Anda di halaman 1dari 30

Skenario 2

Mayat Perempuan di Kamar Kos

Mayat seorang permepuan diduga berusia 23 tahun ditemukan meninggal di kamar kos-kosannya
di daerah Salemba. Korban ditemukan setengah telanjang dengan tangan diikat dan mulut di
sumpal. Mayat dalam keadaan mulai membusuk, berbau, ditemukan belatung pada bagian lubang
hidungnya, kulit mulai mengelupas dan tampak pembuluh darah mulai melebar pada bagian dada
dan leher. Diperkirakan kejadian sekitar 3 hari yang lalu.
Polisi menduga korban diperkosa sebelum dibunuh. Tim identifikasi mengambil sidik jari korban
dan mengambil swab vagina untuk memastikan adanya sperma pelaku.
Kata Sulit:-
Pertanyaan:
1. Bagaimana cara menentukan waktu kematian?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi perubahan post mortem?
3. Mengapa pembuluh darah melebar pada bagian dada?
4. Mengapa kulit mengelupas?
5. Pemeriksaan apa saja yang harus dilakukan selain swab vagina?
6. Apa perbedaan yang dapat ditemukan pada korban yang terlebih dulu diperkosa
kemudian meninggal atau meninggal terlebih dahulu baru diperkosa?
7. Mengapa ditemukan belatung pada hidung korban?
8. Mengapa polisi menduga bahwa ini kasus pemerkosaan?
9. Apa penyebab dari kematian korban?
10. Mengapa mayat menjadi busuk dan berbau?
11. Berapa lama sperma dapat bertahan dan dapat di identifikasi?
12. Bagaimana hukum dan sanksi pemerkosaan menurut pandangan islam?
13. Bagaimana hukum dan sanksi pembunuhan menurut pandangan islam?
14. Bagaimana alur pengaduan kasus pemerkosaan?
Jawaban:
1. Lebam terjadi pada 3 jam setelah kematian, kaku mayat terjadi sekitar 3-8 jam setelah
kematian. Kemudian dilihat dari kondisi suhu udara disekitar mayat, kekakuan dan
identifikasi dari lamanya serangga (lalat) menaruh larva menjadi belatung yang terdapat
pada sekitar korban.
2. Perubahan post mortem meliputi suhu, udara disekitar korban, serangga, penyakit yang
diderita korban, cara meninggalnya mayat tersebut.
3. Karena cekik kan dileher korban.
4. Karena ikatan epitel mengendur menyebabkan kulit tidak elastis disebabkan karena suplai
darah berhenti dan terjadi pengelupasan kulit.
5. Olah TKP, visum, anal swab, dll.
6. Tergantung pada temuan di TKP. Pada wanita yang masih hidup biasanya terdapat tanda-
tanda perlawanan dan dari robekan hymen yang tidak teratur batasnya.
7. Mayat busuk dan berbau mengundang lalat untuk hinggap di lubang-lubang tertentu dan
kulit atau organ yang mengalami luka, kemudian lalat tersebut meletakan larva disana
dan menjadi belatung.
8. Tergantung pada temuan di TKP. Pada wanita yang masih hidup biasanya terdapat tanda-
tanda perlawanan dan dari robekan hymen yang tidak teratur batasnya.
9. Korban meninggal karena obstruksi saluran napas disebabkan mulut korban tersumpal
dan mungkin mendorong lidah lebih ke belakang sehingga tidak dapat bernapas.
Disebabkan juga karena syok neurogenik.
10. Didalam tubuh terdapat flora normal (bakteri) yang akan memakan sisa darah kemudian
terjadi pembusukan dimulai dari perut pada kuadran kanan bawah sampai atas seetelah
itu mengeluarkan gas (bau busuk) dimulai dari 24 jam post mortem. Pembusukan terjadi
karena suhu lembab. Mumifikasi lebih cepat terjadi jika suhu lingkungan tinggi dan
kering.
11. Sperma dapat di identifikasi pada 48 jam pada mayat. Sperma dapat di ambil melalui
swab vagina ataupun dari kain disekitar korban.
12. Hukum nya haram dan mendapatkan sanksi dicambuk 100 kali pada orang yang belum
menikah, dan dirajam untuk yang sudah menikah.
13. Hukum nya haram. Ada yang mengatakan bahwa sanksi pembunuhan secara umum
menurut islam yaitu diberlakukan untuk dibunuh juga.
14. Mula pengaduan pemerkosaan yaitu korban ke polisi kemudian meminta surat dari polisi
untuk di visum dan surat tersebut diberikan ke dokter melalui polisi, setelah itu di visum
oleh dokter, kemudian di tindak lanjuti di pengadilan.
Hipotesis

Ditemukan mayat berbau busuk di kamar kos karena didalam tubuh manusia
terdapat flora normal (bakteri) yang akan memakan sisa darah kemudian terjadi
pembusukan dimulai dari perut pada kuadran kanan bawah sampai atas seetelah itu
mengeluarkan gas (bau busuk) dimulai dari 24 jam post mortem. Pembusukan terjadi
karena suhu lembab. Mumifikasi lebih cepat terjadi jika suhu lingkungan tinggi dan
kering. Terdapat belatung pada hidung korban disebabkan mayat busuk dan berbau
mengundang lalat untuk hinggap di lubang-lubang tertentu dan kulit atau organ yang
mengalami luka, kemudian lalat tersebut meletakan larva disana. Kulit korban juga
mengelupas disebabkan karena ikatan epitel mengendur menyebabkan kulit tidak elastis
karena suplai darah berhenti. Pembuluh darah melebar karena cekik kan dileher korban.
Hal-hal tersebut terjadi karena perubahan post mortem yang meliputi suhu, udara
disekitar korban, serangga, penyakit yang diderita korban, cara meninggalnya korban.
Polisi menduga kasus ini pemerkosaan dari olah TKP yang menunjukan adanya
perlawanan. Lalu diduga waktu kematiannya dilihat dari lebam yang terjadi pada 3 jam
dan kaku mayat terjadi sekitar 3-8 jam setelah kematian. Kemudian dilihat dari kondisi
suhu udara disekitar mayat, kekakuan dan identifikasi dari lamanya serangga (lalat)
menaruh larva menjadi belatung yang terdapat pada sekitar korban. Setelah itu dilakukan
pemeriksaan vagina swab atau memeriksa kain disekitar korban untuk menemukan
sperma dan dapat di identifikasi pada 48 jam pada mayat, anal swab diperlukan apabila
diduga adanya perlakuan sodomi. Sebab kematian korban karena obstruksi saluran napas
diduga tersumpalnya mulut korban. Menurut pandangan islam hukum pemerkosaan dan
pembunuhan adalah haram dan sanksi untuk pemerkosaan ialah dicambuk 100 kali pada
orang yang belum menikah, dan dirajam untuk yang sudah menikah. Dan sanski untuk
pembunuhan ialah di hukum mati (dibunuh).
SASARAN BELAJAR :
LI.1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PERUBAHAN-PERUBAHAN SETELAH
KEMATIAN
LI.2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN INVESTIGASI PADA KASUS
PEMERKOSAAN
LI.3. MEMAHAMI DAN MENGETAHUI SANKI HUKUM PELAKU PEMERKOSAAN
PEMBUNUHAN MENURUT PANDANGN ISLAM
LI.1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PERUBAHAN-PERUBAHAN SETELAH
KEMATIAN

Tanatologi atau perubahan setelah kematian adalah ilmu yang mempelajari tanda –
tanda kematian dan perubahan yang terjadi setelah seseorang mati serta faktor yang
mempengaruhinya. Tanatologi merupakan ilmu paling dasar dan paling penting dalam ilmu
kedokteran kehakiman terutama dalam hal pemeriksaan jenazah (visum et repertum).
Jenis-jenis kematian:
Kematian individu: terhentinya kehidupan secara permanen (permanent cessation of life)
atau dapat diperjelas lagi menjadi berhentinya secara permanen fungsi berbagai organ vital
yaitu paru-paru, jantung dan otak sebagai kesatuan yang utuh yang ditandai oleh
berhentinya konsumsi oksigen. Sebagai akibat berhentinya konsumsi oksigen ke seluruh
jaringan tubuh maka sel-sel sebagai elemen terkecil pembentuk manusia akan mengalami
kematian, dimulai dari sel- sel paling rendah daya tahannya terhadap ketiadaan oksigen.
Mati seluler: Terhentinya aktivitas telah mencapai tingkat sel/ jaringan, bukan hanya
system saja.
Mati suri: penurunan fungsi organ vital sampai taraf minimal untuk mempertahankan
kehidupan sehingga tanda-tanda kliniknya seperti sudah mati yang sifatnya reversibel.
Mati somatik: keadaan dimana ketika fungsi ketiga organ vital sistem saraf pusat, sistem
kardiovaskuler, dan sistem pernafasan berhenti secara menetap.
Mati serebral: kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan
serebelum, kedua sistem lain masih berfungsi dengan bantuan alat.
Mati batang otak: kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang ireversibel, termasuk
batang otak dan serebelum.
Ada 2 fase perubahan post mortem yaitu fase cepat (early) dan fase lambat (late).
Perubahan cepat (early) :
 Tidak adanya gerakan.
 Jantung tidak berdenyut (henti jantung).
 Paru-paru tidak bergerak (henti nafas).
 Kulit dingin dan turgornya menurun.
 Mata tidak ada reflek pupil dan tidak bergerak.
 Suhu tubuh sama dengan suhu lingkungan lebam mayat (post mortal lividity).
 Lebam mayat.

