Anda di halaman 1dari 10

Limbah Kelapa Sawit Beserta Penanganannya

1. Tandan kosong (Tankos)


Tankos merupakan sisa dari TBS yang telah dipisahkan dari brondolnya. Di PT. Condong
Garut, tandan kosong dimanfaatkan sebagai mulsa untuk tanaman kelapa sawit.
Pengaplikasian mulsa ke lahan dilakukan dengan mengangkut tandan kosong dari pabrik
menggunakan truk dan diaplikasian langsung ke tanah di sekitar tanaman sawit.
Mulsa alami ini diharapkan dapat memberikan unsur hara tambahan bagi tanaman kelapa
sawit sekaligus dapat menahan tumbuhnya gulma di sekitar tanaman, agar tidak terjadi
kekurangan unsur hara yang diakibatkan terambil oleh gulma.

Gambar sekian. Pengangkutan tandan kosong ke lahan kelapa sawit.


2. Fiber
Merupakan sisa pengolahan kelapa sawit hasil pemisahan antara minyak, nut, dan fiber
atau serat di screw press. Fiber dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk boiler. Panas yang
dihasilkan oleh boiler akan memanaskan air sehingga terbentuk steam yang dimanfaatkan
untuk menjalankan mesin-mesin pengolahan kelapa sawit di PT. Condong Garut.
Selain itu, fiber juga digunakan unutk menutupi lantai yang terkena tumpahan atau tetesan
minyak di dalam pabrik agar tidak menyebabkan kecelakaan yang tak diinginkan.
3. Cangkang
Cangkang merupakan bagian terluar dari biji kelapa sawit yang telah dipisahkan dari
fiber. Setelah dipisahkan antara kernel dan cangkang, kernel akan diolah menjadi PKO dan
cangkang akan dimanfaatkan kembali sebagai bahan bakar untuk Boiler.
4. POME
POME atau Palm Oil Mill Effluent merupakan limbah cair yang dihasilkan dari
pengolahan kelapa sawit. Limbah cair dihasilkan dari beberapa proses. Pada saat perebusan,
air kondensat yang dihasilkan akan menghasilkan kandungan limbah. Begitu pula air pada
proses di stasiun klarifikasi dan sludge separator. Ketiga stasiun inilah yang menghasilkan
limbah POME paling besar diantara stasiun lainnya. berikut adalah jumlah limbah cair yang
dihasilkan per ton TBS yang diolah.
Stasiun rebusan 0,35 m3/ton
Stasiun klarifikasi 0,75 m3/ton
Sludge separator 0,20 m3/ton
Lain-lain 0,10 m3/ton
Total limbah cair 0,70 m3/ton
Rata-rata penggunaan air tiap bulan 0,70 m3 m3/ton TBS
Sumber : PT. Condong Garut

Di PT. Condong Garut, jumlah TBS diolah perhitungan 2 shift 400 ton/hari sehingga
limbah cair yang dihasilkan sebesar 0,70 m3 limbah/ton TBS x 400 ton TBS = 280 m3/hari
pada kondisi produksi puncak (saat ini limbah cair yang dihasilkan rata-rata hanya  100
m3/hari.). Pada waktu produksi rendah, limbah yang dihasilkan adalah sebesar 7 jam x 20 ton
TBS/jam x 0,70 m3 limbah/ton TBS = 98 m3/hari.
Air limbah yang dihasilkan memang tidak mengandung zat kimia berbahaya, akan
tetapi kandungan BOD dan COD yang dihasilkan sangat tinggi dan jika langsung dibuang
begitu saja maka akan menjadi beban pencemar yang berat terhadap lingkungan. Menurut
Rahardjo (2005) dalam Wahyuni, dkk. (2016), POME mengandung COD sebesar 25.000-
36.000 mg/L dan BOD sebesar 23.000-32.000 mg/L. Menurut Peraturan Kementrian
Lingkunan Hidup (2014) dalam Wahyuni, dkk. (2016), nilai COD yang memenuhi nilai baku
mutu adalah sebesar 350 mg/L dan nilai BOD sebesar 100 mg/L.
Untuk mengurangi nilai BOD dan COD maka digunakan IPAL (Instalasi Pengolahan
Air Limbah). IPAL yang digunakan menggunakan teknologi sederhana berupa kolam
terbuka. prinsip dari kolam IPAL memanfaatkan proses biologi pada kolam anaerobik.
Kolam didesain dengan kedalaman 3 hingga 5 meter dengan tujuan agar tidak banyak
oksigen terlarut atau DO (Dissolved Oxygen) pada air yang tertampung di dalamnya. Agar
oksidasi anaerob dapat dilakukan, maka kehadiran oksigen tidak diharapkan pada tahap ini.
Setiap kolam anaerobik beroperasi selama 30-40 hari dengan resirkulasi dan penambahan
lumpur aktif berdasarkan aliran kontinu. (Bagian Pengelolaan Limbah dan Lingkungan Hidup
PT. Condong Garut, 2013)
 Sludge Pit dan Fat Pit
Seluruh limbah cair dari proses industri kelapa sawit akan dialirkan menuju ke sludge pit.
Sludge pit berfungsi untuk penampungan sementara limbah cair. Hal ini disebabkan karena
limbah cair masih memiliki kandungan minyak yang dapat dikutip kembali untuk masuk ke
dalam stasiun klarifikasi. Minyak yang mengambang di atas sludge pit akan diakumulasikan
ke Fat Pit yang nantinya akan dialirkan kembali ke klarifikasi. Sedangkan bagian zat cair
yang berada di dasar sludge pit akan dialirkan menuju cooling pit.

