Anda di halaman 1dari 6

Gerak Bumi Melambat,

Dulu Sehari Semalam


Cuma 23 Jam
Kompas.com - 23/06/2015, 11:05 WIB

Wajah Bumi dari luar angkasa seperti diambil satelit Himawari 8 milik Jepang. Bumi tampak lebih
abu-abu.(Japan Meteorological Agency)

KOMPAS.com — Anda berpikir bahwa sehari semalam sepanjang sejarah


kehidupan itu selalu sama? Kalau ya, Anda salah.

Waktu sehari semalam yang ditentukan berdasarkan waktu yang dibutuhkan


untuk Bumi dalam melakukan satu rotasi pada porosnya ternyata bervariasi.
Ilmuwan mengetahui variasi itu lewat penelitian puluhan tahun dengan
teknik very-long baseline interferometry (VLBI).

Intinya, ilmuwan mengukur waktu sehari semalam di berbagai lokasi


sepanjang waktu, kemudian membandingkannya.

1,7 milidetik per 100 tahun

Hasil penelitian panjang dengan VLBI, dipadu dengan riset lain berbasis fosil,
mengungkap bahwa rotasi Bumi semakin melambat.

Sebab pelambatan rotasi Bumi adalah gaya tidal Bulan. Bulan sendiri
semakin bergerak menjauh dari Bumi.

Studi oleh fisikawan University of Durham, FR Stephenson dan rekannya, LV


Morrison, mengungkap bahwa dalam waktu 100 tahun, kecepatan rotasi Bumi
melambat 1,7 milidetik.

Durasi waktu tersebut memang sangat singkat. Mengedipkan mata saja butuh
waktu lebih dari itu. Namun bila diakumulasi dalam jangka panjang,
perbedaannya bisa besar.

Perbedaan yang besar itu akan membuat prakiraan dan pengukuran tidak
akurat. Contohnya ketika kita ingin memperkirakan puncak fenomena gerhana
pada masa Babilonia pada 136 SM.

Dengan variasi rotasi, eror yang dihasilkan dari perhitungan bisa mencapai
48,8 derajat karena perbedaan waktu total mencapai 11.700 detik.

Sehari semalam cuma 23 jam

Bukti bahwa variasi sehari semalam bisa besar diungkapkan oleh Daniel
MacMillan dari Goddard Space Flight Center Badan Penerbangan dan
Antariksa Amerika Serikat (NASA).

"Pada masa dinosaurus, Bumi menyelesaikan satu rotasi selama 23 jam,"


katanya seperti diterangkan di situs NASA pada 2012 lalu.

"Tahun 1820, rotasi tepat 24 jam, 86.400 detik. Sejak 1820, hari matahari
rata-rata meningkat sekitar 2,5 milidetik," imbuhnya.
RA Nelson dan rekan dalam makalah "Leap Second, Its History and Possible
Future" dalam jurnal Metrologia volume 38 tahun 2001 mengungkap fakta
mengejutkan.

Menurut mereka, karena gaya tidal dan sebab-sebab lain, dalam 2.000 tahun,
Bumi telah kehilangan waktu 3 jam.

Detik kabisat

Untuk menjaga waktu tetap standar sekaligus sesuai dengan apa yang terjadi
dengan Bumi, Bulan, dan Matahari, ilmuwan kemudian menggagas detik
kabisat pada tahun 1972.

Konsepnya, penambahan atau bahkan bisa pengurangan satu detik pada


waktu-waktu tertentu sehingga waktu tetap sinkron dengan rotasi Bumi.

Detik kabisat sendiri muncul berkat kemajuan pengukuran waktu, terutama


detik, secara lebih presisi dengan atom sesium.

Tahun 2015 adalah salah satu tahun yang akan memiliki detik kabisat. Satu
detik akan ditambahkan pada tanggal 30 Juni 2015 nanti.

Ada sejumlah kalangan yang menghendaki penghapusan detik kabisat karena


justru merepotkan secara teknologi. Misalnya, membuat sistem komputer
eror.

Walau demikian, kalangan lain, misalnya Moedji Raharto dari Institut


Teknologi Bandung (ITB), mengatakan bahwa detik kabisat tetap perlu untuk
menjaga presisi waktu.

Di samping itu, jika detik kabisat dihapus, maka, dalam jangka panjang,
perubahan besar dipercaya akan terjadi dalam waktu pergantian musim dan
lainnya.

