Anda di halaman 1dari 24

CABANG-CABANG FILSAFAT

Jika kita mengamati karya-karya besar filsuf, seperti Aristoteles (384-322 SM)

dan Immanuel Kant (1724-1804), ada tiga tema besar yang menjadi fokus kajian dalam

karya-karya mereka, yakni kenyataan, nilai, dan pengetahuan. Ketiga tema besar

tersebut masing-masing dikaji dalam tiga cabang besar filsafat. Kenyataan merupakan

bidang kajian metafisika, nilai adalah bidang kajian aksiologi, dan pengetahuan

merupakan bidang kajian epistemologi.

Namun ada juga yang membagi cabang filsafat berdasarkan karakteristik

objeknya. Berdasarkan karakteristik objeknya filsafat dibagi dua, yaitu:

1. Filsafat Umum/Murni

a. Metafisika, objeknya adalah hakikat tentang segala sesuatu yang ada.

b. Epistemologi. Objeknya adalah pengetahuan/kenyataan.

c. Logika. Merupakan studi penyusunan argumen-argumen dan penarikan

kesimpulan yang valid. Namun ada juga yang memasukkan Logika ke

dalam kajian epistemologi.

d. Aksiologi. Objek kajiannya adalah hakikat menilai kenyataan.

2. Filsafat Khusus/Terapan, yang lebih mengkaji pada salah satu aspek

kehidupan. Seperti misalnya filsafat hukum, filsafat pendidikan, filsafat bahasa,

dan lain sebagainya.

Pembagian cabang-cabang filsafat di atas tidak kaku. Seorang filsuf yang

mengklaim bahwa pemikiran filsafatnya berupa kajian ontologis sering kali

pula membahas masalah-masalah eksistensi manusia, kebudayaan, kondisi

masyarakat, bahkan etika. Ini misalnya tampak dari filsafat Heidegger. Dalam

bukunya yang terkenal, Being and Time (1979), dia menulis bahwa filsafatnya
dimaksudkan untuk mencari dan memahami “ada”. Akan tetapi dia mengakui

bahwa “ada” hanya dapat ditemukan pada eksistensi manusia dalam kehidupan

sehari-hari. Oleh sebab itu, dalam bukunya itu dia membahas mengenai

keotentikan, kecemasan, dan pengalaman-pengalaman manusia dalam

kehidupan sehari-hari.1

A. Metafisika

Koestenbaum (1968) mendefinisikan metafisika sebagai studi mengenai

karakteristik-karakteristik yang sangat umum dan paling dasar dari kenyataan yang

sebenarnya (ultimate reality). Metafisika menguji aspek-aspek kenyataan seperti ruang

dan waktu, kesadaran, jiwa dan materi, ada (being), eksistensi, perubahan, substansi dan

sifat, aktual dan potensial, dan lain sebagainya.

Metafisika pada asasnya meneliti perbedaan antara penampakan (appearance) dan

kenyataan (reality). Ada sejumlah aliran yang mencoba mengungkap hakikat kenyataan

di balik penampakan tersebut. Misalnya aliran naturalism dan materialism percaya

bahwa kenyataan paling dasar pada prinsipnya sama dengan peristiwa material dan

natural.

Sejak zaman Yunani kuno sebagian besar filsafat diwarnai oleh pemikiran-

pemikiran metafisik, kendati cukup banyak juga filsuf yang meragukan dan menolak

metafisika. Para filsuf yang menolak metafisika beralasan bahwa metafisika tidak

mungkin karena melampui batas-batas kemampuan indera untuk membuktikan

kebenaran-kebenarannya. Kebenaran-kebenara yang dikemukakan oleh metafisika

terlalu luas dan spekulatif, sehingga tidak dapat dibuktikan dan diukur kebenarannya.

Dalam perkembangannya, metafisika kemudian dibagi lagi menjadi tiga sub cabang,

yaitu:
1
1) Ontology

Menurut bahasa, ontology berasal dari bahasa Yunani yaitu: On/Ontos (ada),

dan Logos (ilmu). Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.

