Klorheksidin sangat luas digunakan sebagai desinfektan karena memiliki sifat antimikroba
yang baik terhadap bakteri gram+, bakteri gram-, spora bakteri, virus lipofilik, jamur dan
dermatofit. Klorheksidin 0,1- 0,2% merupakan antiseptik yang secara luas digunakan
irigasi saluran akar, karena memiliki efek antimikoba yang luas dan dapat bertahan lama
dengan kemampuannya melekat pada dinding saluran akar. Disamping itu, klorheksidin tidak
mengiritasi jaringan periapikal, kurang toksik dibandingkan dengan larutan lainnya, dan
baunya tidak menyengat. Akan tetapi kemampuan klorheksidin tergantung dari pH dan
Akan tetapi pemeriksaan in vitro dengan kultur dan SEM menunjukkan hasil yang berbeda.
Irigasi dengan 6% larutan sodium hipoklorit dapat
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan endodontik non bedah yang sering
sistem saluran akar dan mencegah kontaminasi ulang (Tuncer dan Tuncer, 2012).
Keberhasilan perawatan saluran akar dipengaruhi oleh triad endodontik yaitu pembersihan
dan pembentukan saluran akar secara menyeluruh (cleaning dan shaping), disinfeksi yang
pembentukan saluran akar melalui instrumentasi dan pembersihan melalui irigasi (Garg dan
Garg, 2008). Kombinasi keduanya yaitu instrumentasi dan irigasi disebut preparasi
Instrumentasi pada saluran akar tersebut akan menghasilkan suatu lapisan tipis yang
menutupi dinding saluran akar terpreparasi dan menyumbat tubuli dentinalis yang disebut
lapisan smear. Komposisi dari lapisan smear adalah komponen organik dan anorganik yang
terdiri dari serpihan dentin, jaringan nekrotik dan prosesus odontoblas (Kandil dkk., 2014).
Menurut Tuncer dan Tuncer (2012), adanya lapisan smear pada permukaan dinding saluran
akar akan mengganggu penetrasi medikamen intrakanal dan siler ke dalam tubuli dentinalis,
sehingga kerja bahan medikamen menjadi tidak efektif dalam mengeliminasi bakteri.
2
membersihkan permukaan dentin (Vilanova dkk., 2012). Hal tersebut menunjukkan
pentingnya prosedur irigasi dalam mendukung keberhasilan perawatan saluran akar karena
dapat membantu mengeliminasi ruang kosong saat dilakukan obturasi, sehingga terbentuk
penutupan apikal yang rapat di dalam saluran akar (Garg dan Garg, 2008; Tuncer dan Tuncer,
2012). Penutupan apikal yang baik akan mengurangi risiko terjadinya infeksi ulang dan
Bahan irigasi yang umumnya digunakan adalah larutan kimia non aktif seperti air, salin,
larutan anastesi dan larutan kimia aktif misalnya sodium hipoklorit (NaOCl), ethylene
detergen, dan enzim (Garg dan Garg, 2008). Menurut Gomes dkk. (2013), bahan irigasi yang
Mixture of Tetracycline Acid detergent (MTAD), dan larutan asam phospat 37%.
Shokouhinejad dkk. (2010), menyarankan penggunaan EDTA dan NaOCl sebagai protokol
yang efektif untuk menghilangkan lapisan smear, walaupun tidak ada protokol standar dalam
menghilangkan lapisan smear. NaOCl sebagai bahan irigasi memiliki sifat antimikroba dan
mampu melarutkan jaringan organik dengan baik, namun penggunaan NaOCl sebagai bahan
irigasi akhir dapat mempengaruhi penetrasi siler resin ke dalam dentin dan polimerisasinya,
selain itu juga menyebabkan degenerasi dentin oleh karena hancurnya kolagen (Vilanova
dkk., 2012; Prado dkk., 2013). Menurut Gutmann dkk. (2006), alternatif bahan irigasi akhir
yang dapat digunakan sebelum obturasi menggunakan siler resin adalah EDTA, klorheksidin
atau MTAD.
Anjuran penggunaan EDTA sebagai bahan irigasi akhir bertujuan untuk mendemineralisasi
dentin dan membersihkan dinding saluran akar, karena perannya sebagai bahan kelasi yang
dapat mengikat ion kalsium dalam dentin dan membentuk kalsium kelat (Violich dan
Chandler, 2010). Hal tersebut akan meningkatkan penetrasi substansi kimia dan membuat
kontak yang baik antara dinding dentin dan bahan pengisi saluran akar, namun efek kelasi ini
kurang mendapat perhatian pada sepertiga apikal saluran akar (Farina dkk., 2010; Violich dan
Chandler, 2010). Pernyataan ini didukung oleh penelitian Tuncer dan Tuncer (2012) bahwa
pembersihan lapisan smear di daerah korona dan pertengahan saluran akar lebih baik
Klorheksidin yang bersifat antibakteri spektrum luas, disarankan sebagai bahan irigasi akhir
karena tidak memiliki kemampuan melarutkan jaringan pulpa, yang merupakan kelebihan
dari NaOCl. Kombinasi antara NaOCl dan klorheksidin saja, tidak dapat menghilangkan
lapisan smear, sehingga disarankan tetap digunakan EDTA sebagai agen kelasi yang
kemudian diakhiri dengan klorheksidin (Prado dkk., 2013). Penelitian Prado dkk. (2013)
juga menyatakan bahwa klorheksidin tidak memiliki efek negatif terhadap kolagen dan
mampu bergabung dengan partikel siler resin metakrilat sehingga menghasilkan adhesi
yang baik.
