Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting dalam mempertahankan
kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh dan
elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorbsi
selektif air, elektrolit dan non-elektrolit, serta mengekskresi kelebihannya sebagai kemih.
Gagal ginjal kronik merupakan suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan irreversible . Hal ini terjadi
apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50 ml/menit. Gagal ginjal kronik sesuai
dengan tahapannya dapat berkurang,ringan, sedang atau berat. Gagal ginjal tahap akhir (
end stage renal failure ) adalah stadium gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian
kecuali jika dilakukan terapi pengganti ( Suhardjono, 2001 ).
Gagal ginjal kronik ditandai dengan penurunan laju penyaringan glumerulus (GFR),
sehingga kadar urea dalam darah meningkat, kenaikan kadar urea darah dan meningkatnya
proses penyaringan oleh nefron yang mengalami hipertropi, menyebabakan muatan solut
yang sampai ke masing masing tubulus yang masih berfungsi akan menjadi lebih besar
daripada keadaan normal (William E,2009).
Gagal ginjal atau penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) adalah gangguan fungsi ginjal
yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang dapat menyebabkan uremia yaitu
retensi cairan dan natrium dan sampah nitrogen lain dalam darah. (Smeltzer, 2002).
Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal tergolong cukup tinggi. Di Amerika
Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat dalam 10 tahun. Pada 1990, terjadi
166 ribu kasus GGT (gagal ginjal tahap akhir) dan pada 2000 menjadi 372 ribu kasus.
Angka tersebut diperkirakan terus naik. Pada 2010, jumlahnya diestimasi lebih dari 650
ribu.Selain data tersebut, 6 juta-20 juta individu di AS diperkirakan mengalami GGK (gagal
ginjal kronis) fase awal (Djoko, 2008).
Hal yang sama terjadi di Jepang. Di Negeri Sakura itu, pada akhir 1996, ada 167 ribu
penderita yang menerima terapi pengganti ginjal. Menurut data 2000, terjadi peningkatan
menjadi lebih dari 200 ribu penderita. Berkat fasilitas yang tersedia dan berkat kepedulian
pemerintah yang sangat tinggi, usia harapan hidup pasien dengan GGK di Jepang bisa
bertahan hingga bertahun-tahun.Bahkan, dalam beberapa kasus, pasien bisa bertahan
hingga umur lebih dari 80 tahun. Angka kematian akibat GGK pun bisa ditekan menjadi
10 per 1.000 penderita. Hal tersebut sangat tidak mengejutkan karena para penderita di
Jepang mendapatkan pelayanan cuci darah yang baik serta memadai (Djoko, 2008).
Di indonesia GGK menjadi penyumbang terbesar untuk kematian, sehingga penyakit
GGK pada 1997 berada di posisi kedelapan. Data terbaru dari US NCHS 2007
menunjukkan, penyakit ginjal masih menduduki peringkat 10 besar sebagai penyebab
kematian terbanyak.Faktor penyulit lainnya di Indonesia bagi pasien ginjal, terutama GGK,
adalah terbatasnya dokter spesialis ginjal. Sampai saat ini, jumlah ahli ginjal di Indonesia
tak lebih dari 80 orang. Itu pun sebagian besar hanya terdapat di kota-kota besar yang
memiliki fakultas kedokteran.Maka, tidaklah mengherankan jika dalam pengobatan kerap
faktor penyulit GGK terabaikan. Melihat situasi yang banyak terbatas itu, tiada lain yang
harus kita lakukan, kecuali menjaga kesehatan ginjal.Jadi, alangkah lebih baiknya kita
jangan sampai sakit ginjal. Mari memulai pola hidup sehat. Di antaranya, berlatih fisik
secara rutin, berhenti merokok, periksa kadar kolesterol, jagalah berat badan, periksa fisik
tiap tahun, makan dengan komposisi berimbang, turunkan tekanan darah, serta kurangi
makan garam. Pertahankan kadar gula darah yang normal bila menderita diabetes, hindari
memakai obat antinyeri nonsteroid, makan protein dalam jumlah sedang, mengurangi
minum jamu-jamuan, dan menghindari minuman beralkohol. Minum air putih yang cukup
(dalam sehari 2-2, 5 liter). (Djoko, 2008).
Berdasarkan pada beberapa hal diatas penyusun tertarik untuk mengambil judul
“Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik” dalam makalah ini.
