Menurut [1][2],siswa masih sering menggunakan pendekatan plug and chug dan
memory based dalam menyelesaikan soal-soal fisika.Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi lemahnya kemampuan pemecahan masalah siswa. Menurut pustaka[3],
siswa tidak dapat menyelesaikan masalah meliputi tidak cukup praktikum di
laboratorium, bingung menulis konversi satuan, kurangnya buku fisika yang digunakan
sebagai referensi. Menurut pustaka [4],kurangnya kemampuan pemecahan masalah
meliputi pemahaman yang lemah tentang prinsip dan aturan fisika, kekurangan dalam
memahami soal, dan tidak cukup motivasi dari siswa.
telah mereka pahami dalam penyelesaian masalah fisika. Namun, pembelajaran dalam kelas
cenderung menekankan pada penguasaan konsep dan mengesampingkan kemampuan
pemecahan masalah fisika siswa (Hoellwarth dkk, 2005).
Siswa mengalami kesulitan ketika berhadapan dengan permasalahan yang kompleks. Siswa mampu menyelesaikan
permasalahan kuantitatif sederhana namun kurang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang lebih
kompleks (Redish, 2005). Siswa mengalami kesulitan karena strategi yang diajarkan dalam pembelajaran hanya
untuk menyelesaikan masalah yang membutuhkan perhitungan matematis semata (Ogilvie, 2009). Padahal, salah
satu tujuan pembelajaran fisika adalah menciptakan manusia yang dapat memecahkan masalah kompleks dengan
cara menerapkan pengetahuan dan pemahaman mereka pada situasi sehari-hari (Walsh dkk, 2007).
Pembelajaran fisika yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah sebaiknya berdasarkan
teori konstruktivistik. Menurut teori kostruktivistik, pengetahuan tidak disampaikan begitu saja dari guru ke siswa
namun perlu dikonstruksi oleh siswa. Siswa
mengkonstruksi pengetahuan dengan bantuan guru dan siswa sudah memiliki pengetahuan awal saat sedang belajar.
Siswa kebanyakan menggunakan level konsep dasar yang telah diperoleh sebelumnya (McBride dkk, 2010).
Pembelajaran fisika yang konstruktivis diharapkan membuat siswa terlibat aktif serta menjadi pusat kegiatan belajar
dan pembelajaran dengan bantuan dari guru. Siswa dalam pembelajaran yang konstruktivis mencoba memahami
pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah ada melalui kegiatan mental aktif (Redish, 2004).Siswa
mengenali, menyusun, mengembangkan kembali, dan mengubah pengetahuan awal melalui interaksi antara
lingkungan, kegiatan kelas dan pengalaman, serta interaksi dengan siswa lain. Pembelajaran yang demikian
diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran fisika.
Hoellwarth, C., Moelter, M. J., & Knight, R. D. A Direct Comparison of Conceptual Learning and
Problem Solving Ability in Traditional and Studio Style Classrooms. American Journal of Physics,
(Online), 73, 459,
(http://digitalcommons.calpoly.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1111&context=phy_fac), diakses 7
Redish, E.F. 2005. Changing Student Ways of Knowing: What Should Our Students Learn in a
Physics Class?. Proceedings of World View on Physics Education 2005: Focusing on Change
, New Delhi, 2005 World Scientic Publishing Co., Singapore, in press, (Online) (
http://www.physics.umd.edu/perg/papers/redish/IndiaPlen.pdf), diakses 7 Maret 2013.
Walsh, L.N., Howard R.G., & Bowe, B. 2007. Phenomenographic study of students’ problem
solving approaches in physics. Physical Review Special Topics - Physics Education Research
, (On line), 3, 020108, (http://dx.doi.org/10.1103/PhysRevSTPER.3.020108), diakses 9 Februari
2013.
McBride, D.L., Zollman, D., & Rebello, N.S. 2010. Method for Analyzing Students’ Utilization of
Prior Physics Learning in New Contexts. Physical Review Special Topics - Physics Education
Research, (Online), 6, 020101, (http://dx.doi.org/10.1103/PhysRevSTPER.6.020101), diakses 1
Februari 2013.
Fisika merupakan salah satu cabang ilmu sains yang membutuhkan pemahaman konseptual dan kuantitatif.
Kualitas pembelajaran fisika salah satunya dapat ditentukan oleh pemahaman siswa
mengenai materi fisika secara konseptual dan kuantitatif serta mampu memecahkan
masalah fisika. Maka dibutuhkan strategi
pembelajaran yang efektif untuk mencapai kualitas pembelajaran tersebut.
Hal ini senada dengan pendapat Bruner [6] bahwa siswa perlu diberikan
kesempatan berperan sebagai pemecah masalah (problem solver) seperti yang
dilakukan para ilmuwan, diharapkan siswa mampu memahami konsep dalam
bahasa mereka sendiri.Crulik dan Rudnik [7] mendefinisikan model problem solving
sebagai model pembelajaran dimana siswa menggunakan
pengetahuan,keterampilan penalaran, dan pemahaman konsep
awalnya(preconception) untuk memenuhi kebutuhan pada situasi yang baru. Oleh
karena itu, siswa harus mensintesis apa yang telah dipelajari dan menggunakannya
pada situasi tersebut.Implementasi model problem solvingakan dapat meningkatkan
penalaran siswa untuk berpikir secara bebas dalam rangka menemukan dan
memecahkan masalah yang ditemui gunamenghasilkan pemahaman konsep yang
benar-benar bermakna
lmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari dan dikuasai salah satunya
melalui proses pembelajaran sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan manusia. Fisika merupakan salah satu
cabang ilmu pengetahuan alam yang mempelajari fenomena alam sebagai dasar perkembangan teknologi.
Fenomena abad 21 yang ditandai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi
merupakan salah satu pemicu pergeseran dalam dunia pendidikan. Pergeseran pendidikan
abad 21 terjadi karena pergeseran pola pikir dan perilaku dalam penyelenggaraan proses
pembelajaran diantaranya dalam hal model pembelajaran yang digunakan, peran guru dalam
pembelajaran, media pembelajaran,
bahan ajar, dan materi pembelajaran
Fisika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam (IPA) yang banyak memerlukan
pemahaman daripada penghafalan sebagai dasar ilmu dalam mengembangkan teknologi.
Untuk membuat pemahaman tentang fisika secara keseluruhan pada diri siswa dalam
proses pembelajaran, diperlukan suatu bahan ajar inovatif yang dapat memudahkan
penguasaan konsep, prinsip, teori dan hukum dalam fisika. Bahan ajar adalah bahan atau
materi yang disusun oleh guru secara sistematis yang digunakan peserta didik (siswa) di dalam
pembelajaran (Arlitasari, dkk.,2013). Menurut National Center of Competency Based Training
(dalam Prastowo, 2014:16), bahan ajar adalah segala macam bahan baik tertulis maupun tak
tertulis yang disiapkan dan digunakan guru untuk membantu melaksanakan kegiatan belajar
mengajar di kelas
Fisika salah satunya melalui pembelajaran materi suhu dan kalor.Materi suhu dan kalor cukup
penting dalam pembelajaran. Kalor sebagai materi prasyarat dalam konsep termodinamika
yang dibelajarkan pada kelas XI. Beberapa materi yang dibelajarkan pada bab termodinamika
adalah mesin kalor serta perubahan kalor yang terjadi pada suatu sistem. Siswa perlu
memahami konsep kalor dengan benar untuk dapat memahami bab ini karena sebagian besar
yang dibahas tentang kalor. Termodinamika merupakan salah satu cabang ilmu Fisika yang
mempelajari kalor dan perpindahannya (Musyafak, 2013).
Materi suhu dan kalor pada Standar Isi SMA kurikulum 2013 terdapat pada kompetensi dasar
3.8 dan 4.8 kelas X dengan tingkat kemampuan berpikir menganalisis dandimensi pengetahuan
prosedural. Tingkatan menganalisis ini berada pada ranah C4 yang termasuk kemampuan
berpikir kompleks atau Higher Order Thinking (HOT)menurut Bloom (Krathwohl, 2002). Materi
suhu dan kalor ini bersifat prosedural sehingga membutuhkan kegiatan praktikum atau
penyelidikan dalam pembelajaran.
Pertanyaan dengan tingkat kognitif yang cukup tinggi siswa masih kesulitan memahami
pertanyaan tersebut. Siswa mampu mengerjakan soal yang memiliki tingkat kognitif rendah
misalnya jenis soal dengan tingkat kognitif mengingat hingga menerapkan pada aspek kognitif
Bloom. Soal dengan tingkat yang lebih tinggi yaitu pada tingkat soal analisis atau evaluasi,
sebagian besar siswa belum mampu mengerjakan dengan benar. Berdasarkan penjelasan ini
didapatkan bahwa prestasi belajar siswa untuk materi fluida dinamis masih rendah.
Musyafak, A. 2013. Konsepsi Alternatif Mahasiswa Fisika pada Materi Termodinamika. Unnes
Physics Education Journal. vol. 2, 54-60
Dalam mengembangkan keterampilan proses sains, siswa belajar berpikir kritis dan
menggunakan informasi secara kreatif, belajar mengamati, mengorganisir dan menganalisa
fakta-fakta atau konsep, memberikan alasan untuk hasil tertentu, mengevaluasi dan
mengiterpretasikan hasil, menarik kesimpulan dibenarkan dan memprediksi apa yang akan
terjadi jika sesuatu itu harus diubah (Rauf et al,2013:47). Keterampilan proses sains juga
merupakan keterampilan khusus yang dapat menyederhanakan cara belajar IPA, mengaktifkan
siswa, mengembangkan rasa ingintahu dan tanggung jawab dalam pembelajaran,meningkatkan
hasil belajar dan mengajarkan siswa tentang metode penelitian (Karamustafaoglu, 2011:26)
Dalam hubungannya dengan peningkatan hasil belajar, otomatis keterampilan proses sains erat
kaitannya dengan prestasi belajar Fisika. Hal ini karena dalam proses pembelajaran Fisika
tidak hanya berusaha memahami konsep-konsep fisika saja, melainkan memberi kesempatan
pada siswa untuk berpikir konstruktif melalui melalui Fisika sebagai keterampilan proses sains
(KPS), sehingga pemahaman siswa terhadap hakikat Fisika menjadi utuh, baik sebagai proses
maupun sebagai produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memilki prestasi
belajar yang tinggi karena memilki ketrampilan proses sains yang tinggi pula (Mweene, 2012)
Oleh karenanya, dalam usaha untuk mengembangkan keterampilanproses dan penguasaan
konsep, siswa harus berperan aktif dalam pembelajaran dan guru berperan sebagai fasilitator
pembelajaran di kelas. Sebagai seorang fasilitator, guru harus mampu mengarahkan dan
mendorong siswa mencari tahu dari berbagai sumber, mengarahkan siswa agar mampu
merumuskan masalah dan tidak hanya menyelesaikan masalah saja. Siswa diarahkan untuk
berpikir analitis bukan berpikir mekanistis, dan pembelajaran lebih menekankan pada
kerjasama serta kolaborasi dalam menyelesaikan masalah (Kemendiknas 2013).
Salah satu materi pelajaran Fisika yang menuntut siswa dalam penguasaan konsep dan
keterampilan proses sains adalah konsep Suhu dan Kalor. Konsep suhu dan kalor merupakan
konsep yang penting, karena konsep ini merupakan fondasi dasar yang harus dipahami siswa
untuk mempelajari konsep selanjutnya yakni Thermodinamika. Pemahaman konsep suhu dan
kalor juga dapat digunakan siswa dalam materi kelistrikanuntuk memilih bahan-bahan yang
dapat digunakan pada rangkaian listrik(Suparno, 2013:20)
Mweene. 2012. How Pre Service Teacher’s Understand and Perform Science Process Skill.
Eurasia Journal of Mathematics & Technolgy Education, 8(3): 167-176
Keterampilan berpikir kritis merupakan keterampilan atau kekuatan berpikir yang harus
dibangun pada siswa sehingga menjadi suatu kepribadian yang tertanam dalam kehidupan
siswa untuk memecahkan segala persoalan hidupnya dengan cara mengidentifikasi setiap
informasi yang diterimanya serta mampu untuk mengevaluasi dan menyimpulkannya secara
sistematis yang dapat mengemukakan pendapatnya sendiri. Keterampilan ini melibatkan
proses mental yang terorganisasi dengan baik dan berperan dalam proses mengambil
keputusan untuk memecahkan masalah dengan menganalisis dan menginterpretasi data
dalam kegiatan inkuiri ilmiah
Pada pembelajaran problem solving pengetahuan tidak membekas secara statik, tetapi secara
konstan mengembang dan mengubah pengetahuan pebelajar ketika menghadapi pengalaman
baru yang memaksa mereka untuk membangun ulang dan memodifikasi pengetahuan
sebelumnya (Arend, 2012). Menurut pandangan teori belajar kognitif dari Jean Piaget, siswa
kelas eksperimen lebih sering mengalami proses asimilasi dan akomodasi terhadap materi,
sehingga struktur kognitif siswa berkembang. Perkembangan struktur kognitif menandai bahwa
penguasaan konsep siswa berkembang
Arends, Richard. 2009. Learning to Teach 9th. New York: Mc Graw Hill
Fisika merupakan salah satu cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam sehingga memiliki
karakteristik yang berbeda dengan mata pelajaran lainnya. Konsep, prinsip, hukum dan teori
dalam fisika merupakan produk yang diperoleh melalui suatu proses yang sistematis dan
terencana, diawali dari rasa ingin tahu terhadap fenomena alam. Bertanya sebagai wujud rasa
ingin tahu dilanjutkan dengan merumuskan masalah, berhipotesis, merancang dan melakukan
percobaan, pengambilan data serta menyimpulkan hingga diperoleh solusi terhadap
permasalahan yang telah dirumuskan (Astuti dan Setiawan, 2013).
Pembelajaran fisika pada kurikulum saat ini yaitu Kurikulum 2013 menekankan pembelajaran
yang berorientasi pada siswa dengan pendekatan scientific sehingga guru diharapkan mampu
mengembangkan rencana pembelajaran sebaik-baiknya sehingga materi pelajaran dapat tergali
dengan seluas-luasnya serta kemampuan berpikir dan kreativitas siswa. Dengan demikian,
dalam pembelajaran fisika siswa harus terlibat aktif, bertanggung jawab pada dirinya sendiri
dalam mencari, menemukan, memecahkan masalah untuk memahami konsep dan fakta dalam
fisika (Usman dalam Umami dan Jatmiko, 2013)
Dalam pembelajaran fisika, siswa tidak hanya sekedar mendengar, mencatat dan mengingat
dari materi pelajaran yang disampaikan oleh guru, tetapi lebih ditekankan pada kemampuan
peserta didik untuk dapat memecahkan persoalan dan bertindak yaitu melakukan observasi,
bereksperimen, mendiskusikan suatu persoalan, memperhatikan demonstrasi, menjawab
pertanyaan dan menerapkan konsep-konsep dan hukum-hukum untuk memecahkan persoalan
terhadap hal yang dipelajari, serta mengomunikasikan hasilnya. Namun selama ini dalam setiap
pembelajaran sering kali guru menjadi pusat pembelajaran (teachercentered) dan siswa hanya
menjadi objek penerima saja sehingga hanya menerima pengetahuan secara abstrak (hanya
membayangkan) tanpa mengalami sendiri. Selama ini siswa mampu menghapal dan
mengerjakan soal dengan benar, tetapi tidak memahami konsep yang terkandung di dalamnya
Oleh karena itu, proses pembelajaran harus disesuaikan dengan kemampuan yang dibutuhkan
siswa. Proses pembelajaran fisika yang dapat merangsang keaktifan siswa dalam menemukan
pengetahuan dan melatih keterampilan. Pembelajaran fisika yang menumbuhkan sikap rasa
ingin tahun dan keterbukaan terhadap ide-ide maupun berpikir analisis kualitatif serta
memberikan pengelaman langsung terhadap fenomena fisika sehingga akan lebih lama
diingatsiswa (Yulianti et al, 2014). Untuk itu hasil belajar tidak hanya terbatas pada ranah
kognitif, tetapi juga ranah psikomotor dan ranah afektif. Keterampilan psikomotor sangat penting
untuk diajarkan karena dari keterampilan ini, siswa akan lebih mengetahui dan memahami apa
yang telah mereka pelajari.
Fisika merupakan ilmu yang mempelajari perilaku alam dalam berbagai bentuk gejala untuk
memahami apa yang mengendalikan dan menentukan kelakuan tersebut. Berdasarkan hal
tersebut maka belajar fisika tidak lepas dari penguasaan konsep-konsep fisika melalui
pemahaman (Suryono, 2012). Penguasaan konsep merupakan aspek penting yang
dibutuhkan siswa ketika mempelajari fisika. Pemahaman konsep digunakan siswa untuk
memecahkan masalah dalam fisika
(Sabella & Redish, 2004)
Sabella, M., Redish, E. F. 2004. Knowledge Activation and Organization in Physics Problem
-solving. [Download : 21 Februari 2013]
Pembelajaran dengan memecahkan masalah menjadi sangat penting, karena dalam belajar,
peserta didik cepat lupa jika hanya dijelaskan secara lisan, mereka ingat jika diberikan contoh,
dan memahami jika diberikan kesempatan mencoba memecahkan masalah (Steinbach, 2002).
Menurut teori konstruktivisme konsep-konsep fisika sebaiknya dipelajari dengan pendekatan
pemecahan masalah dalammodel pembelajaran inkuirimenggunakan pegamatan dan
percobaan (I Wayan, 2007). Arends (2012), menyatakan bahwa keterampilan pemecahan
masalahdapat dikembangkan dengan pemikiran induktif dan proses inkuiri dengan metode
ilmiah.MenurutYeap T. K (2008), metode ilmiah meliputi: mengidentifikasi dan merumuskan
masalah, menyusun hipotesis, memprediksi konsekuensi hipotesis, melakukan eksperimen
untuk menguji hipotesa, dan merumuskan hukum umum yang sederhana yang diorganisasikan
dari hipotesis, prediksi dan eksperimen
Pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan
suatu solusi/jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik. Kita menemukan banyak masalah
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kita akan membuat suatu cara untuk menanggapi,
memilih, menguji respons yang kita dapat untuk memecahkan suatu masalah (Solso et al.,
2008).
Steinbach, R. 2002. Successful lifelong learning. Alih bahasa: Kumala Insiwi Suryo. Jakarta:
PPM
I Wayan Santyasa. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Jurusan Pendidikan Fisika
FPMIPA Universitas Pendidikan Ganesh makalah Disajikan dalam pelatihan tentang Penelitian
Tindakan Kelas bagi Guru-Guru SMP dan SMA di
Solso, Robert, L, Maclin, Ottoh, Maclin, M., Kimberly. 2008. Cognitive Psycology. Psikologi
kognitif
Terjemahan oleh Mikael Rahardanto
dan Kristianto Batuaji. Erlangga:
Jakarta
Pembelajaran dengan memecahkan masalah menjadi sangat penting, karena dalam belajar,
peserta didik cepat lupa jika hanya dijelaskan secara lisan, mereka ingat jika diberikan contoh,
dan memahami jika diberikan kesempatan mencoba memecahkan masalah (Steinbach, 2002)
Tujuan utama pendidikan adalah untuk membantu siswa belajar dengan cara yang
memungkinkan mereka untuk menggunakan apa yang telah mereka pelajari untuk
memecahkan masalah dalam situasi baru. Singkatnya, pemecahan masalah adalah dasar
untuk pendidikan karena pendidik tertarik dalam meningkatkan kemampuan siswa
Oleh karena itu untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah siswa dalam
pembelajaran fisika yang paling cocok adalah menerapkan pembelajaran berpusat pada siswa
(student centered)menggunakan model pembelajaran inkuiri dengan metode ilmiah yang
didukung oleh media yang tepat guna.
Awang, H. & Ramly, I. 2008. Creative Thinking Skill Approach Through Problem-
Based Learning:Pedagogy and Practice in the Engineering Classroom.International
Journal of Human andSocial Sciences,3(1), hlm. 22-23.
