Anda di halaman 1dari 28

PORTOFOLIO

ABORTUS INKOMPLET

Disusun sebagai syarat kelengkapan program dokter internsip oleh :


dr. Diska Astarini

Pendamping :
Kapten Kes dr. Irwan, SpAn, M.Kes
Lettu Kes dr. Anton Aryawan

RSAU dr. Mohammad Sutomo


Kabupaten Kubu Raya
Provinsi Kalimantan Barat
2017
LEMBAR BERITA ACARA
(FILE TERPISAH)
PORTOFOLIO MEDIS

Nama Peserta dr. Diska Astarini

Nama Wahana RSAU dr. Mohammad Sutomo, Kab. Kubu Raya

Topik Abortus Inkomplit


Tanggal (kasus) 16 Maret 2017

Nama Pasien Ny. NI No. RM


Tanggal Presentasi Nama Pendamping dr. Irwan Sp. An, M.Kes

Tempat Presentasi RSAU dr. Mohammad Sutomo, Kab. Kubu Raya

OBYEKTIF PRESENTASI

o Keilmuan o Ketrampilan o Penyegaran o Tinjauan Pustaka

o Diagnostik o Manajemen o Masalah o Istimewa


o Neonatus o Bayi o Anak o Remaja o Dewasa o Lansia o Bumil

o Deskripsi :
OS perempuan usia 26 tahun datang ke UGD RSAU dengan keluhan perdarahan dari kemaluan
o Tujuan : Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan abortus

Bahan Bahasan: o Tinjauan Pustaka o Riset o Kasus o Audit

Cara Membahas: o Diskusi o Presentasi Kasus o Email o Pos

Data Pasien: Nama: Ny. NI Nomor Registrasi:


Nama klinik: Telp: Terdaftar sejak:

DATA UTAMA UNTUK BAHAN DISKUSI

1. Diagnosis/Gambaran Klinis:

Pasien datang ke IGD RSAU dr. M. Sutomo dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 3 hari SMRS.
Darah yang keluar berwarna merah kecoklatan, awalnya darah keluar sedikit-sedikit seperti flek, kemudian
menjadi semakin banyak. Sejak 2 hari SMRS darah keluar sebanyak ¼ gelas, ganti pembalut 2x/ hari.

2. Riwayat pengobatan:
Pasien periksa ke bidan, kemudian dirujuk ke RS. Saat datang ke IGD, mengeluh darah masih keluar,
berwarna merah segar, bergumpal, sudah 3 kali ganti pembalut pagi ini.

3. Riwayat kesehatan / penyakit :


Keluhan Serupa,Keputihan,Hipertensi,DM,Jantung,asma, Alergi disangkal
4. Riwayat keluarga : tidak terdapat riwayat penyakit serupa dan penyakit kronis pada keluarga

5. Riwayat kontrasepsi : kontrasepsi pil selama 6 tahun

6. Kondisi lingkungan social dan fisik : pasien saat ini tinggal dengan suami dan anaknya. Pasien seorang
ibu rumah tangga dan suami pasien bekerja sebagai pegawai negeri. Biaya hidup sehari-hari diperoleh
dari gaji yang didapat suami pasien.

7. Riwayat imunisasi : pasien tidak mengingat


8. Lain-lain : (diberi contoh : PEMERIKSAAN FISIK, PEMERIKSAAN LABORATORIUM dan TAMBAHAN YANG
ADA, sesusai dengan FASILITAS WAHANA)

Daftar Pustaka :
1. Affandi B, Adriaanz G, Widohariadi, dkk. Paket Pelatihan Klinik: Asuhan Pasca Keguguran,
Edisi Kedua. Jakarta: JNPK-KR/POGI, 2 002. Hal. 2-1 s.d. 2-9; 4-1 s.d. 4-13.
2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL (Editors). Abortion. In: Williams Obstetrics, 23 rd
Edition. New York: McGraw-Hill, 2010. [e-book].
3. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, et al. Spontaneous Abortion. In: Current Diagnosis
and Treatment in Obstetric and Gynecology. New York: McGraw-Hill, 2003. [e-book].
4. Hadijanto B. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
Wiknjosastro GH (Editor). Dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2010. Hal. 460-74.
5. Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. In: Obstetrics Illustrated, 6th Edition. London:
Churchill-Livingstone, 2003. [e-book].
6. Mathai M, Sanghvi H, Guidotti RJ. Vaginal Bleeding in Early Pregnancy. In; Managing
Complications in Pregnancy and Childbirth: A Guide for Midwives and Doctors. Geneva:
WHO, 2007. p. S-7 s.d S-17.
7. Prawirohardjo,S. Abortus. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2006. Hal.302-304; 309-310

Hasil Pembelajaran :
1.
Rangkuman Hasil Pembelajaran
1. Subject
Pasien datang ke IGD RSAU dr. M. Sutomo dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 3
hari SMRS. Darah yang keluar berwarna merah kecoklatan, awalnya darah keluar sedikit-sedikit
seperti flek, kemudian menjadi semakin banyak. Sejak 2 hari SMRS darah keluar sebanyak ¼ gelas,
ganti pembalut 2x/ hari.