Penutupan yang rapat dan sempurna sepanjang saluran akar agar cairan maupun bakteri tidak
masuk kembali merupakan tujuan utama dari pengisian saluran akar atau obturasi (Walton
dkk., 2008; Stoll dkk., 2010). Pengisian saluran akar dilakukan dengan cara mengisi saluran
akar menggunakan bahan pengisi inti padat atau semipadat seperti guta perca, dan siler
2008). Guta perca telah digunakan bertahun-tahun karena mudah manipulasinya dan radio-
opasitasnya, namun kombinasi guta perca dan siler saluran akar konvensional tidak
menunjukkan penutupan apikal yang rapat terhadap cairan, sehingga tidak terbentuk ikatan
yang kuat antara dentin dan bahan pengisi inti (Oliver dkk., 2001; James dkk., 2007; Stoll
dkk., 2010).
Siler berbahan dasar resin dikembangkan sebagai alternatif bahan pengisi saluran akar
dengan harapan dapat meningkatkan kerapatan apikal. Siler berbahan dasar resin epoksi
memungkinkan adhesi yang lebih baik terhadap dentin dan kelarutan terhadap air rendah, dan
menunjukkan penutupan saluran akar yang adekuat ketika digunakan bersama guta perca
Saat ini, bahan pengisi saluran akar terus berkembang dengan berbagai inovasi untuk
meningkatkan pelekatan antara dentin, siler saluran akar dan bahan pengisi inti. Resilon
merupakan bahan pengisi inti saluran akar pengganti guta perca dengan bahan dasar
polycaprolactone, bersifat retreatable, elastis dan tampak seperti guta perca, namun dapat
diaplikasikan dengan teknik adhesif (Stoll dkk., 2010). Siler yang dikombinasikan dengan
resilon adalah siler resin dual cure, dengan harapan mampu berikatan dengan bahan pengisi
inti berbahan dasar polycaprolactone dan dentin akar untuk membentuk sistem monoblok
(Stelzer dkk., 2014). Penelitian Prado dkk. (2013) juga menunjukkan angka kegagalan kohesi
antara siler resin dual cure dengan resilon lebih rendah dibandingkan bahan pengisi lainnya,
Pelekatan antara bahan pengisi dan dentin akar dapat terjadi oleh karena adanya kontak yang
baik dan adaptasi yang baik antara bahan dan dinding saluran
akar melalui penetrasi ke dalam tubuli dentinalis (Rached dkk., 2014). Penetrasi siler resin ke
dalam tubuli dentinalis, dipengaruhi oleh kualitas pembersihan lapisan smear dalam saluran
akar (Kim dkk., 2010). Penggunaan bahan irigasi yang berbeda dapat mempengaruhi kualitas
dalam membersihkan lapisan smear pada saluran akar dan juga dapat mempengaruhi
tersebut akan mempengaruhi kualitas pelekatan bahan pengisi saluran akar dan dentin,
sehingga mempengaruhi kekuatan pelekatan antara keduanya dan secara tidak langsung akan
Farina dkk. (2011) menyatakan penggunaan EDTA 17% sebagai bahan irigasi akhir dapat
meningkatkan kekuatan pelekatan karena reaksi kimia yang terjadi pada permukaan dentin
dan kemampuannya dalam membersihkan lapisan smear, sehingga membantu penetrasi resin
ke dalam tubuli dentinalis. Penggunaan klorheksidin 2% di akhir irigasi setelah EDTA 17%
dapat membantu pelekatan siler resin dan meningkatkan kekuatan pelekatan, karena tidak
memiliki efek negatif terhadap permukaan dentin (Gomes dkk., 2013). Menurut
(MMP), sehingga meningkatkan integritas lapisan hybrid dan stabilitas ikatan resin dentin
Kekuatan pelekatan antara dentin saluran akar dan bahan pengisi saluran akar dapat diuji
melalui kekuatan pelekatan geser, microtensile dan uji push-out. Metode evaluasi kekuatan
pelekatan dengan uji push-out lebih dipilih karena keakuratannya dan memungkinkan
dinding dentin saluran akar (Barbizam dkk., 2011). Hasil penelitian Teixeira dkk. (2009)
menunjukkan uji push-out merupakan metode yang adekuat untuk uji pelekatan dentin
irigasi akhir yang berbeda, sehingga diperlukan pemilihan bahan irigasi akhir yang tepat
untuk meningkatkan kekuatan pelekatan antara dinding dentin saluran akar dan siler resin
(Farina dkk., 2010; Tuncer dan Tuncer, 2012; Shokouhinejad dkk., 2013).