Mason, A. & Singh, C. 2010a. Helping Students Learn Effective Problem Solving
Strategies by Reflecting with Peers. American Journal of Physics, 78(7), hlm. 11-14,
http://dx.doi.org/10.1119/1.3319652, diakses 2 April 2013.
Mason, A.& Singh, C. 2010b. Surveying Graduate Students’ Attitudes and Approaches
to Problem Solving. Physical Review Special Topics - Physics Education Research,
(6) hlm. 1-4. 020124, http://dx.doi.org/10.1103/PhysRevSTPER.6.020124, diakses 7
Maret 2013.
LKS dapat dikembangkan menurut kerangka materi dan keterampilan yang akan diajarkan pada
siswa. Sebagai bagian dari komponen kurikulum, LKS dapat digunakan siswa untuk belajar
memahami materi pelajaran. Selain itu, untuk memfasilitasi siswa belajar keterampilan proses
sains, LKS digunakan untuk mengarahkan siswa dalam melakukan refleksi saat eksperimen
dan pengamatan. LKS dapat memfasilitasi siswa dalam belajar sains melalui aktivitas yang
otentik (Wendell and Lee, 2010). LKS juga dapat digunakan oleh siswa dan guru saat dilakukan
kegiatan diskusi di kelas (Demoin and Jurisson, 2013). Untuk itu perlu dikembangkan LKS yang
dapat memfasilitasi siswa dalam proses pembelajaran fisika yang mengintegrasikan
keterampilan proses sains dan berargumentasi ilmiah
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dikembangkan pada dua bahan kajian, yaitusifat mekanik
serta suhu dan kalor. Komponen yang terdapat dalam LKS meliputi tujuan, permasalahan
argumentatif, identifikasi dan definisi variabel, alat dan bahan, langkah kerja, analisis data
dan jawaban permasalahan argumentatif, penelitian lanjutan, dan kesimpulan. Dengan
kompenen tersebut diharapkan dapat digunakan siswa dalam melakukan kegiatan
pembelajaran, terutama dalam melakukan keterampilan proses sains
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis inkuiri dapat diterapkan untuk
mengajarkan argumentasi (Wilson et al., 2010; Acar dan Patton, 2012; Katchevich et al., 2013)
. Dalam pembelajarannya, diperlukan lembar kerja siswa agar kegiatan yang dilakukan oleh
siswa dapat terarah. Lembar kerja siswa merupakan bagian
Wilson, C. D., Taylor, J. A., Kowalski, S. M., dan Carlson, J. (2010). The relative effects and
equity of inquiry-based and commonplace science teaching on students’ knowledge, reasoning,
and argumentation. Journal of Research in Science Teaching, 47 (3), pp. 276-301
Sedangkan lembar kerja siswa (LKS) tidak dihasilkan melalui kegiatan tersebut. Hampir semua
guru memakai LKS yang sudah terdapat dalam buku yang dijual di pasaran yang juga dibuat
secara umum tanpa memperhatikan strategi atau model pem-belajaran tertentu. Perangkat
pembelajaran yang baik haruslah dirancang secara khusus sesuai dengan strategi atau model
pem-belajaran yang akan diterapkan
Pemecahan masalah selalu melingkupi setiap sudut aktivitas manusia, baik dalam bidang ilmu
pengetahuan, hukum, pendidikan bisnis, olah raga, kesehatan, industri dan sebagainya.
Pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan
suatu solusi/jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik. Kita menemukan banyak masalah
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kita akan membuat suatu cara untuk menanggapi,
memilih, menguji respons yang kita dapat untuk memecahkan suatu masalah (Solso et al.,
2008)
Secara umum, pemecahan masalah didefinisikan sebagai suatu proses penghilangan
perbedaan atau ketidaksesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dan hasil yang
diinginkan (Pramana, 2006). Dengan latihan mengidentifikasi masalah dan memecahkannya,
siswa terlatih untuk dapat menemukan keterampilan-keterampilan metakognisi atau
keterampilan berpikir tingkat tinggi