2. Objectives
Pemeriksaan fisik umum :
 Keadaan umum: Tampak sakit sedang
 Kesadaran: Kompos mentis
 TD: 120/80 mmHg Nadi: 96x/menit, Pernapasan: 24x/menit, Suhu: 36,7oC

Pemeriksaan sistemik :

 Kepala : normocephali, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),edema palpebral


-/- visus bedside 6/6, lapang pandang tidak menyempit, pernapasan cuping hidung
(-), bibir sianosis (-), mukosa mulut dan bibir basah (+)
 THT : faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1, uvula di tengah
 Leher : JVP dalam batas normal, pembesaran KGB colli (-)
 Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba di sela iga V 2 jari medial linea midklavikula kiri

Perkusi : batas jantung kanan di linea sternalis kanan,

batas jantung kiri di 2 jari medial linea midklavikula kiri,

batas atas jantung di sela iga III linea parasternal kiri

Auskultasi: S1-S2 regular, murmur (-), gallop (-)

Paru

Inspeksi : pergerakan dada simetris kanan dan kiri

Palpasi : fremitus taktil kanan dan kiri simetris

Perkusi : sonor
Auskultasi : bunyi nafas vesikular +/+, rhonki -/- , wheezing -/-

Abdomen

Inspeksi : datar

Palpasi : supel, nyeri tekan (+) pada regio suprapubik, hepar dan

limpa tidak teraba

Perkusi : shifting dullness (-), undulasi (-), nyeri ketok CVA -/-

Auskultasi : bising usus (+) N

 Ekstremitas : akral hangat (-/-), pitting edema tungkai (-/-), CRT 2detik
 Genitalia : tampak sedikit bercak darah pada kemaluan dan pembalut yang dipakai.
 Status neurologis : dalam batas normal
Kulit : tidak terdapat ikterik

• ABDOMEN:
• Inspeksi : datar
• PalpasI: Supel, Nyeri tekan (+) suprapubik, TFU tidak teraba, hepar – lien
tidak teraba
• Perkusi: Timpani
• Auskultasi: BU (+) N
• GENITALIA
• Inspeksi : Perdarahan (+), edem (-)
• Inspekulo : Portio licin, livide, ostium terbuka, tampak jaringan
di ostium
• VT : OUE terbuka (+), teraba jaringan, nyeri goyang (-),
perdarahan aktif (-),cavum Douglas dalam batas normal

3. Assessment
G4P3 Hamil 11-12 minggu dengan abortus inkomplit

4. Plan
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Cefotaxim 3x1 gr
- Puasa sebelum tindakan kuretase
- Kuretase dengan General Anasthesia
ABORTUS

Latar Belakang
Abortus merupakan berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan yaitu berat badan kurang dari 500 gram atau usia kehamilan kurang
dari 20 minggu. Dari 210 juta kehamilan, 75 juta dianggap tidak direncanakan di mana sekitar
15% kehamilan akan berakhir pada aborsi. Pada negara berkembang, prevalensi abortus
mencapai 160 per 100000 kelahiran hidup dan paling tinggi terdapat di Afrika yaitu 870 per
100000 kelahiran hidup. Di Indonesia, ditunjukkan prevalensi abortus sebesar 2 juta kasus
pada tahun 2000 dengan rasio 37 per 1000 kelahiran pada wanita usia produktif pada 6 wilayah.
Sekitar 75% abortus spontan ditemukan pada usia gestasi kurang dari 16 minggu dan 62%
sebelum usia gestasi 12 minggu. Insidensi abortus inkomplit belum diketahui secara pasti,
namun demikian disebutkan sekitar 60% dari wanita hamil dirawat di rumah sakit dengan
perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit. Inisidensi abortus spontan secara umum
disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan.

Definisi
Abortus didefinisikan sebagai ancaman/pengeluaran hasil konsepsi atau terminasi kehamilan
sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20
minggu, atau berat janin kurang dari 500 gram.

Epidemiologi
Dari 210 juta kehamilan, 75 juta dianggap tidak direncanakan di mana sekitar 15%
kehamilan akan berakhir pada aborsi. Sekitar 500.000 wanita meninggal akibat komplikasi
persalinan, 7 juta wanita mengalami gangguan kesehatan setelah melahirkan. Pada negara
berkembang, prevalensi abortus mencapai 160 per 100000 kelahiran hidup dan paling tinggi
terdapat di Afrika yaitu 870 per 100000 kelahiran hidup.
Guttmacher, et al. (2003) menunjukkan bahwa angka abortus di AS mencapai 1278.000
kasus dengan rasio 20,8 per 1000 kelahiran pada wanita usia produktif (15-49 tahun). Di
Indonesia, ditunjukkan prevalensi abortus sebesar 2 juta kasus pada tahun 2000 dengan rasio
37 per 1000 kelahiran pada wanita usia produktif pada 6 wilayah. Motif sebagain besar kasus
abortus adalah abortus kriminalis.
Sekitar 75% abortus spontan ditemukan pada usia gestasi kurang dari 16 minggu dan
62% sebelum usia gestasi 12 minggu. Insidensi abortus inkomplit belum diketahui secara pasti,
namun demikian disebutkan sekitar 60% dari wanita hamil dirawat di rumah sakit dengan
perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit. Inisidensi abortus spontan secara umum
disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan.

Etiologi
Penyebab abortus dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu penyebab fetal, penyebab maternal
dan penyebab paternal. Faktor patologis dari pihak semua (paternal) ini walaupun berhubungan
tetapi pengaruhnya sangat kecil terhadap kejadian abortus spontan.

1. Faktor fetal
Delapan puluh persen kasus abortus spontan terjadi sebelum usia kehamilan 12 minggu,
setengah di antaranya disebabkan oleh kelainan kromosom. Sembilan puluh lima persen
kelainan kromosom pada abortus spontan disebabkan oleh kegagalan gametogenesis maternal
dan sisanya adalah kegagalan gametogenesis paternal. Abnormalitas dapaat dimulai dari
pembelahan meiosis dari gamet, pesan ganda pada saat fertilisasi atau saat pembelahan dini
mitosis. Keadaan abortus dengan kelainan kromosom ini disebut abortus aneuploid, misalnya
trisomi autosom atau monosomi. Abortus spontan biasanya menunjukkan kelainan
perkembangan zigot, embryo, fetus tahap awal, atau pada plasenta. Dari 1000 abortus spontan
yang diteliti, ditemukan setengahnya menunjukkan tidak adanya embrio atau disebut blighted
ovum. Kelainan morfologi pertumbuhan terjadi pada 40% abortus spontan sebelum usia gestasi
20 minggu. Setelah trimester pertama, tingkat abortus dan kelainan kromosom berkurang.