1.3 Tujuan
Makalah ini kami susun untuk mengetahui :
1) Pengertian dari gagal ginjal kronik
2) Klasifikasi dari gagal ginjal kronik
3) Etiologi dari gagal ginjal kronik
4) Patofisiologi dari gagal ginjal kronik
5) Manifestasi dari gagal ginjal kronik
6) Pemeriksaan penunjang dari gagal ginjal kronik
7) Penatalaksanaan dari gagal ginjal kronik
8) Komplikasi dari gagal ginjal kronik
9) Prognosis dari gagal ginjal kronik
10) Asuhan keperawatan pasien gagal ginjal kronik
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.3 Etiologi
Adapun beberapa hal yang dapat menyebabkan gagal ginjal kronis adalah :
a. Diabetes
Merupakan penyebab terbesar gagal ginjal kronik. Diabetes adalah penyakit
dimana tubuh kita tidak dapat lagi memproduksi insulin dalam jumlah yang
dibutuhkan oleh tubuh atau tubuh tidak mempunyai kemampuan untuk
memanfaatkan insulin secara adekuat. Hal ini menyebabkan kadar gula dalam
darah meningkat dan apabila tidak ditangani akan menyebabkan masalah di dalam
tubuh termasuk ginjal.
b. Tekanan Darah Tinggi (hipertensi)
Merupakan penyebab kedua terbesar gagal ginjal kronik. Hipertensi juga merupaka
penyebab umum timbulnya penyakit jantung dan stroke. Hipertensi adalah keadaan
dimana terjadi peningkatan tekanan darah pada dinding arteri.
c. Glomerulonephritis
Adalah penyakit yang disebabkan adanya peradangan pada unit saringan terkecil
ginjal yang disebut glomeruli.
d. Ginjal Polikistik
Merupakan penyakit yang bersifat genetik (keturunan ) dimana terjadi nya kelainan
yaitu terbentuknya kista pada kedua ginjal yang berkembang secara progresif
sehingga menyebabkan kerusakan ginjal.
e. Batu ginjal
Adalah terjadinya sumbatan di sepanjang saluran kemih akibat terbentuknya
semacam batu yang 80 persen terdiri dari kalsium dan beberapa bahan lainnya.
Ukuran batu ginjal ada hanya sebesar butiran pasir sampai ada yang sebesar bola
golf.
f. Infeksi saluran kencing
Timbulnya infeksi dapat disebabkan oleh adanya bakteri yang masuk ke dalam
saluran kencing yang menyebabkan rasa sakit atau panas pada saat buang air kecil
dan kecenderungan frekuensi buang air kecil yang lebih sering. Infeksi ini biasanya
akan menyebabkan masalah pada kandung kemih namun terkadang dapat
menyebar ke ginjal.
g. Obat dan racun
Mengkonsumsi obat yang berlebihan atau yang mengandung racun tertentu dapat
menimbulkan masalah pada ginjal. Selain itu penggunaan obat-obatan terlarang
seperti heroin, ganja dapat juga merusak ginjal.
2.4 Patofisiologi
Fungsi renal menurun karena produk akhir metabolisme protein tertimbun dalam
darah, sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan mempengaruhi seluruh sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produksi sampah maka gejala semakin berat.
Gangguan clearance renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi
penurunan laju filtrasi glomerulus dideteksi dengan memeriksa clearance kreatinin urine
tampung 24 jam yang menunjukkan penurunan clearance kreatinin dan peningkatan kadar
kreatinin serum.
Retensi cairan dan natrium dapat mengakibat edema, CHF, dan hipertensi. Hipotensi
dapat terjadi karena aktivitas renin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan
sekresi aldosteron. Kehilangan garam mengaki- batkan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status uremik
memburuk.
Asidosis metabolic akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H ) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu mensekresi ammonia (NHз) dan
mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCOз). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik
lain terjadi.
Anemia terjadi akibat erirtropoietin yang tidak memadai memendeknya usia sel darah
merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status
uremik pasien, terutama dari saluran pencernaan. Eritropoitein yang diproduksi oleh ginjal,
menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah, dan produksi
eritropoietin menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai keletihan,
angina, dan sesak nafas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme. Kadar
serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya
meningkat, maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui
glomerulus ginjal, maka meningkatkan kadar fosfat serum, dan sebaliknya, kadar serum
kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari
kelenjar paratiroid. Tetapi, gagal ginjal tubuh untuk merespon normal terhadap peningkatan
sekresi parathormon, sehingga kalsium ditulang menurun, menyebabkan terjadinya
perubahan tulang dan penyakit tulang. Demikian juga, vitamin D (1, 25 dihidro-
kolekalsiferol) yang dibentuk di ginjal menurun seiring perkembangan gagal ginjal.