Menurut istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang

ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret

maupun rohani/abstrak.2

Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat tentu juga akan mengalami dinamika

dan perkembangan sesuai dengan dinamika dan perkembangan ilmu-ilmu yang

lain, yang biasanya mengalami percabangan. Filsafat sebagai suatu disiplin ilmu

telah melahirkan tiga cabang kajian. Ketiga cabang kajian itu ialah teori hakikat

(ontologi), teori pengetahuan (epistemologi), dan teori nilai (aksiologi).

Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab

“apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan

ilmu mengenai esensi benda. Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu On

(being), dan Logos (logic). Jadi, ontologi adalah The Theory of Being Qua Being

(teori tentang keberadaan sebagai keberadaan).

Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu

perwujudan tertentu. Membahas tentang yang ada, yang universal, dan

menampilkan pemikiran semesta universal. Berupaya mencari inti yang termuat

dalam setiap kenyataan, dan menjelaskan yang ada dan yang meliputi semua

realitas dalam semua bentuknya. Sedangkan Jujun S. Suriasamantri mengatakan

bahwa ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin

tahu, atau dengan perkataan lain suatu pengkajian mengenai yang “ada”.
2
Menurut Sidi Gazalba, ontologi mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir

dari kenyataan. Karena itu, disebut ilmu hakikat yang bergantung pada

pengetahuan. Dalam agama, ontologi mempersoalkan tentang Tuhan.3 Amsal

Bakhtiar dalam bukunya Filsafat Agama I mengatakan ontologi berasal dari kata

yang berwujud. Ontologi adalah teori/ilmu tentang wujud tentang hakikat yang

ada. Ontologi tak banyak berdasar pada alam nyata tetapi berdasar pada logika

semata-mata.

 Aliran-aliran Ontologi

Dalam mempelajari ontologi muncul bebrapa pertanyaan yang kemudian

melahirkan aliran-aliran dalam filsafat. Dari masing-masing pertanyaan

menimbulkan beberapa sudut pandang mengenai ontologi. Pertanyaan itu

berupa “Apakah yang ada itu? (What is being?)”, “Bagaimanakah yang ada

itu? (How is being?)”, dan “Dimanakah yang ada itu? (What is being?)”.

Apakah yang ada itu? (What is being?). Dalam memberikan jawaban

masalah ini lahir lima filsafat, yaitu sebagai berikut:

a. Aliran Monoisme

Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu hanya satu, tidak mungkin

dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal

berupa materi ataupun merupakan sumber yang pokok dan dominan

menentukan perkembangan yang lainnya. Plato adalah tokoh filsuf yang

bisa dikelompokkan dalam aliran ini, karena ia menyatakan bahwa alam ide

merupakan kenyataan yang sebenarnya. Istilah monoisme oleh Thomas

Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terbagi ke

dalam dua aliran:


3
 Materialisme

Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi,

bukan rohani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme.

Menurutnya bahwa zat mati merupakan kanyataan dan satu-satunya

fakta.

Aliran pemikiran ini dipelopori oleh bapak filsafat yaitu Thales

(624-546 SM). Ia berpendapat bahwa unsur asal adalah air, karena

pentingnya bagi kehidupan. Anaximander (585-528 SM) berpendapat

bahwa unsur asal itu adalah udara, dengan alasan bahwa udara

merupakan sumber dari segala kehidupan. Demokratis (460-370 SM)

berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak

jumlahnya, tak dapat dihitung dan amat halus. Atom-atom itulah yang

merupakan asal kejadian alam.

 Idealisme

Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam

jiwa.4 Aliran ini menganggap bahwa dibalik realitas fisik pasti ada

sesuatu yang tidak tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru

terletak dibalik yang fisik. Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi aliran

ini dianggap hanya merupakan bayang-bayang, sifatnya sementara, dan

selalu menipu. Eksistensi benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah

membawa orang pada kebenaran sejati.

Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui dalam ajaran Plato

(428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di

dalam mesti ada idenya yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam
4
nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari

alam ide itu. Jadi, idelah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar

wujud sesuatu.

b. Aliran Dualisme

Aliran ini berpendapat bahwa terdiri dari dua macam hakikat sebagai

asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan roh,

jasad dan spirit. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri

sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan

kehidupan dalam alam ini Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650

M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua

hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (rohani) dan dunia ruang

(kebendaan). Ini tercantum dalam bukunya Discours de Ia Methode (1637)

dan Meditations de Prima Philosophia (1641). Dalam bukunya ini pula, Ia

menerapkan metodenya yang terkenal dengan Cogito Descartes (metode

keraguan Descartes/Cartesian Doubt). Disamping Descartes, ada juga

Benedictus de Spinoza (1632-1677 M), dan Gitlifried Wilhelm von Leibniz

(1646-1716M).5

c. Aliran Pluralisme

Aliran ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan

kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa

segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of

Philosophy and Religion di katakan sebagai paham yang menyatakan bahwa

kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua

identitas.
5
Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan

Empedocles, yang menyatakan bahwa sustansi yang ada itu terbentuk dan

terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern

aliran ini adalah William James (1842-1910 M), yang mengemukakan

bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat

tetap, yang berdiri sendiri, dan lepas dari akal yang mengenal.

d. Aliran Nihilisme

Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak

ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif.

Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev pada tahun 1862 di

Rusia.

Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman

Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (485-360 SM) yang

memberikan tiga proposisi tentang relitas. Pertama, tidak ada sesuatupun

yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ketiga,

sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan

kepada orang lain. Tokoh lain aliran ini adalah Friedrich Nietzche (1844-

1900 M). Dalam pandangannya dunia terbuka untuk kebebasan dan

kreativitas manusia. Mata manusia tidak lagi diarahkan pada suatu dunia di

belakang atau di atas dunia di mana ia hidup.

e. Aliran Agnotisisme

Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui

hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat rohani. Kata

agnostisisme berasal dari bahasa Grik Agnostos, yang berarti unknown. A


artinya not, gno artinya know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum

dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan

adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal.

Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-

tokohnya seperti, Soren Kierkegaar (1813-1855 M) yang terkenal dengan

julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme, yang menyatakan bahwa

manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku

individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam

sesuatu orang lain. Berbeda dengan pendapat Martin Heidegger (1889-1976

M), yang mengatakan bahwa satu-satunya yang ada itu ialah manusia,

karena hanya manusialah yang dapat memahami dirinya sendiri. Tokoh

lainnya adalah, Jean Paul Sartre (1905-1980 M), yang mengatakan bahwa

manusia selalu menyangkal. Hakikat beradanya manusia bukan entre (ada),

melainkan a entre (akan atau sedang). Jadi, agnostisisme adalah paham

pengingkaran/penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui

hakikat benda baik materi maupun rohani.

2) Kosmologi

Mengkaji persoalan-persoalan tentang alam semesta, asal-usul, dan unsur-

unsur yang membentuk alam semesta.

3) Humanologi

Mengkaji persoalan-persoalan tentang hakikat manusia, hubungan antara

jiwa dan tubuh, kebebasan dan keterbatasan manusia.

4) Teologi

Mengkaji persoalan-persoalan tentang Tuhan/agama.


B. Epistemologi

Istilah “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu “episteme” yang berarti

pengetahuan dan “logos” berarti perkataan, pikiran, atau ilmu. Kata “episteme” dalam

bahasa Yunani berasal dari kata kerja epistamai, artinya menundukan, menempatkan,

atau meletakkan. Maka, secara harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya

intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya. Bagi suatu ilmu

pertanyaan yang mengenai definisi ilmu itu, jenis pengetahuannya, pembagian ruang

lingkupnya, dan kebenaran ilmiahnya, merupakan bahan-bahan pembahasan dari

epistemologinya.

Epistemologi sering juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge).

Epistemologi lebih memfokuskan kepada makna pengetahuan yang berhubungan

dengan konsep, sumber, dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan, dan lain

sebagainya.

Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi dari pada epistemologi

adalah P. Hardono Hadi. Menurut beliau epistemologi adalah cabang filsafat yang

mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-

pengandaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai

pengetahuan yang dimiliki. Tokoh lain yang mencoba mendefinisikan epistemologi

adalah D.W Hamlyin, beliau mengatakan bahwa epistemologi sebagai cabang filsafat

yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian-

pengandaian serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegas bahwa

orang memiliki pengetahuan.


Runes dalam kamusnya menjelaskan bahwa epistemologiy is the branch of

philosophy which invetigates the origin, structure, methods and validity of knowledge.

Itulah sebabnya kita sering menyebutnya dengan istilah epistemologi untuk pertama

kalinya muncul dan digunakan oleh J.F Ferrier pada tahun 1854 (Runes, 1971-1994).6

 Aliran-aliran Epistemologi

Ada beberapa aliran yang berbicara tentang ini, diantaranya:

a. Empirisme

Kata empiris berasal dari kata Yunani empieriskos yang berasal dari

kata empiria, yang artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia

memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan

kepada kata Yunaninya, pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman

inderawi. Manusia tahu es dingin karena manusia menyentuhnya, gula

manis karena manusia mencicipinya.

John Locke (1632-1704) bapak aliran ini pada zaman modern

mengemukakan teori tabula rusa yang secara bahasa berarti meja lilin.

Maksudnya adalah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari

pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia

memiliki pengetahuan. Mula-mula tangkapan indera yang masuk itu

sederhana, lama-lama sulit, lalu tersusunlah pengetahuan. Berarti,

bagaimanapun kompleks (sulit) pengetahuan manusia, ia selalu dapat dicari

ujungnya pada pengalaman indera. Sesuatu yang tidak dapat diamati dengan

indera bukan pengetahuan yang benar. Jadi, pengalaman indera itulah

sumber pengetahuan yang benar.

6
Karena itulah metode penelitian yang menjadi tumpuan aliran ini

adalah metode eksperimen. Kesimpulannya bahwa aliran empirisme lemah

karena keterbatasan indera manusia. Misalnya benda yang jauh kelihatan

kecil, sebenarnya benda itu kecil ketika dilihat dari jauh, sedangkan kalau

dilihat dari dekat benda itu besar.

b. Rasionalisme

Secara singkat aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar

kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur

dengan akal. Manusia, menurut aliran ini, memperoleh pengetahuan melalui

kegiatan akal menangkap objek. Bapak aliran ini adalah Descartes (1596-

1650). Descartes seorang filosof yang tidak puas dengan filsafat scholastik

yang pandangannya bertentangan, dan tidak ada kepastian disebabkan oleh

kurangnya metode berpikir yang tepat. Dan ia juga mengemukakan metode

baru, yaitu metode keragu-raguan. Jika orang ragu terhadap segala sesuatu,

dalam keragu-raguan itu jelas ia sedang berpikir. Sebab, yang sedang

berpikir itu tentu ada dan jelas ia sedang erang menderang. Cogito Ergo Sun

(saya berpikir, maka saya ada).

Rasio merupakan sumber kebenaran. Hanya rasio sajalh yang dapat

membawa orang kepada kebenaran. Yang benar hanya tindakan akal yang

terang benderang yang disebut Ideas Claires el Distictes (pikiran yang

terang benderang dan terpilah-pilah). Ide terang benderang inilah pemberian

tuhan kepada seorang yang dilahirkan (idea innatae = ide bawaan). Sebagai

pemberian tuhan, maka tak mungkin tak benar. Karena rasio saja yang

dianggap sebagai sumber kebenaran, aliran ini disebut rasionalisme. Aliran


rasionalisme ada dua macam, yaitu dalam bidang agama dan dalam bidang

filsafat. Dalam bidang agama, aliran rasionalisme adalah lawan dari otoritas

dan biasanya digunakan untuk mengkritik ajaran agama. Adapun dalam

bidang filsafat, rasionalisme adalah lawan dari empirisme dan sering

berguna dalam menyusun teori pengetahuan.