Perubahan lambat (late) ;


 Kaku mayat (post mortal rigidity).
 Pembusukan (decomposition).
 Penyabunan (adipocere).
 Mummifikasi.
 Tidak ada napas spontan ketika respirator dilepas untuk waktu yang cukup lama
walaupun pCO2 sudah melampaui wilayah ambang rangsangan napas (50 torr)
Tanda tidak pasti kematian:
1. Berhentinya sistem pernafasan dan sistem sirkulasi.
Secara teoritis, diagnosis kematian sudah dapat ditegakkan jika jantung dan paru
berhenti selama 10 menit, namun dalam prakteknya seringkali terjadi kesalahan diagnosis
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dengan cara mengamati selama waktu tertentu.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan mendengarkannya melalui stetoscope pada daerah
precordial dan larynx dimana denyut jantung dan suara nafas dapat dengan mudah terdengar.
Kadang-kadang jantung tidak segera berhenti berdenyut setelah nafas terhenti, selain
disebabkan ketahanan hidup sel tanpa oksigen yang berbeda-beda dapat juga disebabkan
depresi pusat sirkulasi darah yang tidak adekwat, denyut nadi yang menghilang merupakan
indikasi bahwa pada otak terjadi hipoksia.Sebagai contoh pada kasus judicial hanging dimana
jantung masih berdenyut selama 15 menit walaupun korban sudah diturunkan dari tiang
gantungan.
2. Kulit yang pucat
Kulit muka menjadi pucat akibat berhentinya sirkulasi darah sehingga darah yang
berada di kapiler dan venula dibawah kulit muka akan mengalir ke bagian yang lebih rendah
sehingga warna kulit muka tampak menjadi lebih pucat. Akan tetapi ini bukan merupakan
tanda yang dapat dipercaya. Kadang-kadang kematian dihubungkan dengan spasme agonal
sehingga wajah tampak kebiruan. Pada mayat yang mati akibat kekurangan oksigen atau
keracunan zat-zat tertentu (misalnya karbon monoksida) warna semula dari raut muka akan
bertahan lama dan tidak cepat menjadi pucat.
3. Relaksasi otot
Pada saat kematian sampai beberapa saat sesudah kematian , otot-otot polos akan
mengalami relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus. Relaksasi pada stadium ini disebut
relaksasi primer. Akibatnya rahang turun kebawah yang menyebabkan mulut terbuka, dada
menjadi kolap dan bila tidak ada penyangga anggota gerakpun akan jatuh kebawah.
Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan kulit menimbul sehingga orang mati tampak
lebih muda dari umur sebenarnya, sedangkan relaksasi pada otot polos akan mengakibatkan
iris dan sfincter ani akan mengalami dilatasi. Oleh karena itu bila menemukan anus yang
mengalami dilatasi harus hati-hati menyimpulkan sebagai akibat hubungan seksual
perani/anus corong.
4. Perubahan pada mata
Perubahan mata setelah kematian dapat berupa :
- Hilangnya refleks kornea, refleks konjungtiva, dan refleks cahaya.
- Kornea menjadi pucat / opaque / keruh.
- Kelopak mata biasanya tertutup setelah kematian karena kekakuan primer dari otot
tetapi kekakuan otot biasanya sukar untuk membuat mata menutup menjadi lengkap
sehingga akan tampak sklera, sel debris, mukus dan debu dalam beberapa jam kematian,
menjadi merah kecoklatan dan kemudian menjadi hitam (Taches Noire De La
Sclerotique). Kecepatan kekeruhan dipengaruhi oleh :
 Waktu kematian keadaan matanya menutup atau membuka (bila menutup maka
kekeruhan lambat terjadi, tapi bila membuka, maka kekeruhan akan cepat terjadi
akibat kontak dengan luar).
 Kelembapan udara (bila lembab maka kekeruhan lambat, bila kering / angin kencang
maka kekeruhan cepat terjadi).
 Keadaan korban sebelum mati (bila sakit mata maka kekeruhan akan cepat terjadi).
 Faktor – faktor penyebab kematian lainnya seperti :
- Apoplaxia (perdarahan karena hipertensi) akan tampak kornea terang
karena terjadi perdarahan retina.
- Keracunan sianida dan CO maka kekeruhan akan cepat terjadi.
- Kematian kurang dari 1 jam, otot – otot mata masih hidup sehingga
bisa ditetesi atropin akan terjadi midriasis pupil.
 Tekanan intraokuler tidak ada. Tekanan intraokuler menurun dengan cepat setelah
kematian tergantung dari tekanan darah arteri. Bola mata menjadi lunak dan
cenderung untuk masuk ke dalam fossa orbital. Kekakuan bola mata dapat dengan
mudah ditentukan dengan perabaan. Bila jantung berhenti berdetak, tekanan menurun
sekitar setengah sampai satu jam setelah kematian dan menjadi nol setelah 2 jam
setelah kematian.
 Kadar kalium yang tinggi karena cairan bola mata keluar (jumlah kalium yang keluar
berhubungan dengan waktu kematian).
 Kedudukan pupil. Walaupun iris berespon terhadap kimia beberapa jam setelah
kematian, refleks cahaya menghilang segera saat nukleus batang otak mengalami
iskemik. Iris mengandung jaringan otot yang banyak sehingga kehilangan tonus
dengan cepat dan iris biasanya relaksasi.
 Perubahan pembuluh darah retina melalui pemeriksaan ophtalmoskop retina akan
dapat menentukan satu tanda pasti kematian awal. Setelah mati, aliran darah
pembuluh darah retina menjadi segmen seiring dengan tekanan darah yang hilang
menyebabkan aliran darah terbagi menjadi beberapa segmen.

Tanda Kematian Pasti

1. Lebam Mayat
Lebam mayat atau livor mortis adalah salah satu tanda postmortem yang cukup jelas.
Biasanya disebut juga post mortem hypostasis, post mortem lividity, post mortem staining,
sugillations, vibices, dan lain – lain. Kata hypostasis itu sendiri mengandung arti kongesti
pasif dari sebuah organ atau bagian tubuh.
Lebam terjadi sebagai akibat pengumpulan darah dalam pembuluh – pembuluh darah
kecil, kapiler, dan venula, pada bagian tubuh yang terendah. Dengan adanya penghentian
dari sirkulasi darah saat kematian, darah mengikuti hukum gravitasi. Kumpulan darah ini
bertahan sesuai pada area terendah pada tubuh, memberi perubahan warna keunguan atau
merah keunguan terhadap area tersebut. Darah tetap cair karena adanya aktivitas fibrinolisin
yang berasal endotel pembuluh darah.
Timbulnya livor mortis mulai terlihat dalam 30 menit setelah kematian somatis atau
segera setelah kematian yang timbul sebagai bercak keunguan. Bercak kecil ini akan
semakin bertambah intens dan secara berangsur – angsur akan bergabung selama beberapa
jam kedepan untuk membentuk area yang lebih besar dengan perubahan warna merah
keunguan. Kejadian ini akan lengkap dalam 6 -12 jam. Sehingga setelah melewati waktu
tersebut, tidak akan memberikan hilangnya lebam mayat pada penekanan. Sebaliknya,
pembentukan livor mortis ini akan menjadi lambat jika terdapat anemia, kehilangan darah
akut, dan lain – lain.
Besarnya lebam mayat bergantung pada jumlah dan keenceran dari darah. Darah
akan mengalami koagulasi spontan pada semua kasus sudden death dimana otopsi dilakukan
antara 1 jam. Koagulasi spontan ini mungkin akan hilang paling cepat 1,5 jam setelah mati.
Tidak adanya fibrinogen pada darah post mortem akan menyebabkan tidak terjadinya
koagulasi spontan.
Fibrinolisin didapatkan dari darah post mortem hanya bertindak pada fibrin, bukan
pada fibrinogen. Fibrinolisin bertindak dengan mengikatkan dirinya pada bekuan yang baru
dibentuk dan kemudian akan lepas menjadi cairan bersama bekuan yang hancur. Fibrinolisin
dibentuk oleh sel endotel dalam pembuluh darah.
Distribusi lebam mayat bergantung pada posisi mayat setelah kematian. Dengan
posisi berbaring terlentang, maka lebam akan jelas pada bagian posterior bergantung pada
areanya seperti daerah lumbal, posterior abdomen, bagian belakang leher, permukaan
ekstensor dari anggota tubuh atas, dan permukaan fleksor dari anggota tubuh bawah. Area –
area ini disebut juga areas of contact flattening. Dalam kasus gantung diri, lebam akan
terjadi pada daerah tungkai bawah, genitalia, bagian distal tangan dan lengan. Jika
penggantungan ini lama, akumulasi dari darah akan membentuk tekanan yang cukup untuk
menyebabkan ruptur kapiler subkutan dan membentuk perdarahan petekiae pada kulit.
Dalam kasus tenggelam, lebam biasa ditemukan pada wajah, bagian atas dada, tangan,
lengan bawah, kaki dan tungkai bawah karena pada saat tubuh mengambang, bagian perut
lebih ringan karena akumulasi gas yang cukup banyak kuat dibanding melawan kepala atau
bahu yang lebih berat. Ekstremitas badan akan menggantung secara pasif. Jika tubuh
mengalami perubahan posisi karena adanya perubahan aliran air, maka lebam tidak akan
terbentuk.
Lebam mayat lama kelamaan akan terfiksasi oleh karena adanya kaku mayat.
Pertama – tama karena ketidakmampuan darah untuk mengalir pada pembuluh darah
menyebabkan darah berada dalam posisi tubuh terendah dalam beberapa jam setelah
kematian. Kemudian saat darah sudah mulai terkumpul pada bagian – bagian tubuh, seiring
terjadi kaku mayat. Sehingga hal ini menghambat darah kembali atau melalui pembuluh
darahnya karena terfiksasi akibat adanya kontraksi otot yang menekan pembuluh darah.
Selain itu dikarenakan bertimbunnya sel – sel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga
sulit berpindah lagi.
Biasanya lebam mayat berwarna merah keunguan. Warna ini bergantung pada
tingkat oksigenisasi sekitar beberapa saat setelah kematian. Perubahan warna lainnya dapat
mencakup:
 Cherry pink atau merah bata (cherry red) terdapat pada keracunan oleh
carbonmonoksida atau hydrocyanic acid.
 Coklat kebiruan atau coklat kehitaman terdapat pada keracunan kalium chlorate,
potassium bichromate atau nitrobenzen, aniline, dan lain – lain.
 Coklat tua terdapat pada keracunan fosfor.
 Tubuh mayat yang sudah didinginkan atau tenggelam maka lebam akan berada
didekat tempat yang bersuhu rendah, akan menunjukkan bercak pink muda
kemungkinan terjadi karena adanya retensi dari oxyhemoglobin pada jaringan.
 Keracunan sianida akan memberikan warna lebam merah terang, karena kadar oksi
hemoglobin (HbO2) yang tinggi.

