Anda di halaman 1dari 16

Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains.

Sains berkaitan dengan cara mencari tahu


tentang fenomena kejadian di alam secara sistematis berupa penemuan, penguasaan kumpulan pengetahuan yang
berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkan
pengetahuan di dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas,
2003:2)
Hakikat fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala
alam melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang
dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang
tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang berlaku
secara universal (Trianto, 2010:137)
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Fisika. Jakarta: Balitbang
Depdiknas
Menurut James M. Cooper dalam Sanjaya (2006:15) “A teacher is person charge with
the responbility of helfing other to learn and to behave in new different ways. Itulah
sebabnya guru adalah pekerjaan profesional yang membutuhkan kemampuan khusus
hasil proses pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan keguruan. Hal ini
diungkapkan Greta G. Morine-Dershimer dalam Sanjaya(2006:
15);”A professional is a person who possesses
some specialized knowledge and skills, can weigh alternatifs and select from among a
number of potentially productive actions one that is particularly appropriate in agiven
situation”.
Berdasarkan paparan di atas, guru dalam proses pembelajaran memegang peran yang
sangat penting. Peran guru, apalagi untuk siswa pada usia pendidikan dasar, tak
mungkin dapat digantikan oleh perangkat lain seperti televisi, radio dan lain
sebagainya.Keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran akan tergantung
kepada
guru dalam menggunakan metode, taktik, dan tehnik pembelajaran. Kirby(dalam
Sanjaya,2006: 52) menyatakan:”One underlying emphasis should be noticeable; that
the teacher isessential, constan feacture inthe success of any educational system”.
Efektivitas proses pembelajaran terletak dipundak guru. Oleh karenanya, keberhasilan
proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru.
Dalam proses pembelajaranCosta (dalamSanjaya,2006:107) mengklasifikasikan
mengajar berpikir menjadi tiga tingkatan, yaitu teaching of thinking,teaching for
thinking,teaching about thinking.
Teaching of thinking adalah proses pembelajaran yang diarahkan untuk pembentukan
keterampilan mental tertentu, seperti keterampilan berpikir kritis, berpikir kreatif,dan
sebagainya. Jenis pembelajaran ini lebih menekankan pada aspek tujuan
pembelajaran.Teaching for thinking adalah proses pembelajaran yang diarahkan
pada usaha menciptakan lingkungan belajar yang dapat mendorong
pengembangan kognitif. Jenis pembelajaran ini lebih menitikberatkan kepada proses
menciptakan situasi dan lingkungan tertentu, contohnya menciptakan suasana
keterbukaan yang demokratis, menciptakan iklim yang menyenangkan
7 sehingga memungkinkan siswa bisa berkembang secara oftimal.
Teaching about thinking adalah pembelajaran yang diarahkan pada
upaya membantu siswa agar lebih sadar terhadap proses berpikirnya.
Jenis pembelajaran ini lebih menekankan pada metodelogi yang
digunakan dalam proses pembelajaran. Pada kenyataannya,proses
belajar berpikir menyangkut tiga hal tersebut. Artinya dalam proses
pelaksanaan pembelajaran kita tidak mungkin melepas ketiga aspek
di atas

Untuk melaksanakan model pembelajaran di atas, diperlukan


Model pembelajaran yang mengarah pada proses berpikir siswa.
Salah satu model yang dianggap tepat adalah model
problem solving. Menurut Gagne(1970),problem solving learning
merupakan belajar melalui pemecahan masalah di mana tipe belajar
seperti ini dapat membentuk prilaku melalui kegiatan pemecahan
masalah.Tipe belajar ini merupakan tipe belajar yang dapat
membentuk siswa berpikir ilmiah dan kritis yang termasuk pada
belajar yang menggunakan pemikiran atau intelektual tinggi. Tipe
belajar ini memberikan pemahaman yang lama jika dibandingkan
dengan tipe belajar yang lainnya. Jonassen (2010) mengatakan
bahwa pemecahan masalah adalah hasil pembelajaran yang paling
penting dalam kebanyakan konteks. Teori pemecahan masalah
merupakan perbedaan mendasar di antara berbagai jenis masalah,
sehingga menghasilkan tipologi atau masalah, termasuk
masalah cerita, dengan aturan masalah induksi, pengambilan
keputusan,pemecahan masalah, diagnosis-solusi, kinerja strategis,
masalah kebijakan,masalah desain, dan dilema-dilema.
Peningkatan pemahaman tentang bagaimana siswa menggunakan
proses pemecahan masalah dalam hubungannya dengan
menentukan solusi mutlak untuk meningkatkan kinerja siswa dalam
pemecahan masalah(Stein & Burchartz, 2006).

Berdasarkan permasalahan di atas, pemilihan model pembelajaran


akan berpengaruh pada kualitas pembelajaran di kelas yang
selanjutnya berimplikasi pada hasil belajar siswa. Model pembelajaran
problem solving memberikan peluang kepada siswa untuk lebih
banyak terlibat dalam proses pembelajaran matematika.
Model pembelajaran ini merangsang siswa untuk berpikir kritis dan
berorientasi pada permasalahan.Cankoy & Darbas (2010)
menyatakan pemahaman awal suatu masalah bagi siswa sangat
penting dalam memecahkan masalah.Zakaria& Yusoff (2009)
menyatakan bahwa sasaran dari pengajaran matematika adalah
mengembangkan keterampilan siswa untuk pemecahan
masalah matematika.Malik& Iqbal(2011) menyatakan bahwa
pemecahanmasalah adalah suatu proses dimana siswa dapat
menemukan hubungan antarapengalaman sebelumnya dari masalah-
masalah yang dihadapi dan kemudian menemukan sebuah solusi.