a. Positivisme

Tokoh aliran ini adalah August Compte (1798-1857). Ia menganut

paham empirisme. Ia berpendapat bahwa indera itu sangat penting dalam

memperoleh pengetahuan. Tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan

diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat

eksperimen. Eksperimen memerlukan ukuran-ukuran yang jelas. Misalnya

untuk mengukur jarak kita harus menggunakan alat ukur misalnya meteran,

untuk mengukur berat menggunakan neraca atau timbangan misalnya

kiloan. Dan dari itulah kemajuan sains benar benar dimulai. Kebenaran

diperoleh dengan akal dan didukung oleh bukti empirisnya. Dan alat bantu

itulah bagian dari aliran positivisme. Jadi, pada dasarnya positivisme

bukanlah suatu aliran yang dapat berdiri sendiri. Aliran ini menyempurnaka

em[irisme dan rasionalisme.

b. Intuisionisme

Henri Bergson (1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Ia menganggap

tidak hanya indera yang terbatas. Akal juga terbatas. Objek yang selalu

berubah, demikian bargson. Jadi, pengetahuan kita tentangnya tidak pernah

tetap. Intelektual atau akal juga terbatas. Akal hanya dapat memahami suatu

objek bila ia mengonsentrasikan dirinya pada objek itu, jadi dalam hal itu
manusia tidak mengetahui keseluruhan (unique), tidak dapat memahami

sifat-sifat yang tetap pada objek. Misalnya manusia mempunyai pemikiran

yang berbeda-beda. Dengan menyadari kekurangan dari indera dan akal

maka Bergson mengembangkan satu kemampuan tingkat tinggi yang

dimiliki manusia, yaitu intuisi.

c. Kritisme

Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru dimana

seseorang ahli pemikir yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan

antara rasioanalisme dengan empirisme. Seorang ahli pikir Jerman

Immanuel Kant (1724-1804) mencoba menyelesaikan persoalan diatas, pada

awalnya, Kant mengikuti rasionalisme tetapi terpengaruh oleh aliran

empirisme. Akhirnya Kant mengakui peranan akal harus dan keharusan

empiris, kemudian dicoba mengadakan sintesis. Walaupun semua

pengetahuan bersumber pada akal (rasionalisme) tetapi adanya pengertian

timbul dari pengalaman (empirisme). Jadi, metode berpikirnya disebut

metode kritis. Walaupun ia mendasarkan diri dari nilai yang tinggi dari akal,

tetapi ia tidak mengingkari bahwa adanya persoalan-persoalan yang

melampui akal.

d. Idealisme

Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia

fisik hanya dapat dipahami dalam kaitan dengan jiwa dan roh. Istilah
idealisme diambil dari kata idea yaitu suatu yang hadir dalam jiwa.

Pandangan ini dimiliki oleh Plato pada filsafat modern.

Idealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri. Oleh karena

itu, tokoh-tokoh yang mengajarkan bahwa materi tergantung pada spirit

tidak disebut idealisme karena mereka tidak menggunakan menggunakan

argumen epistemologi yang digunakan oleh idealisme. Idealisme secara

umum berhubungan dengan rasionalisme. Ini adalah madzhab epistemologi

yang mengajarkan bahwa pengetahuan apriori (masa bodoh) atau deduktif

dapat diperoleh dari manusia dengan akalnya.

C. Logika

Logika sebagai salah satu cabang filsafat pada dasarnya adalah cara untuk

menarik kesimpulan yang valid. Secara luas logika dapat didefinisikan sebagai

pengkajian untuk berfikir secara sahih. Ada banyak cara menarik kesimpulan. Namun

secara garis besar, semua itu digolongkan menjadi dua cara yaitu logika induktif dan

logika deduktif.