Pathway
2.5 Manifestasi Klinis
Menurut Suhardjono (2001), manifestasi klinik yang muncul pada pasien dengan gagal
ginjal kronik yaitu:
1) Gangguan pada sistem gastrointestinal
a. Anoreksia, nausea, dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan metaboslime
b. protein dalam usus.
c. Mulut bau amonia disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur.
d. Cegukan (hiccup)
2.6 Klasifikasi
Klasifkasi penyakit gagal ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar
derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockeroft-Gault sebagai berikut:
Stadium 1:
Kerusakan ginjal dengan LFG normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal dapat
dideteksi sebelum LFG mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit ginjal ini, tujuan
pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan GGK dan mengurangi risiko
penyakit jantung dan pembuluh darah.
Stadium 2:
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada LFG (60-89). Saat fungsi ginjal
kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan GGK kita dan
meneruskan pengobatan untuk mengurangi risiko masalah kesehatan lain.
Stadium 3:
Penurunan lanjut pada LFG (30-59). Saat GGK sudah berlanjut pada stadium ini,
anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya bekerja sama dengan
dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.
Stadium 4:
Penurunan berat pada LFG (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi GGK
dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal. Masing-
masing pengobatan membutuhkan persiapan. Bila kita memilih hemodialisis, kita akan
membutuhkan tindakan untuk memperbesar dan memperkuat pembuluh darah dalam
lengan agar siap menerima pemasukan jarum secara sering. Untuk dialisis peritonea,
sebuah kateter harus ditanam dalam perut kita. Atau mungkin kita ingin minta anggota
keluarga atau teman menyumbang satu ginjal untuk dicangkok.
Stadium 5:
Kegagalan ginjal (LFG di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup untuk
menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan ginjal.
Sesuai dengan test kreatinin klirens, maka GGK dapat di klasifikasikan menjadi
4, dengan pembagian sebagai berikut:
a. 100-76 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal berkurang.
b. 75-26 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal kronik.
c. 25-5 ml/mnt, disebut gagal ginjal kronik.
d. < 5 ml/mnt, disebut gagal ginjal terminal.
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit gagal ginjal kronik di antara nya meliputi :
a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasar nya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasar nya adalah sebelum terjadi nya
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), sehingga perburukan fungsi ginjal tidak
terjadi. Bila LFG sudah menurun sampai 20%-30% dari normal, terapi terhadap
penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Penting sekali untuk megikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien
dengan penyakit gagal ginjal kronik. Factor-faktor komorbid antara lain : gangguan
keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obat-
obatan nefrotoksik. Obat – obat Nefrotoksik seperti amino – glikosid, OAINS (obat anti
inflamasi non-steroid) dan obat-obatan yang dapat menyebabkan nefretis interstisialis
akut harus dihindari.
c. Menghambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal terjadinya hiperfiltrasi glomerulus.
d. Pembatasan asupan protein
Pembatasan asupan protein mulai di lakukan pada LFG ≤ 60 ml/mnt, sedangkan
pembatasan asupan protein tidak selalu di anjurkan. Protein diberikan 0, 6-0.8/kg
BB/hari.
e. Pencegahan kekurangan cairan (dehidrasi)
Dehidrasi dan kehilangan elektrolit dapat menyebabkan gagal ginjal prarenal yang
masih dapat diperbaiki.
f. Terapi farmakologis
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus, pemakaian obat anti hipertensi, di
samping bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskuler juga sangat penting
untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi
intraglomerolus dan hipertropi hlomerolus.
g. Kehamilan
Pada wanita usia produktif yang mengalami gangguan fungsi ginjal, kehamilan dapat
memperburuk fungsi ginjal.
h. Pengelolaan uremia dan komplikasinya
Pasien dengan gagal ginjal lanjut sering mengalami peningkatan jumlah cairan
ekstraseluler karena retensi cairan dan natrium. Penatalaksanaan meliputi asupan cairan
dan natrium serta pemberian terapi diuretik.
i. Asidosis Metabolik.
Penurunan kemampuan eksresi beban asam (acid load) pada GGK menyebabkan
terjadinya asidosis metabolic. Diet rendah protein membantu mengurangi kejadian
asidosis.
j. Hiperkalemia.
Kalium sering meningkat pada GGK. Hiperkalemia terjadi akibat eksresi kalium
melalui urin berkurang dari keadaan katabolik.
k. Anemia.
Transfusi darah hanya diberikan bila sangat perlu dan apabila transfusi tersebut dapat
memperbaiki keadaan klinis secara nyata. Terapi yang terbaik apabila hemoglobin < 8
g% adalah dengan pemberian eritropoietin.
l. Kalsium dan Fosfor.