NASA sendiri memprediksi bahwa jika detik kabisat dihapus, maka, dalam
500 tahun, waktu di Bumi akan berbeda 25 menit dengan waktu menurut
gerakan rotasi dan revolusi Bumi yang sebenarnya.

Baca juga:
Tanggal 30 Juni 2015, Sehari Semalam Bakal Lebih dari 24 Jam

Hari Bertambah Sedetik, Apa yang Mungkin Terjadi pada 30 Juni 2015?

Hari Bertambah Sedetik,


Apa yang Mungkin
Terjadi pada 30 Juni
2015?
Kompas.com - 22/06/2015, 21:04 WIB

Tanggal 30 Juni 2015, waktu akan bertambah 1 detik. Bakal ada pukul 23.59.60.(NASA)
KOMPAS.com — Pada tanggal 30 Juni 2015, sehari semalam tak akan 24
jam lagi, tetapi 24 jam satu detik. Total waktu pada hari itu adalah 31.536.001
detik.

Ilmuwan mengungkapkan, penambahan waktu itu dibutuhkan sehingga waktu


manusia tetap sinkron dengan gerakan bumi berputar pada porosnya dan
mengelilingi matahari.

Bumi dalam rotasinya tidak selalu berputar dengan kecepatan yang sama,
malah melambat. Jadi penyesuaian waktu dibutuhkan.

Baca lebih detail tentang mengapa harus ada detik kabisat dalam
artikel "Tanggal 30 Juni 2015, Sehari Semalam Bakal Lebih dari 24 Jam.

Namun demikian, apa yang mungkin terjadi ketika sehari semalam satu detik
lebih lama dari biasanya?

Sistem Komputer

Anda mungkin berpikir, "Apalah artinya sedetik. Tak berasa." Tetapi, dampak
yang mungkin terjadi lebih dari yang Anda bayangkan.

Buat manusia, penambahan satu detik memang tak berdampak besar.


Manusia bisa saja menyesuaikan jam dinding atau tangannya sehingga
sinkron.

Namun, dalam sistem komputer, navigasi, GPS, satelit, dan teknologi modern
lainnya, satu detik adalah perkara penting.

Anggap saja Anda sedang ingin menembakkan rudal dalam waktu 5 menit 30
detik. Apa jadinya kalau detik tiba-tiba ditambah? Rudal mungkin tak tepat
sasaran.

Penambahan satu detik, bila tak diantisipasi, bisa menimbulkan chaosdalam


sistem komputer dan memengaruhi banyak bidang.

Kasus nyata terjadi pada tahun 2012. Sistem Amadeus yang bertanggung
jawab pada sistem booking maskapai penerbangan Qantas di Australia
mengalami error. Akibatnya, terjadi ratusan delay penerbangan.
Selain itu, Yelp, Reddit, LinkedIn dan sejumlah situs lain mengalami crash.
Pengguna sistem operasi Linux juga mengalami gangguan.

Parah? Ya, memang. Detik kabisat tahun ini, bila tak diantisipasi, juga
berpotensi memicu kejadian yang sama.

Wacana Penghapusan

Penambahan satu detik, yang ternyata justru membuat repot itu, memicu
munculnya wacana penghapusan detik kabisat.

November 2015 nanti, pada pertemuan tahunan International


Telecommunication Union, para ahli akan bertemu untuk membahasnya.

Apakah detik kabisat tahun ini akan menjadi yang terakhir sepanjang sejarah?
Belum bisa ditebak. Perdebatan mungkin akan berlangsung lama.

Astronom dari Institut Teknologi Bandung, Moedji Raharto, mengungkapkan


bahwa sinkronisasi waktu manusia dengan apa yang terjadi di jagat raya tetap
perlu.

"Presisi waktu itu penting. Untuk keperluan sains dan teknologi yang andal,
bagaimanapun juga harus dilakukan sinkronisasi," kata Moedji
kepada Kompas.com, Senin (22/6/2015).

Udo Seidel, orang IT yang bekerja di Amadeus saat perusahaan itu


mengalami crash tahun 2012, juga mengatakan bahwa detik kabisat tetap
perlu.

Dia mengungkapkan, bagaimanapun manusia harus mengupayakan


kesesuaian antara gerakan bumi dan waktu pada komputer.

"Kalau kita tidak bisa mengatur sehingga sistem kita bisa menangani detik
kabisat, maka kita menjumpai masalah yang lebih besar," jelasnya
kepada Wired, beberapa waktu lalu.

Anda mungkin juga menyukai