Logika induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus

individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan logika deduktif

berhubungan dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang umum menjadi

kesimpulan yang bersifat khusus atau individual. Bail logika induktif maupun logika

deduktif, dalam proses penalarannya mempergunakan premis-premis yang berupa

pengetahuan yang dianggap benar. Ketepatan penarikan kesimpulan tergantung dari tiga

hal, yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor dan keabsahan
pengambilan keputusan. Sekiranya salah satu dari ketiga unsur tersebut tidak terpenuhi

maka kesimpulan yang ditariknya akan salah.

D. Aksiologi

Aksiologi menurut bahasa berasal dari bahasa Yunani “axios” yang berarti

bermanfaat dan “logos” berarti ilmu pengetahuan atau ajaran. Secara istilah, aksiologi

adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang ditinjau dari sudut

kefilsafatan. Sejalan dengan itu, Sarwan menyatakan bahwa aksiologi adalah studi

tentang jakikat tertinggi, realitas, dan arti dari nilai-nilai (kebaikan, keindahan, dan

kebenaran).

Dengan demikian aksiologi adalah studi tentang hakikat tertinggi dari nilai-nilai

etika dan estetika. Dengan kata lain, apakah yang baik atau bagus itu.

Definisi lain mengatakan bahwa aksiologi adalah suatu pendidikan yang menguji

dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia dan menjaganya,

membinanya di dalam kepribadian peserta didik. Dengan demikian aksiologi adalah

salah satu cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai-nilai atau norma-norma

terhadap sesuatu ilmu.

Berbicara mengenai nilai itu sebndiri dapat kita jumpai dalam kehidupan seperti

kata-kata adil dan tidak adil, jujur dan curang. Hal itu semua mengandung penilaian

karena manusia yang dengan perbuatannya berhasrat mencapai atau merealisasikan

nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan

berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.

Secara singkat dapat dikatakan, perkataan “nilai” kiranya mempunyai macam-

macam makna seperti: mengandung nilai (berguna), merupakan nilai ( baik/benar/indah,


mempunyai nilai (merupakan objek keinginan), mempunyai kualitas yang dapat

menyebabkan orang mengambil sikap menyetujui (mempunyai sifat nilai tertentu),

memberi nilai (menanggapi sesuatu sebagai hal yang diinginkan atau sebagai hal yang

menggambarkan nilai tertentu).7 Nilai ini terkait juga dengan etika dan nilai estetika.

Nilai etika adalah teori perbuatan manusia yang ditimbang menurut baik atau buruk dan

tentang hak dan kewajiban moral. Sedangkan nilai estetika adalah telaah manusia

terhadapnya. Di dalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral

persoalan karena menyangkut tanggung jawab, baik tanggung jawab pada diri sendiri,

masyarakat, alam maupun terhadapa Tuha.

Ilmu pengetahuan pun mendapatkan pedoman untuk bersikap penuh tanggung

jawab, baik tanggung jawab ilmiah maupun tanggung jawab moral. Tanggung jawab

ilniah adalah sejauh mana ilmu pengetahuan melalui pendekatan metode dan sistem

yang dipergunakan untuk memperoleh pendekatan metode dan sistem yang

dipergunakan untuk memperoleh kebenaran objektif, baik secara koheren-idealistik,

koresponden realistis maupun secara pragmatis-empirik. Jadi, berdasarkan tanggung

jawab ini, ilmu pengetahuan tidak dibenarkan untuk mengejarkan kebohongan, dan hal-

hal negatif lainnya.

Berdasar dari apa yang telah diuraikan dipahami ilmu pengetahuan mengandung nilai,

dan kebenaran nilai ilmu pengetahuan yang dikandungnya bukan untuk kebesaran ilmu

pengetahuan semata yang berdiri hanya mengejar kebenaran objektif yang bebas nilai

melainkan selalu terikat dengan kemungkinan terwujudnya kesejahteraan dan

kebahagiaan umat manusia.