Gambar sekian Sludge Pit


 Cooling pit
Cooling pit adalah sebuah saluran berbentuk parit yang berfungsi untuk mengalirkan
limbah cair POME menuju kolam IPAL. Pada cooling pit, air limbah yang berdasarkan
pengukuran bersuhu 70 hingga 80 C, akan diturunkan suhunya secara alami di udara terbuka
hingga mencapai suhu 35 hingga 40 C.
Tujuan dari pengurangan suhu adalah agar bakteri yang berada di kolam IPAL tidak rusak,
sehingga pengolahan POME akan berjalan dengan optimum.
Gambar sekian Cooling pit
 Kolam Anaerobik I
Merupakan kolam pertama dari IPAL kelapa sawit PT. Condong Garut. Pada kolam ini,
POME akan didekomposisi oleh bakteri anaerob menjadi endapan dan scum. Scum akan
mengambang di bagian paling atas kolam dan jika ketebalan sudah mencapai 30cm maka
scum akan diambil dan dikeringkan, untuk dimanfaatkan kembali menjadi pupuk organik
karena memiliki kandungan unsur hara yang tinggi.
Selain itu, di kolam ini juga dihasilkan gas metan hasil perombakan POME oleh bakteri
anaerob. Gas metan ini akan langsung terbuang bebas ke udara melalui retakan-retakan scum.
Perombakan secara anaerob ditandai dengan aroma tidak sedap yang muncul dari kolam. Hal
ini disebabkan karena nilai BOD sangat tinggi dimana DO akan habis dan aktivitas
pertukaran gas tidak lagi terjadi secara aerob. Jika air limbah ini langsung dibuang ke
perairan bebas, maka oksigen pada perairan akan habis karena nilai BOD yang sangat tinggi
dari POME dan menyebabkan nilai DO menurun drastis, dan akan memusnahkan ekosistem
perairan. DO sangat diperlukan tanaman dan hewan air untuk pernafasan dan jika tidak
tersedia maka kepunahan ekosistem tidak dapat dihindari.
 Kolam Anaerobik II
Merupakan kolam kedua dimana limbah akan dialirkan kembali menuju kolam ini. bakteri
dimanfaatkan untuk dekomposisi di tahap ini dengan tujuan menghindari dihasilkannya gas
metan dan untuk menjernihkan air limbah.
 Kolam anaerobik III
Pada kolam ini, air limbah kembali diolah oleh bakteri anaerobik, dan sudah tidak banyak
terbentuk scum pada kolam ini. air limbah yang sudah keluar dari kolam ini sudah lebih
bersih dari air limbah di kolam sebelumnya dan akan dialirkan ke kolam fakultatif.
 Kolam Fakultatif I
Merupakan kolam peralihan antara aplikasi lahan dan pengolahan anaerobik. Pada kolam ini
sudah tidak terjadi perombakan dengan reaksi anaerobik dan terdapat beberapa tanaman
seperti kangkung air, yang tumbuh dengan kondisi subur.
Pada dasarnya, salah satu ciri dari banyaknya zat organik pada perairan adalah ditandai
dengan ledakan populasi tanaman air, misalnya eceng gondok atau alga perairan, yang
disebut dengan eutrofikasi. Jika tidak terjadi ledakan populasi, maka dapat dikatakan bahwa
kandungan zat organik pada kolam ini tidak berlebihan dan tidak akan mencemari perairan
dengan berat jika memasuki badan air. Akan tetapi masih belum cukup bersih, sehingga
diperlukan perlakuan tambahan untuk pengolahan air limbah ke tahapan selanjutnya.