2. Faktor Maternal
Selain cacat kromosom dari pihak ibu, abortus juga dapat terjadi akibat adanya gangguan
kesehatan atau penyakit sistemik pada ibu.
a. Infeksi
Berbagai macam infeksi dapat menyebabkan abortus pada manusia, tetapi hal ini tidak
umum terjadi. Dari hasil penelitian, infeksi yang diduga memiliki kaitan dengan abortus
spontan adalah Mycoplasma hominis, ureaplasma urealyticum, dan bakterial vaginosis.
b. Gangguan nutrisi yang berat
Defisiensi salah satu komponen nutrisi atau defisiensi sedang dari semua komponen
nutrisi bukan merupakan penyebab penting pada abortus.
c. Pacandu berat alkohol atau rokok
Merokok dihubungkan dengan peningkatan risiko abortus. Risiko abortus meningkat
1,2-1,4 kali lebih besar untuk setiap 10 batang rokok yang dikonsumsi setiap hari.
Abortus spontan berkaitan juga dengan konsumsi alkohol selama 8 minggu pertama
kehamilan. Tingkat aborsi spontan dua kali lebih tinggi pada wanita yang minum
alkohol 2x/minggu dan tiga kali lebih tinggi pada wanita yang mengkonsumsi alkohol
setiap hari. Sementara itu, kafein dosis rendah tidak mempunyai hubungan dengan
abortus. Akan tetapi pada wanita yang mengkonsumsi 5 cangkir (500mg kafein) kopi
setiap hari menunjukkan tingkat abortus yang sedikit lebih tinggi. Pada yang
mengkonsumsi lebih dari 5 cangkir setiap hari, risiko berhubungan dengan jumlah kopi
yang dikonsumsi setiap hari.
Radiasi juga dapat menyebabkan abortus pada dosis yang cukup. Akan tetapi, jumlah
dosis yang dapat menyebabkan abortus pada manusia tidak diketahui secara pasti.
Ketika alat kontrasepsi dalam rahim gagal mencegah kehamilan, risiko abortus,
khususnya abortus septik meningkat. Sementara itu, kontrasepsi oral atau zat
spermisidal tidak berkaitan dengan peningkatan risiko abortus.
d. Penyakit kronis atau menahun
Diabetes mellitus. Tingkat aborsi spontan dan malformasi kongenital major meningkat
pada wanita dengan diabetes bergantung insulin. Risiko berkaitan dengan derajat
kontrol metabolik pada trimester pertama
e. Gangguan hormonal
Terdapat hubungan antara defisiensi progesteron dan terjadinya abortus. Hormon
progesteron sangat berperan pada pembentukan desidua. Gangguan pembentukan
desidua akan menganggu proses nutrisi embrio yang menyebabkan terhentinya proses
biologiss sehingga terjadi abortus.
Selain trofoblas, kelenjar tiroid berperan dalam memelihara kehamilan. Gangguan pada
tiroid dapat mengakibatkan gangguan kehamilan normal.
f. Gangguan imunologis
Antibodi terhadap sperma pada segolongan wanita dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan kehamilan. Apabila kehamilan dapat terjadi maka risiko abortus sangat
tinggi. Ketidaksesuaian golongan darah dapat menjadi penyebab abortus spontan.
g. Trauma fisis
Trauma mayor abdomen dapat menyebabkan abortus.
h. Anomali uterus dan serviks
Pada mioma yang besar dan multipel biasanya tidak menyebabkan abortus. Jika
dihubungkan dengan abortus, yang menentukan bukanlah ukurannya tetapi lokasinya.
Mioma submukosa lebih sering menyebabkan abortus daripada mioma intramural
maupun mioma subserosa.
Kelainan serviks yang berperan pada terjadinya abortus adalah inkompetensi serviks.