 Aksiologi dalam Pandangan Aliran-aliran Filsafat

7
Aksiologi dalam pandangan aliran filsafat dipengaruhi oleh cara pandang dan

pemikiran filsafat yang dianut oleh masing-masing aliran filsafat, yakni:

1. Pandangan Aksiologi Progresivisme

Tokoh yang berpengaruh dalam aliran ini adalah William James (1842-

1910), Hans Vahinger, Ferdinant Sciller, Georger Santayana, dan Jhom Dewey. 8

Menurut progressivisme, nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa. Dengan

demikian, adanya pergaulan dalam masyarakat dapat menimbulkan nilai-nilai.

Bahasa adalah sarana ekspresi yang berasal dari dorongan, kehendak, perasaan,

dan kecerdasan dan individu-individu. Dalam hubungan ini kecerdasan

merupakan faktor utama yang mempunyai kedudukan sentral. Kecerdasan adalah

faktor yang dapat mempertahankan adanya hubungan antara manusia dan

lingkungannya, baik yang terwujud sebagai lingkungan fisik maupun kebudayaan

atau manusia.

2. Pandangan Aksiologi Essensialisme

Tokoh yang berpengaruh dalam aliran ini adalah Desiderius Erasmus, John

Amos Comenius (1592-1670), John Locke (1632-1704), John Hendrick

Pestalalozzi (1746-1827), John Frederich Frobel (1782-1852), Johann Fiedirich

Herbanth (1776-1841), dan William T. Horris (1835-1909). Bagi aliran ini, nilai-

nilai berasal dari pandangan-pandangan idealisme dan realisme karena aliran

essensialisme terbina dari dua pandangan-pandangan idealisme dan realisme

karena aliran essensialisme terbina dari dua pandangan tersebut.

a. Teori Nilai Menurut Idealisme

Idealisme berpandangan bahwa hukum-hukum etika adalah hukum

kosmos karena itu seseorang dikatakan baik, jika banyak berinteraksi dalam
8
pelaksanaan hukum-hukum itu. Menurut idealisme, sikap, tingkah laku, dan

ekspresi perasaan juga mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan buruk.

Orang yang berpakaian serba formal seperti dalam upacara atau peristiwa lain

yang membutuhkan suasana tenang haruslah bersikap formal dan teratur. Untuk

itu, ekspresi perasaan yang mencerminkan adanya serba kesungguhan dan

kesenangan terhadap pakaian resmi yang dikenakan dapat menunjukkan

keindahan pakaian dan suasana kesungguhan tersebut.

b. Teori Nilai Menurut Realisme

Menurut realisme, sumber semua penegtahuan manusia terletak pada

keteraturan lingkungan hidupnya. Realisme memandang bahwa baik dan

buruknya kedaan manusia tergantung pada keturunan dan lingkungannya.

Perbuatan seseorang adalah hasil perapduan antara pembawa-pembawa

fisiologis dan pengaruh-pengaruh lingkungannya. George Santayana

memadukan pandangan idealisme dan realisme dalam suatu sintesa dengan

menyatakan bahwa “nilai” itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep

tunggal, karena minat, perhatian, dan pengalaman seseorang turut menentukan

adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung tinggi asa otoriter

atau nilai-nilai, namun tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif menentukan

nilai-nilai itu atas dirinya sendiri.

3. Pandangan Aksiologi Perenialisme

Tokoh utama ini diantaranya Aristoteles (394 SM) St. Thomas Aquinas.

Perenialisme memandang bahwa keadaan sekarang adalah sebagai zaman yang

menpunyai kebudayaan yang terganggu oleh kekacauan, kebingungan dan

kesimpangsiuran. Berhubung dengan itu dinilai sebagai zaman yang


membtutuhkab usaha untuk mengamankan lapangan moral, intelektual dan

lingkungan sosial dan kultural yang lain. Sedangkan menyangkut nilai aliran ini

memandangnya berdasarkan asas-asas “supernatural”, yakni menerima universal

yang abadi. Dengan asas seperti itu, tidak hanya ontologi, dan epistemologi yang

didasarkan pada teologi dan supernatural, tetapi juga aksiologi. Tingkah laku

manusia dipengaruhi oleh potensi kebaikan dan keburukan yang ada pada dirinya.

