 insidensnya 173
per 100.000 pasien wanita/tahun dan 68 per 100.000 pasien pria/tahun. Di Maastricht,
Belanda, 16% wanita dan 8 % pria dilaporkan terbangun dari tidurnya akibat parestesi
jari-jari. 45% wanita dan 8% pria yang mengalami gejala ini terbukti menderita STK
setelah dikonfirmasi dengan pemeriksaan elektrodiagnostik 1°. Pada populasi
Rochester, Minnesota, ditemukan rata-rata 99 kasus per 100.000 penduduk per tahun.
Sedangkan Hudson dkk menemukan bahwa 62% entrapment neuropathy adalah STK
1.

D. ETIOLOGI
Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus
jugadilalui oleh beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang mengakibatkan
semakin penyempitan terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada
nervus medianus sehingga timbullah STK.
Pada sebagian kasus etiologinya tidak diketahui, terutama pada penderita
lanjut usia. Beberapa penulis menghubungkan gerakan yang berulang-ulang pada
pergelangan tangan dengan bertambahnya resiko menderita gangguan pada
pergelangan tangan termasuk STK. Pada kasus yang lain etiologinya adalah sebagai
berikut:
1. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy,misalnya
HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III.
2. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan
dan tangan, sprain pergelangan tangan, trauma langsung terhadap pergelangan
tangan,pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
yang berulang-ulang.
3. Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.
4. Metabolik: amiloidosis, gout.
5. Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus,
hipotiroid, kehamilan.
6. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma.
7. Penyakit kolagen vaskular : artritis reumatoid, polimialgia reumatika,
skleroderma, lupus eritematosus sistemik.
8. Degeneratif: osteoartritis.
9. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untukdialisis,
hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.

E. PATOFISIOLOGI
8
Ada beberapa hipotesa mengenai patogenese dari STK. Sebagian besar penulis
berpendapat bahwa faktor mekanik dan vaskular memegang peranan penting dalam
terjadinya STK. Umumnya STK terjadi secara kronis di mana terjadi penebalan
fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan
yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler.
Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan
mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak
endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga
terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan
sembab yang timbul terutama pada malam/pagi hari akan berkurang setelah tangan
yang terlibat digerak-gerakkan atau diurut (mungkin akibat terjadinya perbaikan
sementara pada aliran darah). Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis
epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan
digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu
secara menyeluruh.1
Pada STK akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi
kapiler sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan
iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan
berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang
menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu. Akibatnya terjadi
kerusakan pada saraf tersebut. Tekanan langsung pada safar perifer dapat pula
menimbulkan invaginasi Nodus Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi
saraf terganggu.1

F. KLASIFIKASI
Klasifikasi Carpal Tunnel Syndrome
a. Derajat 0 : asimptomatik
 Tidak ada gejala dan tanda CTS
 Pemeriksaan konduksi saraf sensorik dan motorik mungkin ditemukan
kelainan pada sekitar 20% populasi
 Tidak memerlukan terapi.
b. Derajat 1 : simtomatik intermite
 Parastesia tangan intermiten
 Tidak ada defisit neurologis
 Salah satu tes provokasi mungkin positif
 Pemeriksaan konduksi saraf sensorik dan motorik mungkin tidak normal
9
 Terapi konservatif
c. Derajat 2 : simptomatik persisten
 Defisit neurologis sesuai dengan distribusi saraf medianus
 Tes provokasi positif
 Pemeriksaan konduksi saraf sensorik dan motorik tidak normal
 Terapi konservatif atau operatif
d. Derajat 3 : berat
 Atrofi otot thenar
 Pemeriksaan elektromiografis : fibrilasi atau neuropati unit motorik
 Terapi operatif

G. TANDA DAN GEJALA


Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja
.Gangguanmotorik hanya terjadi pada keadaan yang berat.5,12,13 Gejala awal biasanya
berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik
(tingling) pada 3 jari lateral dan setengah sisi radial jari manis walaupun kadang-
kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari.1,2,3,4 Keluhan parestesia biasanya lebih
menonjol di malam hari. Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan
lebih berat pada malam hari sehingga sering membangunkan penderita dari tidurnya.
Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerak-
gerakkan tangannya atau dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi.
Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya.
Bila penyakit berlanjut, rasa nyeri dapat bertambah berat dengan frekuensi serangan
yang semakin sering bahkan dapat menetap. Kadang-kadang rasa nyeri dapat terasa
sampai ke lengan atas dan leher, sedangkan parestesia umumnya terbatas di daerah
distal pergelangan tangan. 1,5,8,12,13 .

