A. PENDAHULUAN
Trauma Hidung didefinisikan sebagai cedera pada hidung atau struktur terkait
yang dapat mengakibatkan pendarahan, sebuah cacat fisik, penurunan kemampuan
untuk bernapas normal karena obstruksi, atau terjadi gangguan penciuman. cedera
mungkin baik internal maupun eksternal.1
Hidung manusia terdiri dari tulang, jaringan lunak, dan tulang rawan yang
berfungsi sebagai jalan untuk udara mengalir dari lingkungan luar ke dalam saluran
pernapasan bagian bawah dan paru-paru. Pada saat yang sama saluran hidung juga
melembabkan udara yang masuk ke tubuh.1
Cedera Internal untuk hidung biasanya terjadi jika benda asing ditempatkan di
hidung atau ketika seseorang dengan penyalahgunaan obat (inhalansia atau kokain)
melalui hidung. cedera Eksternal untuk hidung biasanya cedera benda tumpul yang
terkait dengan bidang olahraga, kekerasan krimina, atau kecelakaan dalam
berkendara. Jenis cedera dapat menyebabkan patah tulang hidung. Tulang-tulang
hidung adalah tulang wajah yang paling sering retak karena posisi mereka pada
wajah, dan merupakan jenis yang paling umum ketiga patah tulang pada umumnya
setelah fraktur dari pergelangan tangan dan tulang selangka. Sebuah kekuatan hanya
30 g sudah cukup untuk mematahkan tulang hidung, dibandingkan dengan 70 g untuk
tulang-tulang di rahang dan 200 g untuk tonjolan tulang di atas mata. Pola fraktur
tergantung pada arah pukulan ke hidung, apakah berasal dari depan, samping, atau di
atas hidung. Meskipun biasanya tidak mengancam jiwa dengan sendirinya, hidung
retak dapat mengakibatkan kesulitan bernafas serta pengrusakan wajah.1,4,5
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar daripada yang
diabsorpsinya.,4,5
Fraktur nasal disebabkan oleh trauma dengan kecepatan rendah. Sedangkan
jika disebabkan oleh trauma kecepatan tinggi biasanya berhubungan dengan fraktur
wajah biasanya Le Fort tipe 1 dan 2. Selain itu, injury nasal juga berhubungan dengan
cedera leher atau kepala.4,5
B. ANATOMI HIDUNG2
Hidung merupakan bagian yang paling menonjol pada wajah. Fungsinya
sebagai jalan napas, alat pengatur kondisi udara (air condition), penyaring &
pembersih udara2, indera penghidu, resonansi suara, membantu proses berbicara,
dan refleksi nasal. Hidung juga merupakan tempat bermuaranya sinus paranasalis dan
saluran air mata.
Struktur hidung luar terdiri atas 3 bagian, yaitu :
1. Kubah tulang. Letaknya paling atas dan bagian hidung yang tidak bisa digerakkan.
2. Kubah kartilago (tulang rawan). Letaknya dibawah kubah tulang dan bagian
hidung yang
bisa sedikit digerakkan.
3. Lobulus hidung. Letaknya paling bawah dan bagian hidung yang paling mudah
digerakkan.
Struktur penting dari anatomi hidung :
1. Dorsum nasi (batang hidung)
2. Septum nasi
3. Kavum nasi (lubang hidung)
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit,jaringan kulit,dan beberapa otot keci yang berfungsi untuk melebarkan kan
menyempitkan lubang hidung.Kerangka terdiri dari:tulang hidung(os nasal),processus
frontalis os maxilla,processus nasalis os frontal.Sedangkan tulang rawan terdiri dari
beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung yaitu sepasang
kartilago nasalis latelaris superior, sepasang kartilago nasalis latelaris
inferior(kartilago ala mayor), tepi anterior kartilago septum.
Efek persarafan parasimpatis pada cavum nasi yaitu sekresi mukus dan
vasodilatasi. Dalam rongga hidung, terdapat serabut saraf pembau yang dilengkapi
sel-sel pembau. Setiap sel pembau memiliki rambut-rambut halus (silia olfaktoria) di
ujungnya dan selaput lender meliputinya untuk melembabkan rongga hidung.
Sinus Paranasalis2
Sinus paranasalis merupakan rongga di sepanjang atap dan bagian lateral
rongga udara hidung. Biasanya berjumlah 12 rongga. Fungsi sinus paranasalis antara
lain :
1. Mengurangi berat tulang wajah.
2. Memelihara kekuatan dan bentuk tulang.
3. Menambah resonansi suara.
Golongan besar sinus paranasalis :
1. Golongan anterior sinus paranasalis yaitu sinus maksilaris, sinus ethmoidalis
anterior, dan sinus frontalis.
2. Golongan posterior sinus paranasalis yaitu sinus ethmoidalis posterior, dan sinus
sfenoidalis.
Ostia golongan anterior sinus paranasalis berada pada meatus nasi medius.
Ostia golongan posterior sinus paranasalis berada pada meatus nasi superior. Pus
dalam meatus nasi medius akan mengalir ke dalam vestibulum nasi. Pus dalam
meatus nasi superior akan mengalir ke dalam faring.
C. ETIOLOGI6
Penyebab trauma nasal ada 4 yaitu:
1. Mendapat serangan misal dipukul.
2. injury karena olah raga
3. kecelakaan (personal accident).
4. kecelakaan lalu lintas.
Dari 4 causa diatas, yang paling sering karena mendapat serangan misalnya
dipukul dan kebanyakan pada remaja. Jenis olah raga yang dapat menyebabkan injury
nasal misalnya sepak bola, khususnya ketika dua pemain berebut bola diatas kepala;
olah raga yang menggunakan raket misalnya ketika squash, raket dapat mengayun ke
belakang atau depan dan dapat memukul hidung atau karate; petinju.
Trauma nasal yang disebabkan oleh kecepatan yang tinggi menyebabkan
fraktur wajah.
D. PATOGENESIS
Trauma wajah disebabkan oleh 5 hal tergantung dari kecepatan dan kekerasan
pukulan, yaitu :
1. Bukan fraktur
Disebabkan pukulan yang tidak keras.
2. Fraktur kelas 1
3. Fraktur kelas 2
4. Fraktur kelas 3
5. fraktur Le Fort tipe 2 dan 3.
Jika seseorang mendapat trauma pada muka yang disebabkan oleh banyak
faktor, dapat menimbulkan kelainan berupa obstruksi jalan nafas, syok hemoragik,
gangguan servikal, atau bahkan gangguan fungsi saraf otak. Penanganan khusus pada
trauma muka harus diberika secara segera (immediate) atau pada waktu berikutnya
(delayed). Penanganan ini tergantung dari jaringan yang terkena trauma.4
Lamanya terjadi trauma serta timbulnya kelainan karena trauma muka perlu
diperhatikan. Pada semua penderita dengan kerusakan jaringan lunak yang terdapat
pada muka harus dibersihkan dari kotoran atau benda asing yang menempel pada
kulit. Laserasi atau luka sayat pada muka yang mungkin terdapat harus dijahit
secepatnya dan diusahakan kurang dari 24 jam.penderita dengan luka terbuka pada
muka sebaiknya diperiksa kemungkinan terdapatnya fraktur yang harus segera
dilakukan tindakan penanganan.3,4
Benda asing yang mungkin terdapat pada muka seperti pecahan batu, pecahan
gelas, maupun kotoran lainnya harus dibersihkan terlebih dahulu. Seandainya timbul
kerusakan pada jaringan lunak, dilakukan segera tindakan dermabrasi dari kulit untuk
mencegah timbulnya kelainan yang bersifat kosmetis.fraktur muka yang dilakukan
perbaikan yaitu reduksi atau fiksasi harus dilakukan pada waktu tidak lebih dari 2
minggu setelah trauma. Selain itu juga diberukan antibiotik untuk mencegah
timbulnya infeksi. Jika terjadi obstruksi jalan nafas harus dilakukan tindakan
trakheostomi secepatnya. Penderita harus dikonsultasikan ke bagian mata, radiologi,
gigi-mulut, bedah, atau radiologi.4
Penderita dengan trauma muka dapat timbul beberapa keluhan seperti:
kerusakan jaringan lunak (edema, kontusio, abrasi, dan laserasi), ekimosis pada
jaringan di bawah konjunctiva, periorbita, atau intraorbita; epistaksis anterior maupun
posterior; deformitas yang dapat dilihat atau diperiksa dengan cara perabaan;
gangguan pada mata, misalnya berkurangnya penglihatan, hilangnya penglihatan,
diplopia, pergeseran posisi bola mata, abrasi kornea, epifora, dan lain-lain; gangguan
saraf sensoris berupa anestesia atau hiperestesia dari cabang nervus kranial V;
gangguan saraf motorik berupa parese atau paralisis dari salah satu atau semua
cabang nervus kranialis VII; trismus, maloklusi; emfisema subkutis; krepitasi tulang
mandibula, maksila, atau hidung; keluarnya CSF (leakage); nyeri; terdapat tanda
infeksi jaringan lunak pada tempat hematom; terdapat fraktur gigi atau gigi terlepas;
adanya obstruksi hidung akibat hematom septum nasi, fraktur septum, atau dislokasi
septum.3,4,5
Gejala seperti yang disebutkan di atas mengharuskan kita melakukan
pemeriksaan yang lebih lengkap, konsultasi pada bagian lain yang terkait,
penanganan obstruksi jalan nafas secepatnya, dan mencegah atau mengatasi syok. 4
Pola patah tulang hidung bervariasi tergantung pada arah gaya yang diberikan.
Gaya yang diberikan dari arah depan dapat menyebabkan cedera sesederhana
infracture margin yang lebih rendah dari tulang hidung (yang tipis dibandingkan
dengan berat, bagian atas) atau meratakan parah dari tulang hidung dan septum.
Splaying dari tulang hidung dengan hidung pelebaran lebar dapat terjadi.4
Gaya lateral hanya dapat menyebabkan depresi dari hidung ibsilateral tulang
atau mungkin juga cukup kuat untuk outfracture tulang hidung kontralateral. Ketika
memutar atau tekuk hidung hadir, yang patah tulang dan / atau fragmen kartilaginosa
sering kali saling bertautan. Hal ini penting untuk mengidentifikasi karena mencapai
hasil yang memadai dengan teknik tertutup kemungkinan tidak mungkin dalam
situasi seperti ini. Septum sering retak dan mungkin terkilir dari puncak berkenaan
dengan rahang atas. Reduksi septum yang tepat sangat penting untuk mendapatkan
hasil optimal. Pola fraktur septum bervariasi menurut lokasi fraktur. Fraktur anterior
cenderung vertikal, sedangkan fraktur posterior biasanya berorientasi horisontal.3,4
Tekanan dari bawah dapat menyebabkan pola ketiga patah tulang. Dalam hal
ini, khususnya yang septum retak dan dislokasi. Tulang rawan yang berbentuk segi
empat sering terkilir dari puncak rahang atas.4
Pada fraktur os. nasal sederhana, dapat dilakukan perbaikan dengan anestesi
lokal. Namun, pada anak atau dewasa yang tidak kooperatif dapat dilakukan
penatalaksanaan dengan anestesi umum. Anestesi lokal dapat dilakukan dengan
pemasangan tampon lidocain 1-2% yang dicampur dengan epinephrine 1:1000% .3,4,5
D. Komplikasi3
1. Deviasi hidung
Deviasi dapat terjadi pada septum nasal, tulang nasal atau keduanya.
2. Bleeding
3. Saddling
4. kebocoran cairan serebrospinal
5. komplikasi orbital
E. Penatalaksanaan
Reduksi tertutup3,4,6
Gunakan Boise lift atau instrumen serupa lainnya untuk mengurangi retak
segmen. Mengukur jarak dari tepi hidung ke nasion, dan memasukkan lift ke hidung
dengan jarak kurang dari 1 cm dari tepi hidung ke nasion.
Gambar : Cunam ash, Walsham, dan Boles
Reduksi terbuka4,6
Septum adalah struktur kunci yang dapat mencegah reduksi piramida hidung.
Pada pasien yang fragmen septumnya saling bertautan, ketidakmampuan untuk
mereduksi hasil septum di piramida tulang tersisa menyimpang. Pada pasien ini
diperlukan pendekatan terbuka. Prosedur-prosedur ini dilakukan di ruang operasi.
Mendekati septum melalui sayatan hemitransfixion. Angka
mucoperichondrial flaps. Akses dorsum insisi oleh intercartilaginous bilateral.
Penyingkiran dari beberapa septum mungkin diperlukan untuk memberikan
reduksi yang memadai. Sering kali, bagian inferior dari septum tersebut dipindahkan
dari lantai. Reduksi septum kemudian distabilkan terbaik oleh penahan jahitan dari 5-
0 polydioxanone dari septum caudal ke periosteum dari tulang belakang hidung.
Tutup Insisi mukosa dan luka robek dan yang mengangkat mucoperichondrial flaps
setelah reduksi.
Berhati-hati ketika meninggikan periosteum dari tulang hidung karena segmen
yang retak dapat menjadi tidak stabil atau hilang. Untuk alasan ini, pendekatan
konservatif piramida dibenarkan. Pengepakan dan perawatan pasca-operasi yang
sama seperti yang dijelaskan untuk reduksi tertutup.
Fraktur tulang hidung tanpa malposisi memiliki prognosis yang sangat baik,
biasanya penyembuhan tanpa cacat kosmetik atau fungsional. Pada fraktur dengan
malposisi, bahkan setelah dilakukan reduksi tertutup, sering meninggalkan kelainan
kosmetik dan deviasi septum, dan mengharuskan dilakukannya rinoplasti dan/atau
septoplasti.
Deviasi
Tindakan yang dilakukan pada deviasi septum biasanya dengan septoplasty.
Selain itu seiring dengan perkembangan bedah plastic untuk komestika, maka dapat
dilakukan rhinoplasty. Rhinoplasty adalah operasi plastic pada hidung. Ada 2 macam:
a. Augmentasi rhinoplasty : penambahan pada hidung. Yang harus diperhatikan tidak
boleh menambahkan injeksi silicon. Yang boleh digunakan adalah bahan dari
luar, misalnya silicon padat maupun bahan dari dalam tubuh sendiri misal tulang
rawan, flap kulit/dermatograft.
b. Reduksi rhinoplasty : pengurangan pada hidung.
Bleeding
Terjadi bleeding karena lacerasi mucosal sebaiknya dihentikan 24 jam dengan
nasal packing atau jika persisten dan banyak dilakukan dengan membuka arteri
sphenopalatine atau arteri ethmoidal anterior. Tempat terjadinya bleeding seharusnya
diidentifikasi dan jika dari sphenopalatine maka eksplorasi septal dikeluarkan dan
ketika arteri dibebaskan dari segmen fraktur biasanya dihentikan dengan packing
(balutan). Jika arteri ethmoidal masih terjadi bleeding setelah fraktur ethmoidal maka
dilakukan ‘clip’ dengan ethmoid eksternal yang sesuai.
Saddling
Biasanya terjadi pada fraktur kelas 3 dan hasilnya adalah kegagalan untuk
meng’extract’ tulang nasal dari bawah tulang frontal atau terjadi malunion tulang
nasal yang disebabkan fraktur laybirith ethmoidal.
Komplikasi orbital
Tindakan dacryocystorrhinostomy dilakukan untuk mengatasi masalah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Frey R, Gale T. Nasal Trauma. [online] 2006 [cited 2010 November 14];
Available from : URL : http://www.healthline.com/galecontent/nasal-trauma
2. Subarkah A. Anatomi Hidung dan Sinus Paranasalis Edisi 0.9. [pdf] hal 1-12
[cited 2010 November 14]
3. Munir M, Widiarni D, Trimatani. Trauma Muka. Dalam : Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher (edisi 6). Jakarta : FKUI; 2007. Hal. 200-2.
4. Danastri N. Fraktur Os. Nasal dan Fraktur Dinding Sinus Maksila Bilateral pada
Pasien Laki-laki dengan Udem Cerebri . Temanggung : 2010
5. Wilson K.S. Trauma Rahang-Wajah. Dalam : BOIES Buku Ajar Penyakit THT
(edisi 6). Jakarta : EGC; 1994. Hal. 513.
6. Perkins S.W, Dayan S.H. Management of Nasal Trauma. Indianapolis : 202
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontunuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya,
fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk dan bahkan kontraksi otot
eksterm. (Keperawatan Medikal Bedah vol. 3, Brunner dan suddarth ,2001).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh
ruda paksa (Mansjoer et al, 2000).
Fraktur nasal disebabkan oleh trauma dengan kecepatan rendah. Sedangkan jika disebabkan
oleh trauma kecepatan tinggi biasanya berhubungan dengan fraktur wajah biasanya Le Fort
tipe 1 dan 2. Selain itu, injury nasal juga berhubungan dengan cedera leher atau kepala.
Fraktur nasal adalah fraktur pada os nasal akibat adanya ruda paksa.
2.5 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan.
Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka
terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang
segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi
plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar
dari proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu,
dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya
fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau
kekerasan tulang.
2.7 Komplikasi
2.7.1 Deviasi hidung
Deviasi dapat terjadi pada septum nasal, tulang nasal atau keduanya.
2.7.2 Bleeding
2.7.3 Saddling
2.7.4 Kebocoran cairan serebrospinal
2.7.5 Komplikasi orbital
2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Tujuan Penanganan Fraktur Hidung
a. Mengembalikan penampilan secara memuaskan
b. Mengembalikan patensi jalan nafas hidung
c. Menempatkan kembali septum pada garis tengah
d. Menjaga keutuhan rongga hidung
e. Mencegah sumbatan setelah operasi, perforasi septum, retraksi kolumela, perubahan
bentuk punggung hidung
f. Mencegah gangguan pertumbuhan hidung
TRAUMA TERBUKA
Pemeriksaan penunjang eksplorasi dan reposisi
· Foto rontgen tulang hidung
· CT scan bila perlu
Post operasi :
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi bedah
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
3. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan injury/trauma dan pembedahan.
2.10.3 Intervensi Keperawatan
Perawat menginstruksikan klien untuk memasang kantung es pada hidung selama 20 menit
sebanyak 4 kali sehari sampai pembengkakan menghilang. Pasien yang mengalami
perdarahan dari hidung (epitaksis) karena cedera untuk alasan yang tidak jelas biasanya
ketakutan dan gelisah. Penggunaan sumbatan untuk menghentikan perdarahan biasnya
tidak nyaman; obstruksi jalan napas nasal oleh penyumbat mendorong pasien untuk
bernapas melalui mulut. Hal ini menyebabkan membran mukosa mulut menjadi kering. Bilas
mulut kan membantu melembabkan membran mukosa dan untuk mengurangi bau serta
rasa dari darah yang mengering dalam orofaring dan nasofaring