Faktor Risiko
Faktor risiko abortus yaitu:
1. Bertambahnya usia ibu.
Abortus meningkat dengan pertambahan umur. Risiko berkisar 13,3% pada usia 12-19
tahun; 11,1% pada usia 20-24 tahun; 11,9% pada usia 25-29 tahun; 15% pada usia 30-34
tahun; 24,6% pada usia 35-39%; 51% usia 40-44 tahun; 93,4% pada usia 45 tahun ke
atas. Suatu penelitian yang dilakukan di Eropa melaporkan bahwa risiko abortus tertinggi
ditemukan pada pasangan dimana usia wanita ≥35 tahun dan pria ≥40 tahun.
2. Riwayat reproduksi abortus.
Risiko pasien dengan riwayat abortus untuk kehamilan berikutnya ditentukan dari
frekuensi riwayatnya. Pada pasien yang baru mengalami riwayat 1 kali berisiko 19%, 2
kali berisiko 24%, 3 kali berisiko 30%, dan 4 kali berrisiko 40%.
3. Kebiasaan orang tua
a. Merokok dihubungkan dengan peningkatan risiko abortus. Risiko abortus meningkat 1,2-
1,4 kali lebih besar untuk setiap 10 batang rokok yang dikonsumsi setiap hari. Dengan
faktor pemicu asap rokok, stres oksidatif akan semakin buruk. Stres oksidatif sendiri
dapat menyebabkan apoptosis yang mengganggu invasi plasenta dan abortus dini. ROS
akan bereaksi dengan molekul pada berbagai sistem biologi sehingga dapat terjadi
kerusakan sel yang ekstensif dan disrupsi fungsi sel. Dengan risiko stres oksidatif, pasien
tidak pernah mengonsumsi vitamin yang berperan sebagai antioksidan sehingga
meningkatkan risiko abortus. Selain itu, Vural, et al. menunjukkan adanya peningkatan
radikal bebas superoksida oleh PMN pada trimester satu kehamilan.
b. Konsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan. Tingkat aborsi spontan dua kali
lebih tinggi pada wanita yang minum alkohol 2x/minggu dan tiga kali lebih tinggi pada
wanita yang mengkonsumsi alkohol setiap hari. Dalam suatu penelitian didapatkan
bahwa risiko abortus meningkat 1,3 kali untuk setiap gelas alkohol yang dikonsumsi
setiap hari.
c. Kafein dosis rendah tidak mempunyai hubungan dengan abortus. Akan tetapi pada
wanita yang mengkonsumsi 5 cangkir (500mg kafein) kopi setiap hari menunjukkan
tingkat abortus yang sedikit lebih tinggi.
d. Radiasi juga dapat menyebabkan abortus pada dosis yang cukup. Akan tetapi, jumlah
dosis yang dapat menyebabkan abortus pada manusia tidak diketahui secara pasti.
e. Alat kontrasepsi dalam rahim yang gagal mencegah kehamilan menyebabkan risiko
abortus, khususnya abortus septik meningkat.
f. Psikologis seperti ansietas dan depresi.

Klasifikasi Abortus
Tipe abortus antara lain:
1. Abortus spontan (keguguran atau spontaneus abortion/misscarriage)
Abortus yang terjadi secara alamiah tanpa adanya upaya-upaya dari luar (buatan) untuk
mengakhiri kehamilan tersebut. Derajat abortus spontan meliputi:

a. Abortus iminens (threatened abortion)

Sumber: Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. In: Obstetrics Illustrated, 6 th Edition. London:
Churchill-Livingstone, 2003. [e-book].
Abortus Iminens adalah pendarahan dari uterus pada kehamilan kurang dari 20 minggu,
hasil konsepsi masih di dalam uterus dan tidak ada dilatasi serviks. Pasien akan atau tidak
mengeluh mules-mules, uterus membesar, terjadi pendarahan sedikit seperti bercak-
bercak darah menstruasi tanpa riwayat keluarnya jaringan terutama pada trimester
pertama kehamilan. Pada pemeriksaan obstetrik dijumpai tes kehamilan positif dan
serviks belum membuka. Pada inspekulo dijumpai bercak darah di sekitar dinding
vagina, porsio tertutup, tidak ditemukan jaringan.

b. Abortus insipiens (inevitable abortion)

Sumber: Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. In: Obstetrics Illustrated, 6 th Edition. London:
Churchill-Livingstone, 2003. [e-book].

Abortus Insipiens adalah perdarahan kurang dari 20 minggu karena dilatasi serviks uteri
meningkat dan hasil konsepsi masih dalam uterus. Pasien akan mengeluhkan mules yang
sering dan kuat, keluar darah dari kemaluan tanpa riwayat keluarnya jaringan,
pendarahan biasanya terjadi pada trimester pertama kehamilan, darah berupa darah segar
mengalir. Pada inspekulo, ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina, porsio
terbuka, tidak ditemukan jaringan.

c. Abortus inkomplit (incomplete abortion)


Sumber: Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. In: Obstetrics Illustrated, 6 th Edition. London:
Churchill-Livingstone, 2003. [e-book].

Abortus inkomplit adalah pengeluaran hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20


minggu dengan masih terdapat sisa hasil konsepsi tertinggal dalam uterus. Pada
anamnesis, pasien akan mengeluhkan pendarahan berupa darah segar mengalir
terutama pada trimester pertama dan ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir.

d. Abortus komplit (complete abortion)

Sumber: DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, et al. Spontaneous Abortion. In: Current Diagnosis and
Treatment in Obstetric and Gynecology. New York: McGraw-Hill, 2003. [e-book].

Abortus Komplit adalah keadaan di mana semua hasil konsepsi telah dikeluarkan. Pada
penderita terjadi perdarahan yang sedikit, ostium uteri telah menutup dan uterus mulai
mengecil. Apabila hasil konsepsi saat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semua sudah
keluar dengan lengkap. Pada penderita ini disertai anemia sebaiknya disuntikan sulfas ferrosus
atau transfusi bila anemia. Pendarahan biasanya tinggal bercak-bercak dan anamnesis di sini
berperan penting dalam menentukan ada tidaknya riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir
Pada inspekulo, ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina, porsio terbuka, tidak
ditemukan jaringan
Retensi embrio mati (missed abortion)
Istilah ini digunakan pada kegagalan uterus untuk mengeluarkan embrio lebih dari 8 minggu
dihitung sejak kematian embrio tersebut. Karena sulit mengetahui saat pasti tentang matinya
embrio, maka umumnya diambil patokan dari ketidaksesuaian ukuran uterus dengan usia
kehamilan (dengan adanya selisih 8 minggu). Pada beberapa kasus, missed abortion dapat
diekspulsi secara spontan. Bila usia kehamilan telah memasuki trimester kedua dan terjadi
retensi janin mati, maka sering terjadi gangguan pembekuan darah, seperti perdarah dari gusi,
hidung atau tempat terjadinya trauma. Gangguan pembekuan darah tersebut disebabkan oleh
koagulopati konsumtif akibat retensi embrio mati dalam jangka waktu cukup lama.