Gambar 2.2 Area penyebaran carpal tunnel syndrome


Dapat pula dijumpai pembengkakan dan kekakuan pada jari-jari, tangan dan
pergelangan tangan terutama di pagi hari.1,4 Gejala ini akan berkurang setelah
penderita mulai mempergunakan tangannya. Hipoestesia dapat dijumpai pada daerah

10
yang impuls sensoriknya diinervasi oleh nervus medianus.8 Pada tahap yang lebih
lanjut penderita mengeluh jari-jarinya menjadi kurang trampil misalnya saat
menyulam atau memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga dapat
dijumpai, sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang dialami penderita
sewaktu mencoba memutar tutup botol atau menggenggam. Pada penderita STK
tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar dan otot-otot lainnya yang
diinnervasi oleh nervus medianus.1,4,12
H. DASAR DIAGNOSIS
Diagnosa STK ditegakkan selain berdasarkan gejala-gejala di atas juga
didukung oleh beberapa pemeriksaan yaitu :
1. Pemeriksaan Fisik
Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan
perhatiankhusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa
pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa STK
adalah :1,8
 Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan ataumenggerak-
gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong
diagnosa STK.
 Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-
otot thenar.
 Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun
dengan alat dinamometer. Penderita diminta untuk melakukan abduksi maksimal
palmar lalu ujung jari dipertemukan dengan ujung jari lainnya. Di nilai juga
kekuatan jepitan pada ujung jari-jari tersebut. Ketrampilan/ketepatan dinilai
dengan meminta penderita melakukan gerakan yang rumit seperti menulis atau
menyulam.
 Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal,
Sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan.
Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti STK, maka tes ini menyokong
diagnosa STK.
 Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam
waktu 60 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa
penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa
STK.
 Torniquet test. Dilakukan pemasangan tourniquetdengan menggunakan
tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam
1 menit timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.

11
 Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia atau nyeri pada
daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan
karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
 Pressure test. Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan
menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala
seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.
 Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari
telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat
menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung
diagnosa.
 Pemeriksaan sensibilitas. Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-
point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes
dianggap positif dan menyokong diagnosa.
 Pemeriksaan fungsi otonom. Diperhatikan apakah ada perbedaan keringat, kulit
yang kering atau licin yang terbatas pada daerah innervasi nervus medianus. Bila
ada akan mendukung diagnosa STK.
2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik) 1,8,12,15.
a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang
positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada
beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa
normal pada 31 % kasus STK
b. Kecepatan Hantar Saraf(KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada
yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency)
memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi safar di
pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik.

3. Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat


membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto
palos leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra.
USG, CT scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan
dioperasi. 1,5,8,13.

4. Pemeriksaan laboratorium Bila etiologi STK belum jelas, misalnya pada


penderita usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan
beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun
darah lengkap1,5,8,12,13.

I. PENANGANAN
Selain ditujukan langsung terhadap STK, terapi juga harus diberikan terhadap
keadaan atau penyakit lain yang mendasari terjadinya STK. Oleh karena itu sebaiknya
terapi STK dibagi atas 2 kelompok, yaitu :

