Anda di halaman 1dari 24

PRESENTASI KASUS

ERITRODERMA

Pembimbing :
dr. Ismiralda Oke P., Sp.KK

Disusun Oleh :
Ceasar Abdilla Rahman
1710221094

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA

2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

ERITRODERMA

Disusun Oleh :
Ceasar Abdilla Rahman
1710221094

PRESENTASI KASUS

Disusun untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik


di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSUD. Prof. Dr. Margono Soekardjo

Disetujui dan disahkan,


pada tanggal Januari 2018

Pembimbing

dr. Ismiralda Oke P.,Sp.KK

2
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ............................................................................... 2


Daftar Isi .................................................................................................. 3
Daftar Gambar ......................................................................................... 4
I. Laporan Kasus ................................................................................ 5
II. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 9
A. Definisi .................................................................................... 9
B. Etiologi dan Faktor Risiko ....................................................... 9
C. Epidemiologi ............................................................................ 9
D. Patomekanisme......................................................................... 10
E. Penegakkan Diagnosis.............................................................. 15
F. Diagnosis Banding ................................................................... 16
G. Penatalaksanaan ....................................................................... 17
H. Prognosis .................................................................................. 19
III. Pembahasan ................................................................................... 20
IV. Kesimpulan .................................................................................... 21
Daftar Pustaka ........................................................................................... 22

3
I. LAPORAN PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 29 tahun
Alamat : Klapa Gading Kulon RT04/02
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan : 05 Januari 2018

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Gatal diseluruh tubuh sejak 1 minggu yang lalu
Keluhan Tambahan : Kulit mengelupas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poli RSMS dengan keluhan kulit yang mengelupas
hampir di seluruh bagian tubuh yang mulai dirasakan sejak 1 tahun yang lalu.
Awalnya 1 tahun yang lalu pasien operasi ulkus di kaki sebelah kanan,
kemudian pasien diberikan obat cefadroxil dan asam mefenamat, pasien
mengeluhkan gatal diseluruh badan setelah 3 hari mengkonsumsi obat tersebut.
Karena terasa gatal hilang timbul, pasien menggaruk sehingga lama-kelamaan
lesi di kulit semakin meluas dan langsung mengelupas. Keluhan pasien
dirasakan secara hilang timbul dan mengganggu aktivitas. Selain gatal, pasien
mengeluhkan terasa panas dan nyeri dan rasa terbakar di hampir seluruh bagian
tubuh. Pasien juga mengaku demam menggigil saat malam hari.
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien menyangkal meiliki riwayat penyakit
serupa, pasien memiliki riwayat penyakit kulit di kaki kanan berupa pustula
lalu digaruk sehingga menyebabkan infeksi sekunder diakui 1 tahun yang lalu
dan pernah dirawat di RS selama 1x karna infeksi sekunder tersebut sehingga
diperlukan tindakan operasi, riwayat penyakit hipertensi disangkal, diabetes
mellitus disangkal, penyakit jantung disangkal, pasien menyangkal memiliki
alergi obat atau tidak mengetahuinya.

4
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama
dengan pasien.
STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan gizi : Baik
Vital Sign : Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 125 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36.6 C
Kepala : normocephal, rambut hitam, distribusi merata, rambut tipis.
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : simetris, deviasi septum (-), sekret (-/-)
Telinga : bentuk daun telinga normal, sekret (-/-)
Mulut : mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Leher
- Inspeksi : Simetris, tidak tampak kelainan
- Palpasi : Trakea di tengah, tidak terdapat pembesaran KGB
Kuku : Tidak tampak pitting nail
Thorax : Bentuk normal, simetris statis dan dinamis, retraksi tidak
ada
Jantung : Bunyi jantung I dan II regular, murmur tidak ada, gallop
tidak ada.
Paru : Vesikuler kanan dan kiri, ronki tidak ada, wheezing tidak
ada.
Abdomen : datar, bising usus positif normal, timpani di seluruh lapang
abdomen
hepar dan lien tidak teraba membesar
Kelenjar Getah Bening : tidak teraba pembesaran.
Ekstremitas : akral hangat, edema ( )

5
C. STATUS DERMATOLOGIS
Lokasi : Seluruh tubuh (diregio pedis dan manus)

Tampak makula eritematous, hiperpigmentasi dengan batas tidak tegas disertai


skuama multipel yang halus tersebar diregio pedis dan manus.

