Kasus Asma Bronkial
Kasus Asma Bronkial
Tempat Presentasi :
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Ketrampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : pasien masuk dengan keluhan sesak yang dialami 1 jam sebelum masuk rumah
sakit, disertai batuk berlendir 6 hari SMRS. Batuk kemudian diikuti dengan sesak yang
semakin memberat, selama sesak pasien tidak dapat berbaring dan lebih nyaman dalam posisi
duduk, sulit berbicara, hanya bisa mengucapkan sepenggal-sepenggal kalimat, gelisah, dan
tidak dapat tidur. Dahak diakui sulit untuk dikeluarkan , riwayat demam disangkal, riwayat
berobat dengan keluhan yang sama (+) 6 bulan yll, riwayat alergi (+), riwayat keluarga
dengan keluahan yang sama(-)
3. Riwayat kesehatan/penyakit : -
4. Riwayat keluarga : Anak pertama, riwayat penyakit ayah (-), ibu (-)
5. Riwayat pekerjaan : -
6. Lain-lain : kondisi lingkungan fisik dan untuk mencari fokus infeksi
Daftar Pustaka :
1. Udoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Jakarta : Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia, 2007.
2. Dept. Ilmu Kesehatan Anak FK-UNHAS. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.
Makassar: SMF Anak RS Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2013.
3. UUK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Nasional Asma Anak
Edisi Ke-2. Jakarta: UUK Respirologi PP IDAI, 2016.
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis asma bronkial
2. Penanganan asma bronkial
3. Edukasi pasien mengenai penanganan asma bronkial dan menghindari faktor-faktor
yang mencetuskan timbulnya asma
Borang Portofolio
Subyektif : sesak dialami 1 jam SMRS. Batuk (+) lendir (+), Nyeri dada (-). Pasien 6 bulan
yang lalu pernah mendapat terapi nebulasi dengan keluhan yang sama. Serangan dialami
kurang dari 1 kali selama seminggu dan serangan malam dialami kurang dari dua kali selama
1 bulan. Serangan dapat timbul pasien terpapar terlalu lama dengan debu dan atau ketika anak
sedang sakit batuk.
Obyektif :
Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardi, takipneu, tanpa tanda-tanda sianosis dan suhu
yang afebris. Tidak di temukan napas cuping hidung. Tonsil T1/T1 faring hiperemis. Pada
pemeriksaan paru-paru didapatkan bunyi napas vesikuler dengan wheezing di kedua lapang
paru disertai retraksi suprasternal. Pemeriksaan jantung dalam batas normal, abdomen tidak
terdapat kelainan. Pada ekstremitas perfusi perifer dinilai cukup. Oleh karena itu, didiagnosis
asma bronkial.
Asma bronkial adalah penyakit inflamasi kronik saluran pernapasan yang ditandai dengan
peningkatan respon oleh berbagai pencetus pada traktus trakeobronkial.1 Inflamasi kronik
menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan
atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,
bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
Mekanisme utama dari patofisiologi asma adalah berkurangnya diameter dari saluran napas
akibat dari: Bronkokonstriksi, Kongesti vaskular, Edema dinding bronkial, Hipersekresi
bronkus. Berbagai sel inflamasi berperan dalam proses inflamasi asma terutama sel mast,
eosinofil, sel limfosit T, makrofag, dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain
berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma.3
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus,
iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri dari reaksi asma tipe cepat
dan rekasi asma tipe lambat. Reaksi asma tipe cepat terjadi akibat terikatnya alergen pada
IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi
tersebut mengeluarkan preformed mediator seperti histamin, protease, dda newly generated
mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos
bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi. Reaksi fase lambat timbul antara 6-9 jam setelah
provokasi yang melibatkan aktivasi eosinofil sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.1,2
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik seperti sel T, eosinofil, makrofag,
sel mast, sel epitel dan otot polos bronkus. Proses inflamasi kronik pada asma akan
menimbulkan kerusakan jaringan yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses
penyembuhan yang menghasilkan perbaikan dan pergantian sel mati dengan sel yang baru.
Proses penyembuhan akan melibatkan pergantian sel jaringan yang rusak dengan sel
parenkim jenis yang sama dan jaringan penyambung atau skar. Hal ini menyebabkan
perubahan struktur yang mempunyai mekanisme sangat kompleks yang disebut dengan
airway remodelling.
Diagnosis asma tergantung dari perpaduan riwayat penderita, pemeriksaan jasmani dan
pemeriksaan laboratorium. Asma ditandai dengan sesak, mengi atau batuk. Serangan kerap
terjadi di waktu malam atau pagi hari, berhubungan dengan produksi kadar kortikosteroid
yang periodik rendah. Pemicu yang relevan dapat berupa infeksi virus, alergen lingkungan,
bakan obat-obatan tertentu. Pada pemeriksaan jasmani biasanya ditemukan mengi dan fase
ekspirasi memanjang. Namun, pada penderita asimtomatik, pemeriksaan jasmani dapat
normal. 4
Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi dapat
menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi pasien bernapas pada volume paru yang
lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Tanda klinisnya berupa sesak napas,
mengi dan hiperinflasi. Pada serangan yang sangat berat terdapat gejala tambahan seperti
sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi, dan penggunaan otot bantu napas.
Sedangkan pada serangan ringan, mengi hanya dapat terdengar pada ekspirasi paksa.
Pemeriksaan laboratorium terpenting ialah pemeriksaan fungsi paru atau Peak Expiratory
Flow, sebelum dan sesudah terapi dengan bronkodilator. 5 Asma dianggap sebagai penyakit
saluran napas reversibel. Pemberian bronkodilator yang memberikan perbaikan FEV1 ≥ 15%
adalah diagnostik untuk asma. Pada penderita dengan faal paru normal, mungkin diperlukan
tes provokasi dengan metakolin/histamin. Pada asma akibat latihan jasmani dilakukan uji
dengan latihan jasmani sebagai pengganti metakolin/histamin. Pemeriksaan laboratorium
lainnya adalah pemeriksaan darah lengkap, differential count untuk melihat jumlah eosinofil,
dan tes terhadap aeroalergen.
Seperti telah disebutkan di atas bahwa serangan asma secara potensial dapat mengancam
nyawa. Oleh karena itu pengobatan dan penilaian keadaaan penderita harus akurat dan
tempat yang ideal adalah di rumah sakit. Meskipun pengelolaan serangan asma sebaiknya
dilakukan di rumah sakit, tetapi yang paling penting dalam strategi pengobatan serangan
asma adalah adanya pengobatan dini. 7 Terutama pada para penderita asma yang memiliki
faktor resiko yang memiliki resiko besar untuk mengalami kematian.
Secara garis besar tujuan penatalaksanaan asma adalah sebagai berikut:3,6
Terapi utama di ruang gawat darurat terdiri dari oksigen, agonis beta 2 hirup, dan
kortikosteroid sistemik. Oksigen diberikan bila terjadi hipoksemia yang nyata dan pada
pasien yang mempunyai FEV1 kurang dari 50%. Obat untuk asma akut terdiri dari: 12,13
pasien yang mempunyai FEV1 kurang dari 50%. Obat untuk asma akut terdiri dari: 12,13
1. Oksigen
Dianjurkan untuk penderita sampai saturasi oksigen mencapat >90%. Pemantauan
saturasi oksigen diperlukan sampai terdapat respon yang nyata terhadap bronkodilator.
2. Agonis beta2 hirup
Dianjurkan untuk setiap penderita. Diberikan inhalasi setiap 20 menit sampai 3 kali.
Pemberian selanjutnya tergantung respon terapi awal. Umumnya diberikan secara
nebulizer.
3. Antikolinergik
Pemberian ipratropium bromida 250-500 mg pada cairan yang telah mengandung agonis
beta 2 dapat menambah bronkodilatasi terutama pada penderita dengan obstruksi yang
berat. Diberikan setiap 4-6 jam
4. Kortikosteroid sistemik
Terutama diberikan pada penderita yang tidak respon dengan beta 2 agonis. Dosis oral
40-60 mg perharai, dosis parenteral berkisar 4 kali 40 mg metilprednisolon sampai 4 kali
125 mg perhari. Terapi parenteral berlangsung selama 2-3 hari, selanjutnya dilanjutkan
dengan terapi oral. Dan tidak perlu taperring off jika pemberian kurang dari 1 minggu
5. Epinefrin
Baru dapat diberikan jika agonis beta 2 hirup baik suntikan tidak tersedia. Dengan dosis
0,3 cc subkutan dapat diberikansetiap 20 menit sampai 3 kali
6. Obat-obat lain
Dapat diberikan antibiotik jika terdapat infeksi sekunder
Penilaian ulang dilakukan setlah pemberianterapi awal selesai (60-90 menit) setelah
terapi awal dimulai.2 Respon terapi awal di ruang gawat darurat menentukan apakah penderita
dirawat atau tidak. Kebutuhan merawat penderita diambil berdasrkan lama dan beratnya
serangan asma, beratnya obstruksi saluran napas, riwayat berat dan perjalan serangan
sebelumnyam obat-obat yang dipakai sekarang, fasilitas perawatan, dukungan keluarga,
situasi rumah serata adanya gangguan psikiatrik.
Plan :
Diagnosis : didiagnosis apabila seseorang mengeluh sesak napas, yang pada pemeriksaan
fisis didapatkan wheezing
Pengobatan : Penanganan berupa oksigen 3-4 liter/menit, Inhalasi ventolin + NaCl 0.9%
2.5ml
Pendidikan : Dilakukan kepada pasien dan keluarga agar menghindari faktor pencetus asma
Konsultasi : Konsultasikan segera ke dokter anak jika tidak ada perubahan
Rujukan : (-)
Kontrol : kontrol ke poli anak
Kegiatan Periode Hasil yang diharapkan
Penanganan asma 3 hari pertama Keluhan sesak berkurang
Nasihat Selama perawatan Pasien mendapat edukasi
tentang penyakit dan
meghindari pencetus asma.
Peserta, Pendamping,