12
a. Terapi konservatif 1,8
1. Istirahatkan pergelangan tangan.
2. Obat anti inflamasi non steroid.
3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang
terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu.
4. lnjeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg atau
metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal
dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal
lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus palmaris longus.
Bila belum berhasil, suntikan dapat diulangi setelah 2 minggu atau lebih.
Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan
setelah diberi 3 kali suntikan.
5. Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretika.
6. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu
penyebab STK adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan
pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa penulis
lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan
dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar.
7. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.
b. Terapi operatif
Tindakan operasi STK disebut neurolisis nervus medianus pada
pergelangan tangan. Operasi hanya dilakukan pacta kasus yang tidak mengalami
perbaikan dengan terapi konservatif atau hila terjadi gangguan sensorik yang berat
atau adanya atrofi otot-otot thenar. 8 Pada STK bilateral biasanya operasi pertama
dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan
operasi bilateral. Penulis lainmenyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan
hila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi
relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang persisten.
Biasanya tindakan operasi STK dilakukan secara terbuka dengan anestesi
lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik.
Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan
jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan
ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf..8,12,14
Beberapa penyebab STK seperti adanya massa atau anomali maupun tenosinovitis
pacta terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka 14
J. KOMPLIKASI& PROGNOSIS 1
13
Pada kasus STK ringan, dengan terapi konservatif umumnya prognosabaik.
Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya dilakukan pada
penderita yang sudah lama menderita STK penyembuhan post operatifnya bertahap.
Perbaikan yang paling cepat dirasakan adalah hilangnya rasa nyeri yang kemudian
diikuti perbaikan sensorik.Biasanya perbaikan motorik dan otot- otot yang mengalami
atrofi baru diperoleh kemudian. Keseluruhan proses perbaikan STK setelah operasi
ada yang sampai memakan waktu 18 bulan.
Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka
dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini :
1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap
nervusmedianus terletak di tempat yang lebih proksimal.
2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
3. Terjadi STK yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema,
perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.
Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya sensibilitas
yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang paling berat
adalahreflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat, hiperalgesia,
disestesia dan ganggaun trofik.Sekalipun prognosa STK dengan terapi konservatif
maupun operatif cukup baik,tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila
terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi
kembali.
Prognosa penderita CTS secara konservatif 80% baik jika dapat
menghilangkan faktor penyebab atau mempengaruhi. Namun hal ini dapat berulang 1
tahun kemudian.
Prognosis penderita CTS ditentukan oleh berbagai faktor antara lain :
1. Gejala yang terjadi lebih dari 10 bulan
2. Adanya parestesis yang bersifat konstan atau terus menerus

3. Adanya flexor tenosinvitis atau triggering of the digit

4. Manuver phalen positif

5. Usia lebih dari 50 tahun

Penilaian prognosa:
 Jika tidak ada faktor 65% baik dengan terapi konservatif
 Jika 1 faktor 41,4% baik dengan terapi konservatif
 Jika 2 faktor 16,7% baik dengan terapi konservatif
 Jika 3 faktor 6,8% baik dengan terapi konservatif
 Jika 4 atau 5 faktor 0% baik dengan terapi konservatif

14
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pribadi
Nama : Ny. K
Umur : 46 tahun
JK : Perempuan
Alamat : Plumbon, RT 6 /III, Wonosari, Ngaliyan, Semarang
Agama : Islam
Pekerjaan : Penjual Nasi
Status : Kawin
No RM : 23-25-94
Tgl Pemeriksaan : 17 Mei 2013