Abortus habitualis (recurrent abortus)


Abortus habitualis Penyebab abortus harus dapat dikenali segera agar dapat dilakukan
pengobatan yang sesuai. Bila akibat cacat kromosom, lakukan upaya-upaya investigasi
genetika dan upayakan perbaikan dengan metode yang tersedia. Bila disebabkan defisiensi
hormonal, maka cari penyebab defisiensi dan pilih hormon substitusi yang sesuai. Bila hal ini
disebabkan inkompetensi servikal, maka lakukan prosedur ligasi serviks dengan cara Shirodkar
atau Mc Donald sebelum kehamilan berusia 12-14 minggu.

2. Abortus buatan/diinduksi (induced abortion)


Abortus yang terjadi akibat upaya-upaya tertentu untuk mengakhiri proses kehamilan.
Abortus buatan dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Abortus buatan terapeutik (abortus provokatus medisinalis)


Aborsi yang dilakukan pada wanita hamil atas indikasi terapeutik atau medis.
Umumnya indikasi tersebut berkaitan dengan ancaman keselamatan jiwa atau adanya
gangguan kesehatan yang berat pada ibu (dekompensatio kordis, tuberkulosis paru
berat, status asmatikus, diabetes mellitus tidak terkontrol, penyakit hati menahun, dan
sebagainya). Pada beberapa negara, indikasi untuk melakukan abortus provokatus
berkaitan dengan adanya kecatatan pada janin (misalnya talassemia, kelainan
kromosom, sindrom Down, penyakit retardasi mental) atau dari cara terjadinya suatu
kehamilan (akibat perkosaan, hubungan sedarah/incest).
Pada beberapa badan peradilan di luar negeri atau negara modern dikenal pula istilah
terminasi kehamilan atas permintaan pasien (voluntary termination), yaitu abortus yang
dilakukan atas permintaan pasien, baik akibat adanya risiko terhadap kesehatan ibu atau
tekanan mental berat yang dialami ibu tersebut (misalnya kehamilan yang baru saja
diketahui setelah terjadinya perceraian, sulit menentukan ayah dari janin yang
dikandungnya, hamil bukan dengan pasangan yang sebenarnya atau pasangan tersebut
tidak terikat dalam ikatan pernikahan yang sah).

b. Abortus kriminalis (abortus provokatus kriminalis)


Aborsi yang dilakukan secara sengaja (melalui kesepakatan antara pasien dan pelaku
aborsi) dan bukan atas indikasi untuk menyelamatkan jiwa ibu, adanya kecacatan pada
janin atau gangguan mental yang berat.

3. Abortus dengan risiko/abortus tidak aman (unsafe abortion)


Terminasi kehamilan yang tidak diinginkan oleh wanita atau pasangannya melalui cara
yang mempunyai risiko tinggi terhadap keselamatan jiwa wanita tersebut karena dilakukan
oleh individu yang tidak mempunyai pengetahuan dan keterampilan cukup serta
menggunakan peralatan yang tidak memenuhi persyaratan minimal bagi suatu tindakan
medis.

Peralatan yang digunakan umumnya menggunakan banyak cemaran bahan berbahaya, baik
mikroorganisme maupun bahan kaustik atau iritatif. Bila pasien selamat dari kematian,
maka dapat terjadi cacat yang menetap atau gangguan organ serius. Bahan-bahan
tradisional yang digunakan di antaranya batang kayu, akar pohon, tangkai pohon yang
memiliki getah iritatif, batang plastik yang dimasukkan ke dalam kavum uteri. Beberapa
upaya lainnya yaitu dengan melakukan pemijatan langsung ke korpus uteri hingga terjadi
memar pada dinding perut, kandung kemih, adneksa atau usus.

Hal ini merupakan tragedi fatal yang tersembunyi. Dalam periode 1 tahun, hampir 70.000
ibu meninggal akibat abortus yang tidak aman atau berisiko. Risiko ini amat dipengaruhi
oleh ada tidaknya fasilitas kesehatan yang mampu memberikan pelayanan kesehatan
maternal secara memadai. Beberapa kondisi (kemiskinan, keterbelakangan, dan sikap
kurang peduli) menambah angka kejadian abortus yang tidak aman. WHO memperkirakan
angka kematian yang berkaitan dengan abortus yang tidak aman cukup tinggi, paling tidak
20 juta per tahun. Hampir 90% abortus dengan risiko dilakukan di negara berkembang.
Kematian akibat abortus dengan risiko di negara berkembang 15 kali lebih banyak daripada
negara industri. Jika dibandingkan dengan negara yang sangat maju, angka tersebut
meningkat menjadi 50 kali lebih banyak.

4. Abortus septik
Abortus dengan komplikasi infeksi. Sepsis dapat terjadi akibat infeksi mikroorganisme dari
saluran genital bawah setelah abortus spontan atau aborsi yang tidak aman. Sepsis biasanya
terjadi bila hasil konsepsi masih tertinggal dan evakuasi ditunda. Sepsis merupakan
komplikasi tersering dari abortus tidak aman yang berhubungan dengan instrumentasi.

Sumber: Mathai M, Sanghvi H, Guidotti RJ. Vaginal Bleeding in Early Pregnancy. In; Managing Complications
in Pregnancy and Childbirth: A Guide for Midwives and Doctors. Geneva: WHO, 2007.

Patogenesis & Patofisiologi


Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio
akibat adanya perdarahan minimal pada desidua yang menyebabakan nekrosis jaringan. Kegagalan
fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya
kontraksi uterus dan mengawali adanya proses abortus. Karena hasil konsepsi tersebut terlepas dapat
menjadi benda asing dalam uterus yang menyebabkan uterus kontraksi dan mengeluarkan isinya.