 Kolam Fakultatif II
Pada kolam ini, air sudah bersih dari beban pencemar. Air pada kolam ini sudah dapat
dipindahkan ke kolam fakultatif III sebagai kolam tahap akhir dari instalasi pengolahan air
limbah pengolahan kelapa sawit.

 Kolam Fakultatif III


Merupakan kolam tahap akhir IPAL. Air limbah yang diolah di PT. Condong Garut tidak
dialirkan ke badan air secara langsung, akan tetapi dilakukan pengaplikasian ke lahan atau
land application. Air dair kolam ini akan dipompa dan dialirkan ke kolam distribusi untuk
disebar ke lahan area afdeling Gunung Sulah.
 Land application
Pemanfaatan air limbah untuk pengaplikasian ke lahan bertujuan untuk menambah unsur hara
bagi tanaman di lahan. pengaplikasian memanfaatkan pompa dengan kapasitas 18000 liter/
jam.

5. Bungkil (side product)


Hasil pengepressan kernel akan menghasilkan PKO (Palm Kernel Oil) dan juga bungkil,
yang merupakan bagian dari zat padat yang dihasilkan sebagai produk sampingan dari
pengolahan PKO. Bungkil dimanfaatkan untuk tambahan pakan ternak.
PROPER
PROPER adalah Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan
Lingkungan yang dikembangkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) sejak tahun
1995. Setiap perusahaan yang didirikan di Indonesia perlu untuk memenuhi standar yang
telah ditetapkan. Penilaian PROPER memiliki 5 nilai, yaitu Emas sebagai nilai tertinggi, lalu
hijau, biru, merah, dan hitam. PT. Condong Garut pada saat ini telah masuk ke dalam
kategori biru.
Teradapat empat kriteria penilaian dalam PROPER, yaitu :
1. Dokumen lingkungan
2. Pengendalian pencemaran air (PPA)
3. Pengendalian pencemaran udara (PPU)
4. Pengelolaan limbah B3

A. Pengendalian Pencemaran Air (PPA)


Untuk industri yang memanfaatkan limbah hasil pengolahan dari outlet dan
memenuhi baku mutu diperbolehkan, kecuali dari kegiatan hotel, rumah sakit, dan
industri pengolahan limbah domestik.
B. Pengendalian Pencemaran Udara (PPU)
- Jumlah dna lokasi titip pantau udara harus sesuai dengan yang tercantum pada
dokumen lingkungan
- Wajib menghitung laju alir
- Wajib melakukan pelaporan hasil perhitungan beban emisi
- CEMS wajib memiliki Quality Assurance
- Pengukruan emisi sesuai perlakukan berlaku
- Melakukan audit energi setiap lima tahun dengan konsumsi energi ≥6000
ton/tahun.
C. Pengelolaan Limbah B3 (PLB3)
- Perusahaan wajib bekerjasama dengan pihak ketiga yang memiliki izin
pengumpulan, pengolahan/pemanfaatan/penimbunan.
- Perusahaan wajib bekerjasama dengan pihak ketida yang memiliki izin dari
Dinas Perhubungan
- Perusahaan wahib bekerjasama denagn pihak ketida yang memiliki
rekomendasi dari KLHK.
(gambar mekanisme proper)

(gambar jadwal proper)