6
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

E. RESUME
Pasien datang ke Poli RSMS dengan keluhan kulit yang mengelupas
hampir di seluruh bagian tubuh yang mulai dirasakan sejak 1 tahun yang lalu.
Awalnya 1 tahun yang lalu pasien operasi ulkus di kaki sebelah kanan,
kemudian pasien diberikan obat cefadroxil dan asam mefenamat, pasien
mengeluhkan gatal diseluruh badan setelah 3 hari mengkonsumsi obat tersebut.
Karena terasa gatal hilang timbul, pasien menggaruk sehingga lama-kelamaan
lesi di kulit semakin melua dan langsung mengelupas. Keluhan pasien
dirasakan secara hilang timbul dan mengganggu aktivitas. Selain gatal, pasien
mengeluhkan terasa panas dan nyeri dan rasa terbakar di hampir seluruh bagian
tubuh. Pasien juga mengaku demam menggigil saat malam hari.
Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit serupa, pasien memiliki
riwayat penyakit kulit di kaki kanan berupa pustula lalu digaruk sehingga
menyebabkan infeksi sekunder diakui 1 tahun yang lalu dan pernah dirawat di
RS selama 1x karna infeksi sekunder tersebut sehingga diperlukan tindakan
operasi, riwayat penyakit hipertensi disangkal, diabetes mellitus disangkal,
penyakit jantung disangkal, pasien menyangkal memiliki alergi obat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik.
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Pemeriksaan status lokalis
didapatkan makula eritematous, hiperpigmentasi dengan batas tidak tegas
disertai skuama multipel yang halus tersebar diregio pedis dan manus.
Berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis yang ditemukan pada pasien,
maka dapat ditegakkan diagnosis eritroderma e.c alergi obat sistemik disertai
perbaikan ulkus kronik

7
F. DIAGNOSA KERJA
Eritroderma e.c alergi obat sistemik disertai perbaikan ulkus kronik
G. DIAGNOSIS BANDING
1. Eritroderma et causa penyakit sistemik
2. Dermatitis seboroik

H. PENATALAKSANAAN
EDUKASI
a. Rawat Inap
b. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya.
c. Mencegah garukan dan gosokan pada daerah yang gatal
d. Istirahat yang cukup
e. Hindari stres psikologis
f. Menjaga kebersihan kulit dengan mandi
g. Diet tinggi protein (ekstra putih telur 3x/hari)
h. Konsul ke dokter bedah plastik
FARMAKOLOGI
Salep 2x/hari
Inj. Dexa 5 mg 1x1 Amp
Inj. Difenhidramin 2x1 Amp
Inj. Metilprednisolone 16mg 1x1 Amp
Selang Sehari
Dexa 0,5mg tab 2x1 PO
Cetrizine tab 2x1 PO
Ranitidin tab 2x1 PO
Mikonazol
Vaseline Ointment
Desoksimetason cream
Soft uderm
(mf cream da in pot, 2 x oles pagi dan malam)