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus
dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto, meskipun
sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di kanalis servikalis.
Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi. Pada kehamilan 8-14
minggu biasanya diawali dengan pecahnya selaput ketuban dan diikuti dengan pengeluaran
janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Jenis ini sering
menimbulkan perdarahan pervaginam banyak. Pada kehamilan minggu ke 14-22, janin
biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian.
Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menimbulkan gangguan
kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam banyak. Perdarahan pervaginam umumnya
lebih sedikit namun rasa sakit lebih menonjol.
Pada abortus hasil konsepsi yang dikeluarkan terdapat dalam berbagai bentuk yaitu
kantong amnion kosong, di dalam kantung amnion terdapat benda kecil yang bentuknya masih
belum jelas (blighted ovum), atau janin telah mati lama. Plasentasi tidak adekuat sehingga sel
tropoblas gagal masuk ke dalam arteri spiralis. Akibatnya, terjadi peredaran darah prematur
dari ibu ke anak.

Diagnosis
Abortus diduga pada wanita yang pada masa reproduktif mengeluh tentang perdarahan
pervaginam setelah terlambat haid. Hipotesis dapat diperkuat pada pemeriksaan bimanual dan
tes kehamilan. Harus diperhatikan banyaknya perdarahan, pembukaan serviks, adanya jaringan
dalam kavum uteri atau vagina.
Bentuk perdarahan bervariasi diantaranya sedikit-sedikit dan berlangsung lama,
sekaligus dalam jumlah yang besar dapat disertai gumpalan, dan akibat perdarahan tidak
menimbulkan gangguan apapun atau syok. Disebut pendarahan ringan-sedang bila doek bersih
selama 5 menit, darah segar tanpa gumpalan, darah yang bercampur dengan mukus.
Pendarahan berat bila pendarahan yang banyak, merah terang, dengan atau tanpa gumpalan,
doek penuh darah dalam waktu 5 menit, dan pasien tampak pucat.
Bentuk pengeluaran hasil konsepsi bervariasi berupa pada usia gestasi di bawah 14
minggu dimana plasenta belum terbentuk sempurna dikeluarkan seluruh atau sebagian hasil
konsepsi, di atas 16 minggu, dengan pembentukan plasenta sempurna dapat didahului dengan
ketuban pecah diikuti pengeluaran hasil konsepsi, dan dilanjutkan dengan pengeluaran
plasenta, berdasarkan proses persalinannya dahulu disebutkan persalinan immaturus, dan hasil
konsepsi yang tidak dikeluarkan lebih dari 6 minggu, sehingga terjadi ancaman baru dalam
bentuk gangguan pembekuan darah.
Manifestasi Klinis pada Beberapa Derajat Abortus
Diagnosis Perdarahan Serviks Besar Uterus Gejala Lain
Abortus Sedikit hingga Tertutup Sesuai dengan Tes kehamilan (+), kram,
iminens sedang usia kehamilan uterus lunak
Abortus Sedang hingga Terbuka Sesuai atau lebih Kram, uterus lunak
insipiens banyak kecil
Abortus Sedikit hingga Terbuka Lebih kecil dari Kram, keluar jaringan,
inkomplit banyak (lunak) usia kehamilan uterus lunak
Abortus Sedikit atau Lunak (terbuka Lebih kecil dari Sedikit/tidak ada kram,
komplit tidak ada atau tertutup) usia kehamilan keluar massa kehamilan,
uterus kenyal

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk abortus meliputi:
1. Ultrasonografi
Pada usia 4 minggu, dapat terlihat kantung gestasi eksentrik dengan diameter 2-3 mm.
Pada usia gestasi 5 minggu, terlihat diameter kantung gestasi 5 mm, kantung telur 3-8
mm. Pada usia gestasi 6 minggu, terlihat diameter kantung gestasi 10 mm, embrio 2-3
mm, dan terdapat aktivitas jantung. Pada usia gestasi 7 minggu, diameter kantung gestasi
20 mm, terlihat bagian kepala dan badan yang menyatu. Pada usia gestasi 8 minggu,
diameter kantung gestasi 25 mm, herniasi midgut, terlihat rhombencephalon, dan limb
buds. Pada usia gestasi 9 minggu, tampak pleksus koroidalis, vertebra, dan ekstremitas.
Pada usia gestasi 10 inggu, telah terlihat bilik jantung, lambung, kandung kemih, dan
osifikasi tulang, pada usia gestasi 11, usus telah terbentuk dan struktur lainnya
cenderung telah terbentuk dengan baik. Abortus dapat ditegakkan dari USG
transabdominal bila pada embrio >8 mm tidak ditemukan aktivitas jantung.
2. Biopsi endometrium fase luteal untuk kadar progesteron
3. Infeksi
4. Imunologis
5. Beta hCG
Serum beta HCG >2500 IU per mL disertai dengan USG transvaginal90% KDR
Serum beta HCG >6500 IU per mL disertai dengan USG abdomen 90% KDR

Penatalaksanaan
Langkah pertama dari serangkaian penatalaksanaan abortus adalah penilaian kondisi klinis
pasien. Penilaian ini masih berkaitan dengan upaya diagnosis dan memulai pertolongan awal
kegawatdaruratan. Dengan langkah ini, dapat dikenali berbagai komplikasi yang dapat
mengancam keselamatan pasien seperti syok, infeksi/sepsis, perdarahan hebat (masif) atau
taruma intraabdomen. Melalui pengenalan ini, dapat diambil langkah untuk mengatasi
komplikasi. Walaupun tanpa komplikasi, pada kasus abortus inkomplit dapat berubah menjadi
ancaman apabila terapi definitif (evakuasi sisa konsepsi) tidak segera dilaksanakan. Oleh
karena itu, penting seklai untuk membuat penilaian awal secara akurat (yang kemudian segera
diikuti dengan tindakan pengobatan) atau (apabila ada indikasi) melakukan stabilisasi pasien.