Menurut Arthur&Robert dalam Adeyemo (2010) menyatakan bahwa


tujuan utama pendidikan adalah untuk mengembangkan melek ilmiah
individu dengan sumber daya intelektual yang diperlukan untuk
mempromosikan pengembangan manusia sebagai makhluk rasional
serta untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa yang
diperlukanuntuk memecahkan masalah baik di dalam maupun di luar
kelas.

Adeyemo, S. A. 2010. Students’ ability level and their competence in


problem-solving task in physics.International Journal of Educational
Research and Technology. 1(2). 35-47
Cankoy, O. & Darbas, S. 2010. Effect of problem solving instruction on
understanding problem.Journal of Education. 38(1). 11-24
Jonassen, D. H. 2010. Research issues in problem solving.The 11 th
International Conference on Education Research. New Educational
Paradigm for Learning and Instruction. September 29–October 1,
2010.
Jonassen, D. 2011. Support problem solving in PBL.The
Interdisciplinary journal of Problem-Based Learning. 5(2). 95-119.
Malik, M. A. & Iqbal, M. Z. 2011. Effects of problem solving and
reasoning ability of 8th graders.International Journal of Academic
Research. 3(5).80-84
Pada pembelajaran fisika, kemampuan menyelesaikan masalah siswa masih tergolong rendah. Dalam mengerjakan
soal-soal fisika yang diberikan oleh guru, siswa lebih sering langsung menggunakan persamaan matematis tanpa
melakukan analisis, menebak rumus yang digunakan dan menghafal contoh soal yang telah dikerjakan
untuk mengerjakan soal-soal lain

Menurut [1][2],siswa masih sering menggunakan pendekatan plug and chug dan
memory based dalam menyelesaikan soal-soal fisika.Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi lemahnya kemampuan pemecahan masalah siswa. Menurut pustaka[3],
siswa tidak dapat menyelesaikan masalah meliputi tidak cukup praktikum di
laboratorium, bingung menulis konversi satuan, kurangnya buku fisika yang digunakan
sebagai referensi. Menurut pustaka [4],kurangnya kemampuan pemecahan masalah
meliputi pemahaman yang lemah tentang prinsip dan aturan fisika, kekurangan dalam
memahami soal, dan tidak cukup motivasi dari siswa.

[1]Walsh.L,N.HowardR.G,and Bowe.B, Phenomenography Study of Students’ Problem


SolvingApproach in Physics. Physics Education Research.(Online). 3 (2)2007,pp 1-12.
[2]Brad.A, A Study of The Problem Solving Activity in High School Student: Strategies and Self-
Regulated Learning. Acta Didactica Napocensia. (Online), 4(1)2011,pp 21-30.
[3]Ogunleye.A. O, Teacher and Student Perception of Student Problem Solving Difficulties in
Physics: Implication for Remidion.Journal of College Teaching & Learning,(Online)6 (2)2009, pp
85-90
.
[4]Ikhwanuddin,Jaedun.A. andPurwantoro, D, Problem Solving dalam Pembelajaran Fisikauntuk
Meningkatkan Kemampuan Mahasiswa Berpikir Analitis.Jurnal Kependidikan,3,2010, pp14-16

Salah satu cara meningkatkan kemampuan sains adalah dengan


mengembangkan kemampuan problem solving siswa. Pada kemampuan
problem solving,siswa tidak hanya untuk menghafal tetapi juga memproses
informasi untuk menanggapi masalah. Salah satu cara yang dapat
diambil untuk mengembangkan kemampuan problem solving adalah
dengan menggunakan metode modeling.
Siswa tidak hanya diharapkan untuk menguasai konsep tapi juga menerapkan konsep yang

telah mereka pahami dalam penyelesaian masalah fisika. Namun, pembelajaran dalam kelas
cenderung menekankan pada penguasaan konsep dan mengesampingkan kemampuan
pemecahan masalah fisika siswa (Hoellwarth dkk, 2005).
Siswa mengalami kesulitan ketika berhadapan dengan permasalahan yang kompleks. Siswa mampu menyelesaikan
permasalahan kuantitatif sederhana namun kurang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang lebih
kompleks (Redish, 2005). Siswa mengalami kesulitan karena strategi yang diajarkan dalam pembelajaran hanya
untuk menyelesaikan masalah yang membutuhkan perhitungan matematis semata (Ogilvie, 2009). Padahal, salah
satu tujuan pembelajaran fisika adalah menciptakan manusia yang dapat memecahkan masalah kompleks dengan
cara menerapkan pengetahuan dan pemahaman mereka pada situasi sehari-hari (Walsh dkk, 2007).
Pembelajaran fisika yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah sebaiknya berdasarkan
teori konstruktivistik. Menurut teori kostruktivistik, pengetahuan tidak disampaikan begitu saja dari guru ke siswa
namun perlu dikonstruksi oleh siswa. Siswa
mengkonstruksi pengetahuan dengan bantuan guru dan siswa sudah memiliki pengetahuan awal saat sedang belajar.
Siswa kebanyakan menggunakan level konsep dasar yang telah diperoleh sebelumnya (McBride dkk, 2010).
Pembelajaran fisika yang konstruktivis diharapkan membuat siswa terlibat aktif serta menjadi pusat kegiatan belajar
dan pembelajaran dengan bantuan dari guru. Siswa dalam pembelajaran yang konstruktivis mencoba memahami
pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah ada melalui kegiatan mental aktif (Redish, 2004).Siswa
mengenali, menyusun, mengembangkan kembali, dan mengubah pengetahuan awal melalui interaksi antara
lingkungan, kegiatan kelas dan pengalaman, serta interaksi dengan siswa lain. Pembelajaran yang demikian
diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran fisika.

Hoellwarth, C., Moelter, M. J., & Knight, R. D. A Direct Comparison of Conceptual Learning and
Problem Solving Ability in Traditional and Studio Style Classrooms. American Journal of Physics,
(Online), 73, 459,
(http://digitalcommons.calpoly.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1111&context=phy_fac), diakses 7

Ogilvie, C. A. 2009. Changes In Students’ Problem-Solving Strategies In A Course That Includes


Context-Rich, Multifaceted Problems. Physical Review Special Topics - Physics Education Re
search, (Online), 5, 020102, (http://dx.doi.org/10.1103/PhysRevSTPER.5.020102), diakses 7 Maret
2013.

Redish, E.F. 2005. Changing Student Ways of Knowing: What Should Our Students Learn in a
Physics Class?. Proceedings of World View on Physics Education 2005: Focusing on Change
, New Delhi, 2005 World Scientic Publishing Co., Singapore, in press, (Online) (
http://www.physics.umd.edu/perg/papers/redish/IndiaPlen.pdf), diakses 7 Maret 2013.

Walsh, L.N., Howard R.G., & Bowe, B. 2007. Phenomenographic study of students’ problem
solving approaches in physics. Physical Review Special Topics - Physics Education Research
, (On line), 3, 020108, (http://dx.doi.org/10.1103/PhysRevSTPER.3.020108), diakses 9 Februari
2013.

McBride, D.L., Zollman, D., & Rebello, N.S. 2010. Method for Analyzing Students’ Utilization of
Prior Physics Learning in New Contexts. Physical Review Special Topics - Physics Education
Research, (Online), 6, 020101, (http://dx.doi.org/10.1103/PhysRevSTPER.6.020101), diakses 1
Februari 2013.

Fisika merupakan salah satu cabang ilmu sains yang membutuhkan pemahaman konseptual dan kuantitatif.
Kualitas pembelajaran fisika salah satunya dapat ditentukan oleh pemahaman siswa
mengenai materi fisika secara konseptual dan kuantitatif serta mampu memecahkan
masalah fisika. Maka dibutuhkan strategi
pembelajaran yang efektif untuk mencapai kualitas pembelajaran tersebut.

Hal ini senada dengan pendapat Bruner [6] bahwa siswa perlu diberikan
kesempatan berperan sebagai pemecah masalah (problem solver) seperti yang
dilakukan para ilmuwan, diharapkan siswa mampu memahami konsep dalam
bahasa mereka sendiri.Crulik dan Rudnik [7] mendefinisikan model problem solving
sebagai model pembelajaran dimana siswa menggunakan
pengetahuan,keterampilan penalaran, dan pemahaman konsep
awalnya(preconception) untuk memenuhi kebutuhan pada situasi yang baru. Oleh
karena itu, siswa harus mensintesis apa yang telah dipelajari dan menggunakannya
pada situasi tersebut.Implementasi model problem solvingakan dapat meningkatkan
penalaran siswa untuk berpikir secara bebas dalam rangka menemukan dan
memecahkan masalah yang ditemui gunamenghasilkan pemahaman konsep yang
benar-benar bermakna

Johnson, N.,Teacher’s and student’s perceptions of problem solving difficulties in physics,


International Multidisciplinary E-Journal, vol.1, no.5, 2012, pp.97–101.

Model penyelesaian masalah yang lain adalah IDEAL problem solving.


Model ini dikenalkan oleh Bransford dan Stein (1993) sebagai model
penyelesaian masalah yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir
dan meningkatkan ketrampilan dalam proses penyelesaian masalah. Ahli-ahli
dalam penyelesaian masalah seperti Max Wertheimer, George Polya, Alan
Newell dan Herbert Simon memberi kontribusi dalam penciptaan model ini.
IDEALadalah singkatan dari I-Identify problem, D-Define goal, E-Explore
possible strategies, A-anticipate outcomes and act, L-look back dan
learn. Dalam IDEAL problem solvinglangkah kedua adalah penetapan tujuan
dimana dalam penyelesaian masalah dari Polya langkah ini tidak ada, iniyang
membuat berbea antara IDEAL dan penyelesaian masalah menurut Polya.
Bransford , J., and B.S. Stein. 1993. The IDEAL Problem Solver: A Guide
for Improving Thinking, Learning, and Creativity (2nd ed).New York: W.H.
Freeman.
Fisika merupakan ilmu yang mempelajari perilaku alam dalam berbagai bentuk gejala untuk
memahami apa yang mengendalikan dan menentukan kelakuan tersebut. Berdasarkan hal
tersebut maka belajar fisika tidak lepas dari penguasaan konsep-konsep fisika melalui
pemahaman (Suryono, 2012). Penguasaan konsep merupakan aspek penting yang
dibutuhkan siswa ketika mempelajari fisika. Pemahaman konsep digunakan siswa untuk
memecahkan masalah dalam fisika (Sabella & Redish, 2004).
Sabella, M., Redish, E. F. 2004. Knowledge Activation and Organization in Physics
Problem-solving. [Download : 21 Februari 2013]

Suryono, S. 2012. Hakikat Pembelajaran Fisika. Diunduh di http://ciget.info/?p=291 tanggal


5 Maret 2013

Pembelajaran fisika saat ini belum menekankan penyelesaian masalah


secara prosedural sehingga siswa masih cenderung menggunakan
pendekatan plug and chug (not clear approach) dan memory-based
(recalling similar problem) dalam menyelesaikan soal-soal fisika
(Walsh dkk, 2007; Brad, 2011; dan Erceg dkk, 2011).
Keterampilan menyelesaikan masalah perlu diajarkan kepada siswa karena siswa tidak dapat
dengansendirinya menemukan atau mengerti bagaimana menyelesaikan suatu permasalahan
secara ilmiah. Menurut Polya dalam Selcuk dkk (2008) pemecahan masalah adalah suatu usaha
mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai tujuan yang tidak dapat segera diselesaikan.
Kemampuan menyelesaikan masalah secara ringkas meliputi langkah-langkah yaitu menganalisis
atau memahami masalah, merencanakan, menerapkan, dan mengevaluasi (Selcuk dkk,2008).
Menurut Ikwanuddin dkk (2010) salah satu kelemahan yang cukup
mendasar dalam menyelesaikan masalah adalah rendahnya kemampuan
berpikir analitis
Walsh, L. N., Howard, R. G. & Bowe, B.. 2007.Phenomenography Study of
Students’ Problem Solving Approach in Physics. Physics EducationReaearch.
(Online). 3 (2): 1-12. (http://www.prstpe.orgpdfPRSTPER v3i2e020108). diakses
tanggal 24 Mei 2011.
Menurut Karli (2012:57) menjelaskan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi siswa dan
guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar sehingga siswa mengalami
perubahan tingkah sebagai akibata dari pengalman belajar.

lmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari dan dikuasai salah satunya
melalui proses pembelajaran sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan manusia. Fisika merupakan salah satu
cabang ilmu pengetahuan alam yang mempelajari fenomena alam sebagai dasar perkembangan teknologi.
Fenomena abad 21 yang ditandai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi
merupakan salah satu pemicu pergeseran dalam dunia pendidikan. Pergeseran pendidikan
abad 21 terjadi karena pergeseran pola pikir dan perilaku dalam penyelenggaraan proses
pembelajaran diantaranya dalam hal model pembelajaran yang digunakan, peran guru dalam
pembelajaran, media pembelajaran,
bahan ajar, dan materi pembelajaran
Fisika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam (IPA) yang banyak memerlukan
pemahaman daripada penghafalan sebagai dasar ilmu dalam mengembangkan teknologi.
Untuk membuat pemahaman tentang fisika secara keseluruhan pada diri siswa dalam
proses pembelajaran, diperlukan suatu bahan ajar inovatif yang dapat memudahkan
penguasaan konsep, prinsip, teori dan hukum dalam fisika. Bahan ajar adalah bahan atau
materi yang disusun oleh guru secara sistematis yang digunakan peserta didik (siswa) di dalam
pembelajaran (Arlitasari, dkk.,2013). Menurut National Center of Competency Based Training
(dalam Prastowo, 2014:16), bahan ajar adalah segala macam bahan baik tertulis maupun tak
tertulis yang disiapkan dan digunakan guru untuk membantu melaksanakan kegiatan belajar
mengajar di kelas
Fisika salah satunya melalui pembelajaran materi suhu dan kalor.Materi suhu dan kalor cukup
penting dalam pembelajaran. Kalor sebagai materi prasyarat dalam konsep termodinamika
yang dibelajarkan pada kelas XI. Beberapa materi yang dibelajarkan pada bab termodinamika
adalah mesin kalor serta perubahan kalor yang terjadi pada suatu sistem. Siswa perlu
memahami konsep kalor dengan benar untuk dapat memahami bab ini karena sebagian besar
yang dibahas tentang kalor. Termodinamika merupakan salah satu cabang ilmu Fisika yang
mempelajari kalor dan perpindahannya (Musyafak, 2013).

Materi suhu dan kalor pada Standar Isi SMA kurikulum 2013 terdapat pada kompetensi dasar
3.8 dan 4.8 kelas X dengan tingkat kemampuan berpikir menganalisis dandimensi pengetahuan
prosedural. Tingkatan menganalisis ini berada pada ranah C4 yang termasuk kemampuan
berpikir kompleks atau Higher Order Thinking (HOT)menurut Bloom (Krathwohl, 2002). Materi
suhu dan kalor ini bersifat prosedural sehingga membutuhkan kegiatan praktikum atau
penyelidikan dalam pembelajaran.

Pertanyaan dengan tingkat kognitif yang cukup tinggi siswa masih kesulitan memahami
pertanyaan tersebut. Siswa mampu mengerjakan soal yang memiliki tingkat kognitif rendah
misalnya jenis soal dengan tingkat kognitif mengingat hingga menerapkan pada aspek kognitif
Bloom. Soal dengan tingkat yang lebih tinggi yaitu pada tingkat soal analisis atau evaluasi,
sebagian besar siswa belum mampu mengerjakan dengan benar. Berdasarkan penjelasan ini
didapatkan bahwa prestasi belajar siswa untuk materi fluida dinamis masih rendah.

Musyafak, A. 2013. Konsepsi Alternatif Mahasiswa Fisika pada Materi Termodinamika. Unnes
Physics Education Journal. vol. 2, 54-60

Krathwohl, D. R. 2002. Theory into Practice A Revision of Bloom’s Taxonomy: An Overview.


College of Education, The Ohio State University. vol.41, 4
Pelajaran Fisika merupakan pelajaran yang tidak hanya ditekankan pada konsep sebagai
produk, namun perlu juga mempertimbangkan proses ilmiah dalam pembelajaran.Keterampilan
proses ilmiah ini penting dimiliki oleh setiap individu sebab keterampilan tersebut dapat
digunakan dalam kehidupan sehari-hari, meningkatkan kemampuan ilmiah, kualitas dan standar
hidup manusia.

Dalam mengembangkan keterampilan proses sains, siswa belajar berpikir kritis dan
menggunakan informasi secara kreatif, belajar mengamati, mengorganisir dan menganalisa
fakta-fakta atau konsep, memberikan alasan untuk hasil tertentu, mengevaluasi dan
mengiterpretasikan hasil, menarik kesimpulan dibenarkan dan memprediksi apa yang akan
terjadi jika sesuatu itu harus diubah (Rauf et al,2013:47). Keterampilan proses sains juga
merupakan keterampilan khusus yang dapat menyederhanakan cara belajar IPA, mengaktifkan
siswa, mengembangkan rasa ingintahu dan tanggung jawab dalam pembelajaran,meningkatkan
hasil belajar dan mengajarkan siswa tentang metode penelitian (Karamustafaoglu, 2011:26)

Dalam hubungannya dengan peningkatan hasil belajar, otomatis keterampilan proses sains erat
kaitannya dengan prestasi belajar Fisika. Hal ini karena dalam proses pembelajaran Fisika
tidak hanya berusaha memahami konsep-konsep fisika saja, melainkan memberi kesempatan
pada siswa untuk berpikir konstruktif melalui melalui Fisika sebagai keterampilan proses sains
(KPS), sehingga pemahaman siswa terhadap hakikat Fisika menjadi utuh, baik sebagai proses
maupun sebagai produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memilki prestasi
belajar yang tinggi karena memilki ketrampilan proses sains yang tinggi pula (Mweene, 2012)
Oleh karenanya, dalam usaha untuk mengembangkan keterampilanproses dan penguasaan
konsep, siswa harus berperan aktif dalam pembelajaran dan guru berperan sebagai fasilitator
pembelajaran di kelas. Sebagai seorang fasilitator, guru harus mampu mengarahkan dan
mendorong siswa mencari tahu dari berbagai sumber, mengarahkan siswa agar mampu
merumuskan masalah dan tidak hanya menyelesaikan masalah saja. Siswa diarahkan untuk
berpikir analitis bukan berpikir mekanistis, dan pembelajaran lebih menekankan pada
kerjasama serta kolaborasi dalam menyelesaikan masalah (Kemendiknas 2013).
Salah satu materi pelajaran Fisika yang menuntut siswa dalam penguasaan konsep dan
keterampilan proses sains adalah konsep Suhu dan Kalor. Konsep suhu dan kalor merupakan
konsep yang penting, karena konsep ini merupakan fondasi dasar yang harus dipahami siswa
untuk mempelajari konsep selanjutnya yakni Thermodinamika. Pemahaman konsep suhu dan
kalor juga dapat digunakan siswa dalam materi kelistrikanuntuk memilih bahan-bahan yang
dapat digunakan pada rangkaian listrik(Suparno, 2013:20)

Mweene. 2012. How Pre Service Teacher’s Understand and Perform Science Process Skill.
Eurasia Journal of Mathematics & Technolgy Education, 8(3): 167-176
Keterampilan berpikir kritis merupakan keterampilan atau kekuatan berpikir yang harus
dibangun pada siswa sehingga menjadi suatu kepribadian yang tertanam dalam kehidupan
siswa untuk memecahkan segala persoalan hidupnya dengan cara mengidentifikasi setiap
informasi yang diterimanya serta mampu untuk mengevaluasi dan menyimpulkannya secara
sistematis yang dapat mengemukakan pendapatnya sendiri. Keterampilan ini melibatkan
proses mental yang terorganisasi dengan baik dan berperan dalam proses mengambil
keputusan untuk memecahkan masalah dengan menganalisis dan menginterpretasi data
dalam kegiatan inkuiri ilmiah

Pada pembelajaran problem solving pengetahuan tidak membekas secara statik, tetapi secara
konstan mengembang dan mengubah pengetahuan pebelajar ketika menghadapi pengalaman
baru yang memaksa mereka untuk membangun ulang dan memodifikasi pengetahuan
sebelumnya (Arend, 2012). Menurut pandangan teori belajar kognitif dari Jean Piaget, siswa
kelas eksperimen lebih sering mengalami proses asimilasi dan akomodasi terhadap materi,
sehingga struktur kognitif siswa berkembang. Perkembangan struktur kognitif menandai bahwa
penguasaan konsep siswa berkembang
Arends, Richard. 2009. Learning to Teach 9th. New York: Mc Graw Hill

Fisika merupakan salah satu cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam sehingga memiliki
karakteristik yang berbeda dengan mata pelajaran lainnya. Konsep, prinsip, hukum dan teori
dalam fisika merupakan produk yang diperoleh melalui suatu proses yang sistematis dan
terencana, diawali dari rasa ingin tahu terhadap fenomena alam. Bertanya sebagai wujud rasa
ingin tahu dilanjutkan dengan merumuskan masalah, berhipotesis, merancang dan melakukan
percobaan, pengambilan data serta menyimpulkan hingga diperoleh solusi terhadap
permasalahan yang telah dirumuskan (Astuti dan Setiawan, 2013).

Pembelajaran fisika pada kurikulum saat ini yaitu Kurikulum 2013 menekankan pembelajaran
yang berorientasi pada siswa dengan pendekatan scientific sehingga guru diharapkan mampu
mengembangkan rencana pembelajaran sebaik-baiknya sehingga materi pelajaran dapat tergali
dengan seluas-luasnya serta kemampuan berpikir dan kreativitas siswa. Dengan demikian,
dalam pembelajaran fisika siswa harus terlibat aktif, bertanggung jawab pada dirinya sendiri
dalam mencari, menemukan, memecahkan masalah untuk memahami konsep dan fakta dalam
fisika (Usman dalam Umami dan Jatmiko, 2013)

Dalam pembelajaran fisika, siswa tidak hanya sekedar mendengar, mencatat dan mengingat
dari materi pelajaran yang disampaikan oleh guru, tetapi lebih ditekankan pada kemampuan
peserta didik untuk dapat memecahkan persoalan dan bertindak yaitu melakukan observasi,
bereksperimen, mendiskusikan suatu persoalan, memperhatikan demonstrasi, menjawab
pertanyaan dan menerapkan konsep-konsep dan hukum-hukum untuk memecahkan persoalan
terhadap hal yang dipelajari, serta mengomunikasikan hasilnya. Namun selama ini dalam setiap
pembelajaran sering kali guru menjadi pusat pembelajaran (teachercentered) dan siswa hanya
menjadi objek penerima saja sehingga hanya menerima pengetahuan secara abstrak (hanya
membayangkan) tanpa mengalami sendiri. Selama ini siswa mampu menghapal dan
mengerjakan soal dengan benar, tetapi tidak memahami konsep yang terkandung di dalamnya

Oleh karena itu, proses pembelajaran harus disesuaikan dengan kemampuan yang dibutuhkan
siswa. Proses pembelajaran fisika yang dapat merangsang keaktifan siswa dalam menemukan
pengetahuan dan melatih keterampilan. Pembelajaran fisika yang menumbuhkan sikap rasa
ingin tahun dan keterbukaan terhadap ide-ide maupun berpikir analisis kualitatif serta
memberikan pengelaman langsung terhadap fenomena fisika sehingga akan lebih lama
diingatsiswa (Yulianti et al, 2014). Untuk itu hasil belajar tidak hanya terbatas pada ranah
kognitif, tetapi juga ranah psikomotor dan ranah afektif. Keterampilan psikomotor sangat penting
untuk diajarkan karena dari keterampilan ini, siswa akan lebih mengetahui dan memahami apa
yang telah mereka pelajari.

Perubahan paling mendasar pada kurikulum 2013adalah pembelajaran berbasis


sains. Pembelajaran berbasis sains atau lebih dikenal dengan pendekatan scientific
merupakan proses pembelajaran yang dilaksanakan dengan dipandu skor-skor,
prinsip-prinsip, ataukriteria ilmiah[2]. Pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA), aspek-aspek pendekatan scientific terintegrasi dalam pendekatan
keterampilan proses dan metode ilmiah.Pendekatan scientific dalam proses
pembelajaran IPA dapat diterapkan melalui keterampilan prosessains. Keterampilan
proses sains merupakan seperangkat keterampilan yang digunakan para ilmuwan
dalam melakukan penyelidikan ilmiah. Oleh karena itu, proses pembelajaran dalam
Kurikulum 2013 mengacu pada proses ilmiah atau juga bisa disebut sebagai
keterampilan proses sains

Sidiknas,PergeseranParadigma Belajar Abad 21, 2012.Website:


http://www.kemdikbud.go.id/kemdikbud/uji-publik-kurikulum-2013-2,diakses tanggal 5 Mei
2014
.[2]Kemendikbud, PendekatanScientific dalam Pembelajaran, 2013

Rendahnya pemahaman konsep siswa dapat


dikarenakan proses pemecahan masalah yang tidak
terstruktur
[5
].
Sekalipun guru telah menerapkan model pembelajaran inovatif, namun dalam
implementasinya kurang diperhatikan proses konstruksi pemahaman yang
dilakukan siswa melalui kegiatan pemecahan masalah.Pemecahan masalah
(problem solving) dapat dipandang sebagai salah satu kunci dalam berbagai disiplin
ilmu yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengaplikasikanpengetahuan ilmiahnya. Pemecahan masalahjuga dapat menjadi
metode alternatif untuk menilai dan mengevaluasi pemahaman konsep siswa.
Ding, L., Reay, N., Lee, A., andBao, L.,Exploring the role of conceptual scaffolding in
solving synthesis
problems,PhysicsEducation Research, vol.7, no.2, 2011, pp.1-11

Fisika merupakan ilmu yang mempelajari perilaku alam dalam berbagai bentuk gejala untuk
memahami apa yang mengendalikan dan menentukan kelakuan tersebut. Berdasarkan hal
tersebut maka belajar fisika tidak lepas dari penguasaan konsep-konsep fisika melalui
pemahaman (Suryono, 2012). Penguasaan konsep merupakan aspek penting yang
dibutuhkan siswa ketika mempelajari fisika. Pemahaman konsep digunakan siswa untuk
memecahkan masalah dalam fisika
(Sabella & Redish, 2004)

Sabella, M., Redish, E. F. 2004. Knowledge Activation and Organization in Physics Problem
-solving. [Download : 21 Februari 2013]

Pembelajaran dengan memecahkan masalah menjadi sangat penting, karena dalam belajar,
peserta didik cepat lupa jika hanya dijelaskan secara lisan, mereka ingat jika diberikan contoh,
dan memahami jika diberikan kesempatan mencoba memecahkan masalah (Steinbach, 2002).
Menurut teori konstruktivisme konsep-konsep fisika sebaiknya dipelajari dengan pendekatan
pemecahan masalah dalammodel pembelajaran inkuirimenggunakan pegamatan dan
percobaan (I Wayan, 2007). Arends (2012), menyatakan bahwa keterampilan pemecahan
masalahdapat dikembangkan dengan pemikiran induktif dan proses inkuiri dengan metode
ilmiah.MenurutYeap T. K (2008), metode ilmiah meliputi: mengidentifikasi dan merumuskan
masalah, menyusun hipotesis, memprediksi konsekuensi hipotesis, melakukan eksperimen
untuk menguji hipotesa, dan merumuskan hukum umum yang sederhana yang diorganisasikan
dari hipotesis, prediksi dan eksperimen
Pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan
suatu solusi/jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik. Kita menemukan banyak masalah
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kita akan membuat suatu cara untuk menanggapi,
memilih, menguji respons yang kita dapat untuk memecahkan suatu masalah (Solso et al.,
2008).

secara umum, pemecahan masalah didefinisikan sebagai suatu proses penghilangan


perbedaan atau ketidaksesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dan hasil yang
diinginkan (Pramana, 2006). Dengan latihan mengidentifikasi masalah dan memecahkannya,
siswa terlatih untuk dapat menemukan keterampilan-keterampilan metakognisi atau
keterampilan berpikir tingkat tinggi

Menurut teori konstruktivisme konsep-konsep fisika sebaiknya dipelajari dengan pendekatan


pemecahan masalah dalammodel pembelajaran inkuirimenggunakan pegamatan dan
percobaan (I Wayan,
2007). Arends (2012), menyatakan bahwa keterampilan pemecahan masalahdapat
dikembangkan dengan pemikiran induktif dan proses inkuiri dengan metode ilmiah

Steinbach, R. 2002. Successful lifelong learning. Alih bahasa: Kumala Insiwi Suryo. Jakarta:
PPM
I Wayan Santyasa. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Jurusan Pendidikan Fisika
FPMIPA Universitas Pendidikan Ganesh makalah Disajikan dalam pelatihan tentang Penelitian
Tindakan Kelas bagi Guru-Guru SMP dan SMA di

Arends, Richard, I. 2012. Learning To Teach. New York: The Mc Graw-Hill.