Perbedaan antara lebam mayat dan memar


Saat pembusukan sudah terjadi, perbedaannya akan semakin sulit karena terjadi
hemolisis darah dan difusi pigmen ke dalam jaringan sekitarnya. Saat pembusukan
berlangsung, lebam akan menjadi gelap, berubah menjadi coklat kemudian hijau sebelum
hilang seiring hancurnya sel darah.
Lebam Mayat Memar
Lokasi Bagian tubuh terbawah Dimana saja
Permukaan Tidak menimbul Bisa menimbul
Batas Tegas Tidak tegas
Warna Kebiru – biruan atau merah Diawali dengan merah yang
keunguan, warna spesifik lama kelamaan berubah
pada kematian karena kasus seiring bertambahnya waktu
keracunan
Penyebab Distensi kapiler – vena Ekstravasasi darah dari kapiler
Efek penekanan Bila ditekan akan memucat Tidak ada efek penekanan
Bila dipotong Akan terlihat darah yang Terlihat perdarahan pada
terjebak antara pembuluh jaringan dengan adanya
darah, tetesan akan perlahan –
koagulasi atau darah cair yang
lahan berasal dari pembuluh yang
ruptur
Mikroskopis Unsur darah ditemukan Unsur darah ditemukan diluar
diantara pembuluh darah dan pembuluh darah dan tampak
tidak terdapat peradangan bukti peradangan
Enzimatik Tidak ada perubahan Perubahan level dari enzim
pada daerah yang terlibat
Kepentingan medicolegal Memperkirakan waktu Memperkirakan cedera,
kematian dan posisi saat mati senjata yang digunakan
Tabel 1. Perbedaan antara lebam mayat dan luka memar
Lebam pada organ dalam
Karena lebam terjadi pada daerah yang mengandung pembuluh darah, maka akan
berpengaruh pada organ – organ dalam yang mengandung pembuluh darah juga.
Lebam mayat Kongesti
Lokasi Hanya pada organ – organ Bisa seluruh atau beberapa
tertentu bagian dari organ tersebut
dipengaruhi oleh patologinya
Penyebab Distensi pasif kapiler – vena Berdasarkan patologi
penyakitnya
Bengkak dan oedema Tidak ada Dapat bermakna
Pada penampang potongan Darah mengalir pelan – pelan Keluar cairan, tercampur
dari kapiler yang terdistensi dengan darah
Hollow viscus Lambung atau usus saat Lambung atau usus saat
direntangkan akan tampak direntangkan akan tampak
daerah dengan perubahan perubahan warna yang
warna dan tanpa perubahan seragam
warna
Tabel 2. Perbedaan antara lebam mayat dengan proses kongesti pada organ
dalam
2. Kaku Mayat (Rigor Mortis)
Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang kadang-
kadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi setelah periode
pelemasan/ relaksasi primer.Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan kimiawi pada
protein yang terdapat pada serabut-serabut otot.Menurut Szen-Gyorgyi di dalam
pembentukan kaku mayat peranan ATP adalah sangat penting.Seperti diketahui bahwa
serabut otot dibentuk oleh dua jenis protein, yaitu aktin dan myosin, dimana kedua jenis
protein ini bersama dengan ATP membentuk suatu masa yang lentur dan dapat berkontraksi.
Bila kadar ATP menurun, maka akan terjadi pada perubahan pada akto-miosin, diamana
sifat lentur dan kemampuan untuk berkontraksi menghilang sehingga otot yang
bersangkutan akan menjadi kaku dan tidak dapat berkontraksi.
Proses terjadinya kaku mayat dapat melalui beberapa fase :
 Fase pertama
Sesudah kematian somatik, otot masih dalam bentuk yang normal. Tubuh yang mati akan
mampu menggunakan ATP yang sudah tersedia dan ATP tersebut diresintesa dari cadangan
glikogen. Terbentuknya kaku mayat yang cepat adalah saat dimana cadangan glikogen
dihabiskan oleh latihan yang kuat sebelum mati, seperti mati saat terjadi serangan epilepsi
atau spasme akibat tetanus, tersengat listrik, atau keracunan strychnine.
 Fase kedua
Saat ATP dalam otot berada dibawah ambang normal, kaku akan dibentuk saat
konsentrasi ATP turun menjadi 85%, dan kaku mayat akan lengkap jika berada dibawah
15%.
 Fase ketiga
Kekakuan menjadi lengkap dan irreversible.
 Fase keempat
Disebut juga fase resolusi. Saat dimana kekakuan hilang dan otot menjadi lemas. Salah
satu pendapat terjadinya hal ini dikarenakan proses denaturasi dari enzim pada otot.
Metode yang sering digunakan untuk mengetahui ada tidaknya rigor mortis adalah
dengan melakukan fleksi atau ekstensi pada persendian tersebut. Beberapa subyek, biasanya
bayi, orang sakit, atau orang tua, dapat memberikan kekakuan yang kurang dapat dinilai,
kebanyakan dikarenakan lemahnya otot mereka.
Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortem dan mencapai puncaknya setelah
10-12 jam pos mortem, keadaan ini akan menetap selama 24 jam dan setelah 24 jam kaku
mayat mulai menghilang sesuai dengan urutan terjadinya, yaitu dimulai dari otot-otot wajah,
leher, lengan, dada, perut, dan tungkai.
Adanya kejanggalan dari postur pada mayat dimana kaku mayat telah terbentuk dengan
posisi sewaktu mayat ditemukan, dapat menjadi petunjuk bahwa pada tubuh korban telah
dipindahkan setelah mati. Ini mungkin dimaksudkan untuk menutupi sebab kematian atau
cara kematian yang sebenarnya.

Faktor-Faktor yang mempengaruhi kaku mayat :


a) Kondisi otot

 Persediaan glikogen, cepat lambat kaku mayat tergantung persediaan glikogen otot. Pada
kondisi tubuh sehat sebelum meninggal, kaku mayat akan lambat dan lama, juga pada
orang yang sebelum mati banyak makan karbohidrat, maka kaku mayat akan lambat.
 Gizi, pada mayat dengan kondisi gizi jelek saat mati, kaku mayat akan cepat terjadi.

 Kegiatan Otot, pada orang yang melakukan kegiatan otot sebelum meninggal maka kaku
mayat akan terjadi lebih cepat.
b) Usia
 Pada orang tua dan anak-anak lebih cepat dan tidak berlangsung lama.
 Pada bayi premature tidak terjadi kaku mayat, kaku mayat terjadi pada bayi cukup bulan.
c) Keadaan Lingkungan
 Keadaan kering lebih lambat dari pada panas dan lembab
 Pada mayat dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadi dan berlangsung lama.
 Pada udara suhu tinggi, kaku mayat terjadi lebih cepat dan singkat, tetapi pada suhu
rendah kaku mayat lebih lambat dan lama.
 Kaku mayat tidak terjadi pada suhu dibawah 10oC, kekakuan yang terjadi pembekuan
atau cold stiffening.
d) Cara Kematian
 Pada mayat dengan penyakit kronis dan kurus, kuku mayat lebih cepat terjadi dan
berlangsung tidak lama.
 Pada mati mendadak, kaku mayat terjadi lebih lambat dan berlangsung lebih lama.
Waktu terjadinya rigor mortis (kaku mayat)
 Kurang dari 3 – 4 jam post mortem : belum terjadi rigor mortis
 Lebih dari 3 – 4 jam post mortem : mulai terjadi rigor mortis
 Rigor mortis maksimal terjadi 12 jam setelah kematian
 Rigor mortis dipertahankan selama 12 jam
 Rigor mortis menghilang 24 – 36 jam post mortem
Terdapat kekakuan pada pada mayat yang menyerupai kaku mayat :
 Cadaveric spasme (instantaneous rigor), adalah bentuk kekakuan otot yang terjadi
pada saat kematian dan menetap. Cadaveric spasme sesungguhnya merupakan kaku
mayat yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi
primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang
bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat
sesaat sebelum meninggal.Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkan sikap
terakhir masa hidupnya. Misalnya, tangan yang menggenggam erat benda yang
diraihnya pada kasus tenggelam, tangan yang menggenggam pada kasus bunuh diri.
 Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot-
otot berwarna merah muda, kaku, tepi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat
dijumpai pada korban mati terbakar. Pada saat stiffening serabut-serabut ototnya
memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha, dan lutut, membentuk
sikap petinju (pugilistic attitude). Perubahan sikap ini tidak memberikan arti
tertentu bagi sikap semasa hidup, intravitalitas, penyebab atau cara kematian.
 Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin (dibawah 3,5oC atau
40oF), sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan
jaringan lemak subkutan dan otot, bila cairan sendi yang membeku menyebabkan
sendi tidak dapat digerakan. Bila sendi di bengkokkan secara paksa maka akan
terdengar suara es pecah. Dan mayat yang kaku ini akan menjadi lemas kembali bila
diletakkan ditempat yang hangat, kemudian rigor mortis akan terjadi dalam waktu
yang sangat singkat.

Rigor Mortis Cadaveric Spasm


Onset Dikarenakan perubahan otot Keadaan lanjut dari kontraksi
sesudah kematian seluler, otot sesudah mati, dimana otot
didahului dengan primary dalam kondisi mati seketika
flaccidity
Otot yang terlibat Semua otot dalam tubuh Otot tertentu, sesuai keadaan
kontraksi saat mati
Intensity Moderate Sangat kuat
Durasi 12 – 24 jam Beberapa jam, sampai
digantikan posisinya oleh
rigor mortis
Faktor predisposisi - Rangsangan, ketakutan,
kelelahan
Mekanisme pembentukan Penurunan ATP dibawah level Tidak diketahui
kritis
Hubungan medikolegal Mengetahui waktu kematian Mengetahui cara kematian,
bisa karena bunuh diri,
kecelakaan, atau pembunuhan
Tabel 3. Perbedaan antara rigor mortis dengan cadaveric spasm

3. Pembusukan Atau Decompositio


Merupakan tahap akhir pemutusan jaringan tubuh mengakibatkan hancurnya
komponen tubuh organik kompleks menjadi sederhana. Pembusukan merupakan perubahan
lebih lanjut dari mati seluler. Kedua proses ini mengakibatkan dekomposisi seperti di bawah
ini :
 Autolisis.
Merupakan proses melunaknya jaringan bahkan pada keadaan steril yang diakibatkan
oleh kerja enzim digestif yang dikeluarkan sel setelah kematian dan dapat dihindari dengan
membekukan jaringan. Perubahan autolisis awal dapat diketahui pada organ parenkim dan
kelenjar. Pelunakan dan ruptur perut dan ujung akhir esofagus dapat terjadi karena adanya
asam lambung pada bayi baru lahir setelah kematian. Pada dewasa juga dapat terlihat.
 Proses Pembusukan Bakteri.
Merupakan proses dominan pada proses pembusukan dengan adanya
mikroorganisme, baik aerobik maupun anaerobik. Bakteri pada umumnya terdapat dalam
tubuh, akan memasuki jaringan setelah kematian. Kebanyakan bakteri terdapat pada usus,
terutama Clostridium welchii. Bakteri lainnya dapat ditemukan pada saluran nafas dan luka
terbuka. Pada kasus kematian akibat penyakit infeksi, pembusukan berlangsung lebih cepat.
Karena darah merupakan media yang sangat baik untuk perkembangan bakteri maka organ
yang mendapat banyak suplai darah dan dekat dengan sumber bakteri akan terdapat lebih
banyak bakteri dan mengalami pembusukan terlebih dahulu.
Bakteri menghasilkan berbagai macam enzim yang berperan pada karbohidrat,
protein, dan lemak, dan hancurnya jaringan. Salah satu enzim yang paling penting adalah
lecithin yang dihasilkan oleh Clostridium welchii, yang menghidrolisis lecithin yang
terdapat pada seluruh membran sel termasuk sel darah dan berperan pada pembentukan
hemolisis pada darah post mortem. Enzim ini juga berperan dalam hidrolisis post mortem
dan hidrogenasi lemak tubuh.
Aktifitas pembusukan berlangsung optimal pada suhu antara 70 sampai 100 derajat
Fahrenheit dan berkurang pada suhu dibawah 70 derajat Fahrenheit. Oleh sebab itu,
penyebaran awal pembusukan ditentukan oleh dua faktor yaitu sebab kematian dan lama
waktu saat suhu tubuh berada dibawah 70 derajat Fahrenheit.
Disamping bakteri pembusukan insekta juga berpengaruh dalam proses pembusukan
sesudah mati. Beberapa jam setelah kematian lalat akan hinggap dibadan dan meletakan
telur pada lubang mata, hidung, mulut dan telinga dan biasanya jarang pada daerah genital.
Bila ada luka pada daerah genital dicurigai adanya kekerasan seksual sebelum kematian.
Telur akan berubah menjadi larva dalam 24 jam dan akan mengelurkan enzim proteolitik
yang mempercepat penghancuran jaringan pada tubuh. Larva lalat ditemukan pada mayat
kira-kira 38-48 jam pasca kematian. Berguna memperkirakan saat kematian dan penyebab
kematian karena keracunan. Saat kematian dapat diperkirakan dengan cara mengukur
panjang larva lalat. Penyebab kematian karena racun dengan cara mengidentifikasi racun
dalam larva lalat. Insekta dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian, petunjuk
bahwa tubuh mayat telah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, memberi tanda
badan bagian mana yang mengalami trauma dan dapat dipergunakan pemeriksaan
toksikologi bila jaringan untuk specimen standart juga sudah mengalami pembusukan.
 Perubahan Warna.
Pembusukan diikuti dengan hilangnya kaku mayat, tetapi pada suhu yang sangat
tinggi dan kelembapan tinggi, maka pembusukan terjadi sebelum kaku mayat hilang.
Tanda awal pembusukan adalah tampak adanya warna hijau pada kulit dan dinding
perut depan, biasanya terletak pada sebelah kanan fossa iliaca, dimana daerah tersebut
merupakan daerah colon yang mengandung banyak bakteri dan cairan. Warna ini terbentuk
karena perubahan hemoglobin menjadi sulpmethaemoglobin karena masuknya H2S dari usus
ke jaringan. Warna ini biasanya muncul antara 12 – 18 jam pada keadaan panas dan 1 – 2
hari pada keadaan dingin dan lebih tampak pada kulit cerah.
Warna hijau ini akan menyebar ke seluruh dinding perut dan alat kelamin luar,
menyebar ke dada, leher, wajah, lengan, dan kaki. Rangkaian ini disebabkan karena luasnya
distribusi cairan atau darah pada berbagai organ tubuh.
Pada saat yang sama, bakteri yang sebagian besar berasal dari usus, masuk ke
pembuluh darah. Darah didalam pembuluh akan dihemolisis sehingga akan mewarna
pembuluh darah dan jaringan penujang, memberikan gambaran marbled appearence. Warna
ini akan tetap ada sekitar 36 – 48 jam setelah kematian dan tampak jelas pada vena
superficial perut, bahu dan leher.

 Pembentukan Gas Pembusukan.


Pada saat perubahan warna pada perut, tubuh mulai membentuk gas yang terdiri dari
campuran gas tergantung dari waktu kematian dan lingkungan. Gas ini akan terkumpul pada
usus dalam 12 – 24 jam setelah kematian dan mengakibatkan perut membengkak. Dari 24 –
48 jam setelah kematian, gas terkumpul dalam jaringan, cavitas sehingga tampak mengubah
bentuk dan membengkak. Jaringan subkutan menjadi emphysematous, dada, skrotum, dan
penis, menjadi teregang. Mata dapat keluar dari kantungnya, lidah terjulur diantara gigi dan
bibir menjadi bengkak. Cairan berbusa atau mukus berwarna kemerahan dapat keluar dari
mulut dan hidung. Perut menjadi sangat teregang dan isi perut dapat keluar dari mulut.
Sphincter relaksasi dan urine serta feses dapat keluar. Anus dan uterus prolaps setelah 2 – 3
hari.
Gas terkumpul diantara dermis dan epidermis membentuk lepuh. Lepuh tersebuh
dapat mengandung cairan berwarna merah, keluar dari pembuluh darah karena tekanan dari
gas. Biasanya lepuh terbentuk lebih dahulu dibawah permukaan, dimana jaringan
mengandung banyak cairan karena oedema hipostatik. Epidermis menjadi longgar
menghasilkan kantong berisi cairan bening atau merah muda disebut skin slippage yang
terlihat pada hari 2 – 3.
Antara 3 – 7 hari setelah kematian, peningkatan tekanan gas pembusukan
dihubungkan dengan perubahan pada jaringan lunak yang akan membuat perut menjadi
lunak. Gigi dapat dicabut dengan mudah atau keropos. Kulit pada tangan dan kaki dapat
menjadi “glove and stocking”. Rambut dan kuku menjadi longgar dan mudah dicabut.
5 – 10 hari setelah kematian, pembusukan bersifat tetap. Jaringan lunak menjadi
masa semisolid berwarna hitam yang tebal yang dapat dipisahkan dari tulang dan terlepas.
Kartilogi dan ligament menjadi lunak.
 Skeletonisasi.
Skeletonisasi berlangsung tergantung faktor intrinsik dan ekstrinsik dan lingkungan
dari mayat tersebut, apakah terdapat di udara, air, atau terkubur. Pada umumnya tubuh yang
terkena udara mengalami skeletonisasi sekitar 2 – 4 minggu tetapi dapat berlangsung lebih
cepat bila terdapat binatang seperti semut dan lalat, dapat pula lebih lama bila tubuh
terlindungi contohnya terlindung daun dan disimpan dalam semak.
Dekomposisi berbeda pada setiap tubuh, lingkungan dan dari bagian tubuh yang satu
dengan yang lain. Terkadang, satu bagian tubuh telah mengalami mumifikasi sedangkan
bagian tubuh lainnya menunjukkan pembusukan. Adanya binatang akan menghancurkan
jaringan luna dalam waktu yang singkat dan dalam waktu 24 jam akan terjadi skeletonisasi.
 Pembusukan Organ Dalam.
Perubahan warna muncul pada jaringan dan organ dalam tubuh walaupun prosesnya
lebih lama dari yang dipermukaan. Jika organ lebih lunak dan banyak vascular maka akan
membusuk lebih cepat. Warna merah kecoklatan pada bagian dalam aorta dan pembuluh
darah lain muncul pada perubahan awal. Adanya hemolisis dan difusi darah akan mewarnai
sekeliling jaringan atau organ dan merubah warna organ tersebut menjadi hitam. Organ
menjadi lunak ,berminyak, empuk dan kemudian menjadi masa semiliquid.
Awal Akhir
Laring dan trakhea Paru – paru
Lambung dan usus Jantung
Limpa Ginjal
Omentum dan mesenterium Oesofagus dan diafragma
Hati Kandung kencing
Otak Pembuluh darah
Uterus gravid Prostat dan uterus
Tabel 4. Susunan perubahan pembusukan pada organ dalam
Keadaan yang mempengaruhi onset dan lama pembusukan :
a. Faktor Eksogen
 Temperatur atmosfer.
Temperatur atmosfer lingkungan yang tinggi akan mempercepat pembusukan.
Pada umumnya, proses pembusukan berlangsung optimal pada suhu 70 sampai 100
derajat Fahrenheit dan bila temperatur dibawah 70 derajat Fahrenheit, proses menjadi
lebih lambat, walaupun enzim yang diproduksi bakteri terus berlangsung. Tubuh yang
sudah mati dapat diawetkan selama waktu tertentu dalam lemari pendingin, salju, dan
sebagainya. Pada beberapa kondisi (khususnya pada bulan musim hujan), warna hijau
ditemukan pada mayat setelah 6 – 12 jam post mortem.
 Adanya udara dan cahaya.
Udara sangat mempengaruhi temperatur dan kelembapan yang mengakibatkan
seperti hal diatas. Secara tidak langsung, lalat dan serangga biasanya menghindari bagian
tubuh yang terekspos sinar, cenderung meletakan telurnya pada kelopak mata, lubang
hidung, dan sebagainya.
 Terbenam dalam air.
Beberapa faktor dapat mempengaruhi proses dekomposisi. Air yang diam atau
mengalir, air laut atau air berpolusi, suhu air, kedalaman air dan lainnya dapat
mempengaruhi pembusukan.
Pembusukan berlangsung lebih lambat di air dibandingkan di udara. Rumus
Casper menyatakan bahwa waktu pembusukan di udara diberi nilai 1, jika di air bernilai
2, dan pada mayat yang terkubur bernilai 8.
 Mengapung diatas air.
Biasanya tergantung dari produksi dan akumulasi gas di jaringan dan rongga
tubuh. Gaya gravitasi cadaver lebih besar dari air maka tubuh akan cenderung
tenggelam sampai adanya cukup gas sehingga membuat tubuh mengapung. Maka dari
itu, pembentukan gas akan membantu tubuh untuk naik ke permukaan air. Beberapa
faktor seperti umur, jenis kelamin, pakaian, kondisi tubuh, musim, keadaan air dapat
mempengaruhi waktu mengapung yang berperan dalam proses pembusukan dan
pembentukan gas.
Penampakan warna dekomposisi pada permukaan tubuh menjadi kacau dimana
tubuh yang terendam dalam air memiliki postur tertentu yaitu kepala dan wajah terletak
lebih rendah dari bagian tubuh lainnya karena kepala lebih berat dan padat. Bagian
batang tubuh berada paling atas dan anggota gerak tergantung secara pasif pada posisi
yang lebih rendah. Posisi ini menyebabkan darah banyak menuju kepala dan
mempercepat pembusukan.
Dekomposisi dalam air Dekomposisi pada udara
Wajah dan leher Perut
Dada Dada
Bahu Wajah
Lengan Tungkai
Perut Bahu
Tungkai Lengan
Tabel 5. Perbedaan pembusukan dalam air dan pada udara
 Terkubur dalam tanah.
Pada umumnya tubuh yang terkubur dalam tanah yang dalam akan membusuk
lebih lama daripada tubuh yang terkubur dalam tanah yang dangkal. Pada tubuh yang
terkubur pada tempat yang basah, daerah rawa, tanah liat, maka pembusukan akan lebih
cepat. Pembusukan akan berlangsung lebih lama jika dikubur di tanah kering, tanah
kuburan pada dataran tinggi, atau kuburan yang dalam. Adanya zat kimia disekitar
tubuh, khususnya lemon, akan memperlambat pembusukan.
Tubuh yang terkubur tanpa pakaian atau kafan pada tanah berpori yang kaya
bahan organik, akan menunjukkan pembusukan yang lebih lama.
Waktu antara saat kematian dengan saat dikuburkan dan lingkungan sekitar
tubuh pada waktu ini akan mempengaruhi proses pembusukan. Semakin lama tubuh
berada di tanah sebelum dikuburkan, maka akan mempercepat pembusukan khususnya
bila tubuh diletakkan pada udara yang hangat.
b. Faktor Endogen
 Sebab kematian.
Jika seseorang meninggal karena kecelakaan, pembusukan akan berlangsung lebih
lama daripada orang yang meninggal karena sakit. Kematian karena gas gangren,
sumbatan usus, bakteriemia / septikemia, aborsi akan menunjukkan proses pembusukan
yang lebih cepat. Racun yang dapat memperlambat pembusukan yaitu potassium sianida,
barbiturat, fosfor, dhatura, strychnine, dan sebagainya. Pada kasus strychnine, terjadi
kejang yang lama dan berulang, proses pembusukan akan dipercepat, dimana terjadi
kejang dengan sedikit kelelahan otot, pembusukan akan menjadi lebih lama. Keracunan
kronis oleh logam akan memperlambat pembusukan karena memperlambat efek
jaringan. Alkoholik kronik umumnya akan mempercepat pembusukan.
Jika tubuh terurai saat kematian, anggota gerak akan menunjukkan pembusukan
yang lambat, batang tubuh akan membusuk seperti biasa.
 Kondisi tubuh.
Kelembapan pada tubuh akan menunjang pembusukan. Cairan pada tubuh
manusia kira – kira dua per tiga dari berat badan. Maka dari itu pada tubuh yang
mengandung sedikit cairan seperti rambut, gigi, tulang akan memperlambat pembusukan.
Pada kasus dehidrasi akan memperlambat pembusukan. Tubuh yang sangat kurus akan
lebih lambat membusuk dibandingkan dengan tubuh yang gemuk karena jumlah cairan
pada orang yang kurus lebih sedikit.
 Pakaian pada tubuh.
Pada tubuh yang terpapar udara, pakaian dapat mempercepat pembusukan dengan
menjaga suhu tubuh tetap hangat. Pakaian yang ketat dapat memperlambat pembusukan
karena menekan bagian tubuh sehingga darah sedikit yang terkumpul pada daerah yang
tertekan.
 Umur dan jenis kelamin.
Tubuh bayi yang baru lahir akan membusuk lebih lambat karena masih steril. Jika
bayi baru lahir tersebut mengalami trauma selama atau setelah lahir atau sudah mendapat
makanan setelah lahir, maka akan membusuk lebih awal. Tubuh anak – anak membusuk
lebih cepat daripada orang tua, dimana pada orang tua akan membusuk lebih lama
karena mengandung cairan lebih sedikit.
Jenis kelamin tidak terlalu berpengaruh. Tubuh wanita memiliki lemak yang lebih
banyak yang akan mempertahankan panas lebih lama, yang akan mempercepat proses
pembusukan.
4. Mumifikasi
Mumifikasi dapat terjadi karena proses dehidrasi jaringan yang cukup cepat
sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan.
Proses mumufikasi terjadi bila keadaan disekitar mayat kering, kelembaban rendah,
suhunya tinggi dan tidak ada kontaminasi dengan bakteri. Terjadinya beberapa bulan
sesudah mati dengan tanda-tanda sebagai berikut mayat menjadi kecil, kering, mengkerut
atau melisut, warna coklat kehitaman, kulit melekat erat dengan tulang di bawahnya,
tidak berbau, dan keadaan anatominya masih utuh.
5. Saponifikasi
Saponifikasi dapat terjadi pada mayat yang berada di dalamsuasana hangat, lembab
atau basah. Terjadi karena proses hidrolisis dari lemak menjadi asam lemak. Selanjutnya
asam lemak yang tak jenuh akan mengalami dehidrogenisasi menjadi asam lemak jenuh dan
kemudian bereaksi dengan alkali menjadi sabun yang tak larut. Terbentuk pertama kali pada
lemak superfisial bentuk bercak, di pipi, di payudara, bokong bagian tubuh atau
ekstremitas.Terjadinya saponikasi memerlukan waktu beberapa bulan dan dapat terjadi pada
setiap jaringan tubuh yang berlemak dengan tanda-tanda berwarna keputihan dan berbau
tengik seperti minyak kelapa.
6. Penurunan suhu tubuh mayat/algor mortis
Pada saat sel masih hidup ia akan selalu menghasilkan kalor dan energi. Kalor dan
energi ini terbentuk melalui proses pembakaran sumber energi seperti glukosa, lemak,
dan protein. Sumber energi utama yang digunakan adalah glukosa. Satu molekul glukosa
dapat menghasilkan energi sebanyak 36 ATP yang nantinya digunakan sebagai sumber
energi dalam berbagai hal seperti transport ion, kontraksi otot dan lain-lain. Energi
sebanyak 36 ATP hanya menyusun sekitar 38% dari total energi yang dihasilkan dari satu
molekul glukosa Sisanya sebesar 62% energi yang dihasilkan inilah yang dilepaskan
sebagai kalor atau panas.
Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan bentuk sigmoid.
Hal ini disebabkan ada 2 faktor, yaitu :
 Masih adanya sisa metabolisme dalam tubuh mayat, yakni karena masih adanya
proses glikogenolisis dari cadangan glikogen yang disimpan di otot dan hepar .
 Perbedaan koefisien hantar sehingga butuh waktu mencapai tangga suhu.
Pada jam-jam pertama penurunannya sangat lambat tetapi sesudah itu penurunan
menjadi lebih cepat dan pada akhirnya menjadi lebih lambat kembali. Jika dirata-rata
maka penurunan suhu tersebut antara 0,9 sampai 1 derajat celcius atau sekitar 1,5 derajat
Fahrenheit setiap jam, dengan catatan penurunan suhu dimulai dari 37 derajat Celcius
atau 98,4 derajat Fahrenheit sehingga dengan dapat dirumuskan cara untuk
memperkirakan berapa jam mayat telah mati dengan rumus (98,4oF - suhu rectal oF) :
1,5oF. Pengukuran dilakukan per rectal dengan menggunakan thermometer kimia (long
chemical thermometer).

Estimasi Waktu Kematian


Ahli entomologi forensik sering memeriksa bukti serangga pada mayat manusia
dan menetukan berapa lama serangga tersebut berada di mayat. Periode waktu tersebut di
interpretasikan dalam postmortem interval (PMI) atau waktu sejak kematian. Analsis
PMI terbagi menjadi dua, yakni precolonization interval (pre-CI) dan postcolonization
interval(post-CI).
 Pengosongan isi lambung
Dasar dari metode pengosongan lambung sebagai penentuan saat mati adalah
bahwa makanan hampir mempunyai waktu yang sama di lambung sebelum dilepaskan
dan masuk kedalam duodenum yang secara fisik sudah diubah oleh asam lambung yang
diukur pada saat makanan itu ditelan. Adelson mengatakan secara fisiologis biasanya
makanan ringan meninggalkan lambung dalam 1,5 jam sampai 2 jam sesudah makan,
makanan yang jumlahnya sedang membutuhkan waktu 3 sampai 4 jam untuk
meninggalkan lambung, dan untuk makanan berat memerlukan waktu 4 sampai 6 jam
sebelum seluruhnya dikeluarkan kedalam duodenum. Makanan biasanya mencapai distal
ileum antara 6 sampai 8 jam sesudah makan. Modi memberi batasan 4 sampai 6 jam
untuk makan daging dan sayuran dan 6 sampai 7 jam untuk makanan biji-bijian dan
kacang-kacangan. Akan tetapi semua nilai-nilai ini adalah sangat bervariasi dari tiap
individu. Metode terbaru dengan menggunakan teknik radioisotop dalam penelitian
mengenai pengosongan lambung memperlihatkan hal-hal yang menarik. Bila makanan
padat dimakan bersama dengan air maka air akan meninggalkan lambung lebih cepat
terlepas dari sifat atau kandungan kalori dari bagian yang padat. Akan tetapi cairan yang
mengandung kalori ternyata tinggal lebih lama dalam lambung.
Pengalaman menunjukan bahwa waktu pengosongan lambung ini tidaklah
konstan, waktu pengosongan lambung yang lama tidak hanya disebabkan oleh penyakit
dalam saluran cerna saja tetapi juga oleh faktor-faktor psikologis atau trauma fisik
terutama yang mengenai kepala.
 Pertumbuhan Rambut
Pengetahuan mengenai rata-rata tumbuh rambut memberi petunjuk dalam
membuat perkiraan kapan saat cukur terakhir.Sejak rambut berhenti pertumbuhannya
pada saat kematian maka panjang dari jenggot mayat mungkin dapat menjadi pemikiran
tentang lamanya waktu antara kematian dan cukur terakhir.
Pertumbuhan panjang jenggot diukur dengan mencukur mayat, dan diletakkannya
di atntara slide dan gelas objek yang kemudian diukur dibawah mikroskop 80% dari
rambut-rambut ini akan menunjukkan panjang yang sama.
Observasi terhadap bpertumbuhan rambut jenggot dalam menentukan saat mati
harus dilakukan dalam 24 jam pertama sesudah kematian karena sesuadah ini kulit akan
mengkerut dan ini akan menyebabkan rambut akan lebih menonjol di atas permukaan
dalam 48 jam setelah kematian, fenomena ini yang sering dikira bahwa rambut masih
terus tumbuh setelah kematian.

 Tulang
Gambaran Fisik
Tulang-tulang yang baru mempunyai sisa jaringan lunak yang melekat pada
tendon dan ligamen, khususnya di sekitar ujung sendi. Periosteum kelihatan berserat,
melekat erat pada permukaan batang tulang. Tulang rawan mungkin masih ada dijumpai
pada permukaan sendi. Melekatnya sisa jaringan lunak pada tulang adalah berbeda-beda
tergantung kondisi lingkungan, dimana tulang terletak. Mikroba mungkin dengan cepat
merubah seluruh jaringan lunak dan tulang rawan, kadang dalam beberapa hari atau pun
beberapa minggu. Jika mayat dikubur pada tempat atau bangunan yang tertutup, jaringan
yang kering dapat bertahan sampai beberapa tahun. Pada iklim panas mayat yang terletak
pada tempat yang terbuka biasanya menjadi tinggal rangka pada tahun-tahun pertama,
walaupun tendon dan periosteumnya mungkin masih bertahan sampai lima tahun atau
lebih.

Secara kasar perkiraan lamanya kematian dapat dilihat dari keadaan tulang seperti :
- Dari Bau Tulang
Bila masih dijumpai bau busuk diperkirakan lamanya kematian kurang dari 5
bulan.Bila tidak berbau busuk lagi kematian diperkirkan lebih dari 5 bulan.
- Warna Tulang
Bila warna tulang masih kekuning-kuningan dapat diperkirakan kematian kurang
dari 7 bulan.Bila warna tulang telah berwarna agak keputihan diperkirakan kematian
lebih dari 7 bulan.
- Kekompakan Kepadatan Tulang
Setelah semua jaringan lunak lenyap, tulang-tulang yang baru mungkin masih dapat
dibedakan dari tulang yang lama dengan menentukan kepadatan dan keadaan
permukaan tulang.Bila tulang telah tampak mulai berpori-pori, diperkirakan
kematian kurang dari 1 tahun.Bila tulang telah mempunyai pori-pori yang merata
dan rapuh diperkirakan kematian lebih dari 3 tahun.

Keadaan diatas berlaku bagi tulang yang tertanam di dalam tanah. Kondisi
penyimpanan akan mempengaruhi keadaan tulang dalam jangka waktu tertentu misalnya
tulang pada jari-jari akan menipis dalam beberapa tahun bahkan sampai puluhan tahun
jika disimpan dalam ruangan.
Tulang baru akan terasa lebih berat dibanding dengan tulang yang lebih tua.
Tulang-tulang yang baru akan lebih tebal dan keras, khususnya tulang- tulang panjang
seperti femur. Pada tulang yang tua, bintik kolagen yang hilang akan memudahkan tulang
tersebut untuk dipotong. Korteks sebelah luar seperti pada daerah sekitar rongga sumsum
tulang, pertama sekali akan kehilangan stroma, maka gambaran efek sandwich akan
kelihatan pada sentral lapisan kolagen pada daerah yang lebih rapuh. Hal ini tidak akan
terjadi dalam waktu lebih dari sepuluh tahun, bahkan dalam abad, kecuali jika tulang
terpapar cahaya matahari dan elemen lain.
Merapuhnya tulang-tulang yang tua, biasanya kelihatan pertama sekali pada ujung
tulang-tulang panjang, tulang yang berdekatan dengan sendi, seperti tibia atau trochanter
mayor dari tulang paha. Hal ini sering karena lapisan luar dari tulang pipih lebih tipis
pada bagian ujung tulang dibandingkan dengan di bagian batang, sehingga lebih mudah
mendapat paparan dari luar.
Kejadian ini terjadi dalam beberapa puluh tahun jika tulang tidak terlindung, tetapi
jika tulang tersebut terlindungi, kerapuhan tulang akan terjadi setelah satu abad. Korteks
tulang yang sudah berumur, akan terasa kasar dan keropos, yang benar-benar sudah tua
mudah diremukkan ataupun dapat dilobangi dengan kuku jari.

LI.2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN INVESTIGASI PADA KASUS


PEMERKOSAAN
Kronologis Pemeriksaan Kasus Kejahatan Seksual:
A. Informed consent
B. Anamnesa Pasien :
Umum :
 Umur, tempat/tanggal lahir, status perkawinan, siklus haid
 Penyakit kelamin/penyakit kandungan/penyakit lain
 Apa pernah bersetubuh
 Kapan persetubuhan terakhir
 Apakah memakai kondom
Khusus:
 Waktu kejadian, tanggal, jam, tempat kejadian
 Apakah korban melawan
 Apakah korban pingsan
 Apa ada penetrasi dan ejakulasi
 Apa setelah kejadian korban mencuci, mandi, atau ganti pakaian
C. Memeriksa pakaian
 Robekan
 Kancing putus
 Bercak darah
 Air mani
 Lumpur
 Rapi atau tidak
D. Memeriksa tubuh korban
Umum :
 Penampilan
 Keadaan emosional
 Tanda bekas hilang kesadaran
 Tanda needle mark
 Tanda kekerasan
 Tanda perkembangan alat kelamin sekunder, pupil, reflex cahaya, TB, BB, TD,
keadaan jantung, paru, abdomen
 Adakah trace evidence pada tubuh korban
Khusus :
 Rambut kemaluan yang saling melekat karena air mani mengering  gunting
 Bercak air mani  kerok/swab
 Vulva  tanda kekerasan
 Introitus vagina
 Selaput dara  tentukan orifisium  perawan = 2,5cm ; persetubuhan = 9cm
 Frenulum labiorum pudenda
 Vagina dan cervix
E. Pemeriksaan Laboratorium
 Tes Penyaring cairan mani  Tes fosfatase asam, visual/taktil, UV
 Tes Penentu cairan mani  Berberio, Florence, Puranen
 Tes Penentu spermatozoa  Sediaan langsung, Malascheet Green, Baechii
 Tes toksikologi (urin,darah)
 Tes kehamilan
 Tes kuman Gonorrhea
Tanda-tanda Kekerasan
Tergantung pada kasusnya:
- Luka tangkisan, cekikan, usaha perlawanan, dsb.
- Tanda bekas pingsan/ tidak berdaya/ pengaruh obat tertentu.
- Benda bukti biologis pelaku, seperti serpihan kulit dari ujung kuku korban, rambut kepala
maupun pubis, darah, dll yang sering dapat ditentukan jenis kelaminnya, golongan darah
ABO-nya yang berguna bagi identifikasi.

VISUM PERKOSAAN DAN PERSETUBUHAN KRIMINAL LAINNYA


Pemeriksaan dimulai bila telah ada :
- Permintaan tertulis dari polisi yang berwenang
- Korban diantar polisi sebagai pemastian identitas
- Ijin tertulis dari korban/ keluarganya
- Saksi (perawat) wanita seperti pendamping dokter
a. Catat semua data yang didapatkan
b. Catat nama polisi, nama pendamping (saksi), nama korban, dsb.
c. Catat pula tempat kejadian yang sebaiknya diperiksa juga untuk mendapatkan benda
bukti biologis di tempat tersebut.
d. Periksa keadaan umum, pakaian, kesadaran, tanda kekerasan, dsb.
e. Catat hasil pemeriksaan local.
f. Bila korban tidak berdaya, periksalah tokiskologis.

KESIMPULAN VISUM ET REPERTUM:


Pada wanita ini : nama; umur (bila umur tidak diketahui, sebutkan pantas dikawin/ tidak),
didapatkan:
- Tanda kekerasan…..
- Selaput dara (deskripsi bentuk luka dan lokasi/ jam)…
- Bila tidak ada kerusakan : tidak ada tanda kekerasan
- Bila rusak : mengalami robek yang (bisa) diakibatkan oleh alat kemaluan pria dalam
keadaan ereksi.
- Bila ragu : mengalami robek sehingga alat kemaluan pria dalam keadaan tegang tidak
dapat masuk tanpa mengakibatkan kerusakan seperti ini.
- Bila robek lama : terdapat robekan lama.
(Contoh deskripsinya : terdapat robekan yang tepinya masih/ tidak berdarah, rata/ tidak,
sampai kedasar/ tidak dan terdapat di tempat yang sesuai dengan arah jarum jam pada
jam…)
- Didapatkan sperma pada pemeriksaan usap vagina

CATATAN
Robekan hymen akibat olahraga (bukan persetubuhan) biasanya tidak sampai dasar dan
lokasinya disembarang tempat, sedangkan akibat persetubuhan biasanya sampai ke dasar dan
pada arah jam 5 – 7.

Pemeriksaan laboratoriun pada kasus kejahatan seksual


1. Pemeriksaan cairan mani
Semen merupakan cairan agak kental, berwarna putih kekuningan, keruh dan berbau
khas.Dapat mengandung/ tidak mengandung spermatozoa (pada azospermia).Mengandung
spermatozoa, sel-sel epitel, dan sel-sel lain yang tersuspensi dalam cairan yang disebut
plasma seminal yang mengandung spermin dan beberapa enzim seperti fosfatase
asam.Karena kekhasan kandungan zat ini, zat ini dapat digunakan untuk menentukan apakah
suatu cairan atau bercak adalah sperma atua bukan.
Bahan yang diambil dari tubuh korban:
Cairan mani dalam vagina untuk membuktikan adanya persetubuhan. Swab dilakukan
dengan bantuan spekulum. Dengan cotton but dilakukan swab pada forniks posterior vagina
dan permukaan mulut rahim.
Penentuan ada/ tidaknya spermatozoa
a) Tanpa pewarnaan
 Untuk melihat apakah ada spermatozoa yang masih bergerak
 Umumnya, dalam 2-3 jam setelah persetubuhan masih dapat ditemukan spermatozoa
yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang sampai 3-4 jam
 Cara pemeriksaan: satu tetes lendir vagina diletakan pada kaca obyek, dilihat dengan
pembesaran 500 x serta kondensor diturunkan. Perhatikan gerakan sperma.
Spermatozoa dapat ditemukan 3-6 hari pasca persetubuhan
b) Dengan pewarnaan
 Dibuat sediaan apus dan difiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut
pada nyala api. Pulas dengan HE, methy lene blue atau malachite green
 Malachite green adalalh cara yang mudah dan baik digunakan.

 Warnai dengan larutan malachite green 1% selama 10-15 menit, lalu cuci dengan air
mengalir dan setelah itu lakukakn counterstain dengan Eosin Yellowish 1% selama 1
menit, terakir cuci lagi dengan air

 Terlihat gambaran sperma: kepala (merah), leher( merah muda), ekor (hijau)
2. Penentuan cairan mani (kimiawi)
a) Reaksi fosfatase asam
Mendeteksi adanya enzim Fosfatase asam dalam bercak/ cairan
Merupakan reaksi penyaring ada/ tidaknya mani, sehingga kharus dikonfirmasi
ulang lagi dengan menggunakan tes penentu
 Cara pemeriksaan : Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saringang telah
terlebih dahulu dibasahi dengan akuades selama beberapa menit. Kemudian kertas
saring diangkat dan disemprotkan dengan reagens.
(+)  timbul warna ungu dalam waktu ± 30 detik
(+) palsu dapat ditemukan pada feses, air teh, kontraseptik, sari buah dan tumbuh-
tumbuhan.
b) Reaksi Berberio
 Dasar reaksi: menentukan adanya spermin dalam semen
 Merupakan reaksi penentu ada/ tidaknya mani
 Reagen yang digunakan larutan asam pikrat jenuh
(+) kristal spermin pikrat yang kekuning-kuningan berbentuk jarum dengan ujung
tumpul, kadang-kadang terdapat garis refraksi yang terletak longitudinal
c) Reaksi florence
 Dasar reaksi adalah untuk menentukan ada/ tidaknya kholin.
 Cara pemeriksaan: Ekstrak diletakan pada kaca obyek, biarkan mengering, tutup
dengan kaca penutup. Reagen dialirkan dengan pipet dibawah kaca penutup.
(+) kristal kholin-periodida berwarna cokelat, berbentuk jarum dengan ujung sering
terbelah.
(+) palsu  ekstrak jaringan berbagai organ (putih telur, ekstrak seranggga) akan
memberikan warna serupa.

3. Pemeriksaan bercak mani pada pakaian


a) Visual
Bercak mani berbatas tegas, dan lebih gelap dari sekitarnya, bercak yang sudah agak
tua berwarna agak kekuning-kuningan. Pada bahan tekstil yang tidak menyerap, bercak yang
segar akan menunjukkan permukaan mengkilap dan translusen, kemudian akan mengering.
 Dengan bantuan sinar Ultraviolet bercak semen akan menunjukkan warna putih
 Dengan bantuan lampu wood: dapat ditemukan bercak putih pada kulit/ tubuh
 Taktil
 Bercak mani terasa memberi kesan kaku seperti kanji
b) Pewarnaan baecchi
 Untuk mengetahui adanya spermatozoa pada bercak kain
 Dengan jarum diambil 1-2 helai benang, leyakkan pada gelas obyek dan diuraikan
sampai serabut-serabut saling terpisah. Tutup dengan gelas tutup dan balsem
kanada, periksa dengan mikroskop pembesaran 400 kali. Serabut pakaian tidak
mengambil warna, spermatozoa dengan kepala berwarna merah dan ekor merah
muda terlihat banyak menempel pada selaput benang.
4. Pemeriksaan pria tersangka
Cara lugol
 Kaca obyek ditempelkan dan ditekankan pada glans penis, terutama pada bagian
kolom, korona serta frenulum
 Kemudian letakkan dengan spesimen menghadap ke bawah dengan specimen
menghadap ke bawah dia atas tempat yang berisi larutan lugol dengan tujuan agar
uap iodium akan mewarnai sediaan tersebut. Hasik + menunjukan sel-sel epitel
vagina dengan sitoplasma berwarna cokelat karena mengandung banyak glikogen.
 Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu ditentukan
adanya kromatin seks (barr body).
LI.3. MEMAHAMI DAN MENGETAHUI SANKSI HUKUM PELAKU PEMERKOSAAN
PEMBUNUHAN MENURUT PANDANGN ISLAM

KLASIFIKASI JINAYAT PEMBUNUHAN


Jinayat (tindak pidana) terhadap badan terbagi dalam dua jenis:
1. Jinayat terhadap jiwa (jinayat an-nafsi) = jinayat yang mengakibatkan hilangnya
nyawa (pembunuhan). Pembunuhan jenis ini terbagi tiga:
a. Pembunuhan dengan sengaja (al-‘amd) =
 Perbuatan yang dapat menghilangkan jiwa”,
 Pembunuhan dengan sengaja oleh seorang mukallaf secara sengaja (dan terencana)
terhadap jiwa yang terlindungi darahnya, dengan cara dan alat yang biasanya
dapat membunuh.
b. Pembunuhan yang mirip dengan sengaja (syibhu al-’amdi) = Membunuh
dengan cara dan alat yang biasanya tidak membunuh.
 Sangsi Hukuman:
Diyat = 100 unta, di antaranya 40 ekor yang sedang hamil
c. Pembunuhan karena keliru (al-khatha’) atau pembunuhan tidak sengaja,
kesalahan semata tanpa direncanakan, dan tidak ada maksud membunuh sama sekali.
Misalnya = memanah binatang buruan atau sejenisnya, namun ternyata anak
panahnya nyasar mengenai orang hingga meninggal dunia.
Sangsi Hukuman:
Diyat berupa 100 ekor unta secara berangsur-angsur selama tiga tahun.

Dan tidaklah layak bagi seorang mukmin untuk membunuh seorang mukmin (yang lain),
kecuali karena tersalah (tidak sengaja). Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin
karena tersalah, (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman
serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika
mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang
memusuhimu, padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba
sahaya yang mukmin. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian
(damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat
yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya
yang mukmin. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si
pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara tobat kepada Allah. Dan
Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.(Qs. An-Nisa`: 92)

Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannnya
ialah Jahannam.Ia kekal di dalamnya. Allah pun murka kepadanya, mengutuknya, serta
menyediakan azab yang besar baginya.” (Qs. An-Nisa`: 93)
2. Jinayat kepada badan selain jiwa = Penganiayaan yang tidak sampai menghilangkan
nyawa:
1. Luka-luka ‫ش َجا ُج َو ْال َج َرا ُح‬
ُ ‫ال‬
2. .Lenyapnya fungsi anggota tubuh ِ‫ف ْال َمنَافِع‬
ُ َ‫إِتْال‬
3. .Hilangnya anggota tubuh ‫اء‬
ِ ‫ض‬َ ‫ف األ َ ْع‬
ُ َ‫ِإتْال‬
CARA MELAKSANAKAN QISAS
Kejahatan terhadap jiwa atau anggota badan yg diancam hukuman serupa
(qishash) atau diyat (ganti rugi dari si pelaku kepada si korban atau
walinya).Pembunuhan dengan sengaja, semi sengaja, menyebabkan kematian karena
kealpaan, penganiayaan dengan sengaja, atau menyebabkan kelukaan tanpa
sengaja.Memberikan hukuman kepada pelaku perbuatan persis seperti apa yg dilakukan
terhadap korban
 Dengan pedang atau senjata
 Dengan alat dan cara yg digunakan oleh pembunuh.
Hukuman-hukuman JARIMAH QISHASH dan DIYAT
1. Pembunuhan sengaja,
2. Pembunuhan menyerupai sengaja,
3. Pembunuhan karena kesalahan, (tidak sengaja).
4. Penganiayaan sengaja,
5. Penganiayaan karena kesalahan (tidak sengaja).
Pemerkosaan dalam islam
Perkosaan dalam bahasa Arab disebut al wath`u bi al ikraah (hubungan seksual
dengan paksaan). Jika seorang laki-laki memerkosa seorang perempuan, seluruh fuqaha
sepakat perempuan itu tak dijatuhi hukuman zina (had az zina), baik hukuman cambuk
100 kali maupun hukuman rajam. (Abdul Qadir Audah, At Tasyri’ Al Jina`i Al Islami,
Juz 2 hlm. 364; Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, Juz 24 hlm. 31; Wahbah
Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 294; Imam Nawawi, Al Majmu’
Syarah Al Muhadzdzab, Juz 20 hlm.18).
Dalil untuk itu adalah Alquran dan sunnah. Dalil Alquran antara lain firman Allah
SWT (artinya), ”Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak
menginginkan dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al An’aam [6] : 145). Ibnu Qayyim
mengisahkan ayat ini dijadikan hujjah oleh Ali bin Abi Thalib ra di hadapan Khalifah
Umar bin Khaththab ra untuk membebaskan seorang perempuan yang dipaksa berzina
oleh seorang penggembala, demi mendapat air minum karena perempuan itu sangat
kehausan. (Abdul Qadir Audah, At Tasyri’ Al Jina`i Al Islami, Juz 2 hlm. 365; Wahbah
Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 294).
Adapun dalil sunnah adalah sabda Nabi SAW, ”Telah diangkat dari umatku
(dosa/sanksi) karena ketidaksengajaan, karena lupa, dan karena apa-apa yang dipaksakan
atas mereka.” (HR Thabrani dari Tsauban RA. Imam Nawawi berkata, ”Ini hadits
hasan”). (Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 294; Abdul Qadir
Audah, At Tasyri’ Al Jina`i Al Islami, Juz 2 hlm. 364).
Pembuktian perkosaan sama dengan pembuktian zina, yaitu dengan salah satu
dari tiga bukti (al bayyinah) terjadinya perzinaan berikut; Pertama, pengakuan (iqrar)
orang yang berbuat zina sebanyak empat kali secara jelas, dan dia tak menarik
pengakuannya itu hingga selesainya eksekusi hukuman zina. Kedua, kesaksian
(syahadah) empat laki-laki Muslim yang adil (bukan fasik) dan merdeka (bukan budak),
yang mempersaksikan satu perzinaan (bukan perzinaan yang berbeda-beda) dalam satu
majelis (pada waktu dan tempat yang sama), dengan kesaksian yang menyifati perzinaan
dengan jelas. Ketiga, kehamilan (al habl), yaitu kehamilan pada perempuan yang tidak
bersuami. (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 34-38).
Jika seorang perempuan mengklaim di hadapan hakim (qadhi) bahwa dirinya telah
diperkosa oleh seorang laki-laki, sebenarnya dia telah melakukan qadzaf (tuduhan zina)
kepada laki-laki itu. Kemungkinan hukum syara’ yang diberlakukan oleh hakim dapat
berbeda-beda sesuai fakta (manath) yang ada, antara lain adalah sbb:
1. Jika perempuan itu mempunyai bukti (al bayyinah) perkosaan, yaitu kesaksian empat
laki-laki Muslim, atau jika laki-laki pemerkosa mengakuinya, maka laki-laki itu dijatuhi
hukuman zina, yaitu dicambuk 100 kali jika dia bukan muhshan, dan dirajam hingga mati
jika dia muhshan. (Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 358).

2. Jika perempuan itu tak mempunyai bukti (al bayyinah) perkosaan, maka hukumnya
dilihat lebih dahulu; jika laki-laki yang dituduh memerkosa itu orang baik-baik yang
menjaga diri dari zina (al ‘iffah an zina), maka perempuan itu dijatuhi hukuman menuduh
zina (hadd al qadzaf), yakni 80 kali cambukan sesuai QS An Nuur : 4. Adapun jika laki-
laki yang dituduh memperkosa itu orang fasik, yakni bukan orang baik-baik yang
menjaga diri dari zina, maka perempuan itu tak dapat dijatuhi hukuman menuduh zina.
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ al-Jina’i al-Islami, Juz II, Beirut: Dar al-Kitab alArabi, t.t
2. Atmadja. DS., Thanatologi;Ilmu Kedokteran Forensik;Edisi Pertama;BagianKedokteran
Forensik FKUI;1997:5:37-55.
3. Coe, John I M.D and Curran William J.LL.M,SMHyg; Definition and Time of
Death;Modern Legal Medicine, Psychiatry, and Forensic Science;F.A. Davis Company;
;1980:7:141-164.
4. Bernard Knight.2004.Forensic Phatology: 3rd edition.
5. Budiyanto.1997. Ilmu Kedokteran Forensik.
6. Dahlan, Sofwan. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman Bagi Dokter dan Penegak
Hukum. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang. 47-65.
7. Di Maio Dominick J. and Di Maio Vincent J.M; Time of Death; Forensic Pathology;CRC
Press,Inc;1993:2:21-41
8. Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik Fakultas KedokteranUniversitas
Indonesia.1997. Thanatologi. Halaman 25-35.
9. Pembunuhan dalam pandangan islam
http://aceh.tribunnews.com/2013/05/03/pembunuhan-dalam-perspektif-islam Diunduh
tanggal 27 Oktober 2016 jam 19.00 WIB
10. Syekh Muhammad Najib Al-Muthi’I, Al-Mujmu’ Syarah Al-Muhadzdzab Lis-Syoirozi
juz 20 ; 18,Maktabah Al-Irsyad, Jedda – Arab Saudi.
11. Wahbah Zuhaili,.Fiqih Islam Wa adillatuhu juz 7;358. Gema insane. Indonesia, 2011

Anda mungkin juga menyukai