B. Riwayat Perjalanan Penyakit


1. Anamnesis Penyakit
 Keluhan utama : jari-jari tangan terasa tebal, kaku seperti terkena aliran listrik
 Onset : sejak ± 7 hari SMRS pasien mengeluh jari-jari tangan terasa
tebal dan terkadang seperti terkena aliran listrik
 Lokasi : Pegelangan tangan kanan, jari-jari kulit telapak tangan dan
punggung tangan di daerah ibu jari, telunjuk, jari tengah dan
setengah sisi jari manis menjalar ke bahu.
 Kualitas : jari-jari tangan terasa tebal, kaku dan seperti terkena aliran
Listrik menjalar ke bahu
 Kuantitas : bisa beraktivitas tetapi semakin lama semakin kesakitan
 Faktor memperberat: gerakan pergelangan tangan yang berulang-ulang
seperti menyendok nasi, mengulek sambal, mengaduk
masakan, mencuci dan menyapu. Keluhan semakin dirasa
terutama malam hari.
 Faktor memperingan: ketika istirahat, memutar-mutar tangan, memijat tangan
dengan minyak gosok dan minum obat
 Gejala penyerta : nyeri (+), kesemutan (+),terasa tebal (+), kaku (+), lemah (+),
bengkak (-), demam (-), terasa panas (-)
2. Riwayat Penyakit Sekarang/ Kronologis
±1 tahun SMRS, pasien mengeluh jari-jari tangan sebelah kanan terasa tebal,
kesemutan seperti dialiri listrik dan kaku. Keluhan semakin berat terutama saat
pasien bekerja menyendok nasi, mengulek sambel, dan mengaduk masakan. Namun
pasien tidak mengeluh adanya pembengkakan dan demam.
± 6 bulan SMRS, pasien mengeluh tangan kanan semakin hari semakin berat.
Pasien mengeluh terasa tebal, kaku, kesemutan seperti terkena aliran listrik pada
pegelangan tangan kanan, jari-jari kulit telapak tangan dan punggung tangan di
15
daerah ibujari, telunjuk,jari tengah dan setengah sisi jari manis menjalar ke bahu.
Pasien juga mengaku gerakan tangannya menjadi kurang terampil dan kuat. Pasien
tidak mengeluh adanya pembengkakan dan demam. Keluhan semakin berat terutama
saat malam hari sehingga pasien sulit tidur. Namun pasien hanya minum obat
penghilang rasa nyeri yang beli di warung dan memijat tangan dengan minyak
gosok.
± 7 hari SMRS Pasien merasa tangan kanannya semakin lamban melakukan
aktivitas, kemudian pada tanggal 17 mei 2013 pasien mememeriksakan diri ke poli
saraf RSUD Tugurejo dan oleh dokter didiagnosis penjepitan saraf pada pergelangan
tangan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat sakit seperti ini : disangkal
 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat diabetes melitus : disangkal
 Riwayat penyakit tiroid : disangkal
 Riwayat trauma/ fraktur : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
 Tidak ada keluarga yang pernah menderita hal yang sama dengan pasien
 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat diabetes melitus : disangkal
5. Riwayat Pribadi
Pasien bekerja sebagai penjual nasi selama 5 tahun ini. Setiap hari pasien bekerja
mengaduk nasi dan masakan dalam kuali yang besar dengan porsi yang banyak,
mengulek sambel, menyendok nasi, mencuci piring menggunakan tangan dari pagi
sampai malam.

6. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal dengan suami dan anaknya. Biaya hidup ditanggung bersama dengan
suami yang sehari – hari membantunya. Biaya pengobatan pasien menggunakan
JAMKESMAS.
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan tgl 17 mei 2013 Jam 11.00 WIB

I. Pemeriksaan Umum
 Keadaan umum : compos mentis, GCS: E4V5M6: 15
 BB : tidak diperiksa
 TB : tidak diperiksa
 Status gizi : tidak diperiksa
 Vital sign :
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 86 kali/menit

16
- Frekuensi nafas : 20 kali/menit
- Temperatur : 36,5 °C
II. Kepala dan Leher
 Bentuk dan posisi : bulat dan medial
 Pergerakan : bebas
 Kelainan panca indera : sulit dinilai
 Rongga mulut dan gigi : sulit dinilai
 Kelenjar parotis : sulit dinilai
 Lain-lain : tidak ada
III.Status Internus
 Cor : dalam batas normal
 Pulmo : dalam batas normal
 Abdomen : dalam batas normal
 Genital : tidak diperiksa
IV. Pemeriksaan Neurologis
 Kesadaran : compos mentis
 Kuantitatif : GCS 15 (E4V5M6)
 Kualitatif :
- tingkah laku : dalam batas normal
- perasaan hati : dalam batas normal
- Orientasi : orientasi baik, masih mengenal waktu, tempat, dan
orang
- Ingatan baru : baik
- Ingatan lama : baik
- Intelegensia : baik
- Daya pertimbangan : baik
- Reaksi emosi : baik
 Kepala : bentuk : mesochepal, nyeri tekan(-).
 Mata : Ca -/-, SI -/-, reflek cahaya +/+, edem palpebra -/-, pupil
isokor 2,5mm /2,5mm (pupil bulat ishokor)
 Hidung : nafas cuping (-), deformitas (-), secret (-)
 Telinga : serumen (-), nyeri mastoid (-), nyeri tragus (-), kurang
pendengaran -/-
 Mulut : lembab (+), sianosis (-)
 Leher : limfonodi (-), tiroid (-), JVP N/N
Nervus Cranialis