Solso, Robert, L, Maclin, Ottoh, Maclin, M., Kimberly. 2008. Cognitive Psycology. Psikologi
kognitif
Terjemahan oleh Mikael Rahardanto
dan Kristianto Batuaji. Erlangga:
Jakarta

Pramana, B. 2006. Problem Solving. (Online). (http://sarengbudi.web.id/-wpcontent-


/uploads/problem-solving.doc. diakses 26 Desember 2006).

Pembelajaran dengan memecahkan masalah menjadi sangat penting, karena dalam belajar,
peserta didik cepat lupa jika hanya dijelaskan secara lisan, mereka ingat jika diberikan contoh,
dan memahami jika diberikan kesempatan mencoba memecahkan masalah (Steinbach, 2002)

Arends (2012), menyatakan bahwa keterampilan pemecahan masalah dapat dikembangkan


dengan pemikiran induktif dan proses inkuiri dengan metode ilmiah.
Arends, Richard, I. 2012. Learning To Teach. New York: The Mc Graw-Hill.
Steinbach, R. 2002. Successful lifelong learning. Alih bahasa: Kumala Insiwi Suryo. Jakarta:
PPM

Tujuan utama pendidikan adalah untuk membantu siswa belajar dengan cara yang
memungkinkan mereka untuk menggunakan apa yang telah mereka pelajari untuk
memecahkan masalah dalam situasi baru. Singkatnya, pemecahan masalah adalah dasar
untuk pendidikan karena pendidik tertarik dalam meningkatkan kemampuan siswa

untuk memecahkan masalah (Mayer, 2012).Pemecahan masalah adalah adalah kesenjangan (


gap) yang terjadi antara hasil aktual pada saat sekarang dan target kinerja yang diinginkan di
masa depan. Dengan demikian orang-orang sukses akan selalu menetapkan target kerja yang
tinggi di masa depan, kemudian mereka berusaha me-lakukan solusi masalah melalui
menciptakan upaya-upaya kreatif dan inovatif untuk mencapai target kinerja itu (Gaspersz,
2011).Dari berbagai definisi tersebut, maka dapat disimpukan bahwa problem solving atau
pemecahan masalah adalah kesenjangan (gap) yang terjadi antara hasil aktual pada saat
sekarang dan target kinerja yang diingin-kan di masa depan singkatnya pemecahan masalah
merupakan dasar untuk pendidikan,proses merancang, mengevaluasi, dan menerapkan strategi
untuk menjawab pertanyaan terbuka atau mencapai tujuan yang diinginkan.

Oleh karena itu untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah siswa dalam
pembelajaran fisika yang paling cocok adalah menerapkan pembelajaran berpusat pada siswa
(student centered)menggunakan model pembelajaran inkuiri dengan metode ilmiah yang
didukung oleh media yang tepat guna.

Keterampilan proses dapat digunakan sebagai alat atau piranti (tools)


untuk memahami materi. Prinsip, konsep, dan teori, serta hukum fisika
dapat diperoleh, diiolah, dipahami, dan dikuasi oleh siswa melalui
kemampuan-kemampuan proses sains, seperti pengamatan (observasi),
memprediksi, meramal, berhipotesis, dan eksperimen.

Pemecahan masalah secara kreatif mampumembantu memahami, menerapkan, dan


menganalisis kemampuan fisika berdasarkan rasa ingin tahu terhadap fenomena.
Pemecahan masalah secara kreatif juga diperlukan untukmengolah, menalar, dan
menyajikan dalam ranah konkrit dan abstrak terkait dengan pengembangan fisika yang
dipelajari di sekolah secara mandiri (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013).
Melalui pemecahan masalah secara kreatif, siswa diharapkan mampu memunculkan
ide baru dalam memecahkan suatupersoalan fisika (Mukarromah, Maftukhin,
danFatmaryanti, 2013)

Selainitu, pembelajaran menggunakan PBLmampumengarahkan siswa untuk


memecahkan masalah fisika secara kreatif (Awang dan Ramly, 2008),aktif dalam
penyelidikan (Bilgin, 2009) danmemberikan fleksibilitas dan kebebasan untuk bertukar
pendapat maupun pandangan dengantemannya dalam menyelesaikan
permasalahan(Pepper, 2009)

Siswa yang memahami suatu konsep daripermasalahan diharapkan mampu


mengorganisasi pengetahuannya. Organisasi kemampuan ini dapat membantu
siswa memperolehinformasi baru, mempelajarinya dengan cara yang bermakna,
mengingatnya, dan menguasai konsep sehingga pemahaman terhadap
pembelajaran fisika lebih bermakna (Ong danBorich, 2006).

Awang, H. & Ramly, I. 2008. Creative Thinking Skill Approach Through Problem-
Based Learning:Pedagogy and Practice in the Engineering Classroom.International
Journal of Human andSocial Sciences,3(1), hlm. 22-23.

Cheong, F. 2008. Using a Problem-Based Learning Approach to Teach an Intelligent


SystemsCourse. Journal of Information Technology Education, 7, hlm. 58-59.

Pepper, C. 2009. Problem Based Learning in Science. Issues in Educational Research,


19(2).

Mason, A. & Singh, C. 2010a. Helping Students Learn Effective Problem Solving
Strategies by Reflecting with Peers. American Journal of Physics, 78(7), hlm. 11-14,
http://dx.doi.org/10.1119/1.3319652, diakses 2 April 2013.

