Anda di halaman 1dari 11

TINJAUAN HUKUM AKTA

PENGAKUAN ANAK DAN


PERANANNYA DALAM
MASYARAKAT
Diajukan sebagai tugas pengganti Ujian Tengah Semester Gasal 2017 Mata Kuliah Pembuatan Akta Hukum
Perorangan dan Keluarga

YOHANES DHARMALY – 1606848080

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PASCA SARJANA KENOTARIATAN

DEPOK

2017
I. PENDAHULUAN

Orang tua adalah orang pertama yang memiliki tanggung jawab yang besar
untuk memelihara dan memberikan pendidikan serta kasih saying kepada seorang
anak, Anak yang yang dilahirkan dalam suatu keluarga haruslah dilihat sebagai
penerus keturunan dalam keluarga tersebut, sekaligus juga sebagai penerus
haarapan bangsa ini.

Salah satu hal yang dapat membantu anak berkembang dengan baik
adalah dengan adanya kepastian hukum mengenai anak, baik anak sah maupun
anak luar kawin. Status anak yang jelas ini akan membuat anak mendapat
perlindungan status hak-hak yang legal seperti dalam hal kelangsungan
pendidikan anak dan kehidupan anak di masa yang akan datang.

Anak dalam hukum perdata dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:

1. Anak Sah

Anak sah adalah anak yang terlahir dari atau sebagai akibat
perkawinan.12 Anak sah terlahir bukan hanya karena adanya hubungan biologis
antara si ayah dan ibu, tetapi juga terdapat hubungan hukum diantara keduanya
(ada perkawinan yang sah). Anak sah memiliki hubungan hukum dengan kedua
orang tuanya. Hal ini dibuktikan dengan tercantumnya nama ayah dan ibunya
dalam akta kelahirannya.

2. Anak Luar Kawin

Anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan diluar perkawinan.13Anak


luar kawin terlahir hanya karena hubungan biologis dari laki-laki dan
perempuan, tanpa ada ikatan perkawinan yang sah. Adapun hubungan
hukum si anak luar kawin hanya terikat pada si ibu, hal ini terlihat jelas
pada akta kelahiran anak luar kawin yang hanya mencantumkan nama si
ibu.

Anak luar kawin dalam arti luas sering disebut juga anak tidak sah.
Sedangkan dalam arti sempit anak luar kawin yaitu anak yang dilahirkan dan

1
hasil hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang kedua-
duanya tidak terikat perkawinan dengan orang lain dan tidak ada larangan untuk
saling menikahi, anak-anak yang demikianlah yang bisa diakui secara sah oleh
ayahnya (Pasal 280 KUHPerdata).

Perkawinan dapat dilihat sebagai suatu lembaga hukum yang


mempersatukan dua insan manuai yang berbeda jenis kelamin setelah memenuhi
persyaratan tertentu, perkawinan juga dapat dilihat sebagai perbuatan hukum yang
menimbulkan dampak hukum yakni lahirnya hak dan kewajiban hukum yang perlu
dipertimbangkan dalam melaksanakannya.

Pasal 2 ayat (1) Undang Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
disebutkan bahwa1, “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agama dan kepercayaan itu”. Kemudian dalam ayat (2) nya
disebutkan bahwa: “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut undang-undang dengan
dihadiri oleh pegawai pencatat nikah”. Keadaan yang demikian dapat dijelaskan
sebagai keadaan yang ideal dimana dalam perkawinan tersebut, anak yang
dicatatkan dalam perkawinan merupakan anak yang sah dan dengan sendirinya
berlaku hak dan kewajiban sebagai orang tua kepada anak yang bersangkutan,
tetapi hal ideal tersebut tidak selalu terjadi, acapkali terjadi perkawinan yang tidak
dicacatkan namun terdapat anak dalam perkawinan tersebut, yakni anak diluar
kawin.

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan


Anak menyatakan yang dimaksud dengan Perlindungan anak adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaann, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.