Tata laksana definitif abortus bergantung pada derajat abortus dan meliputi prosedur medikal
dan surgikal.
1. Abortus iminens
Pada umumnya tidak memerlukan terapi medikamentosa. Beberapa sumber masih ada yang
mengharuskan tirah baring selama 24-48 jam, sumber lain menyebutkan tidak perlu sampai
tirah baring (ibu hanya dianjurkan untuk menghindari aktivitas fisik yang berat). Pasien
sebaiknya tidak melakukan hubungan seksual untuk sementara. Bila perdarahan berhenti,
pemantauan dilanjutkan saat perawatan antenatal guna menilai kembali jika terjadi
perdarahan lagi. Bila perdarahan tidak berhenti, nilai kembali viabilitas fetal (tes kehamilan
atau USG). Perdarahan persisten dengan ukuran uterus lebih besar dari perkiraan usia
kehamilan mengindikasikan kehamilan kembar atau mola hidatidosa. Tidak dianjurkan
untuk memberikan terapi hormon (seperti estrogen atau progestin) atau agen tokolitik
(salbutamol atau indometasin) karena tidak dapat mencegah terjadinya keguguran.

2. Abortus insipiens
Bila usia kehamilan < 16 minggu, rencanakan untuk melakukan evakuasi isi uterus. Bila
evakuasi tidak memungkinkan untuk segera dilakukan:
a. Berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau
misoprostol 400 µg oral (dapat diulang sekali setelah 4 jam bila perlu).
b. Rencanakan evakuasi hasil konsepsi dari uterus sesegera mungkin.
Bila usia kehamilan > 16 minggu:
a. Tunggu ekspulsi spontan dari hasil konsepsi, kemudian evakuasi isi uterus untuk
membersihkan sisa-sisa konsepsi yang masih tertinggal.
b. Jika memungkinkan, infus oksitosin 40 IU dalam 1 L cairan intravena (salin normal
atau Ringer’s Lactate) dengan kecepatan 40 tetes per menit guna membantu terjadinya
ekspulsi spontan hasil konsepsi.
Setelah itu, melakukan pemantauan ketat terhadap kondisi ibu pasca tindakan.

3. Abortus inkomplit
Bila perdarahan ringan dan kehamilan < 16 minggu, dapat dilakukan pengeluaran hasil
konsepsi yang terjepit pada serviks dengan jari atau ring (sponge) forcep.
Bila perdarahan sedang-berat dan usia kehamilan < 16 minggu, dilakukan evakuasi hasil
konsepsi dari uterus dengan:
a. Aspirasi vakum manual merupakan metode yang lebih dianjurkan.
Indikasi aspirasi vakum manual pada kasus abortus: abortus insipien atau inkomplit <
16 minggu (sumber lain menyebutkan batasan usia kehamilan < 12-14 minggu)
Menurut beberapa hasil penelitian, aspirasi vakum menunjukkan risiko komplikasi
(perdarahan hebat, infeksi, trauma serviks, perforasi) yang lebih rendah dibandingkan
kuret tajam. Di samping itu, prosedur ini tidak memerlukan anestesi umum dan
memiliki efektivitas yang cukup baik (persentase evakuasi komplit rata-rata >98%).
Metode kuretase tajam (dilatasi dan kuretase) hanya dilakukan bila aspirasi vakum
manual tidak tersedia.
b. Bila evakuasi tidak memungkinkan untuk segera dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg
IM (dapat diulang setelah 15 menit bila diperlukan) atau misoprostol 400 µg oral (dapat
diulang setelah 4 jam bila diperlukan).
Bila kehamilan > 16 minggu:
a. Infus oksitosin 40 IU dalam 1 L cairan intravena (saline normal atau Ringer’s Lactate)
dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai ekspulsi hasil konsepsi terjadi.
b. Bila perlu, dapat diberikan misoprostol 200 µg per vaginam tiap 4 jam hingga terjadi
ekspulsi, dosis total tidak lebih dari 800 µg.
c. Mengevakuasi sisa hasil konsepsi yang tersisa dari uterus.
Setelah itu, melakukan pemantauan ketat terhadap kondisi ibu pasca tindakan.

4. Abortus komplit
Evakuasi hasil konsepsi dari uterus umumnya tidak diperlukan. Lakukan pemantauan pada
perdarahan yang berat.

Prosedur Surgikal Terapi Definitif Abortus Inkomplit


1. Kuretase Digital

Sumber: Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. In: Obstetrics Illustrated, 6 th Edition. London:
Churchill-Livingstone, 2003. [e-book].

2. Kuretase Tajam (Dilatasi dan Kuretase)


Sumber: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL (Editors). Abortion. In: Williams Obstetrics, 23 rd Edition.
New York: McGraw-Hill, 2010. [e-book].
Sumber: Mathai M, Sanghvi H, Guidotti RJ. Vaginal Bleeding in Early Pregnancy. In; Managing Complications
in Pregnancy and Childbirth: A Guide for Midwives and Doctors. Geneva: WHO, 2007.

3. Aspirasi Vakum Manual (Manual Vacum Aspiration atau AVM)


Sumber: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL (Editors). Abortion. In: Williams Obstetrics, 23 rd Edition.
New York: McGraw-Hill, 2010. [e-book].

Sumber: Mathai M, Sanghvi H, Guidotti RJ. Vaginal Bleeding in Early Pregnancy. In; Managing Complications
in Pregnancy and Childbirth: A Guide for Midwives and Doctors. Geneva: WHO, 2007.

Langkah Evakuasi dan Penatalaksanaan Pasien dengan Abortus Inkomplit


Penampilan Langkah Awal Bila ditemukan tanda
Wanita usia reproduksi: Nilai tanda syok syok, seera dilakukan
- Terlambat haid - Nadi cepat lemah stabilisasi
- Perdarahan - Hipotensi (penatalaksanaan syok)
- Kram dan nyeri perut - Pucat, berkeringat
bawah - Gelisah, apatis, tidak Setelah syok teratasi,
- Keluar massa sadar lanjutkan evaluasi klinis
kehamilan - Temperatur > 38 oC
- Demam, menggigil

Evaluasi Klinis

Riwayat Medik:
Lamanya tidak datang haid (HPHT dan dugaan usia kehamilan), perdarahan per vaginam
(lama dan jumlahnya), spasme atau kram (lama dan intensitasnya) lama dan intensitas kram,
kontrasepsi yang digunakan (AKDR, implant, pil, suntik), nyeri perut/punggung (dugaan
trauma intraabdomen), jaringan yang keluar (massa kehamilan), alergi obat, gangguan
pembekuan darah/perdarahan, minum jamu atau bahan berbahaya lainnya, kondisi
kesehatan lain

Pemeriksaan Fisik: Tanda vital (nadi, pernapasan, tekanan darah suhu), keadaan umum
(kedaan gizi, anemia, kelemahan), pemeriksaan jantung, paru, abdomen (cembung, tegang,
nyeri tekan/peritonitis lokal, lokasi dan intensitas nyeri, nyeri lepas, timor, bising usus),
ekstremitas, tanda-tanda gangguan sistemik (sepsis, perdarahan intraabdomen)

Pemeriksaan panggul: Bersihkan bekuan darah dan massa kehamilan dari lumen vagina
dan ostium serviks, perhatikan adanya sekret yang berbau, sifat dan jumlah perdarahan,
pembukaan serviks (derajat abortus), trauma vagina/serviks, pus, nyeri goyang serviks,
besar (disesuaikan dengan HPHT)/arah/konsistensi uterus, nyeri tekan parametrium, nyeri
pada organ genitalia dalam lainnya (lokasi, intensitas), tumor pelvik,dinding perut tegang

Lain-lain: Bersihkan massa kehamilan, konfirmasi Rh negatif, pemberian tetanus toksoid

Penatalaksanaan

Perdarahan Perdarahan hebat Trauma Infeksi/Sepsis


ringan hingga - Jumlah banyak Intraabdomen - Demam,
sedang - Darah segar - Perut menggigil
- Kain dengan atau kembung - Sekret berbau
pembalut tanpa bekuan - Bising usus - Riwayat
tidak basah - Handuk atau melemah abortus
setelah 5 pakaian segera - Dinding perut provokatus
menit basah oleh tegang - Nyeri perut
- Darah segar darah - Nyeri lepas - Perdarahan
tanpa bekuan - Pucat - Mual, muntah lama
- Darah Bila komplikasi - Nyeri - Gejala seperti
campur lendir teratasi dan pasien punggung infuenza
Lakukan stabil, lakukan - Demam Pertimbangkan
AVM/kuretase AVM/kuretase - Nyeri perut, untuk tindakan
tajam tajam kram atau dirujuk
Bila tidak, rujuk Pertimbangkan
untuk tindakan
atau dirujuk
Edukasi
Informed consent tentunya perlu diberikan pada pasien dan keluarga yang mengalami abortus
habitualis, agar pasien dan keluarganya mengerti penuh mengenai keadaan yang dialami,
penyebab, serta prognosisnya.
Hal yang perlu disampaikan adalah :
- Pasien disarankan untuk menunda kehamilan selama kurang lebih 3 – 6 bulan. Ini
diperlukan untuk menyiapkan uterus kembali ke keadaan normal untuk mencegah
terjadinya abortus berikutnya. Maka pasien disarankan untuk menggunakan
kontrasepsi yang efektif guna mencegah kehamilan kembali dalam jangka waktu
kurang dari 6 bulan.
- Perbaiki nutrisi ibu dengan asupan makanan yang cukup dengan kandungan gizi yang
lengkap.
- Evaluasi penyebab. Diperlukan untuk mengetahui penyebab terjadinya abortus pada
pasien. Bila karena infeksi dapat ditangani secara dini untuk mencegah terjadinya
abortus berikutnya.
- Edukasi agar pasien rutin kontrol memeriksakan kesehatan dan kandungannya pada
tenaga medis.
- Konseling psikologis pasca abortus bila diperlukan. Agar pasien mendapatkan
dukungan yang diperlukan selama menghadapi abortus berulang.

Prognosis
Selain pada kasus antibodi antifosfolipid dan serviks inkompeten, angka kesembuhan
setelah tiga kali abortus berturut-turut berkisar antara 70 dan 85 %, apapun terapinya. Bahkan,
Warburton dan Fraser (1964) menunjukkan kemungkinan abortus rekuren adalah 25-30%
berapapun jumlah abortus sebelumnya. Poland, et al. (1977) mencatat bahwa apabila seorang
wanita pernah melahirkan bayi hidup, risiko untuk setiap abortus rekuren adalah 30%. Namun,
apabila wanita belum pernah melhairkan bayi hidup dan pernah mengalami paling sedikit satu
kali abortus spontan, risiko abortus adalah 46%. Wanita dengan abortus spontan tiga kali atau
lebih berisiko lebih besar mengalami pelahiran preterm, plasenta previa, presentasi bokong,
dan malformasi janin pada kehamilan berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai