Anda di halaman 1dari 12

Democratic Governance dalam Perumusan Kebijakan Publik

Oleh:
Winantuningtyas Titiswasanany *)

ABSTRACT
"The prospects for development, and the potential for development assistance to be
effective, heavily depent on the quality of governance - the way which public power is
exercised and public resources are managed and expended, then " Democratic
Governance is the key to development, and to aid effectiveness". Unless states can be
made more responsible, competent efficient, participatory, open transparent, accountable,
lawful, and legitimate in the way they govern, stagnating and poorly performing countries
will not experience the kind of vigorous, sustained development that performs levels of
human development and permanently lifts large segments of the population out of poverty.
(Larry Diamond, 2002).

Keywords : Democratic Governance, Public Policy

Sebagai negara dengan sistem Saat ini masyarakat menuntut adanya


demokratis, penyelenggaraan perubahan dalam sistem perumusan
pemerintahan di Indonesia dilakukan kebijakan. Perumusan suatu kebijakan
melalui kebijakan publik yang legitimate publik yang baik harus didasarkan kepada
dan berasal dari mandat rakyat. tata pemerintahan yang baik dan
Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk demokratis (Democratic Governance).
mendayagunakan berbagai sumber daya Makna demokratis di sini adalah
negara bagi kesejahteraan masyarakat. demokrasi yang berkualitas, yang dapat
Keberadaan level kebijakan ini, selalu dilihat dari: (a) hasil (quality of result),
ditandai dengan adanya relasi badan yang dirasakan manfaatnya secara
legislatif dan eksekutif. Di sini, umumnya langsung oleh masyarakat; (b) Isi (quality
berbagai keputusan mengenai tata of contents), diarahkan bagi kepentingan
kehidupan masyarakat yang diinginkan, masyarakat; (c) prosedur (procedural
dimusyawarahkan dan dirumuskan. quality), yang proses perumusannya
Artinya, perumusan kebijakan tersebut melibatkan partisipasi masyarakat. (Eko
dilaksanakan melalui proses bersama Prasojo, 2010). Terdapat dua prinsip
dengan berbagai stakeholders yang dasar dari norma demokrasi dimaksud
terkait dengan kebijakan tersebut. yaitu: (a) Berjalannya kontrol masyarakat
Analisis pada tingkatan perumusan terhadap kebijakan publik dan pembuat
kebijakan difokuskan pada bagaimana kebijakan; (b) Kesetaraan antar
kebijakan dibuat sampai dengan masyarakat dalam relasinya dengan
keluarnya suatu ketetapan kebijakan. proses perumusan kebijakan publik
Persoalan yang krusial dalam tahapan Pemahaman ini mencerminkan dinamika
perumusan adalah informasi yang akurat pada tata pemerintahan, yang membawa
tentang masalah yang dihadapi, sehingga perubahan paradigma pemerintahan
kebijakan yang diambil sesuai dengan kepada paradigma tata pemerintahan
kepentingan publik. yang baik dan demokratis (Democratic
Governance). Democratic Governance
Perumusan kebijakan yang dilakukan adalah sebuah mekanisme, proses,
oleh Pemerintah pada era reformasi saat hubungan dan kebiasaan yang kompleks,
ini, sangat berbeda dengan proses dalam hal pencapaian tujuan
perumusan kebijakan di era Orde Baru. pemerintahan dilakukan melalui sistem
*) Sekretaris Jenderal DPR-RI Sejak Februari 2013
1
dan proses perumusan kebijakan yang diimplementasikan. Berpikir sektoral,
partisipatif, transparan, akuntabel, merupakan salah satu kelemahan dalam
penegakan aturan hukum. Democratic perumusan kebijakan publik. Mekanisme
governance diidentifikasi sebagai, dan prosedur, tujuan, target yang telah
”sebuah praktek kehidupan demokrasi ditetapkan seringkali tidak dimaknai
modern yang diselenggarakan secara sebagai pedoman yang harus dipatuhi,
profesional dan fokus kepada demi menghasilkan kebijakan yang
governance." Artinya perwujudan disepakati. Jangka waktu bagi perumusan
democratic governance tidak bisa kebijakan telah ditetapkan, namun tidak
dipisahkan dengan penerapan good secara konsisten dilaksanakan.
governance. Keempat, Isu yang diidentifikasi
Penerapan democratic governance seringkali tidak didukung dengan
dalam proses perumusan kebijakan, reasoning yang memadai, sehingga
adalah penyelenggaraan pemerintahan manfaatnya bagi kehidupan masyarakat
yang menerapkan norma demokrasi yang tidak tampak jelas. Tulisan ini secara
sekaligus merupakan prinsip dasar dari khusus akan membahas berbagai
good governance. (James G. March, persoalan democratic governance dalam
Johan P. Olsen,1995). Dalam governance perumusan kebijakan pada level negara.
proses perumusan kebijakan dilakukan Persoalan democratic governance pada
secara kolektif, maksudnya oleh aktor ranah politik dan ranah ekonomi hanya
yang bersifat plural (pemerintah, swasta akan dibahas secara singkat untuk
dan civil society) tidak ada sistem menjelaskan keterkaitannya dengan
pengawasan yang bersifat formal, karena persoalan democratic governance dalam
posisi aktor sejajar. perumusan kebijakan.
Ada sejumlah masalah dasar yang Suatu kebijakan publik dibuat bukan
terjadi dalam proses perumusan untuk kepentingan politis, seperti untuk
kebijakan publik. Pertama, Kebijakan mempertahankan status quo pembuat
yang dihasilkan seringkali tidak kebijakan tetapi ditujukan bagi
implementatif dan menjadi tidak efektif peningkatan pelayanan publik dan
bagi solusi terhadap permasalahan yang kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.
dihadapi masyarakat. Dalam perumusan kebijakan yang perlu
Kedua, Faktanya penerapan ditekankan adalah pentingnya peran
democratic governance dalam proses Institusi pemerintah, yang demokratis dan
perumusan kebijakan belum optimal. berkualitas bagi penerapan democratic
Proses perumusan bersifat Elitis, governance. Proses perumusan yang
sehingga tidak menyentuh kebutuhan dilakukan melalui proses dan sistem
akar rumput. Kurang adanya komunikasi democratic governance akan lebih
yang baik antara Pemerintah dan DPR, menghasilkan manfaat, karena akan
terkait dengan kesamaan pandangan membantu memastikan pemerintahan
mengenai substansi kebijakan. yang responsif dan akuntabel terhadap
Ketidaksamaan pandangan atas konten rakyat. Pemerintah menyediakan
dan tujuan suatu kebijakan itu dibuat, mekanisme yang menciptakan partisipasi
berpengaruh terhadap proses perumusan dan akuntabilitas. Dalam proses dan
kebijakan. Di samping itu berbagai data sistemnya memungkinkan konten
dan informasi terkait substansi kebijakan kebijakan tersebut mengakomodasi
sulit diperoleh, tidak akurat dan berbeda- kepentingan yang berbeda-beda dengan
beda. pelibatan masyarakat, untuk
Ketiga, Tingkat penerapan faktor mendapatkan opsi kebijakan yang
akuntabilitas sebagai salah satu prasyarat disepakati.
dalam democratic governance masih sulit Terdapat beberapa prinsip dasar

2
yang harus diperhatikan, bagi penerapan berinteraksi, dan berpartisipasi dalam
democratic governance yaitu, koordinasi proses perumusan kebijakan terutama
antar lembaga-Iembaga penyelenggara yang terkait langsung dengan publik
pemerintahan dan keterlibatan seluruh sebagai stakeholders. Mengapa hal ini
stake holders dalam proses perumusan penting? Karena para perumus kebijakan
kebijakan publik. Penyelenggaraan seringkali tidak "well inform" tentang
democratic governance menuntut berbagai persoalan yang terkait dengan
perumusan kebijakan dilaksanakan kebijakan yang akan dirumuskan. Untuk
secara sinergi di antara lembaga itu penting bentuk-bentuk partisipasi
pemerintah yang memiliki tingkat masyarakat, kelompok penting
kesejajaran, namun saling berkoordinasi, masyarakat dan tokoh masyarakat
memiliki independensi, dapat saling lainnya, khususnya yang lebih
mengawasi berdasarkan prinsip chekcs mengetahui dan dekat dengan kebutuhan
and balances. Kuncinya adalah adanya masyarakat, sehingga kebijakan menjadi
difusi kekuasaan di antara badan-badan. tepat, efektif dan efisien.
Kekuasaan tidak menjadi monopoli pusat, Perubahan sistem, tuntutan pada
tetapi menyebar kepada berbagai sumber berbagai tatanan pemerintahan,
yang beragam, sehingga kekuasaan memerlukan perubahan mind set dan
dilaksanakan secara kolektif. culture set dari para perumus kebijakan.
Manajemen pemerintahan harus berubah
dengan menerapkan prinsip-prinsip
Faktor-faktor yang Mempengaruhi democratic governance yang berjalan
Sejarah mencatat, pada kurun waktu secara dinamis. Kebijakan publik yang
sebelum era reformasi, proses ditetapkan harus dapat menjawab seluruh
perumusan kebijakan pada konteks tantangan yang ada dan perubahan
penetapan konten kebijakan dan Iingkungan. Kualitas kebijakan publik
manajemen pemerintahan bersifat sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor
sentralistik, elitis, otoriter, dan relatif yang saling memengaruhi dalam proses
tertutup terhadap akses publik. Dalam perumusan kebijakan itu sendiri. Faktor-
kondisi demikian sistem faktor tersebut dapat diklasifikasikan
pertanggungjawaban menjadi semu kedalam lima faktor utama, yaitu; faktor
hanya untuk kalangan terbatas dan budaya, faktor organisasi dan
bersifat formalistik. Sistem akuntabilitas, manajemen, faktor individu, faktor
transparansi dan partisipasi publik tidak ekonomi dan faktor politik.
berkembang. Sejak era reformasi tahun
1998, tuntutan terhadap tata
pemerintahan melalui perumusan FAKTOR-FAKTOR YANG SALING
kebijakan publik harus dilakukan dengan MEMPENGARUHI DALAM PROSES
menggunakan pendekatan transparansi, PERUMUSAN KEBIJAKAN
akuntabilitas, responsif, adil serta
membuka akses publik sebagai
perwujudan demokrasi. Faktor Budaya
Setidaknya terdapat tiga tuntutan Perumusan kebijakan dilakukan
reformasi terhadap aspek tatanan melalui sebuah proses. Pada prosesnya
kehidupan berbangsa dan bernegara, melibatkan berbagai faktor khususnya
yaitu; (1) demokratisasi, (2) faktor budaya. Pada konteks partisipasi,
desentralisasi, dan (3) pembentukan sebagian masyarakat masih memiliki
pemerintahan yang bersih. Untuk itu pemikiran sederhana "budaya nrimo" dan
diperlukan paradigma baru bahwa setiap tidak merasa perlu ikut-ikutan dalam
stakeholders dapat melakukan aktivitas, urusan Pemerintah. Paradigma ini perlu

3
diubah. Karena partisipasi masyarakat tersebut menyatakan jenis dan hierarki
dalam perumusan kebijakan publik amat peraturan perundangan yaitu:
penting. Dalam democratic governance 1. Undang-undang Dasar RI 1945
Pemerintah memiliki kewajiban 2. Undang-undang Peraturan
membangun masyarakat, menguatkan Pemerintah pengganti UU
masyarakat agar mampu berkontribusi 3. Peraturan Pemerintah
dalam perumusan kebijakan publik. Jika 4. Peraturan Presiden
tidak, maka prinsip partisipatif seringkali 5. Peraturan Daerah.
dimanfaatkan untuk melegalisasi sebuah Proses perumusan pada tingkat
mekanisme yang mengakomodasi kebijakan tertentu, penetapannya
kepentingan tertentu. Untuk melahirkan dilakukan secara bersama-sama antara
sebuah kebijakan publik dalam proses pemerintah dengan DPR. Pemerintah
perumusannya kerap diwarnai dengan diwakili oleh Menteri terkait, sedangkan
berbagai bentuk " transaksional". Budaya DPR dilaksanakan oleh Komisi-komisi,
terima kasih menjadi alasan bagi pemberi gabungan komisi atau Pansus.
hadiah yang saat ini dikategorikan Mekanisme perumusan diatur melalui UU
sebagai gratifikasi. Bentuk penyimpangan Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR,
yang dianggap biasa tersebut DPR, dan DPRD (MD-3) dan peraturan
diidentifikasi masih terus berjalan hingga Tata Tertib DPR, yang saat ini dilakukan
saat ini. melalui dua tahapan yaitu; persiapan dan
Budaya "ewuh pekewuh" ternyata tahapan di internal Pemerintah sampai
juga masih nyata ter-refleksikan pada dengan disampaikan amanat Presiden
sikap dan pandangan aktor perumus kepada DPR sebagai pengantar RUU
kebijakan. Dengan dalih membantu tersebut, dan sebaliknya jika RUU
"kerabat" atau kepentingan Iingkungan tersebut dari DPR dan tahap kedua
terdekat. Sikap ini seringkali menciptakan adalah pembahasan yang dilakukan DPR
ruang "koruptif dan kongkalikong'. Di hingga disahkan menjadi UU melalui
samping itu masyarakat tertentu kerapkali tahapan sebagaimana diatur dalam
memberikan apresiasi dan bentuk Peraturan Tata Tertib DPR RI.
kehormatan kepada "orang kuat" secara Secara khusus bagi proses
finansial. Tanpa merasa berkewajiban perumusan kebijakan di DPR telah
untuk ikut memantau dari mana sumber ditetapkan target output dan target waktu
kekayaan tersebut,(masih tabu). Budaya bagi penyelesaiannya. Bagi Pemerintah
inilah yang seharusnya direduksi melalui dan DPR, target kebijakan (UU)
berbagai bentuk pendidikan politik rakyat, ditetapkan melalui "Prolegnas". Prolegnas
kepedulian, berbagai peraturan, merupakan instrumen perencanaan
mekanisme maupun ketegasan dalam program pembentukan UU yang disusun
penegakannya. secara berencana, terpadu dan sistematis
Faktor Organisasi dan Manajemen yang memuat daftar RUU yang akan
Melihat bentuk pertama kebijakan dibahas DPR bersama Pemerintah dalam
publik adalah peraturan perundang- kurun waktu lima tahunan dan satu
undangan yang terkodifikasi secara legal tahunan prolegnas prioritas. Pada proses
formal. Maka setiap peraturan mulai dari perumusannya diatur dalam jangka waktu
tingkat pusat atau nasional sampai tingkat paling lama dua kali masa sidang, dapat
pemerintahan terkecil, yaitu kelurahan diperpanjang dengan permintaan, untuk
merupakan kebijakan publik. Undang- jangka waktu paling lama satu kali masa
Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2004 sidang. Namun untuk mencapai target
tentang Pembentukan Peraturan Per-UU- output maupun waktu tersebut tidak
an sebagaimana diubah menjadi UU mudah. Faktanya target RUU yang telah
Nomor 12 tahun 2011, pada Pasal 7 UU ditetapkan oleh DPR dan Pemerintah

4
belum pernah tercapai. Dari sejumlah 257 Sedangkan partisipasi vertikal terjadi
RUU dalam prolegnas 2010-2014, jumlah ketika anggota masyarakat
capaian sampai dengan saat ini adalah mengembangkan hubungan tertentu
75 UU. Dan dari 75 UU tersebut terdapat dengan kelompok elit dan pejabat
pasal-pasal yang yudicial review oleh MK penentu kebijakan, yang mendatangkan
pada tahun 2013 terdapat 150 perkara. manfaat bagi kepentingan kedua belah
Sementara itu setidaknya 19 RUU dalam pihak.
proses perumusannya saat ini sudah Kebijakan publik sebagai
melebihi empat kali masa sidang untuk serangkaian tindakan yang diusulkan
perpanjangan waktu. seseorang, kelompok, atau pemerintah
Itulah sebabnya penerapan dalam suatu Iingkungan tertentu, dengan
Democratic governance, sangat dituntut ancaman dan peluang yang ada.
dan ditekankan dalam penyelenggaraan Kebijakan yang diusulkan tersebut
pemerintahan melalui perumusan ditujukan untuk memanfaatkan potensi
kebijakan. Karena dalam democratic sekaligus hambatan yang ada dalam
governance terdapat empat faktor kunci rangka mencapai tujuan tertentu (Carl I.
yang penting untuk diimplementasikan Friedrick,1963: 79).
yaitu, partisipasi, transparansi, aturan Sementara kebijakan publik yang
hukum, dan akuntabilitas, Prinsip ini terbaik adalah yang dapat mendorong
seharusnya secara konsisten menjadi setiap warga masyarakat untuk
dasar bagi perumusan kebijakan. membangun daya saingnya masing-
Tujuannya adalah untuk meningkatkan masing dan bukan semakin
pelayanan publik bagi kesejahteraan menjerumuskan ke dalam pola
masyarakat. Perlu dikembangkan kebergantungan (Michael E. Porter,
hubungan antara masyarakat dan 1998). Karena keunggulan kompetitif dari
perumus kebijakan. setiap negara ditentukan oleh seberapa
Hal ini dimaksudkan untuk mampu negara tersebut menciptakan
membangun transparansi dan nilai-nilai Iingkungan yang menumbuhkan daya
dasar kinerja pada institusi perumus saing dari setiap aktor didalamnya dalam
kebijakan. Akuntabilitas merupakan upaya pencapaian tujuan nasional. Dalam
bentuk pertanggungjawaban yang jelas hal ini Pemerintah berperan sebagai
dan hasil yang measurable bagi perumus Steering rather than rowing, yang dapat
kebijakan, sedangkan transparansi dimaknai tugas penting pemerintah lebih
adalah terbukanya proses formulasi bersifat mengarahkan salah satunya
kebijakan publik bagi partisipasi melalui perumusan kebijakan publik
masyarakat. Oleh Bryan dan White, bukan rowing atau mengayuh, kegitan
partisipasi hanya dipandang sebagai mengayuh dapat dilakukan oleh swasta
sesuatu yang dilakukan secara politis atau masyarakat (David Osborne dan Ted
semata, sebagai pemungutan suara Gaebler, 2002.)
(pemilu), keanggotaan dalam partai, Dari seluruh pandangan tersebut,
kegiatan dalam perkumpulan sukarela peran dan posisi pemerintah sangat
dan gerakan protes serta kegiatan besar. Sementara itu dalam perumusan
sejenisnya. kebijakan publik, konsistensi untuk
Sejalan dengan itu, Joan Nelson menyelesaikan persoalan publik
mengatakan, partisipasi politis ini dapat merupakan sesuatu yang krusial yang
dibagi dalam dua arena, yakni partisipasi harus menjadi perhatian. Untuk itu perlu
horisontal dan partisipasi vertikal. dilakukan kegiatan yang ditujukan untuk:
Partisipasi horisontal, melibatkan 1. Melihat sejauhmana sisi kebijakan
masyarakat secara kolektif untuk publik mampu memuat nilai-nilai dan
memengaruhi perumusan kebijakan. kepentingan publik khususnya

5
kelompok sasaran. serangkaian tahap yang saling
2. Mengkritisi perumusan kebijakan bergantung, yang diatur menurut urutan
publik yang menyangkut, apakah waktu yaitu dampak dalam serangkaian
kebijakan tersebut ditetapkan secara kegiatan yang mencakup identifikasi
demokratis, transparan, dan akuntabel permasalahan, formulasi kebijakan,
dan bagaimana peran para aktor dan implementasi kebijakan dan penilaian
stakeholder dalam perumusan kebijakan. Pada setiap tahapannya
kebijakan. mencerminkan aktivitas individu perumus
3. Mengidentifikasi apa dampak dari kebijakan yang terus berlangsung yang
suatu kebijakan publik bagi individu, terjadi sepanjang waktu. Sebagai
komunitas, dan masyarakat, serta perumus kebijakan, anggota DPR
pemerintah. (Riant Nugroho, 2007). memiliki beban moril untuk
memperjuangkan kepentingan politik
Karena Iingkup kegiatan perumusan partainya dan kebutuhan daerah
kebijakan yang luas dan kompleks, pemilihannya. Kompleksitas
diperlukan system yang menuntun dan permasalahan yang dijumpai dalam
sekaligus mendukung proses proses perumusan kebijakan merupakan
perumusannya, perlu ada mekanisme dilema yang sangat memengaruhi
monitoring dan evaluasi. Evaluasi kualitas dan sekaligus pencapaian target
lazimnya dimaksudkan untuk menilai kebijakan yang dihasilkan. Dinamika
sejauhmana efektivitas suatu kebijakan posisi dan relasi antara para perumus
publik guna dipertanggungjawabkan kebijakan sebagai individu maupun
kepada publik sebagai konstituen. institusi DPR dan Pemerintah sebagai
Evaluasi diperlukan untuk melihat pemilik kewenangan untuk merumuskan
kesenjangan antara “harapan" dan kebijakan publik menentukan konten
“kenyataan” yang menjadi salah satu kebijakan yang ditetapkan. Faktor individu
bentuk pertimbangan bagi perumusan yang membawa kepentingan masing-
kebijakan berikutnya. masing institusi maupun individu memiliki
Menelaah perumusan kebijakan pada kecenderungan untuk diakomodasi. Jika
proses dan penetapan kontennya tidak maka perumusan kebijakan akan
dilakukan melalui tahapan baik proses mengalami "dead lock" Kondisi ini
pada ranah politik dan teknokratik. seringkali menimbulkan kesepakatan
Sehingga baik proses dan kontennya yang "saling memahami" untuk
merupakan hasil sharing kedua institusi, menetapkan sebuah kebijakan yang
dan juga institusi - institusi terkait lainnya. menjadi tidak efektif.
Pada tahapan di mana pun proses dan Faktor pentingnya adalah bagaimana
konten kebijakan sangat penting untuk mempertemukan kepentingan para aktor
memiliki serangkaian nilai-nilai kebijakan perumus kebijakan tersebut, baik pada
yang sarna. Nilai-nilai dimaksud antara sisi eksekutif maupun legislatif. Maka
lain: nation-building, demokratisasi, harus ada perspektif yang sarna terhadap
partisipasi, transparansi, akuntabilitas, permasalahan, tujuan kebijakan dan
rule of law, yang keseluruhannya komitmen politik diantara para aktor
ditujukan kepada kesejahteraan perumus kebijakan. Perlu kontrol
masyarakat. masyarakat terhadap proses perumusan
Faktor Individu kebijakan sebagai penerapan prinsip-
Proses perumusan kebijakan publik prinsip Democratic Governance. Sejauh ini
merupakan serangkaian aktivitas peran masyarakat lebih banyak diwakili
intelektual yang dilakukan didalam proses oleh elit politik dan massa .
kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas
politis tersebut divisualisasikan sebagai

6
Faktor Ekonomi dan Faktor Politik dengan benar oleh para perumus
Meski tidak secara tertulis, pada kebijakan (Caiden, 1971).
dasarnya dalam proses perumusan Sulitnya mendapatkan informasi
kebijakan publik terdapat berbagai seringkali digunakan oleh pihak-pihak
kepentingan ekonomi maupun politik. yang berkepentingan dengan kebijakan
Kedua faktor ini seringkali menjadi menjadi ajang "bargaining" dengan para
pertimbangan utama dan sangat perumus kebijakan. Hal inilah yang
memengaruhi proses dan konten seharusnya dihindari. Pemahaman
kebijakan publik. Misi politik dari para terhadap modal sosial dan ekonomi yang
perumus kebijakan tidak dapat dihindari. diperlukan oleh aktor perumus kebijakan,
Pemahaman mengenai kebijakan publik menjadi kesempatan emas bagi para rent
juga memengaruhi sikap para perumus seeking untuk memanfaatkannya bagi
kebijakan. Aktor perumus kebijakan kepentingan pribadi dan kelompoknya.
sebagai bagian dari sebuah sistem, Maka putaran kepentingan yang dibawa
memiliki self interest. DPR yang memiliki tidak terbatas pada kepentingan politik
kekuasaan membentuk kebijakan (UU) untuk mempertahankan kekuasaan, tetapi
sesuai konstitusi, sekaligus memiliki juga pada faktor ekonomi. Hubungan
fungsi representasi, sehingga harus yang bersifat transaksional ini
menomorsatukan kepentingan politik memengaruhi konten kebijakan yang
rakyat di Dapilnya. Sedangkan berpihak pada kelompok tertentu.
Pemerintah seringkali menggunakan asas
rasionalitas dengan melakukan kalkulasi
atas kemampuan keuangan negara LANGKAH REFORMASI BIROKRASI
sebagai konsekuensi ditetapkannya suatu DAN REFORMASI POLITIK
kebijakan. Apa yang harus dilakukan untuk
Perdebatan tersebut tercermin pada meningkatkan kualitas kebijakan publik,
pandangan-pandangan yang disampaikan guna mendukung keberhasilan
dalam proses perumusan kebijakan pembangunan. Terdapat beberapa hal
publik. Pemerintah yang umumnya yang perlu mendapat perhatian para
memiliki data dan informasi yang cukup, perumus kebijakan. Kemauan Politik dan
sementara DPR seringkali kesulitan Komitmen Politik.
mendapatkan data dan informasi sejenis Penting bagi Pemerintah terus
yang akurat. Sayangnya seluruh data dan melakukan langkah Reformasi Birokrasi
informasi yang ada belum dan DPR memotori pelaksanaan
dikomunikasikan dengan baik akurasinya Reformasi Politik. Gerakan reformasi ini
maupun valuenya bagi kebijakan yang perlu didukung oleh kemauan dan
akan dirumuskan bersama. komitmen politik yang besar dari seluruh
Pada proses maupun kontennya aktor perumus kebijakan. Reformasi
dalam perumusan kebijakan publik Birokrasi dan reformasi politik berjalan
menghadapi kesulitan dengan secara in-line dan disadari menjadi titik
menerapkan democratic goverance, antara penting dalam pembangunan bangsa.
lain: (1) sulitnya memperoleh informasi Untuk itu harus menjadi kekuatan tekad
yang cukup, buktibukti yang ada sulit seluruh komponen bangsa. Lemahnya
disimpulkan; (2) adanya berbagai komitmen politik para perumus kebijakan
kepentingan yang berbeda-beda untuk melakukan reform terhadap tatanan
antarperumus kebijakan yang politik merupakan salah satu sebab
mempengaruhi pilihan tindakan yang kegagalan reformasi dimaksud dalam
berbeda-beda pula; (3) dampak kebijakan mewujudkan Tata Pemerintahan yang
yang sulit dikenali; dan (4) proses baik dan demokratis. Democratic
perumusan kebijakan tidak dipahami governance, mengharuskan proses

7
perumusan kebijakan publik didominasi Cakupan pembahasan democratic
oleh nilai-nilai dasar yang baru untuk governance meliputi: (a) cara pandang
melaksanakan partisipasi, transparansi, baru, baik terhadap pengelolaan tata
akuntabilitas, rule of law yang pemerintahan maupun terhadap relasi
dilandaskan pada kepentingan umum. antara negara, masyarakat dan pasar; (b)
Karena itu proses perumusan kebijakan dinamika empiris dan wacana akademis
harus didahului dengan perumusan pengelolaan negara ketika berhadapan
permasalahan sebagai bahan untuk dengan masyarakat dan pasar dalam
menentukan forecasting bagi konten konteks globalisasi, demokrasi dan
kebijakan yang tepat. desentralisasi; (c) isu-isu governance
Kebijakan publik yang dikembangkan reform yang berkaitan dengan konsep
oleh lembaga dan pejabat pemerintah good governance dan reinventing
semestinya memperhatikan dampak dan government (Grindle, 1997)
implikasinya, yaitu: (Anderson, 1979: 7). Untuk itu DPR dan Pemerintah
1. Selalu mempunyai tujuan atau sebagai Institusi yang memiliki
merupakan tindakan yang berorientasi kewenangan merumuskan kebijhakan
kepada tujuan dan berisi publik seharusnya secara konsisten
2. tindakan atau pola tindakan pejabat bersinergi, memperhatikan langkah-
pemerintah. Iangkah perumusan kebijakan publik
3. Merupakan sesuatu yang dilakukan sebagai berikut:
atau menyatakan benar akan 1. Problem identification, yaitu kegiatan
dilakukan oleh pemerintah. melakukan identifikasi masalah
4. Bersifat positif, yakni bentuk tindakan dengan melihat faktor-faktor internal
pemerintah untuk mengatasi suatu dan eksternal penyebab terjadinya
masalah. masalah, untuk menemukan problema
5. Didasarkan pada aturan hukum dan riil yang sejelas-jelasnya, untuk
kewenangan yang bertujuan untuk dicarikan solusi melalui kebijakan
meningkatkan kesejahteraan publik. Tahapan ini penting, karena
masyarakat. policy problem bukan sesuatu yang
"given" dan selalu ada, tetapi harus
Kebijakan publik dalam bentuknya digali untuk ditentukan identitas
yang positif, dibuat berdasarkan hukum masalahnya secara benar. Untuk itu
dan kewenangan tertentu. Maka perlu melibatkan stake holders terkait,
kebijakan publik memiliki daya ikat yang membuka akses publik untuk
kuat terhadap masyarakat secara menjaring masukan dan sosialisasi
keseluruhan (comunity as a whole), mengenai persoalan, tujuan dan
memiliki daya paksa tertentu yang tidak substansi kebijakan.
dimiliki kebijakan yang dibuat oleh 2. Agenda setting, yaitu membuat
organisasi-organisasi swasta (Wahab, masalah internal menjadi masalah
1997: 5-7). Kebijakan publik sebagai publik, diawali dengan mendefinisikan
keputusan tetap yang dicirikan oleh masalah secara benar dan tepat agar
konsistensi dan pengulangan (repetition) bisa menjadi isu kebijakan dan
tingkah laku dari para perumus kebijakan menjadi kebijakan publik secara
dan dari mereka yang mematuhi formal. DPR mencermati apakah
keputusan tersebut (Heinz, Eulau,1997). solusi terhadap berbagai
Untuk itu komitmen para perumus permasalahan yang dihadapi harus
kebijakan harus diarahkan pada melalui kebijakan publik tertentu. Pada
implementasi prinsip-prinsip yang tahapan ini dipantau kondisi dan
terkandung dalam sistem democratic situasi lingkungan yang menghasilkan
governance. catatan kebutuhan riil dan

8
ketidakpuasan rakyat atas mendasarkan pada konsep. Implementasi
permasalahan tersebut. Pemerintah kebijakan publik dari perspektif produknya
dan DPR memperhatikan dampak dan mengandung konsepsi pengaturan
manfa'at yang lebih besar bagi pemerintah dengan tujuan mendekatkan
pembangunan masyarakat, bangsa pembangunan pada kebutuhan rakyat
dan negara. dan memudahkan tercapainya
3. Policy problem formulation, adalah kesejahteraan rakyat.
DPR dan Pemerintah melakukan Suatu kerangka kebijakan publik
upaya untuk menemukan yang baik akan ditentukan oleh beberapa
permasalahan inti yang dihadapi. variabel sebagai berikut:
Prinsipnya memberikan pilihan teknis 1. Tujuan yang akan dicapai, mencakup
berbagai masalah yang paling kompleksitas tujuan yang akan
mendesak, memberikan gambaran dicapai,
proses identifikasi kebutuhan, 2. Preferensi nilai seperti apa yang perlu
pengembangan alternatif kebijakan, dipertimbangkan dalam pembuatan
makna dan prosedur dalam pilihan kebijakan,
kebijakan yang paling tepat, dan 3. Sumberdaya yang mendukung
disepakati bersama. Dilakukan kebijakan (financial, material, dan
langkah uji publik terhadap substansi infrastruktur lainnya)
kebijakan sebelum ditetapkan. 4. Kemampuan aktor yang terlibat dalam
4. Policy design, Penyusunan desain pembuatan kebijakan (tingkat
kebijakan adalah kegiatan yang pendidikan, kompetensi dalam
disepakati bersama antara DPR dan bidangnya, pengalaman kerja, dan
Pemerintah untuk menjadi solusi bagi integritas moralnya).
problem yang dihadapi. Membuat 5. Lingkungan yang mencakup aspek
design kebijakan merupakan kegiatan lingkungan sosial, ekonomi, politik,
yang dilakukan bersama untuk dan sebagainya di tempat kebijakan
menyusun model kebijakan dan tersebut akan diimplementasikan.
menetapkan rekomendasi kebijakan 6. Strategi yang digunakan untuk
yang implementatif, berdasarkan hasil mencapai tujuan melalui implementasi
kegiatan pada tahap sebelumnya. yang efektif dan efisien.

Profesionalisme dan Kualitas Oleh karena itu untuk menjamin


Kebijakan kemanfaatan suatu kebijakan publik, perlu
Betapapun kualitas kebijakan yang dukungan pihak-pihak terkait dalam
dihasilkan dipengaruhi oleh setiap tahapannya. Frederick S. Lane
profesionalisme perumus kebijakan. menjelaskan tentang sistem kebijakan
Substansi dari sebuah kebijakan yang nasional Amerika Serikat. Terdapat
baik akan berperan menentukan hasil delapan pihak yang terlibat dalam proses
yang baik dalam pelaksanaannya. formulasi kebijakan publik yang disebut
Bahkan dikatakan kontribusi konsep "policy making octagon", yaitu bahwa
mencapai 60 % dari keberhasilan, terdapat unsur-unsur sistem kebijakan
khususnya pada masa kini karena data nasional Amerika Serikat yang terlibat
dan informasi tentang masa depan sudah dalam proses interelasi dan interaksi
dengan mudah dapat diakses. Ini berarti dalam formulasi kebijakan publik yaitu;
bahwa jika telah memiliki konsep yang The citizen; The Congress; The
baik, maka 60 % keberhasilan dapat President; US Supreme Court and the
diharapkan. Akan tetapi yang 60 % court system; political parties; interest
tersebut akan hilang jika yang 40 % ataupun suprastruktur politik atau kedua-
implementasinya tidak secara konsisten duanya. Kedua komponen tersebut

9
secara bersama-sama merumuskan stake holders (birokrat, pelaku bisnis dan
kebijakan publik. Pandangan Lane masyarakat). Semuanya bersama-sama
tersebut tidak jauh berbeda dengan menekankan prinsip-prinsip kunci
sistem perumusan kebijakan publik di democratic governance yaitu;
Indonesia. Kebijakan publik bertujuan transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan
untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. penegakan aturan hukum dalam setiap
Dalam proses perumusannya melibatkan tahapan perumusan kebijakan publik.
masyarakat, partai politik, media massa Penandatanganan Pakta Integritas oleh
dan kelompok kepentingan (interest seluruh perumus kebijakan adalah
group) lainnya, sebagai infrastruktur perwujudan dari komitmen dan
politik. Suprastruktur politiknya adalah konsistensi untuk melaksanakan prinsip-
Presiden, DPR, DPD. prinsip tersebut dalam takaran tanggung
Seluruh komponen tersebut jawab masing-masing aktor.
bersama-sama saling mengisi dan Kesepahaman dan kesepakatan bersama
berkontribusi ·sesuai peran masing- terhadap pentingnya kualitas kebijakan
masing. Untuk perwujudannya, publik akan memunculkan kesadaran
pemerintah menggunakan "kekuasaan" kolektif untuk tidak melakukan praktek
yang demokratis yakni, melalui KKN dalam penyelenggaraan
konsensus di antara para elite yang pemerintahan. Penerapan prinsip-prinsip
memiliki peran dalam proses formulasi democrotic governance pada perumusan
kebijakan yang menentukan nasib bangsa kebijakan, akan sukses menciptakan
dan negara (Agus Pramono 2005: 20). Indonesia yang maju, memiliki
Sedangkan kekuasaan sebagai competitiveness, dengan iklim investasi
kemampuan untuk memengaruhi yang berdaya saing tinggi.
formulasi kebijakan yang sah. Sedangkan
elit politik mencakup semua pemegang
kekuasaan dalam suatu bangunan politik. PENUTUP
(Harold D Laswell dan Kaplan,1950) Democratic governance harus
Untuk itu harus ada kemauan dan secara terus-menerus diupayakan
komitmen politik para perumus kebijakan implementasinya dalam perumusan
untuk membangun kapasitas masyarakat kebijakan public, karena pada dasarnya
agar dapat berpartisipasi memberikan democratic governance merupakan never
kontribusi positif terhadap proses maupun ending process yang selalu dievaluasi.
konten kebijakan yang akan ditetapkan. Bahkan negara-negara maju yang telah
Profesionalismen para perumus kebijakan berhasil menerapkan democratic
dapat dilakukan melalui peningkatan governance terus mencoba
supporting bagi perumusan kebijakan. melaksanakannya secara bersama-sama
Perlu dibangun sistem yang memudahkan oleh Institusi pemerintahan dan dengan
masyarakat, kelompok pakar dan ahli, berbagai kelompok kepentingan (stake
kelompok swasta dan tokoh masyarakat holders). Democratic governance
untuk melakukan uji publik terhadap membutuhkan komitmen politik yang
kebijakan yang akan ditetapkan. tinggi dari para teknoktat dan politisi
sebagai perumus kebijakan.
Karena itu diperlukan perubahan
Pakta Integritas dan Konsistensi mind-set, culture set, dan paradigma
Reformasi Birokrasi dalam tata dalam orientasi menggunakan
pemerintahan tidak akan dapat berjalan kewenangan dan kekuasaan. Maka
tanpa adanya kemauan politik dan diperlukan langkah-Iangkah yang
komitmen serta konsistensi dari para dilakukan secara bertahap dan tersistem,
perumus kebijakan dan seluruh pihak fokus serta jelas bagi pelaku dan

10
sekaligus pemangku kepentingan. melayani dan profesional, maka
Democratic governance merupakan menetapkan konten bagi suatu kebijakan
modal utama bagi suksesnya publik harus memperhatikan
pembangunan nasional. Tidak ada perkembangan dan kepentingan publik,
keberhasilan suatu bangsa tanpa dan yang penting harus dapat
keberhasilan menerapkan faktor-faktor dipertanggungjawabkan kepada publik
democratic governance dalam perumusan (akuntabel, transparan). Maka
kebijakan publik. Karena pada dasarnya manajemen pemerintahan perlu terus di-
setiap pe!umusan kebijakan tujuannya reformasi untuk meningkatkan
adalah untuk pengaturan bagi langkah- kompetensi, (pengetahuan, kapabilitas,
Iangkah mensejahterakan rakyat dan keterampilan, keahlian, sikap dan
bangsanya. perilaku), dalam melaksanakan tugas dan
fungsi serta tanggung jawabnya, dalam
Kebijakan publik merupakan kinerja melayani masyarakat. Melalui penetapan
output yang dibuat oleh Pemerintah, baik kebijakan publik yang efektif dan efisien,
eksekutif, legislatif dan yudikatif. Sebagai tatanan kehidupan masyarakat akan
fungsi dinamis dari negara (organisasi) dapat berjalan secara lebih baik, karena
yang ditujukan untuk menciptakan itu konten dari suatu kebijakan publik
efektifitas dan efisiensi pelaksanaan harus dapat dipertanggungjawabkan
tugas-tugas masing-masing organisasi kepada publik (Akuntabilitas ).
pemerintahan dan kenegaraan. Substansi Dengan adanya konsistensi dan
(konten) dari suatu kebijakan publik kesinambungan antara kebijakan yang
sangat tergantung pada motor penggerak dihasilkan dengan implementasi
organisasi yang dapat membuat kebijakan itu sendiri diharapkan dapat
organisasi menjadi dinamis, dan unsur mencapai tujuan bangsa melalui
yang dinamis itu adalah manajemen. democratic governance.
Sementara itu birokrasi diciptakan untuk

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab, S, 1997, Analisis Kebijakan Political Traditions, The Journal of


dari Formulasi ke Implementasi Politics 2/1997.
Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Friedrich, Carl J. 1963. Man and his
Penerbit Bumi Aksara Goverment, An Empirical Theory of
Anderson, James E. 1979. Public Policy Politics. New York : mc Graw Hill
Making, New York: Holt, Rinehart and Book Coy Inc.
Winston. Harold D. Lasswell, Abraham Kaplan. 1950.
Caiden, G.E., 1971. The Dinamics of Public Power and Society, New Haven: Yale
Administration, New York: Holt, Univrrsity Press.
Renehart and Winston, Inc. Grindle, MS., (Editor), 1997, Getting Good
Diamond, Larry Jay, Marc F. Governance: Capacity Buildingin The
Plattner.2002.The Global Divergence Public Sector of Developing
Of Democracies, JhonHoopkins Countries, Boston MA, Harvard
University Press, Institute for International Development
Eulau, Heinz (1997): A Review of James James G., and Johan P. Olsen.1995.
Farr. John S. Dryzek, and Steophen Democratic governance. New York:
T. Leonard (eds.), Political Science in Free Press
History: Research Programs and Nugroho, Riant. 2006. Kebijakan Publik.
Jakarta : Elex Media Komputindo.

11
Osborne, David and Ted Gaebler. 1992. Industries and competitor, The Free
Reinventing Government: How the Press, New York.
Entrepreneurial Spirit is Transforming Pramono, Agus. 2005. Elite Politik yang
the Public Sector. Addison-Wesley Loyo, dan Harapan Masa Depan
Publishing Company Inc. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Porter, Michael E.1998. Competitive
Strategy: Techniques for analyzing

12

Anda mungkin juga menyukai