Untuk mencegah terjadinya hiperparatiroidisme sekunder, kadar fosfor serum harus
dikendalikan dengan diet rendah fosfor (terutama daging dan susu)
m. Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialysis tetap
atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya LFG sekitar 5 – 10 ml/mnt. Dialisis juga
diperlukan bila ditemukan keadaan dibawah ini :
Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat – obatan Hiperkalemia
yang tidak dapat diatassi dengan obat – obatan.
Overload cairan (edema paru).
Ensefalopati uremik, penurunan kesadaran.
Efusi kardial.
Sindrom uremia : mual;, muntah, anoreksia, neuropati yang memburuk.
2.9 Komplikasi
a. Anemia
Terjadinya anemia karena gangguan pada produksi hormon eritropoietin yang
bertugas mematangkan sel darah, agar tubuh dapat menghasilkan energi yang
dibutuhkan untuk mendukung kegiatan sehari-hari. Akibat dari gangguan tersebut,
tubuh kekurangan energi karena sel darah merah yang bertugas mengangkut oksigen ke
seluruh tubuh dan jaringan tidak mencukupi. Gejala dari gangguan sirkulasi darah
adalah kesemutan, kurang energi, cepat lelah, luka lebih lambat sembuh, kehilangan
rasa (baal) pada kaki dan tangan.
b. Osteodistofi ginjal
Kelainan tulang karena tulang kehilangan kalsium akibat gangguan metabolisme
mineral. Jika kadar kalsium dan fosfat dalam darah sangat tinggi, akan terjadi
pengendapan garam dalam kalsium fosfat di berbagai jaringan lunak (klasifikasi
metastatik) berupa nyeri persendian (artritis), batu ginjal (nefrolaksonosis), pengerasan
dan penyumbatan pembuluh darah, gangguan irama jantung, dan gangguan penglihatan.
c. Gagal jantung
Jantung kehilangan kemampuan memompa darah dalam jumlah yang memadai ke
seluruh tubuh. Jantung tetap bekerja, tetapi kekuatan memompa atau daya tampungnya
berkurang. Gagal jantung pada penderita gagal ginjal kronis dimulai dari anemia yang
mengakibatkan jantung harus bekerja lebih keras, sehingga terjadi pelebaran bilik
jantung kiri (left venticular hypertrophy/ LVH). Lama-kelamaan otot jantung akan
melemah dan tidak mampu lagi memompa darah sebagaimana mestinya (sindrom
kardiorenal).
d. Disfungsi ereksi
Ketidak mampuan seorang pria untuk mencapai atau mempertahankan ereksi yang
diperlukan untuk melakukan hubungan seksual dengan pasangannya. Selain akibat
gangguan sistem endokrin (yang memproduksi hormon testeron) untuk merangsang
hasrat seksual (libido), secara emosional penderita gagal ginjal kronis menderita
perubahan emosi (depresi) yang menguras energi. Namun, penyebab utama gangguan
kemampuan pria penderita gagal ginjal kronis adalah suplai darah yang tidak cukup ke
penis yang berhubungan langsung dengan ginjal.
e. Hiperkalemia
Tingginya kandungan kalium di dalam darah. Dan tingginya kandungan kalium di
dalam darah dapat menimbulkan kematian mendadak, jika tidak ditangani dengan
serius.
2.10 Hemodialisa
Hemodialisis merupakan suatu cara untuk mengeluarkan produk sisa metabolism
berupa larutan (ureum dan kreatini) dan air yang ada pada darah melalui membrane
semipermeable atau yang disebut dengan dialyzer (Thomas, 2002).
Hemodialisa merupakan suatu tindakan terapi dengan dialisa sebagai pengganti fungsi
ginjal untuk menurunkan kadar racun di dalam darah. Pada proses ini zat-zat racun (toksik), air
dan elektrolit yang tidak bisa dikeluarkan lagi oleh ginjal yang sakit “dibersihkan” melalui
proses haemodialisis (Mursal,2008).
8. Abdomen
Didapatkan adanya mual muntah, anoreksia dan diare sekunder dari bau mulut
ammonia, peradangan mukosa mulut dan ulkus saluran cerna sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
9. Perkemihan
Penurunan urine output <400 ml/hari sampai anuri, terjadi penurunan libido berat.
b) Diagnosa Keperawatan
Menurut (Muttaqin, 2011: Taylor dan Ralph, 2010: Wilkinson, 2011), terdapat dua
belas diagnosa keperawatan pada klien dengan CKD yaitu sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume urin, retensi
cairan dan natrium, peningkatan aldosterone sekunder dari penurunan GFR.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi yang tidak adekuat sekunder dari anoreksia, mual dan muntah
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic,
sirkulasi (anemia, iskemik jaringan) dan sensai (neuropati perifer), penurunan
turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum dalam kulit.
4. Intoleran aktivitas
5. Resiko cedera
c)