1
Indonesia, Undang-Undang Perkawinan, UU No. 1 Tahun 1974, LN No. 1 Tahun 1974, ps 2
.

2
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 19992 Tentang Hak Asasi
Manusia menjelaskan mengenai “Seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib di hormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara,
hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia.”

Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1974 menyebutkan bahwa


“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum
yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan
hukum.”

Selanjutnya menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Anak luar


kawin merupakan anak yang dilahirkan dari hubungan antara seorang laki-laki dan
seorang perempuan diluar pernikahan yang sah. Sah disini di artikan bahwa di akui
secara hukum Negara. Predikat sebagai anak luar kawin tentunya akan melekat
pada anak yang dilahirkan di luar pernikahan tersebut.

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pengertian anak luar kawin


dibagi menjadi dua macam yaitu sebagai berikut:

1. Anak luar kawin dalam arti luas adalah anak luar pernikahan Karena
perzinahan dan sumbang.
Anak zina adalah anak yang dilahirkan dari hubungan luar nikah antara
laki-laki dan perempuan dimana salah satunya atau keduanya terikat pernikahan
dengan orang lain.

Sementara anak sumbang adalah anak yang dilahirkan dari hubungan


antara laki-laki dan seorang perempuan yang antara keduanya berdasarkan
ketentuan Undang-undang ada larangan untuk saling menikahi.

2. Anak Luar Kawin dalam arti sempit adalah anak yang dilahirkan di luar
pernikahan yang sah.

2
Indonesia, Undang-Undang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999, Lembaran Negara RI tahun
1999 No. 165 Tambahan Lembaran Negara No. 3886, pasal 1

3
Status anak sebagai anak yang dilahirkan diluar pernikahan yang sah
merupakan suatu masalah bagi anak luar kawin tersebut, karena mereka tidak
bisa mendapatkan hak-hak dan kedudukan sebagai anak pada umumnya seperti
anak sah karena secara hukumnya mereka hanya memiliki hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya.

Anak luar kawin tidak akan memperoleh hak yang menjadi kewajiban
ayahnya, karena ketidakabsahan pada anak luar kawin tersebut.
Konsekuensinya adalah laki-laki yang sebenarnya menjadi ayah tidak memiliki
kewajiban memberikan hak anak tidak sah. Sebaliknya anak itu pun tidak dapat
menuntut ayahnya untuk memenuhi kewajibannya yang dipandang menjadi hak
anak bila statusnya sebagai anak tidak sah.

Ketentuan hukum memungkinkan Anak Luar kawin dapat memperoleh


hubungan perdata dengan ayahnya, yaitu dengan cara memberi pengakuan
terhadap anak luar kawin tersebut. Di dalam pasal 280-281 KUHPerdata
menegaskan bahwasannya dengan pengakuan terhadap anak di luar kawin,
terlahirlah hubungan perdata antara anak itu dan bapak atau ibunya. Pengakuan
terhadap anak di luar kawin dapat dilakukan dengan suatu akta otentik, bila
belum diadakan dalam akta kelahiran atau pada pelaksanaan pernikahan.

Pasal 280 KUHPerdata, yang mengatakan bahwa dengan pengakuan


yang dilakukan terhadap seorang anak diluar kawin, timbullah hubungan
perdata antara anak dan bapak atau ibunya. Hal ini berarti, bahwa antara anak
luar kawin dan “ayah” (biologisnya) maupun “ibunya” asasnya tidak ada
hubungan hukum. Hubungan baru ada kalau “ayah” dan atau “ibunya”
memberikan pengakuan, bahwa anak itu adalah anaknya. Dengan demikian,
tanpa pengakuan dari ayahnya dan atau ibunya, pada asasnya anak itu bukan
anak siapa-siapa, ia tidak mempunyai hubungan hukum dengan siapapun.

Kedudukan anak luar kawin di dalam hukum ternyata inferius (lebih


jelek/rendah) dibanding dengan anak sah. Anak sah pada asasnya berada
dibawah kekuasaan orang tua (Pasal 299 KUHPerdata), sedangkan anak luar
kawin berada dibawah perwalian (Pasal 306 KUHPerdata) Hak bagian anak sah

4
dalam pewarisan orang tuanya lebih besar daripada anak luar kawin (Pasal 863
KUHPerdata) dan hak anak luar kawin untuk menikmati warisan melalui wasiat
di batasi (Pasal 908 KUHPerdata).