Mason, A.& Singh, C. 2010b. Surveying Graduate Students’ Attitudes and Approaches
to Problem Solving. Physical Review Special Topics - Physics Education Research,
(6) hlm. 1-4. 020124, http://dx.doi.org/10.1103/PhysRevSTPER.6.020124, diakses 7
Maret 2013.

Mason, A. & Singh, C. 2011. Assessing Expertise in Introductory Physics Using


Categorization
Task. Physical Review Special Topics - Physics Education Research, 7(020110), hlm.
13-15. http://dx.doi.org/10.1103/PhysRevSTPER.7.020110 diakses 7 Maret 2013.

Pendekatan keterampilan proses pemecahan masalah memberikan kesempatan kepada


setiap siswa untuk menemukan dan mengkontruksi sendiri pemahaman ide dan konsep
matematika melalui kegiatan pemecahan masalah matematika

LKS dapat dikembangkan menurut kerangka materi dan keterampilan yang akan diajarkan pada
siswa. Sebagai bagian dari komponen kurikulum, LKS dapat digunakan siswa untuk belajar
memahami materi pelajaran. Selain itu, untuk memfasilitasi siswa belajar keterampilan proses
sains, LKS digunakan untuk mengarahkan siswa dalam melakukan refleksi saat eksperimen
dan pengamatan. LKS dapat memfasilitasi siswa dalam belajar sains melalui aktivitas yang
otentik (Wendell and Lee, 2010). LKS juga dapat digunakan oleh siswa dan guru saat dilakukan
kegiatan diskusi di kelas (Demoin and Jurisson, 2013). Untuk itu perlu dikembangkan LKS yang
dapat memfasilitasi siswa dalam proses pembelajaran fisika yang mengintegrasikan
keterampilan proses sains dan berargumentasi ilmiah

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dikembangkan pada dua bahan kajian, yaitusifat mekanik
serta suhu dan kalor. Komponen yang terdapat dalam LKS meliputi tujuan, permasalahan
argumentatif, identifikasi dan definisi variabel, alat dan bahan, langkah kerja, analisis data
dan jawaban permasalahan argumentatif, penelitian lanjutan, dan kesimpulan. Dengan
kompenen tersebut diharapkan dapat digunakan siswa dalam melakukan kegiatan
pembelajaran, terutama dalam melakukan keterampilan proses sains

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis inkuiri dapat diterapkan untuk
mengajarkan argumentasi (Wilson et al., 2010; Acar dan Patton, 2012; Katchevich et al., 2013)
. Dalam pembelajarannya, diperlukan lembar kerja siswa agar kegiatan yang dilakukan oleh
siswa dapat terarah. Lembar kerja siswa merupakan bagian

Wilson, C. D., Taylor, J. A., Kowalski, S. M., dan Carlson, J. (2010). The relative effects and
equity of inquiry-based and commonplace science teaching on students’ knowledge, reasoning,
and argumentation. Journal of Research in Science Teaching, 47 (3), pp. 276-301

Pembelajaran berpusat pada peserta didik (student centered) bertujuan: 1) siswa


berperan aktif, berinteraksi dengan sesama peserta didik dan guru, berpatisipasi dalam
berbagai kegiatan investigasi dan pemecahan masalah. 2) mendorong dan menerima ide-
ide peserta didik, 3) menuntut lingkungan belajar yang longgar ditandai oleh proses-proses
yang demokratis dan otonomi untuk berpikir dan menyelidiki.

Pembelajaran dengan memecahkan masalah menjadi sangat penting, karena dalam


belajar, peserta didik cepat lupa jika hanya dijelaskan secara lisan, mereka ingat jika
diberikan contoh, dan memahami jika diberikan kesempatan mencoba memecahkan
masalah (Steinbach, 2002). Menurut teori konstruktivisme konsep
-konsep fisika sebaiknya dipelajari dengan pendekatan pemecahan masalah dalammodel
pembelajaran inkuirimenggunakan pegamatan dan percobaan (I Wayan, 2007). Arends
(2012), menyatakan bahwa keterampilan pemecahan masalah dapat dikembangkan
dengan pemikiran induktif dan proses inkuiri dengan metode ilmiah

Sedangkan lembar kerja siswa (LKS) tidak dihasilkan melalui kegiatan tersebut. Hampir semua
guru memakai LKS yang sudah terdapat dalam buku yang dijual di pasaran yang juga dibuat
secara umum tanpa memperhatikan strategi atau model pem-belajaran tertentu. Perangkat
pembelajaran yang baik haruslah dirancang secara khusus sesuai dengan strategi atau model
pem-belajaran yang akan diterapkan

Pemecahan masalah selalu melingkupi setiap sudut aktivitas manusia, baik dalam bidang ilmu
pengetahuan, hukum, pendidikan bisnis, olah raga, kesehatan, industri dan sebagainya.
Pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan
suatu solusi/jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik. Kita menemukan banyak masalah
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kita akan membuat suatu cara untuk menanggapi,
memilih, menguji respons yang kita dapat untuk memecahkan suatu masalah (Solso et al.,
2008)
Secara umum, pemecahan masalah didefinisikan sebagai suatu proses penghilangan
perbedaan atau ketidaksesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dan hasil yang
diinginkan (Pramana, 2006). Dengan latihan mengidentifikasi masalah dan memecahkannya,
siswa terlatih untuk dapat menemukan keterampilan-keterampilan metakognisi atau
keterampilan berpikir tingkat tinggi

Tahapan dan Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika

Tahap Pemecahan Masalah Indikator


Understanding The Problem Membuat besaran yang diketahui
Menentukan besaran yang ditanyakan
Solving The Problem Menentukan persamaan yang tepat untuk memecahkan masalah
Melakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan yang
dipilih

Answer the Problem Mengevaluasi hasil


Mengevaluasi satuan

Anda mungkin juga menyukai