Anda di halaman 1dari 12

A.

Definisi Kraniotomi
Menurut Chesnut RM (2006), Craniotomy adalah prosedur untuk menghapus
luka di otak melalui lubang di tengkorak (kranium). Berdasarkan pengertian diatas
dapat disimpulkan bahwa pengertian dari Craniotomy adalah operasi membuka
tengkorak (tempurung kepala) untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan yang
diakibatkan oleh adanya luka yang ada di otak.
Menurut Hamilton M (2007), Craniotomy adalah operasi pengangkatan sebagian
tengkorak.
Jadi post kraniotomi adalah setelah dilakukannya operasi pembukaan tulang
tengkorak untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah
atau menghentikan perdarahan.
Epidural hematom adalah hematom/perdarahan yang terletak antara durameter
dan tubula interna/lapisan bawah tengkorak, dan sering terjadi pada lobus temporal
dan paretal (Smeltzer&Bare, 2001).

B. Klasifikasi Kraniotomi
1. Epidural Hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang
dan lapisan duramater.
2. Subdural hematoma (SDH) adalah suatu perdarahan yang terdapat pada rongga
diantara lapisan duramater dengan araknoidea

C. Indikasi Kraniotomi
Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai
berikut :
1. Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.
2. Mengurangi tekanan intrakranial.
3. Mengevakuasi bekuan darah .
4. Mengontrol bekuan darah,
5. Pembenahan organ-organ intrakranial,
6. Tumor otak,
7. Perdarahan (hemorrage),
8. Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
9. Peradangan dalam otak
10. Trauma pada tengkorak.
D. Etiologi Kraniotomi
1. Oleh benda tajam
2. Pukulan benda tumpul
3. Pukulan benda tajam
4. Kecelakaan lalu lintas
5. Terjatuh
6. Kecelakaan kerja

E. Patofisiologi Kraniotomi
Setelah dilakukannya op kraniotomi terjadi insisi pada bagian kepala frontalis
sehingga timbul luka pada daerah kepala yang dilakukan operasi. Akibat adanya luka
insisi pada kepala timbul gejala seperti gatal, panas, nyeri, kulit mengelupas atau
kemerahan, bahkan terjadi perdarahan. Dari gejala-gejala tersebut sehingga timbul
masalah resiko terjadinya infeksi, nyeri akut, kerusakan intregitas kulit, terjadi
gangguan perfusi jaringan, bahkan bisa kehilangan atau kekurangan volume cairan.
Akibat adanya luka insisi pada bagian kepala timbul gejala dan masalah
seperti yang disebutkan diatas. Karena adanya luka insisi supaya keadaan lebih
membaik, biasanya diberikan obat anestesi sesuai indikasi yang diberikan oleh
dokter. Namun pemberian obat anestesi juga menimbulkan efek samping pada tubuh
maupun pada luka yang dialami.
Efek pada obat anestesi bisa menimbulkan masalah yang bermacam-macam.
Sebagai contoh pola nafas yang tidak efektif terjadi akibat diberikannya obat anestesi
sehingga bisa timbul penekanan pada pusat pernapasan. Karena terjadi penekanan
sehingga kerja organ pernapasan tidak bisa bekerja secara efektif sehingga ekspansi
paru mengalami penurunan dan suplai O2 untuk tubuh menjadi berkurang.
Selain ekspansi paru akibat fungsi organ pernapasan tidak bisa bekerja secara
efektif, bisa timbul penumpukan secret pada organ pernapasan sehingga timbul
masalah ketidakbersihan jalan napas.
Selain organ pernapasan yang terganggu, efek obat anestesi juga bisa
mengganggu sistem perkemihan. Efek dari obat-obatan biasanya bisa menimbulkan
masalah pada ginjal kita. Karena terjadi gangguan pada ginjal, reflek berkemih bisa
mengalami penuran sehingga seseorang tidak bisa menahan reflek berkemihnya.
Kemudian timbul masalah perubahan pola eliminasi urin.
Tidak hanya sistem perkemihan, sistem pencernaan juga bisa terganggu akibat
diberikannya obat anestesi. Efek dari obat sendiri biasanya menyebabkan nafsu
makan pada seseorang menjadi menurun. Sehingga menstimulasi medulla kemudian
bisa terjadi reflek muntah atau mual. Karena makanan yang sudah dicerna
dikeluarkan kembali sehingga tubuh bisa menjadi kekurangan nutrisi.