N I. (OLFAKTORIUS) Kanan Kiri


Daya pembau Normal Normal

N II. (OPTIKUS) Kanan Kiri


Daya penglihatan Normal Normal
Penglihatan warna Normal Normal
Lapang pandang Normal Normal
Papil Perdarahan (-) (-)

17
N III.(OKULOMOTORIUS) Kanan Kiri
Ptosis (-) (-)
reflek cahaya langsung Normal Normal
Gerak mata ke atas Normal Normal
reflek cahaya konsesuil Normal Normal
Gerak mata ke bawah Normal Normal
reflek akomodasi Normal Normal
Gerak mata media Normal Normal
Ukuran pupil Normal Normal
strabismus divergen (-) (-)
Bentuk pupil Normal Normal
Diplopia (-) (-)

N IV. (TROKHLEARIS) Kanan Kiri


Gerak mata lateral bawah Normal Normal
Strabismus konvergen (-) (-)
Diplopia (-) (-)

N V. (TRIGEMINUS) Kanan Kiri


Menggigit (+) (+)
Membuka mulut (+) (+)
reflek masseter (+) (+)
reflek zigomatikus (+) (+)
reflek bersin (+) (+)
reflek kornea (+) (+)
sensibilitas Normal Normal

N VI. (ABDUSEN) Kanan Kiri


Gerak mata ke lateral Normal Normal
Strabismus konvergen (-) (-)
Diplopia (-) (-)

N VII. (FASIALIS) Kanan kiri


Kerutan kulit dahi Normal Normal
Kedipan mata Normal Normal
Lipatan naso-labia Normal Normal
Sudut mulut Normal Normal
Mengerutkan dahi Normal Normal
reflek glabella Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Mengerutkan alis Normal Normal
reflek aurikulo-palpebra Normal Normal
Menutup mata Normal Normal
Pengecapan lidah 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

18
N VIII. (AKUSTIKUS) Kanan kiri
Mendengar suara Normal Normal
Penurunan pendengaran (-) (-)

N IX. Kanan kiri


(GLOSOFARINGEUS)
Arkus faring Normal Normal
sengau (-) (-)
tersedak (-) (-)
Pengecapan lidah 1/3 Tidak dilakukan Tidak dilakukan
belakang

N X. (VAGUS) Kanan kiri


Bersuara (+) (+)
Menelan (+) (+)
Denyut nadi (+) (+)

N XI. (AKSESORIUS) Kanan kiri


Memalingkan kepala (+) (+)
mengangkat bahu (+) (+)
Sikap bahu Normal Normal
trofi otot bahu (-) (-)
N XII. (HIPOGLOSUS) Kanan kiri
Sikap lidah Normal Normal
kekuatan lidah Normal Normal
Artikulasi Normal Normal
trofi otot lidah (-) (-)
Tremor lidah (-) (-)
Menjulurkan lidah Normal Normal

ANGGOTA GERAK Kanan kiri


ATAS
Inspeksi:
Drop hand Tidak ada Tidak ada
Claw hand Tidak ada Tidak ada
Pitcher’s hand Tidak ada Tidak ada
Kontraktur Tidak ada Tidak ada
Warna kulit Normal Normal
Palpasi (sebut kelainannya)
Lengan atas Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
lengan bawah tangan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Gerakan Masih bisa diangkat Tidak ada kelainan
Kekuatan 555 555
Tonus Normal Normal
Trofi Normal Normal
Sensibilitas normal normal
19
Nyeri (+) (+)
Bisep normal normal
Trisep normal normal
radius normal normal
ulna normal normal
Reflek fisiologik (+) (+)
Perluasan reflek (-) (-)
Reflek patologis (-) (-)
Hoffman-trommer

Reflek Patologis Kanan Kiri


Babinski (-) (-)
Gonda (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Bing (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Rossolimo (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaefer (-) (-)
Mendel-Becterew (-) (-)

Pemeriksaan tambahan/ tes provokasi:


 Phalen’s test :(+/+)
 Tinel’s sign :(+/+)
 Thenar wasting :(-/-)
 Pressure test :(+/+)