1. Dokumen Lingkungan
Dokumen Lingkungan diatur dalam PP LH No. 27 Thn 2012 tentang izin lingkungan.
Komponen aspek penilaian adalah memiliki dokumen lingkungan atau izin lingkungan,
melaksanakan ketentuan dalam dokumen lingkungan (termasuk luas daerah dan kapasitas
serta pengelolaan lingkungan terutama aspek pengendalian pencemaran air, pengendalian
pencemaran udara, dan pengelolaan LB3), dan melaporkan pelaksanaan dokumen lingkungan
(terutama aspek pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara, dan
pengelolaan LB3).
Untuk memenuhi kriteria PROPER biru, maka setidaknya perlu memenuhi komponen
aspek penilaian. Jika tidak melaksanakan ketentuan dokumen lingkungan dan tidak
melakukan pelaksanaan dokumen lingkungan termasuk tidak melakukan pemantauan air laut
dan badan air maka akan dikategorikan ke dalam PROPER kategori merah. Sedangkan jika
tidak memiliki dokumen lingkungan sama sekali maka akan masuk ke dalam kategori hitam.
2. Kriteria ketaatan terhadap parameter baku mutu air limbah
Untuk dapat dikategorikan ke dalam kategori biru, suatu perusahaan harus memenuhu
100% parameter baku mutu air limbah yang dipantau, pengecualian untuk industri kelapa
sawit yang menerapkan aplikasi lahan diberi toleransi hingga >90%, melaukan pengukuran
parameter baku mutu air limbah harian dan beban pencemar. Jika persyaratan ini tidak
dipenuhi maka akan masuk kategori merah dan hitam.
3. Kriteria ketaatan terhadap sumber emisi
Untuk dapat dikategorikan ke dalam kategori bitu, perlu dilakukan pemantauan 100%
pada cerobong emisi. Jika kurang dari 100% maka akan masuk ke kategri merah, dan
jika tidak melakukan pemantauan maka akan diberi kategori hitam.
Pengecualian untuk agroindustri menurut Kepmen LH nomor 13 Tahun 1995 terdapat
tiga sumber emisi yang tidak wajib pantau :
1. Cerobong yang mengalirkan udara masuk, udara keluar dan kegiatan yang
mengeluarkan uap.
2. genset yang berkapasitas kurang dari 100 HP beroperasi dibawah 1000 jam/th yang
digunakan untuk kegiatan darurat yang beroperasi kurang dari 200 jam per tahun dan
yang digunakan untuk penggerak derek dna peralatan las.
3. cerobong gas buang pada laboratorium.
Di PT. Condong Garut, tidak dilakukan pengujian genset karena beroperasi dibawah
200 jam per tahun dan hanya untuk kegiatan darurat. Udara yang diuji adalah emisi
yang dihasilkan dari boiler.

4. Pengelolaan Limbah B3
Terdapat aspek penilaian pengelolaan limbah B3 yaitu
- Identifikasi dan pendataan
- Pelaporan
- Status perizinan
- Pemenuhan ketentuan izin
- Struktur dan tanggungjawab
- Open dumping, open burning pemulihan lahan terkontaminasi, jumlah limbah
B3 yang dikelola, pengelolaan limbah B3 oleh pihak ketiga, dumping dan
pengelolaan limbah B3 cara tertentu.
Untuk memenuhi kriteria biru, maka seluruh limbah yang berpotensi menjadi limbah
B3 teridentifikasi, terkodifikasi, dan terdata pengelolaannya. Jika tidak terpenuhi
maka akan masuk ke kategori merah dan hitam.
Di PT. Condong Garut tidak ada pengolahan limbah, maka dari itu dilakukan
kerjasama dengan pihak ketiga yang direkomendasikan KLHK dan memiliki izin
Dinas Perhubungan untuk mengelola limbah B3 yang dihasilkan. Terdapat tempat
penyimpanan sementara (TPS) yang berfungsi untuk menyimpan limbah B3 hingga
waktu pengangkutan. Terdapat masa simpan maksimum limbah B3, sebagai berikut :
- Limbah B3 yang dihasilkan 50kg per hari atau lebih memiliki waktu simpan
maksimum 90 hari sejak limbah dihasilkan
- Limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 kg per hari untuk limbah B3
kategori 1 memiliki waktu simpan maksimum 180 hari sejak limbah
dihasilkan
- Limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 kg per hari untuk limbah B3
kategori 2 dari sumber tidak spesifik dan dari sumber spesifik umum memiliki
waktu simpan maksimum 365 hari sejak limbah dihasilkan
- Limbah B3 kategori 2 dari sumber spesifik khusus memiliki waktu sumpan
maksimum 365 hari sejak limbah B3 dihasilkan.

Industri sawit termasuk ke dalam kategori tidak spesifik, dan di PT. Condong
Garut, limbah B3 yang dihasilkan tidak lebih dari 50kg per hari maka memiliki
waktu simpan maksimum 365 hari sejak limbah dihasilkan. Limbah B3 yang
dihasilkan di PT. Condong Garut berupa oli, lampu TL, cartridge printer, filter oli,
dan Aki bekas.

Anda mungkin juga menyukai