Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Salah satunya karena pengidap difteri tidak hanya terjadi pada anak-anak
saja, tetapi juga orang dewasa. Dalam catatan Subuh, korban difteri paling
muda berumur 3,5 tahun dan usia paling tua 45 tahun.
Difteri bukanlah penyakit baru. Ia sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan
telah mewabah di banyak negara. Ia juga disebut sebagai penyakit masa
lalu sejak difteri diperkenalkan pada tahun 1920-an dan 1930-an.
Namun, penyakit masa lalu ini kembali pada 2017. Selain Indonesia,
negara lain yang terserang wabah difteri pada tahun ini adalah Bangladesh
dan Yaman. Untuk kedua negara itu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah
mengirimkan antitoksin.
Oleh karena itu, ia dinamakan tipe Typhoid Mary, yakni kondisi di mana
seseorang tidak sadar sudah memiliki bibit bakteri tersebut.
Seperti flu, difteri menyebar lewat udara, terlebih saat ada orang yang
sedang batuk atau bersin. Jika pada anak-anak, mereka dapat terjangkit
karena mainannya yang telah terkontaminasi.
Baca Juga: Punya 1.000 Dosis Obat Difteri, Kemenkes Imbau agar Tak
Khawatir
Setelah beberapa hari, bakteri ini dapat membunuh begitu banyak sel
sehingga jaringan yang mati tadi membentuk lapisan keabu-abuan di
hidung dan tenggorokan. Akibatnya, seseorang yang terinfeksi difteri akan
sulit bernafas dan menelan.
Jika racun masuk ke aliran darah, maka difteri dapat ditransfer menuju
organ vital seperti jantung dan ginjal. Pada akhirnya, penyakit ini dapat
menyebabkan kerusakan saraf, kelumpuhan, dan gagal napas.
Menariknya, ada dua lapisan infeksi yang terjadi di sini. Di balik bakteri
yang menginfeksi manusia, ada virus yang menginfeksi bakteri tersebut
sehingga menciptakan toksin.
Mengatasi difteri
Vaksin difteri yang sudah dibuat sejak tahun 1920-an membantu sistem
kekebalan tubuh untuk mengenali toksin. Dewasa ini, orang mendapatkan
vaksin difteri dalam vaksin DPT (Difteri, Pertusis, dan Tetanus).
Di Indonesia sendiri vaksin ini diberikan sebanyak lima kali, yaitu saat bayi
berusia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 18 bulan, dan usia 4 sampai 6 tahun. Bila
vaksin yang diterima sudah lengkap, seseorang dapat terhindar dari
penyakit tersebut.
Selain itu, juga disarankan melakukan vaksinasi untuk orang dewasa
setiap 10 tahun sekali, meskipun beberapa penelitian mengatakan bahwa
tambahan setiap 30 tahun sekali sudah dirasa cukup.
Namun, menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di AS,
meski seseorang dengan difteri telah mendapatkan pengobatan, dia masih
berpeluang meninggal. Rasionya yakni satu dari 10 orang untuk dewasa
dan satu dari lima untuk anak balita.
Salah satu alasan dan faktor utama infeksi dapat muncul kembali adalah
karena vaksinasi yang dilakukan saat masih bayi atau balita di bawah 80
persen. Penolakan vaksin masih ada.
Selain vaksin, faktor kekurangan gizi dan buruknya perawatan medis juga
dapat memicu munculnya penyakit ini.
Oleh sebab itu, bukan tidak mungkin jika penyakit yang telah hilang ini
sewaktu-waktu dapat muncul kembali.
Di Indonesia sendiri, penyakit ini disebut sudah hilang pada tahun 1990-an.
Nyatanya, difteri muncul lagi dan mewabah. Sejak Januari hingga
November 2017 sudah ada 593 kasus laporan difteri dan 32 kematian di 20
provinsi Indonesia. Hal ini meningkat sekitar 42 persen dari tahun 2016 di
mana ada 415 kasus dengan 24 kematian.
Imunisasi ulang difteri mulai hari ini (11/12/2017) oleh Kementerian Kesehatan RI