Pemeriksaan Penunjang
Usulan pemeriksaan penunjang:
1. Pemeriksaan laboratorium : darah rutin, kimia darah, urin
2. Pemeriksaan neurologis : pemeriksaan elektromiografi (EMG) dapat dinilai fungsi
motoris dan sensoris suatu saraf
D. Ringkasan
Telah diperiksa, seorang perempuan berusia 46 tahun datang ke RSUD Tugurejo dengan
keluhan sejak ± 1 tahun lalu terasa tebal, kaku, kesemutan seperti terkena aliran listrik
kedua pegelangan tangan, jari-jari kulit telapak tangan kanan dan punggung tangan di
daerah ibujari, telunjuk,jari tengah dans etengah sisi jari manis menjalar ke bahu. Pasien
juga mengaku gerakan tangannya menjadi kurang terampil dan lamban. Pasien tidak
mengeluh adanya pembengkakan dan demam. Keluhan semakin berat terutama saat
malam hari sehingga pasien sulit tidur. Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit
diabetes melituss, tiroid dan riwayat trauma pada tangan.

20
Pasien bekerj sebagai penjual nasi selama 5 tahun ini. Setiap hari pasien bekerja
mengaduk nasi dan masakan dalam kuali yang besar dengan porsi yang banyak,
mengulek sambel, menyendok nasi melayani pelanggan, dan mencuci piring
menggunakan tangan dari pagi sampai malam.

Pemeriksaan Umum
 Keadaan umum : compos mentis, GCS: E4V5M6: 15
 BB : tidak diperiksa
 TB : tidak diperiksa
 Status gizi : tidak diperiksa
 Vital sign :
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 86 kali/menit
- Frekuensi nafas : 20 kali/menit
- Temperatur : 36,5 °C
Kepala dan Leher
Dalam batas normal
Status Internus
 Cor : dalam batas normal
 Pulmo : dalam batas normal
 Abdomen : dalam batas normal
 Genital : tidak diperiksa
Pemeriksaan Neurologis
 Kesadaran : compos mentis
 Kuantitatif : GCS 15 (E4V5M6)
 Nervus Cranialis: dalam batas normal
 Motorik : dalam batas normal
Pemeriksaan tambahan/ tes provokasi:
 Phalen’s test :(+/+)
 Tinel’s sign :(+/+)
 Thenar wasting :(-/-)
 Pressure test :(+/+)

E. Penegakan Diagnosis
- Diagnosis klinis : tebal, nyeri, kaku, kesemutan, dan
sulit mempergunakan jari-jari
- Diagnosis topis : suspek carpal tunnel syndrom dekstra
- Diagnosis etiologi : jepitan n.Medianus dalam terowongan karpal

F. Penatalaksanaan
 Medikamentosa:
- Obat anti inflamasi non steroid. Natrium Diclovenac 2 x 25mg

21
- Obat anti konvulsan. Diazepam 2 x 2mg
- Kortikosteroid oral. Methyl prednisolon 2 x 4mg
- Vitamin B1, B6 dan B12 1 x 1/ hari.
 Non medikamentosa:
- Istirahatkan pergelangan tangan
- Pemasangan Bidai
Bidai pergelangan tangan untuk pasien dengan gejala ringan- sedang. Bidai
dipasang pada malam hari selama 2 - 6 minggu.
- Fisioterapi untuk memperbaiki vaskularisasi pergelangan tangan:Ultrasound
frekuensi tinggi diarahkan ke area inflamasi, gelombang suara itu
dikonversikan menjadi panas di dalam jaringan, diharapkan akan melancarkan
vaskularisasi.

G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya sensibilitas yang
persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang paling berat adalah
reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat, hiperalgesia, disestesia
dan ganggaun trofik.Sekalipun prognosa STK dengan terapi konservatif maupun
operatif cukup baik,tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi
kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi kembali.

H. Prognosis
Prognosa penderita CTS secara konservatif 80% baik jika dapat menghilangkan faktor
penyebab atau mempengaruhi. Namun hal ini dapat berulang 1 tahun kemudian.