F. Manifestasi Klinis Kraniotomi


Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF).
1. Sakit kepala
2. Nausea atau muntah proyektil
3. Pusing
4. Perubahan mental
5. Kejang

Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik dari otak) :
1. Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus, diplopia,
kebutaan, tanda-tanda papil edema.
2. Perubahan bicara, msalnya: aphasia
3. Perubahan sensorik, misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi sensorik.
4. Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan paralisis.
5. Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia urin, dan
konstipasi.
6. Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus, deafness.
7. Perubahan dalam seksual

G. Komplikasi Pascabedah Kraniotomi


Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pascabedah intrakranial atau
kraniotomi adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan tekanan intrakranial
2. Perdarahan dan syok hipovolemik
3. Ketidakseimbangan cairan dan elekrolit
4. Infeksi
5. Kejang
H. Pemeriksaan Diagnostik Kraniotomi
Prosedur diagnostik praoperasi dapat meliputi : (Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong.
2012)
1. Tomografi komputer (pemindaian CT)
Untuk menunjukkan lesi dan memperlihatkan derajat edema otak sekitarnya,
ukuran ventrikel, dan perubahan posisinya/pergeseran jaringan otak, hemoragik.
Catatan : pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada iskemia/infark
mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.
2. Pencitraan resonans magnetik (MRI)
Sama dengan skan CT, dengan tambahan keuntungan pemeriksaan lesi di
potongan lain.
3. Sinar-X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur
dari garis tengah (karena perdarahan,edema), adanya fragmen tulang
4. Brain Auditory Evoked Respon (BAER) : menentukan fungsi korteks dan batang
otak
5. Fungsi lumbal, CSS : dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan
subarakhnoid
6. Gas Darah Artery (GDA) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi
yang akan dapat meningkatkan TIK

I. Penatalaksanaan Medis
1. Praoperasi
Pada penatalaksaan bedah intrakranial praoperasi pasien diterapi dengan
medikasi antikonvulsan (fenitoin) untuk mengurangi resiko kejang pascaoperasi.
Sebelum pembedahan, steroid (deksametason) dapat diberikan untuk
mengurangai edema serebral. Cairan dapat dibatasi. Agens hiperosmotik
(manitol) dan diuretik (furosemid) dapat diberikan secara intravena segera
sebelum dan kadang selama pembedahan bila pasien cenderung menahan air,
yang terjadi pada individu yang mengalami disfungsi intrakranial. Kateter
urinarius menetap di pasang sebelum pasien dibawa ke ruang operasi untuk
mengalirkan kandung kemih selama pemberian diuretik dan untuk
memungkinkan haluaran urinarius dipantau. Pasien dapat diberikan antibiotik bila
serebral sempat terkontaminasi atau deazepam pada praoperasi untuk
menghilangkan ansietas.
Kulit kepala di cukur segera sebelum pembedahan (biasanya di ruang operasi)
sehingga adanya abrasi superfisial tidak semua mengalami infeksi.
2. Pascaoperasi
Jalur arteri dan jalur tekanan vena sentral (CVP) dapat dipasang untuk
memantau tekanan darah dan mengukur CVP. Pasien mungkin atau tidak
diintubasi dan mendapat terapi oksigen tambahan.
Mengurangi Edema Serebral : Terapi medikasi untuk mengurangi edema
serebral meliputi pemberian manitol, yang meningkatkan osmolalitas serum dan
menarik air bebas dari area otak (dengan sawar darah-otak utuh). Cairan ini
kemudian dieksresikan malalui diuresis osmotik. Deksametason dapat diberikan
melalui intravena setiap 6 jam selama 24 sampai 72 jam ; selanjutnya dosisnya
dikurangi secara bertahap.
Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang :Asetaminofen biasanya diberikan
selama suhu di atas 37,50C dan untuk nyeri. Sering kali pasien akan mengalami
sakit kepala setelah kraniotomi, biasanya sebagai akibat syaraf kulit kepala
diregangkan dan diiritasi selama pembedahan. Kodein, diberikan lewat parenteral,
biasanya cukup untuk menghilangkan sakit kepala. Medikasi
antikonvulsan (fenitoin, deazepam) diresepkan untuk pasien yang telah menjalani
kraniotomi supratentorial, karena resiko tinggi epilepsi setelah prosedur bedah
neuro supratentorial. Kadar serum dipantau untuk mempertahankan medikasi
dalam rentang terapeutik.
Memantau Tekanan Intrakranial : Kateter ventrikel, atau beberapa tipe
drainase, sering dipasang pada pasien yang menjalani pembedahan untuk tumor
fossa posterior. Kateter disambungkan ke sistem drainase eksternal. Kepatenan
kateter diperhatikan melalui pulsasi cairan dalam selang. TIK dapat di kaji dengan
menyusun sistem dengan sambungan stopkok ke selang bertekanan dan tranduser.
TIK dalam dipantau dengan memutar stopkok. Perawatan diperlukan untuk
menjamin bahwa sistem tersebut kencang pada semua sambungan dan bahwa
stopkok ada pada posisi yang tepat untuk menghindari drainase cairan
serebrospinal, yang dapat mengakibatkan kolaps ventrikel bila cairan terlalu
banyak dikeluarkan. Kateter diangkat ketika tekanan ventrikel normal dan stabil.
Ahli bedah neuro diberi tahu kapanpun kateter tanpak tersumbat.
Pirau ventrikel kadang dilakukan sebelum prosedur bedah tertentu untuk
mengontrol hipertensi intrakranial, terutama pada pasien tumor fossa posterior.