Pengakuan anak luar luar kawin yaitu suatu pengaturan yang dilakukan
seseorang dengan cara yang ditentukan Undang-undang bahwa ia adalah
bapaknya atau ibunya seorang anak yang telah dilahirkan diluar perkawinan.

5
II. PEMBAHASAN

Pengakuan Anak luar kawin menjadi anak sah dapat dilakukakan


dengan melakukan pengakuan anak yang dilahirkan dengan di luar perkawinan
yang biasa dikenal juga dengan proses pengakuan anak luar kawin, proses yang
demikian dapat dilakukan oleh ayah atau iobunya atas anak yang lahir di luar
perkawinan, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 43 Undang- Undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tersebut, selain itu juga dikenal pengakuan
terhadap anak luar kawin yang dilakukan oleh bapak perlu persetujuan ibu
biologisnya, dan hal tersebut hanya dapat dimungkinkan dilakukan apabila
pengakuan yang dilakukan oleh seorang pria, sepakati oleh wanita tersebut.

Dalam KUHPerdata dikenal dua jenis pengakuan anak yakni

a. Pengakuan secara sukarela;


Yakni pengakuan yang merupakan pernyataan kehendak yang
dilakukan seseorang menurut cara-cara yang ditentukan dalam
Undang-Undang
b. Pengakuan secara terpaksa
Diatur dalam Pasal 287, Pasal 288, dan 289 KUHPerdata, dimana
dalam hal ini dilakukan atas konsekeunsi putusan pengadilan oleh
hakim dalam hal perkara gugatan kedudukan anak, yang dilakukaan
atas dasar persangkaan bahwa seorang pria adalah ayah dari anak
yang bersangkutan.

Mengenai Prosedur pengangkatan anak yang dikenal dalam Pasal 49


Undang-Undang Nomor 2006 Tentang Administrasi Kependudukan ditegaskan
bahwa pencatatan pengakuan anak sebagai berikut:

a. Pengakuan anak wajib dilaporkan oleh orang tua pada


instansi pelaksanaan Paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal surat pengakuan anak oleh ayah dan disetujui oleh
ibu dan anak yang bersangkutan

6
b. Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
di kecualikan bagi orang tua yang agamanya tidak
membenarkan pangakuan anak yang lahir diluar hubungan
pernikahan yang sah.
c. Berdasarkan laporan sebagimana dimaksud pada ayat (1),
pejabat pencatatan sipil mencatat pada register Akta
Pengakuan Anak dan menerbitkan kutipan Akta Pengakuan
Anak.

Selanjutnya Undang-undang tersebut menegaskan pencatatan


pengesahan anak dalam Pasal 50 Undang-Undang No.23 Tahun 2006

a. Setiap pengesahan anak wajib dilaporkan oleh orang tua


kepada Instansi pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sejak ayah dan ibu dari anak yang bersangkutan melakukan
perkawinan dan mendapatkan akta perkawinan.
b. Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan bagi orang tua yang agamanya tidak
membenarkan pengesahan anak yang lahir diluar hubungan
perkawinan yang sah.
c. Berdasarkan laporan pengesahan anak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pejabat pencatatan sipil membuat
catatan pinggir pada akte kelahiran.

Berdasarkan Pasal 281 KUHPerdata, pengakauan anak luar kawin dapat


dilakukan dengan 3 cara sukarela yaitu:

a. Dalam akta Kelahiran anak yang bersangkutan;

Pengakuan yang dilakukan oleh ayah, yang namanya


disebutkan dalam akta kelaihran anak yang bersangkutan,
pada waktu si ayah melaporkan kelahiranny

b. Di dalam akta perkawinan oprang tuanya;

7
Lelaki dan perempuan yang melakukan hubungan di luar
nikah dan menghasilkan anak luar kawin, kemduain
memutuskan untuk meinkah secara sah dan sekaligus
mengakui anak luar kawinnya
c. Di dalam Akta Otentik
Pengakuan yang demikian baru sah diberikan apabila
dilakukan dihadapan seorang notaris atau Pegawai
Pencatatan Sipil ( dalam surat lahir, akta perkawinan,
maupun dalam akta tersendiri), padahal keduanya adalah
sama pejabat Umum, yang memang diberikan kewenangan
Khusus UIntuk membuat akta-akta seperti itu, maka dapat
dikta katakana bahwa pengakuan anak luar kawin harus
diberikan dalam akta otentik.

8
III. KESIMPULAN

Pengakuan anak luar kawin merupakan pengakuan seseorang baik


bapak atau ibu dari anak luar kawin dimana pengakuan anak luar kawin ini
harus memenuhi syarat-syarat dan cara-cara yang ditentukan oleh Undang-

Undang. Akibat dari terjadinya hubungan perdata antara anak dengan


bapak atau ibu yang mengakuinya. (Pasal 280 K.U.H.Perdata). Dengan
mengingat Pasal 43 Undang-Undang Perkawinan.

Dalam Pasal 284 K.U.H.Perdata menerangkan bahwa adannya


pengakuan terhadap anak luar kawin mengakibatkan status anak tersebut
menjadi anak luar kawin yang diakui antara lain menimbulkan hak dan
kewajiban, pemberian ijin kawin, kewajiban pemberian nafkah, perwalian anak,
anak dapat memakai nama keluarga dan mewaris.

Pengakuan anak luar kawin diatur dalam Pasal 281 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, dilakukan dengan cara:

1. Akta Kelahiran:
dengan mencatatkan nama bapaknya sebagai
bapak dari anak luar kawin tersebut dalam akta
kelahiran.
2. Pada saat perkawinan berlangsung:
si laki-laki mengakui ”bahwa anak luar kawin saya
dari wanita...dengan perkawinan ini resmi menjadi
anak sah” , kemudian dicatatkan ke Catatan Sipil
untuk dirubah akta kelahirannya.
3. Dengan akta otentik sebelum perkawinan
berlangsung:

9
dibuatkan dengan akta Notaris atau Catatan Sipil,
kemudian kita mintakan Penetapan/didaftar di
Pengadilan

Pengakuan anak luar kawin ini hanya dilakukan dengan salah satu cara
saja. Dan pengakuan ini harus dengan (ada) persetujuan dari ibu si anak, karena
berdasarkan Pasal 43 Undang-Undang Perkawinan, anak yang dilahirkan secara
otomatis mempunyai hubungan perdata dengan ibunya. Jadi dalam pembuatan
akta tersebut ibu harus hadir untuk memberi persetujuannya. Tetapi dengan akta
tersebut pengakuan belum terjadi. Jadi pengakuan dalam akta Notaris baru
pengakuan secara perdata saja, tetapi kita harus mengesahkannya secara negara
dengan didaftarkan di Pengadilan.

Peran Notaris di sini adalah dalam membuat aktanya. Dimana


mencatatkan. Keinginan dari seorang laki-laki secara dokumen negara untuk
mengakui anak luar kawin dia dengan seorang wanita. Karena Notaris adalah
pejabat yang diangkat untuk mengesahkan kesepakatan (Pasal 15 Undang-
Undang Jabatan Notaris). Notaris dalam bertindak harus netral, kalau para
pihak sudah sepakat maka Notaris hanya menuangkan kesepakatan tersebut
dalam akta asalkan sesuai dengan:

a. prosedur hukum;
b. persyaratan telah dipenuhi;
c. teknis prosedur akta telah sesuai dengan Undang-
Undang.
Sehingga demikian dapat disimpulkan bahwa peran akta notaris dalam
hal pengangkatan anak diluar kawin tidak terlalu signifikan dalam praktek,
sebab selain notaris sebagai pejabat umum juga terdapat dalam praktek
pengangkatan anak yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil dalam hal ini
adalah Pegawai Dinas Kependudukan setempat.

10

Anda mungkin juga menyukai