I. Edukasi
- sarankan pasien untuk mengistirahatkan tangan (gunakan splint)
- Menghindari faktor pencetus
- Konsumsi obat rutin
- Menjalani fisioterapi rutin

J. Evaluasi Program
Tanyakan pada pasien mengenai perubahan yang dirasakan setelah treatment, baik setiap
hari maupun berkala

22
BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang perempuan berusia 46 tahun datang ke RSUD Tugurejo dengan keluhan sejak
±1 tahun lalu terasa tebal, kaku, kesemutan seperti terkena aliran listrik pada pegelangan
tangan kanan, jari-jari kulit telapak tangan kanan dan punggung tangan di daerah ibujari,
telunjuk,jari tengah dan setengah sisi jari manis menjalar ke bahu. Keluhan semakin
bertambah sejak ± 7 hari ini. Keluhan tersebut akibat neuropati tekanan atau jepitan terhadap
nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan kanan, tepatnya di
bawah fleksor retinakulum.Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin penyempitan
terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus medianus sehingga
timbullah CTS. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian
tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang
terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan
merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga
terjadi edema epineural. Namun pasien mengeluh tidak adanya pembengkakan. Apabila
kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-
kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi
nervus medianus terganggu secara menyeluruh. Akibatnya pasien juga mengaku gerakan
tangannya menjadi kurang terampil. Keluhan semakin berat terutama saat malam hari
sehingga pasien sulit tidur. Keluhan tersebut berkurang ketika pasien menggerakan tangan
dan mengurut pergelangan tanggannya. Hal ini mungkin akibat terjadinya perbaikan
sementara pada aliran darah. Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit diabetes melitus,
tiroid dan riwayat trauma pada tangan.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien relative baik, dan dengan pemeriksaan
status neurologis dalam batas normal. Namun pada tes provokasi pembangkitan CTS seperti
phalen’s tes, tinel’s sign dan pressure test didapatkan hasil positif pada tangan pasienkanan .

Sehingga dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien tersebut diatas dapat
ditegakkan diagnosis carpal tunnel syndrom dekstra.

23
DAFTAR PUSTAKA
1. Moeliono F. Etiologi, Diagnosis dan Terapi Sindroma Terowongan Karpal (S.T.K.)
atau (Carpal Tunnel Syndrome/CTS). Neurona. 1993; 10 : 16-27.
2. DeJong RN. The Neurologic Examination revised by AF.Haerer, 5th ed, JB
Lippincott, Philadelphia, 1992; 557-559.
3. Krames Communication (booklet). Carpal Tunnel Syndrome. San Bruno (CA) :
Krames Comm ; 1994: 1-7.
4. Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 2 nd ed.
Baltimore: Williams&Wilkins Co; 1983.p.274-275.
5. Adams RD, Victor M, Ropper AH. Principles of Neurology. 6 th ed. New
York:McGraw-Hill ; 1997.p.1358-1359.
6. Weimer LH. Nerve and Muscle Disease. In : Marshall RS, Mayer SA, editors. on Call
Neurology. Philadelphia: WB Saunders Co; 1997 .p.254-256.
7. Walshe III TM. Diseases of Nerve and Muscle. In: Samuels MA, editor. Manual of
Neurologic Therapeutics. 5th ed. Boston : Little, Brown and Co; 1995.p.381-382.
8. Greenberg MS. Handbook of Neurosurgery. 3rd ed. Lakeland (Florida) : Greenberg
Graphics; 1994.p.414-419.
9. Devinsky o, Feldman E, Weinreb HJ, Wilterdink JL. The Resident's Neurology
10. Rosenbaum R. Occupational and Use Mononeuropathies. In:Evans RW, editor.
Neurology and Trauma. Philadelphia: WB Saunders Co; 1996.p.403-405.
11. Lindsay KW, Bone I .Neurology and Neurosurgery Illustrated. 3rd ed. New York :
Churchill Livingstone ;1997.p.435.
12. Gilroy J. Basic Neurology. 3rd ed. New York: McGraw-Hill ; 2000.p.599-601.
13. Gunderson CH. Quick Reference to Clinical Neurology. Philadelphia: JB Lippincott
Co; 1982.p.370-371.
14. Rosenbaum R. Carpal Tunnel Syndrome. In : Johnson RT, Griffin JW, editors. Current
Therapy in Neurologic Disease. 5th ed. St.Louis :Mosby ;1997.p.374-379.

24

Anda mungkin juga menyukai