J. Pathway

CRANIOTOMY

Luka Insisi

Higiene Luka Buruk Jaringan Kulit Rusak Ujung-Ujung Syaraf Perdarahan Vol darah

Infeksi Kuman Kerusakan Integritas Reseptor Gangguan Perfusi Kekurangan Volume

Kulit Nyeri Jaringan Cairan

Resiko Infeksi

Nyeri Akut/ Kronis

CRANIOTOMY EFEK ANESTESI

Menekan Pusat Pernapasan Sistem Perkemihan Sistem G.I.

Kerja Organ

Pernapasan Penumpukan Fungsi Ginjal Stimulasi Medula

Secret

Ekspansi Paru Reflek berkemih Reflek Muntah

Bersihkan jalan napas

Suplai O2 Berkurang Inkontinensia Nausea,Vomitis

Ketidakefektifan pola napas

Perubahan pola gangguan nutrisi

eliminasi urin kurang dari kebutuhan


K. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut berhubungan dengan agens cedera biologis.


2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan higiene luka yang buruk.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pendarahan.
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.
6. Pola nafas inefektif berhubungan dengan efek anastesi.
7. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret.
8. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan efek anastesi.
9. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.

L. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Kriteria Hasil/ Tujuan Intervensi Keperawatan Rasionalisasi