8
I. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Quo ad cosmeticam : dubia ad bonam

9
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan eritema di
seluruh atau hampir seluruh permukaan tubuh (universalis, 90-100%) yang
dapat disertai dengan skuama (Siregar, 2005; Bruno and Grewal, 2009).
Apabila eritema mengenai 50-90% permukaan tubuh maka disebut sebagai pre-
eritroderma (Djuanda, 2015).
Sinonim dari penyakit eritroderma adalah dermatitis eksfoliativa, namun
perbedaan yang mendasar adalah skuama pada dermatitis eksfoliativa yang
berlapis-lapis (Djuanda, 2015).
Exanthematous Drug Eruption merupakan erupsi makulapapular atau
morbiliformis disebut juga erupsi eksantematosa yang dapat diinduksi dari
semua obat. Exanthematous drug eruption adalah suatu reaksi simpang
hipersensitivitas terhadap obat yang diadministrasi secara parenteral atau
ditelan. Ia ditandai dengan erupsi kulit yang menyerupai campak seperti
eksantem virus dan penglibatan sistemik yang rendah. (Mochtar, 2011)

B. EPIDEMIOLOGI
Insidensi eritroderma meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan
oleh peningkatan insidensi kausa yang juga meningkat, yaitu psoriasis. Pada
studi Sigurdsson et al. ditemukan angka mortalitas sebesar 43% dimana 18%
di antaranya disebabkan langsung oleh eritroderma, sedangkan 74% sisanya
disebabkan oleh penyebab lain yang tidak langsung dari eritroderma.
Eritroderma dijumpai lebih sering pada pria dengan rasio 2-4 kali lipat
dibanding perempuan. Umunya eritroderma dijumpai pada pasien berusia lebih
dari 40 tahun, atau pada usia yang lebih muda jika pasien memiliki penyakit
kulit primer misalnya dermatitis atopik, psoriasis, dermatitis seboroik,
staphylococcus scalded skin syndrome, atau iktiosis herediter (Sigurdsson et
al., 1996; Bruno and Grewal, 2009; Umar and Elston, 2015).

10
C. ETIOLOGI
Penyebab eritroderma dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu
(Okoduwa et al., 2009; Siregar, 2005) :
1. Akibat alergi obat secara sistemik
i. Obat-obatan yang tinggi probabilitas berlakunya reaksi
eksantematosa. (Wolff, 2009)
 Penicilin dan antibiotik yang berkaitan
 Karbamazepin
 Allopurinol
 Gold salts (10-20%)
ii. Obat-obatan yang sedang probabilitas berlakunya reaksi
eksantematosa (Wolff, 2009)
 Sulfonamid (bakteriostatik, antidiabetik, direutik)
 Non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs)
 Hidantoin derivative
 Isoniazid
 Kloramfenikol
 Eritromisin
 Streptomisin
iii. Obat-obatan yang rendah probabilitas berlakunya reaksi
eksantematosa (Wolff, 2009)
 Barbiturat
 Benzodiazepam
 Fenotiazin
 Tetrasiklin

2. Akibat perluasan penyakit kulit, seperti psoriasis, ptiriasis rubra pilaris,


pemphigus foliaseus, dermatitis atopik, dan liken planus.
3. Akibat penyakit sistemik termasuk keganasan.
4. Manifestasi berat paparan sinar ultra violet.

11
D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya eritroderma belum diketahui dengan jelas.
Patogenesis eritroderma berkaitan dengan patogenesis penyakit yang
mendasarinya, dermatosis yang sudah ada sebelumnya berkembang menjadi
eritroderma, atau perkembangan eritroderma idiopatik de novo tidaklah
sepenuhnya dimengerti. Penelitian terbaru imunopatogenesis infeksi yang
dimediasi toksin menunjukkan bahwa lokus pathogenesis Staphylococcus
mengodekan superantigen. Lokus-lokus tersebut mengandung gen yang
mengodekan toxin shock syndrome dan staphylococcal scalded skin syndrome.
Kolonisasi Stahphylococcus aureus atau antigen lain merupakan teori yang
mungkin saja seperti toxic shock syndrome-1, mungkin memainkan peranan
dalam pathogenesis eritroderma. Pasien-pasien dengan eritroderma biasanya
mempunyai kolonisasi Staphylococcus aureus sekitar 83% dan padakulit

12
sebesar 17%, bagaimanapun juga hanya satu dari 6 pasien memiliki toksin
S.aureus yang positif (Kels-Grant, 2001).
Dapat diketahui bahwa akibat suatu agen dalam tubuh baik itu obat-
obatan, perluasan penyakit kulit dan penyakit sistemik makan tubuh bereaksi
berupa pelebaran pembuluh darah (eritema) yang generalisata. Eritema berarti
terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke kulit
meningkat sehingga kehilangan panas bertambah. Akibatnya, pasien merasa
demam dan menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung.
Juga dapat terjadi hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan
cairan yang makin meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan
meningkat, kehilangan panas juga meningkat. Pengaturan suhu terganggu.
Kehilangan panas menyebabkan hipermetabolisme kompensator dan
peningkatan laju metabolisme basal. Kehilangan cairan oleh transpirasii
meningkat sebanding dengan laju metabolisme basal (Djuanda, 2015).
Kehilangan skuama dapat mencapai 9gram/m2 permukaan kulit atau
lebih dalam sehari, sehingga menyebabkan kehilangan protein
(hipoproteinemia) dengan berkurangnya albumin dengan peningkatan relatif
globulin terutama gammaglobulin merupakan kelainan yang khas. Edema
sering terjadi kemungkinan disebabkan oleh pergeseran cairan ke runag
ekstravaskular. Eritroderma akut dan kronis dapat mengganggu mitosis rambut
dan kuku berupa kerontokan rambut difus dan kehilangan kuku. Pada
eritrderma yang telah berlangsung berbulan-bulan dapat terjadi perburukan
keadaan umum yang progresif (Djuanda, 2015).
Exanthematous drug eruption merupakan idiosinkratik, mediasi sel-T
dan melibatkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat (Tipe IV). Reaksi ini
melibatkan limfosit, APC (Antigen Presenting Cell) dan sel Langerhans yang
mempresentasi antigen kepada limfosit T. Limfosit T yang tersensitisasi
mengadakan reaksi dengan antigen. Reaksi ini disebut reaksi tipe lambat yaitu
terjadi 12-48 jam setelah pajanan terhadap antigen menyebabkan pelepasan
serangkaian limfokin. (Stern, 2012)

13
E. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis eritroderma beranekaragam dan bervariasi tiap
individu. Kelainan yang paling pertama muncul adalah eritem, yang
disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah, yang umumnya terjadi pada area
genitalis, ekstremitas atau kepala. Eritem ini akan meluas sehingga dalam
beberapa hari atau minggu seluruh permukaan kulit akan terkena, yang akan
menunjukan gambaran yang disebut “red man syndrome” (Djuanda, 2015).
Skuama muncul setelah eritem, biasanya setelah 2-6 hari. Skuama adalah
lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit. Skuama berkonsistensi mulai
dari halus sampai kasar (Djuanda, 2015). Ukuran skuama bervariasi; pada
proses akut akan berukuran besar, sedangkan pada proses kronis akan
berukuran kecil. Warna skuama juga bervariasi, dari putih hingga kekuningan.
Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan, kemudian menyeluruh.
Dapat juga mengenai membran mukosa, terutama yang disebabkan oleh obat.
Bila kulit kepala sudah terkena, dapat terjadi alopesia, perubahan kuku dan
kuku dapat lepas. Pada eritroderma, skuama tidak selalu terdapat, misalnya
eritroderma karena alergi obat sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama,
skuama kemudian timbul pada stadium penyembuhan timbul (Utama dan
Kurniawan, 2007).

Gambar Eritema disertai skuama

Kulit kepala dapat terlihat, yang akan meluas ke folikel rambut dan
matriks kuku. Kurang lebih 25% dari pasien mengalami alopesia, dan pada
banyak kasus kuku akan mengalami kerapuhan sebelum lepas seluruhnya.
Telapak tangan dan kaki biasanya ikut terlibat, namun jarang mengenai

14
membran mukosa. Sering terjadi pula bercak hiper dan hipopigmentasi. Pada
eritroderma kronis, eritem tidak begitu jelas karena bercampur dengan
hiperpigmentasi (Utama dan Kurniawan, 2007).
Epidermis berukuran tipis pada awal proses penyakit dan akan terlihat
dan terasa tebal pada stadium lanjut. Kulit akan terasa kering dengan krusta
berwarna kekuningan yang disebabkan serum yang mengering dan
kemungkinan karena infeksi sekunder. Pada beberapa kasus, manifestasi klinis
yang muncul pada eritroderma yang akut menyerupai nekrolisis epidermal
toksik, walaupun secara patofisiologi sangat berbeda (Akhyani et al., 2005).
Pada eritroderma karena penyakit kulit, penyakit sistemik dan obat-
obatan, sering dijumpai kelainan-kelainan yang mendasarinya, yang membantu
dalam menegakan diagnosis. Sering ditemukan plak psioriasis yang masih
tersisa; papul atau lesi oral liken planus; gambaran pulau yang khas dari
pitiriasis rubra; dan lesi papular dari drug eruption. Gejala dari penyakit yang
mendasari ini sering sulit ditemukan dan harus diperiksa dengan cermat
(Djuanda, 2007).
Pasien mengeluh kedinginan. Pengendalian regulasi suhu tubuh menjadi
hilang, sehingga sebagai kompensasi terhadap kehilangan panas tubuh, sekujur
tubuh pasien menggigil untuk dapat menimbulkan panas metabolik.
Eritroderma akibat alergi obat secara sistemik diperlukan anamnesis yang teliti
untuk mencari obat penyebabnya. Umumnya alergi timbul akut dalam waktu
10 hari. Pada mulanya kulit hanya eritem saja, setelah penyembuhan barulah
timbul skuama. Pada eritroderma akibat alergi obat, dapat disertai edema pada
wajah dan leher (Bruno, 2009).

15
Gambar Red Man Syndrome (gambar kanan); Eritroderma karena erupsi obat (gambar
kiri)

Ditandai dengan erupsi makulopapular atau morbiliformis yang dapat


diinduksi oleh hampir semua obat. Seringkali terdapat erupsi generalisata dan
simetris terdiri atas eritema, selalu ada gejala pruritus. Kadang-kadang ada
demam, malese dan nyeri sendi. Lesi biasanya timbul dalam 1-2 minggu
setelah dimulainya terapi. (Mochtar, 2011)
Reaksi awal pada pasien yang sebelumnya sensitif, erupsi mulai timbul
dalam 2 atau 3 hari setelah obat diadministrasi ulang. Untuk reaksi akhir,
sensitisasi timbul ketika administrasi atau setelah menyelesaikan kursus obat,
puncak insidens adalah hari kesembilan setelah administrasi. Namun ACDR
(Adverse Cutaneous Drug Reaction) bisa timbul pada bila-bila masa sahaja
antara hari pertama hingga minggu ketiga setelah rawatan dimulai. (Wolff,
2009)
Simptom pada kulit biasanya cukup pruritus juga menganggu tidur.2
Bagian lesi kulit yang sakit menunjukkan perkembangan ACDR yang lebih
serius seperti toksik epidermal nekrolisis (TEN). Pasien juga bisa demam dan
menggigil. Gejala Simetrik. Hampir selalu pada tungkai dan ekstremitas. Lesi
konfluens di daerah intertriginosa, yaitu, ketiak, selangkangan, daerah
inframammary. Telapak tangan dan telapak kaki terlibat secara bervariasi. Pada
anak-anak, mungkin terbatas pada wajah dan ekstremitas. Reaksi terhadap
ampisilin biasa muncul awalnya di siku, lutut, dan tungkai, memperluas
simetris ke sebagian besar daerah tubuh. (Wolff, 2009)

16
F. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Diagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala yang
sudah ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan di psoriasis dan
kuning-kemerahan di pilaris rubra pityriasis; perubahan kuku khas psoriasis;
likenifikasi, erosi, dan ekskoriasi di dermatitis atopik dan eksema menyebar,
relatif hiperkeratosis tanpa skuama, dan pityriasis rubra; ditandai bercak kulit
dalam eritroderma. Dengan beberapa biopsi biasanya dapat menegakkan
diagnosis (Djuanda, 2007; Akhyani et al., 2005).

Gambar Penegakkan Diagnosis

17
G. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa diagnosis banding yang menyerupai eritroderma dan dapat
menjadi etiologinya antara lain (Prakash et al., 2009):
1. Psoriasis
Psoriasis memiliki efloresensi plakat eritema berbatas tegas berukuran
miliar s.d. numular, berbentuk arsinar, sirsinar, polisiklis, geografis yang
ditutupi oleh skuama tebal berlapis putih mengkilat seperti mika. Predileksi
psoriasis antara lain di siku, lutut, kulit kepala, plantar dan palmar, femur,
cruris, serta area cubiti (Siregar, 2005).

2. Dermatitis seboroik
Efloresensi yang khas adalah makula eritematosa yang tertutup oleh papula
miliar berbatas tidak tegas (difus) disertai skuama halus putih
berminyak.Dapat pula dijumpai erosi dengan krusta mengering yang
berwarna kekuningan. Dermatitis seboroik dapat dijumpai di area dengan
distribusi kelenjar sebasea yang tinggi misalnya di kulit kepala,
retroauriculer, alis mata, cuping hidung, ketiak, dada, interscapularis, serta
suprapubis (Siregar, 2005).

H. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana penyakit eritroderma harus ditangani dengan segera dan
komprehensif yang meliputi tatalaksana medikamentosa dan non
medikamentosa (Djuanda, 2015) :
a. Medikamentosa
Secara umum, pengobatan yang diberikan untuk pasien eritroderma
adalah golongan kortikosteroid. Pada golongan I yang disebabkan oleh
alergi obat secara sistemik, obat yang diberikan adalah prednisone dengan
dosis 4x10mg. penyembuhan biasanya terjadi dalam beberapa hari sampai
beberapa minggu (Djuanda, 2015).
Pada golongan II akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan terapi
kortikosteroid yaitu prednisone 4x10-15mg perhari. Dosis dapat dinaikkan
bila dalam beberapa hari tidak ada perbaikan. Dosis diturunkan perlahan-

18
lahan setelah dilihat adanya perbaikan pada kondisi pasien. Eritrodema
karena psoriasis dapat juga diobati dengan asetresin. Lama penyembuhan
golongan II yakni hingga beberapa minggu sampai beberapa bulan, lebih
lama dibandingkan golongan I (Djuanda, 2015).
Pada pengobatan kortikosteroid jangka panjang hingga melebihi 1
bulan lebih baik dipilih metilprednisolon dibandingkan prednisone karena
efek samping yang lebih sedikit. Pengobatan penyakit Leiner dengan
kortikosteroid juga memiliki efek yang bagus dengan dosis 3x1-2mg
perhari. Pada sindrom Sezary, pengobatan terdiri atas kortikosterois
(prednisone 30mg/hari) atau metilprednisolon ekuivalen dengan sitostatik,
biasanya digunakan klorambusil dosis 2-6mg/hari. Pada kasus eritroderma
kronis, perlu juga diberikan emolien untuk mengurangi radiasi akibat
vasodilatasi oleh eritema, dapat diberikan salep lanolin 10% atau krim urea
10% (Djuanda, 2015).
Langkah definitif dalam penatalaksanaan adalah untuk
mengidentifikasi obat yang menyinggung dan harus menghentikan. Indikasi
untuk penghentian obat adalah urtikaria, edema pada wajah, nyeri, blister,
melibatkan mukosa, ulkus, purpura yang teraba atau meluas, demam,
limfadenopati. Untuk pengobatan simptomatik dengan oral antihistamin
untuk mengurangi pruritus. Penggunaan glukokortikoid adalah untuk
persiapan topikal ampuh dan membantu mempercepat resolusi erupsi. Oral
atau IV (Intra-vena) yang meringankan gejala simptomatik. Jika obat yang
menyinggung tidak dapat diganti atau dihilangkan, glukokortikoid bisa
diadministrasi untuk mengobati ACDR, juga untuk menginduksi remisi
lebih cepat. (Stern, 2012).
b. Non Medikamentosa
Pada eritroderma golongan I akibat penggunaan obat tertentu.
Penghentian obat harus segera dilakukan. Pada kasus eritroderma kronis
diberikan pula diet tinggi protein (biasanya putih telur) karena terlepasnya
skuama yang mengakibatkan hilangnya protein (Djuanda, 2015).

19
I. PROGNOSIS
Eritroderma golongan I memiliki prognosis baik dengan waktu
penyembuhan yang paling singkat dibanding golongan lainnya.Sedangkan
pada eritroderma idiopatik, pengobatan menggunakan kortikosteroid hanya
dapat mengurangi gejala dan justru menyebabkan ketergantungan
kortikosteroid.Adapun eritroderma yang disebabkan sindroma Sezary
memiliki prognosis yang buruk, dimana mayoritas pasien meninggal dunia 5-
10 tahun pasca diagnosis ditegakkan.Kematian disebabkan oleh infeksi atau
penyakit yang berkembang progresif menjadi mikosis fungoides (Umar and
Elston, 2015).
Adanya demam merupakan faktor prognostik yang buruk dan dapat
menjadi indikasi penurunan kondisi yang cepat. Pasien berusia 3 tahun ke
bawah, nampak sakit, muntah, kadar gula darah ≤110 mg/dl, kadar kalsium
darah ≤8,6 mg/dl, trombosit ≤300.000/µL, peningkatan kadar kreatinin serum,
leukosit polimorfonuklear ≥80%, dan adanya fokus infeksi menjadi faktor-
faktor yang memperberat kemungkinan munculnya hipotensi pada pasien
eritroderma.Pasien berusia 3 tahun ke bawah, nampak sakit, memiliki kadar
kreatinin serum yang meningkat, serta hipotensi saat datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan memiliki risiko sindroma syok toksik yang lebih tinggi.
Secara umum, mortalitas eritroderma berkisar antara 20-40%.Duapuluh persen
diantaranya memiliki penyebab kematian yang tidak berhubungan dengan
eritroderma (Byer and Bachur, 2006).

20
II. PEMBAHASAN

1. Penegakan Diagnosis
Kelainan kulit yang terjadi pada kasus adalah eritroderma.
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema
universalis (90-100%), biasanya disertai skuama (Djuanda, 2010).
Alasan penegakan diagnosis eritroderma yaitu:
a. Anamnesis
1) Keluhan kulit yang mengelupas hampir di seluruh bagian tubuh
sejak 1 tahun yang lalu.
2) Gejala awal 1 tahun yang lalu pasien operasi ulkus di kaki
sebelah kanan, kemudian pasien diberikan obat cefadroxil dan
asam mefenamat, pasien mengeluhkan gatal diseluruh badan
setelah 3 hari mengkonsumsi obat tersebut.
3) Gatal hilang timbul dan mengganggu aktivitas
4) Riwayat penyakit kulit serupa dan alergi obat disangkal atau
pasien tidak mengetahui.
b. Pemeriksaan fisik
1) Lokasi: Seluruh tubuh (kepala, dada, punggung, ketiak, lengan,
tangan, bokong, selangkangan, dan kaki).
2) Efloresensi: makula eritematous, hiperpigmentasi dengan batas
tidak tegas disertai skuama multipel yang halus tersebar
generalisata.
2. Diagnosis Banding
a. Eritroderma et causa penyakit sistemik
Pada eritroderma yang disebabkan oleh penyakit sistemik
adakalanya ditemukan leukositosis namun tidak ditemukan
penyebabnya, jadi terdapat infeksi bacterial yang tersembunyi
(occult infection) yang perlu diobati (Djuanda, 2010).
b. Dermatitis seboroik
Pada dermatitis seboroik kelaianan kulit yang muncul berupa
eritema dan skuama berminyak dan agak kekuningan, batasnya agak

21
kurang tegas. Pada dermatitis seboroik yang ringan biasanya hanya
mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama halus, mulai sebagai
bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan
skuama-skuama yang halus dan kasar. Pada bentuk yang berat dapat
ditandai dengan adanya bercak-bercak berskuama dan berminyak
disertai eksudasi dan krusta tebal, sering meluas ke dahi, glabella,
telinga posaurikular, dan leher. Sedangkan pada bentuk yang lebih
berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta yang kotor, dan
berbau tidak sedap (Djuanda, 2010).
3. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien adalah memberikan
kombinasi obat topikal dan parenteral. Obat topikal terdiri atas
mikonazol, fucilex oinment, desoksimetason krim, dan soft uderm yang
dicampurkan menjadi satu di salam pot dan dioleskan sebanyak 2 kali
sehari saat pagi dan malam. Obat parenteral yang diberikan yaitu
Ranitidin 2x1 amp, Difenhidramin 2x1 amp, dan Gentamisin 2x80 mg.
Edukasi pasien mengenai penyakit yang dideritanya dan menyerankan
untuk mencegah garukan dan gosokan pada derah yang gatal, istirahat
cukup, hindaro stres psikologis, menjaga kebersihan kulit dengan
mandi, dan diet tinggi protein.

22
IV. KESIMPULAN

1. Eritroderma adakah kelainankulit yang ditandai dengan adanya eritema


universalis, biasanya disertai skuama.
2. Keluhan sejak 1 tahun yang lalu, awalnya terjadi gatal dan kulit
mengelupas setelah riwayat konsumsi obat antibiotik dan analgesic
sistemik pasca operasi, dan semakin meluas disertai rasa gatal yang
hilang timbul dan mengganggu aktivitas.
3. Didapatkan makula eritematous, hiperpigmentasi dengan batas tidak
tegas disertai skuama multipel yang halus tersebar generalisata.
4. Terapi farmakologis yang diberikan yaitu obat topikal yang
mengandung kortikosteroid, antijamur, dan antibiotik, serta obat
parenteral berupa antihistamin dan antibiotik sistemik.

23
DAFTAR PUSTAKA

Adhi. 2011. Dermatosis Eritroskuama dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Akhyani M et al., 2005. Erythroderma: a clinical study of 97 cases. BMC
Dermatology.vol; 5:5
Bruno TF, Grewal P. 2009. Eryhtroderma: a dermatologic emergency. CJEM.
11(3): 244-246.
Byer RL, Bachur RG. 2006. Clinical Deterioration among Patients with Fever and
Erythroderma. International Journal of Dermatology; 53 (8): 369-370.
Djuanda A. 2007. Dermatosis eritroskuamosa. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5th
ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp;197-200.
Djuanda, A. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta : Badan
Penerbit FKUI.
Kels-Grant JM, Bernstein ML, Rothe MJ. Chapter-23 Exfoliative Dermatitis. Wollf
K et al. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine Seventh Edition.
New York : McGraw-Hill. 2001.
Mochtar. 2011. Erupsi Obat Alergik dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Siregar RS. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Stern. R. S. 2012. Exanthematous Drug Eruptions in The New England Journal of
Medicine. England: Masachusetts Medical Society.
Umar SH, Elston DM. 2015. Erythroderma (Generalized Exfoliative Dermatitis).
Medscape Reference.
Utama HW, Kurniawan D. 2007. Erupsi alergi obat. Tesis. Palembang: Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya. pp; 11.
Wolff K, Johnson R. A. 2009. Adverse Cutaneous Drug Reactions dalam
Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. United
States, Amerika: The McGraw Hill Companies.

24

Anda mungkin juga menyukai