Masalah nilai merupakan hal yang utama dalam perenialisme, karena ia

berdasarkan pada asas supernatural yaitu menerima universal yang abadi,

khususnya tingkah laku manusia. Jadi, hakikat manusia terletak pada jiwanya.

Oleh karena itulah hakikat manusia itu juga menentukan hakikat perbuatan-

perbuatannya.

4. Pandangan Aksiologi Rekonstruksionisme

Aliran rekonstruksionalisme adalah aliran yang berusaha merombak

kebudayaan modern. Sejalan dengan pandangan perenialisme yang memandang

bahwa kedaan sekarang merupakan zaman kebudayaan yang terganggu oleh

kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran. Aliran rekonstruksionalisme

dalam memecahkan masalah, mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam

kehidupan manusia yang memerlukan kerja sama.

 Nilai yang menjadi kajian aksiologi ada dua, itu sebabnya aksiologi dibagi menjadi

dua sub cabang yaitu:

1. Etika.

Kajian filsafat mengenai baik dan buruk, lebih kepada bagaimana

seharusnya manusia bersikap dan bertingkah laku, apa makna etika atau

moralitas dalam kehidupan manusia.


2. Estetika.

Nilai yang berhubungan dengan keindahan (indah dan buruk). Mengkaji

mengenai keindahan, kesenian, kesenangan yang disebabkan oleh keindahan.


KESIMPULAN

Filsafat terlahir pada awalnya adalah dikarenakan oleh keingintahuan manusia

akan hakikat kehidupannya dan hakikat suatu kebenara. Filsafat menelaah segala

masalah yang dapat dipikirkan oleh manusia. Oleh karena itu filsafat dikenal juga

sebagai induk dari semua ilmu “the mother of the sciences” Hal ini sesuai dengan arti

filsafat secara bahasa yaitu cinta akan hikmat.

Dalam mencari hakikat kebenaran tersebut setiap filsuf belum tentu

menitikberatkan pada satu kajian yang sama. Dan berdasarkan objek kajian tersebut,

filsafat dibagi dalam beberapa cabang, yakni:

1. Metafisika, yaitu dibagi menjadi:

 Ontology

 Kosmologi

 Humanologi

 Teologi

2. Epistemologi
3. Logika

4. Aksiologi, terbagi menjadi dua, yaitu:

 Etika

 Estetika

Metafisika merupakan cabang filsafat yang mempelajari penjelasan asal atau

hakekat objek (fisik) di dunia

Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang

sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-

sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya

dan di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu

pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.

Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajariasal

mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.

Pengertian paling umum pada ontologi adalah bagian dari bidang filsafat yang

mencoba mencari hakikat dari sesuatu. Pengertian ini menjadi melebar dan dikaji secara

tersendiri menurut lingkup cabang-cabang keilmuan tersendiri. Pengertian ontologi ini

menjadi sangat beragam dan berubah sesuai dengan berjalannya waktu.

Sebuah ontologi memberikan pengertian untuk penjelasan secara eksplisit dari

konsep terhadap representasi pengetahuan pada sebuah knowledge base. Sebuah

ontologi juga dapat diartikan sebuah struktur hirarki dari istilah untuk menjelaskan

sebuah domain yang dapat digunakan sebagai landasan untuk sebuah knowledge base.

Dengan demikian, ontologi merupakan suatu teori tentang makna dari suatu objek,

property dari suatu objek, serta relasi objek tersebut yang mungkin terjadi pada suatu
domain pengetahuan. Ringkasnya, pada tinjauan filsafat, ontologi adalah studi tentang

sesuatu yang ada.

A. APLIKASI SECARA PRAKTIS. 9

Peristiwa Alam/Sosial
(Fakta)

Ontologi
9 Sumber: kuliahdoktoralunairs3.files.wordpress.com/2012/10/filsafat2.pptx. (29 September 2014).

What
Analisis (Indrawi) Analisis (Teori)

Epistemologigi
Why How

Akar Penyebab

Aksiologi

Nilai Kegunaan
Tindakan
(What For)

Anda mungkin juga menyukai