Keperawatan
1. Nyeri akut b.d Tujuan: 1. Kaji nyeri, catat 1. Berguna dalam
agens cedera Setelah Dilakukan lokasi, karakteristik, pengawasan
biologis tindakan keperawatan skala (0-10). keefektifan obat,
Selidiki dan kemajuan
selama 1x 24 jam,
laporkan perubahan penyembuhan.
diharapkan nyeri akan nyeri dengan tepat. perubahan pada
berkurang, menghilang 2. Pertahankan posisi karakteristik nyeri
istirahat semi menunjukkan
dengan KH:
fowler. terjadinya abses.
3. Dorong ambulasi 2. Mengurangi
1. Klien dapat
dini. tegangan abdomen
memanagemen 4. Berikan kantong es yang bertambah
pengetahuan tentang pada abdomen. dengan posisi
penyakit akut 5. Berikan analesik telentang.
sesuai indikasi. 3. Meningkatkan
2. Dapat normalisasi fungsi
memanegemen diri organ, contoh
tentang penyakitnya merangsang
peristaltic dan
3. Klien dapat
kelancaran flatus,
mengontrol tingkat dan menurunkan
gejala penyakitnya ketidaknyamanan
abdomen.
4. Klien dapat
4. Menghilangkan dan
memanagemen nyeri mengurangi nyeri
secara mandiri melelui
penghilangan ujung
saraf.
catatan:jangan
lakukan kompres
panas karena dapat
menyebabkan
kongesti jaringan.
5. Menghilangkan
nyeri
mempermudah
kerja sama dengan
intervensi terapi
lain.
2. Kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji dan catat 1. Mengidentifikasi te
integritas kulit tindakan 3x24 jam, klien ukuran, warna, rjadinya
berhubungan tidak mengalami keadaan luka, dan komplikasi.
dengan luka gangguan integritas kondisi sekitar luka. 2. Merupakan
insisi. kulit. 2. lakukan perawatan tindakan protektif
Kriteria hasil: luka dan hygiene yang dapat
1. Integritas kulit yang sesudah mandi, lalu mengurangi nyeri.
baik bisa keringkan kulit 3. Memungkinkan
dipertahankan dengan hati hati. pasien lebih bebas
2. Tidak ada luka / lesi 3. Monitor kulit akan bergerak dan
pada kulit adanya kemerahan meningkatkan
3. Mampu melindungi 4. Jaga kebersihan kenyamanan pasien.
kulit dan kulit agar kering 4. Mempercepat
mempertahankan dan bersih proses
kelembapan kulit penyembuhan dan
dan perawatan alami. rehabilitasi pasien,
3. Resiko tinggi Tujuan: 1. Awasi tanda-tanda 1. Deteksi dini adanya
infeksi berhubun Setelah dilakukan vital, perhatikan infeksi.
gan dengan tindakan keperawatan demam, menggigil, 2. Memberikan
higiene luka yang 3x24 jam, klien berkeringat dan deteksi dini
buruk. diharapkan tidak perubahan mental terjadinya proses
mengalami infeksi. dan peningkatan infeksi.
Kriteria hasil: nyeri kepala. 3. Menurunkan
1. Tidak menunjukkan 2. Lihat luka insisi dan penyebaran bakteri
adanya tanda balutan. catat 4. Mungkin diberikan
infeksi. karakteristik, secara profilaktif
2. Tidak terjadi drainase luka. untuk menurunkan
infeksi. 3. Lakukan cuci tangan jumlah organisme,
yang baik dan dan untuk
lakukan perawatan menurunkan
luka aseptik. penyebaran dan
4. Berikan antibiotik pertumbuhannya.
sesuai indikasi.
4. Gangguan perfusi Setelah dilakukan 1. Observasi 1. Tirah baring lama
jaringan tindakan keperawatan ekstermitas terhadap dapat mencetuskan
berhubungan 3x24 jam, klien tidak pembengkakan, dan statis venadan
dengan terjadi gangguan perfusi eritema. meningkatkan
pendarahan. jaringan. 2. Evaluasi status resiko pembentukan
Kriteria hasil: mental. perhatikan trombosis.
1. Tanda-tanda vital terjadinya 2. Indikasi yang
stabil. hemaparalis, afasia, menunjukkan
2. Kulit klien hangat kejang, muntah dan embolisasi sistemik
dan kering peningkatan TD. pada otak.
3. Nadi perifer ada dan
kuat.
4. Masukan atau
haluaran seimbang.
5. Kekurangan Tujuan: 1. Awasi intake dan out 1. Memberikan
volume cairan Setelah dilakukan put cairan. informasi tentang
berhubungan tindakan keperawatan 2. Awasi TTV, kaji penggantian
dengan 3x24 jam, klien membrane mukosa, kebutuhan dan
perdarahan post menunjukkan turgor kulit, fungsi organ.
operasi. keseimbangan cairan membrane mukosa, 2. Indicator
yang adekuat, dengan nadi perifer dan keadekuatan
KH: pengisian kapiler. volume sirkulasi/
1. Tanda-tanda vital 3. Awasi pemeriksaan perfusi.
stabil. laboratorium. 3. Memberikan
2. Mukosa lembab 4. Berikan cairan IV informasi tentang
3. Turgor kulit/ atau produk darah volume sirkulasi,
pengisian kapiler sesuai indikasi keseimbangan
baik. cairan dan
4. Haluaran urine baik. elektrolit.
4. Mempertahankan
volume sirkulasi.
6. Pola nafas Tujuan: 1. Evaluasi frekuensi 1. Kecepatan dan
inefektif setelah dilakukan pernafasan dan upayamungkin
berhubungan tindakan keperawatan kedalaman. meningkat karena
dengan efek 3x24 jam, klien 2. Auskultasi bunyi nyeri, takut,
anastesi. menunjukkan pola nafas nafas. demam, penurunan
yang efektif. 3. Lihat kulit dan volume sirkulasi
Kriteria hasil: membran mukosa darah dan
1. volume nafas untuk melihat akumulasi
adekuat. adanya sianosis. secretatau juga
2. klien dapat 4. Berikan tambahan hipoksia.
mempertahankan oksigen sesuai 2. Bunyi nafas sering
pola nafas normal kebutuhan. menurun pada dasar
dan efektif dan paru selama periode
tidak ada tanda waktu setelah
hipoksia. pembedahan
sehubungan dengan
terjadinya
atelektasis.
3. Sianosis
menunjukkan
adanya hipoksia
sehubungan dengan
gagal jantung atau
komplikasi paru.
4. Untuk
memaksimalkan
pengambilan
oksigen yang akan
diikat oleh Hb yang
menggantikan
tempat gas
anestesidan
mendorong
pengeluaran gas
tersebut melalui zat
instalasi
7. Bersihan jalan Tujuan: 1. Awasi frekuensi, 1. Perubaahan sputum
napas inefektif setelah dilakukan irama, kedalaman menunjukkan
berhubungan tindakan keperawatan pernafasan. terjadi distres
dengan 3x24 jam, klien 2. Auskultasi paru, pernafasan.
penumpukan menunjukkan bunyi perhatikan stridordan 2. Deteksi adanya
secret. nafas yang jelas. penurunan bunyi obstruksi.
Kriteria hasil: nafas. 3. Meningkatkan
1. frekuensi nafas 3. Dorong batuk atau ekspansi paru
dalam rentang latihan pernafasan. optimal/fungsi
normal. 4. Perhatikan adanya pernafasan.
2. bebas dipsnea. warna pucat atau 4. Dugaan adanya
merah pada luka. hipoksemia atau
karbon monoksida.
8. Perubahan pola Tujuan: 1. Catat keluaran urine, 1. Penurunan aliran
eliminasi urin setelah dilakukan selidiki penurunan urine tiba-tiba dapat
berhubungan tindakan keperawatan aliran urine secara mengindikasikan
dengan efek 3x24 jam, klien tiba-tiba. adanya obstruksi
anastesi. menunjukkan aliran 2. Awasi TTV, kaji atau juga karena
urine yang lancar. nadi perifer, turgor dehidrasi.
Kriteria hasil: kulit, pengisian 2. Indikator
5. Haluaran urine kapiler. keseimbangan
adekuat. 3. Dorong peningkatan cairan.
cairan dan 3. Mempertahankan
pertahankan hidrasi dan aliran
pemasukan akurat. urine baik.
9. Perubahan nutrisi Tujuan: 1. Timbang BB secara 1. Kehilangan atau
kurang dari Setelah dilakukan teratur. peningkatan
kebutuhan tindakan keperawatan 2. Auskultasi bising menunjukkan
berhubungan 3x24 jam, klien usus, catat bunyi tak perubahan hidrasi,
dengan mual menunjukkan ada atau hiperaktif. tapi kehilangan
muntah. keseimbangan berat 3. Tambahkan diet lanjut juga
badan. sesuai toleransi. menunjukkan
Kriteria hasil: defisit nutrisi.
1. Berat badan klien 2. Meskipun bising
tetap seimbang. usus sering tak ada,
inflamasi atau iritasi
usus dapat
menyertai
hiperaktifitas usus,
penurunan absorbsi
air atau juga diare.
3. Kemajuan diet yang
hati-hati saat
memasukkan nutrisi
dimulai lagi dapat
menurunkan iritasi
gaster.
DAFTAR PUSTAKA

Chesnut RM, Gautille T, Blunt BA, et al. The localizing value of asymmetry in
pupillary size in severe head injury: relation to lesion type and location.
Neurosurgery.2006.

Hamilton MG, Frizzell JB, Tranmer BI. Chronic subdural hematoma: the role for
craniotomy reevaluated. Neurosurgery. 2007.

Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong , Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, Jakarta. 2012.

Smeltzer & Bare. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol.1. Alih Bahasa :
Agung waluyo. Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai