Anda di halaman 1dari 8

Klorheksidin merupakan basa kuat dan paling stabil dalam bentuk garam klorheksidin

diglukonat yang larut dalam air.

Klorheksidin sangat luas digunakan sebagai desinfektan karena memiliki sifat antimikroba

yang baik terhadap bakteri gram+, bakteri gram-, spora bakteri, virus lipofilik, jamur dan

dermatofit. Klorheksidin 0,1- 0,2% merupakan antiseptik yang secara luas digunakan

mengontrol plak rongga mulut. Konsentrasi 2% klorheksidin dianjurkan sebagai larutan

irigasi saluran akar, karena memiliki efek antimikoba yang luas dan dapat bertahan lama

dengan kemampuannya melekat pada dinding saluran akar. Disamping itu, klorheksidin tidak

mengiritasi jaringan periapikal, kurang toksik dibandingkan dengan larutan lainnya, dan

baunya tidak menyengat. Akan tetapi kemampuan klorheksidin tergantung dari pH dan

kehadiran komponen organik. Beberapa penelitian menunjukkan efektivitas antimikroba

larutan 2% klorheksidin hampir sama dengan larutan 5,25% NaOCl.

Akan tetapi pemeriksaan in vitro dengan kultur dan SEM menunjukkan hasil yang berbeda.
Irigasi dengan 6% larutan sodium hipoklorit dapat

menghilangkan biofilm dan membunuh semua

bakteri secara sempurna sedang klorheksidin tidak

memiliki efek pada biofilm. Hal ini

memungkinkan bakteri tetap memiliki

kemampuan mengekspresikan sifat antigenik bila

berkontak dengan jaringan periapikal. Selain itu,

biofilm dapat mengurangi kualitas penutupan

bahan pengisi saluran akar.6,24


1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan endodontik non bedah yang sering

dilakukan. Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeliminasi mikroorganisme dari

sistem saluran akar dan mencegah kontaminasi ulang (Tuncer dan Tuncer, 2012).

Keberhasilan perawatan saluran akar dipengaruhi oleh triad endodontik yaitu pembersihan

dan pembentukan saluran akar secara menyeluruh (cleaning dan shaping), disinfeksi yang

efektif dan obturasi saluran akar (Li dkk., 2014).

Pembersihan dan pembentukan saluran akar melibatkan beberapa prosedur yaitu

pembentukan saluran akar melalui instrumentasi dan pembersihan melalui irigasi (Garg dan

Garg, 2008). Kombinasi keduanya yaitu instrumentasi dan irigasi disebut preparasi

biomekanis (Tuncer dan Tuncer, 2012).

Instrumentasi pada saluran akar tersebut akan menghasilkan suatu lapisan tipis yang

menutupi dinding saluran akar terpreparasi dan menyumbat tubuli dentinalis yang disebut

lapisan smear. Komposisi dari lapisan smear adalah komponen organik dan anorganik yang

terdiri dari serpihan dentin, jaringan nekrotik dan prosesus odontoblas (Kandil dkk., 2014).

Menurut Tuncer dan Tuncer (2012), adanya lapisan smear pada permukaan dinding saluran

akar akan mengganggu penetrasi medikamen intrakanal dan siler ke dalam tubuli dentinalis,

sehingga kerja bahan medikamen menjadi tidak efektif dalam mengeliminasi bakteri.

Penggunaan bahan irigasi selama preparasi biomekanis akan membantu melarutkan

komponen organik dan anorganik dari lapisan smear untuk

2
membersihkan permukaan dentin (Vilanova dkk., 2012). Hal tersebut menunjukkan

pentingnya prosedur irigasi dalam mendukung keberhasilan perawatan saluran akar karena

dapat membantu mengeliminasi ruang kosong saat dilakukan obturasi, sehingga terbentuk

penutupan apikal yang rapat di dalam saluran akar (Garg dan Garg, 2008; Tuncer dan Tuncer,

2012). Penutupan apikal yang baik akan mengurangi risiko terjadinya infeksi ulang dan

kegagalan perawatan saluran akar (Stelzer dkk., 2014).

Bahan irigasi yang umumnya digunakan adalah larutan kimia non aktif seperti air, salin,

larutan anastesi dan larutan kimia aktif misalnya sodium hipoklorit (NaOCl), ethylene

diamine tetraacetic acid (EDTA), klorheksidin, hidrogen peroksida, asam hidroklorit,

detergen, dan enzim (Garg dan Garg, 2008). Menurut Gomes dkk. (2013), bahan irigasi yang

dianjurkan selama preparasi biomekanis adalah NaOCl, klorheksidin, EDTA, asamsitrat,

Mixture of Tetracycline Acid detergent (MTAD), dan larutan asam phospat 37%.

Shokouhinejad dkk. (2010), menyarankan penggunaan EDTA dan NaOCl sebagai protokol

yang efektif untuk menghilangkan lapisan smear, walaupun tidak ada protokol standar dalam

menghilangkan lapisan smear. NaOCl sebagai bahan irigasi memiliki sifat antimikroba dan

mampu melarutkan jaringan organik dengan baik, namun penggunaan NaOCl sebagai bahan

irigasi akhir dapat mempengaruhi penetrasi siler resin ke dalam dentin dan polimerisasinya,

selain itu juga menyebabkan degenerasi dentin oleh karena hancurnya kolagen (Vilanova

dkk., 2012; Prado dkk., 2013). Menurut Gutmann dkk. (2006), alternatif bahan irigasi akhir

yang dapat digunakan sebelum obturasi menggunakan siler resin adalah EDTA, klorheksidin

atau MTAD.

Anjuran penggunaan EDTA sebagai bahan irigasi akhir bertujuan untuk mendemineralisasi

dentin dan membersihkan dinding saluran akar, karena perannya sebagai bahan kelasi yang
dapat mengikat ion kalsium dalam dentin dan membentuk kalsium kelat (Violich dan

Chandler, 2010). Hal tersebut akan meningkatkan penetrasi substansi kimia dan membuat

kontak yang baik antara dinding dentin dan bahan pengisi saluran akar, namun efek kelasi ini

kurang mendapat perhatian pada sepertiga apikal saluran akar (Farina dkk., 2010; Violich dan

Chandler, 2010). Pernyataan ini didukung oleh penelitian Tuncer dan Tuncer (2012) bahwa

pembersihan lapisan smear di daerah korona dan pertengahan saluran akar lebih baik

dibandingkan di daerah sepertiga apikal.

Klorheksidin yang bersifat antibakteri spektrum luas, disarankan sebagai bahan irigasi akhir

karena tidak memiliki kemampuan melarutkan jaringan pulpa, yang merupakan kelebihan

dari NaOCl. Kombinasi antara NaOCl dan klorheksidin saja, tidak dapat menghilangkan

lapisan smear, sehingga disarankan tetap digunakan EDTA sebagai agen kelasi yang

kemudian diakhiri dengan klorheksidin (Prado dkk., 2013). Penelitian Prado dkk. (2013)

juga menyatakan bahwa klorheksidin tidak memiliki efek negatif terhadap kolagen dan

mampu bergabung dengan partikel siler resin metakrilat sehingga menghasilkan adhesi

yang baik.

Penutupan yang rapat dan sempurna sepanjang saluran akar agar cairan maupun bakteri tidak

masuk kembali merupakan tujuan utama dari pengisian saluran akar atau obturasi (Walton

dkk., 2008; Stoll dkk., 2010). Pengisian saluran akar dilakukan dengan cara mengisi saluran

akar menggunakan bahan pengisi inti padat atau semipadat seperti guta perca, dan siler

saluran akar (Garg dan Garg,

2008). Guta perca telah digunakan bertahun-tahun karena mudah manipulasinya dan radio-

opasitasnya, namun kombinasi guta perca dan siler saluran akar konvensional tidak

menunjukkan penutupan apikal yang rapat terhadap cairan, sehingga tidak terbentuk ikatan
yang kuat antara dentin dan bahan pengisi inti (Oliver dkk., 2001; James dkk., 2007; Stoll

dkk., 2010).

Siler berbahan dasar resin dikembangkan sebagai alternatif bahan pengisi saluran akar

dengan harapan dapat meningkatkan kerapatan apikal. Siler berbahan dasar resin epoksi

memungkinkan adhesi yang lebih baik terhadap dentin dan kelarutan terhadap air rendah, dan

menunjukkan penutupan saluran akar yang adekuat ketika digunakan bersama guta perca

(James dkk., 2007; Tyagi dkk., 2013).

Saat ini, bahan pengisi saluran akar terus berkembang dengan berbagai inovasi untuk

meningkatkan pelekatan antara dentin, siler saluran akar dan bahan pengisi inti. Resilon

merupakan bahan pengisi inti saluran akar pengganti guta perca dengan bahan dasar

polycaprolactone, bersifat retreatable, elastis dan tampak seperti guta perca, namun dapat

diaplikasikan dengan teknik adhesif (Stoll dkk., 2010). Siler yang dikombinasikan dengan

resilon adalah siler resin dual cure, dengan harapan mampu berikatan dengan bahan pengisi

inti berbahan dasar polycaprolactone dan dentin akar untuk membentuk sistem monoblok

(Stelzer dkk., 2014). Penelitian Prado dkk. (2013) juga menunjukkan angka kegagalan kohesi

antara siler resin dual cure dengan resilon lebih rendah dibandingkan bahan pengisi lainnya,

setelah dilakukan uji kekuatan pelekatan push-out.

Pelekatan antara bahan pengisi dan dentin akar dapat terjadi oleh karena adanya kontak yang

baik dan adaptasi yang baik antara bahan dan dinding saluran

akar melalui penetrasi ke dalam tubuli dentinalis (Rached dkk., 2014). Penetrasi siler resin ke

dalam tubuli dentinalis, dipengaruhi oleh kualitas pembersihan lapisan smear dalam saluran

akar (Kim dkk., 2010). Penggunaan bahan irigasi yang berbeda dapat mempengaruhi kualitas
dalam membersihkan lapisan smear pada saluran akar dan juga dapat mempengaruhi

permukaan dentin, sehingga menyebabkan perubahan komposisi struktur dentin. Perubahan

tersebut akan mempengaruhi kualitas pelekatan bahan pengisi saluran akar dan dentin,

sehingga mempengaruhi kekuatan pelekatan antara keduanya dan secara tidak langsung akan

mempengaruhi keberhasilan perawatan (Shresta dkk., 2013; Stelzer dkk., 2014).

Farina dkk. (2011) menyatakan penggunaan EDTA 17% sebagai bahan irigasi akhir dapat

meningkatkan kekuatan pelekatan karena reaksi kimia yang terjadi pada permukaan dentin

dan kemampuannya dalam membersihkan lapisan smear, sehingga membantu penetrasi resin

ke dalam tubuli dentinalis. Penggunaan klorheksidin 2% di akhir irigasi setelah EDTA 17%

dapat membantu pelekatan siler resin dan meningkatkan kekuatan pelekatan, karena tidak

memiliki efek negatif terhadap permukaan dentin (Gomes dkk., 2013). Menurut

Shokouhinejad dkk. (2013), klorheksidin mampu menghambat matrix mettalloproteinase

(MMP), sehingga meningkatkan integritas lapisan hybrid dan stabilitas ikatan resin dentin

dalam waktu yang lama.

Kekuatan pelekatan antara dentin saluran akar dan bahan pengisi saluran akar dapat diuji

melalui kekuatan pelekatan geser, microtensile dan uji push-out. Metode evaluasi kekuatan

pelekatan dengan uji push-out lebih dipilih karena keakuratannya dan memungkinkan

penempatan bahan siler secara langsung pada

dinding dentin saluran akar (Barbizam dkk., 2011). Hasil penelitian Teixeira dkk. (2009)

menunjukkan uji push-out merupakan metode yang adekuat untuk uji pelekatan dentin

saluran akar dan bahan pengisinya.


Kekuatan pelekatan dentin dan bahan pengisi dapat dipengaruhi oleh penggunaan bahan

irigasi akhir yang berbeda, sehingga diperlukan pemilihan bahan irigasi akhir yang tepat

untuk meningkatkan kekuatan pelekatan antara dinding dentin saluran akar dan siler resin

(Farina dkk., 2010; Tuncer dan Tuncer, 2012; Shokouhinejad dkk., 2013).

Anda mungkin juga menyukai