Anda di halaman 1dari 4

Penentuan Usia Berdasarkan Pemeriksaan Gigi Geligi Dengan Menggunakan Metode Asam

Aspartat

Penentuan jenis kelamin dan usia merupakan poin penting dalam suatu identifikasi

mayat untuk mempermudah pencarian data korban dan membatasi upaya lain yang tidak

perlu yang dapat memperlambat dalam mengidentifikasi korban. Saat ini, metode DNA

adalah metode pilihan dalam menentukan jenis kelamin, namun dalam menentukan usia,

banyak metode yang dapat digunakan. Pada anak dan remaja metode berbasis morfologi

dapat digunakan dalam penentuan usia korban, seperti pemeriksaan radiologis untuk menilai

perkembangan tulang dan gigi. Namun, pada dewasa metode ini dinilai kurang akurat.

Tingkat akurasi menggunakan metode berbasis morfologi adalah lebih dari ±10 tahun. Pada

metode rasemisasi menggunakan asam aspartat dinilai lebih tepat dan akurat dalam

menentukan usia kronologis korban ketika meninggal dengan tingkat akurasi ±1 hingga±3

tahun. (Alkass K, Buchholz B, Ohtani S, Yamamoto T, Druid H, Spalding KL. Age

estimation in Forensc Science, Application of Combined Aspartic Acid Racemization

and Radiocarbon Analysis. 2010; 9(5) 1022-1030.)

Penentuan usia menggunakan metode rasemisasi asam aspartat pertama kali

dijelaskan pada tahun 1975 oleh Helfman dan Bada dan sampai sekarang semakin marak

digunakan. Protein pada semua spesies mulai dari bakteri sampai manusia dibentuk dari 20

asam amino yang sama dan tidak berubah selama evolusi. Suatu asam amino α terdiri dari

gugus amino, gugus karboksil, atom H dan gugus R tertentu yang semuanya terikat pada

atom karbon α. Atom karbon ini disebut α karena bersebelahan dengan gugus karboksil

(asam). Gugus R menyatakan rantai samping. Susunan tetrahedral dari empat gugus yang

berbeda terhadap atom karbon α menyebabkan asam amino mempunyai aktivitas optik yang

mempunyai dua bentuk bayangan cermin disebut isomer L dan isomer D. (Murray RK, et al.

Harper’s Biochemistry 25th ed. Appleton & Lange. America 2000: 48-62)
Organisme hanya mensintesis asam amino-L, yang digabungkan dalam molekul

protein. Akan tetapi, setelah suatu organisme mati, populasi asam amino simetri kirinya

(bentuk L) secara perlahan-lahan diubah, yang mengakibatkan suatu campuran asam amino

bentuk L dan D. Proses ini disebut rasemisasi. Rasemisasi merupakan proses natural yang

pada akhirnya mengkonversi secara optikal komposisi aktif menjadi campuran rasemik.

Penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa suhu 25° dalam periode 100,000 tahun

diperlukan sebelum seluruh L-asam amino berubah secara lengkap menjadi D-asam amino.

Dengan mengetahui berlangsungnya laju kimia ini dapat ditentukan berapa lama organisme

tersebut telah mati.(Helfman P. M., Bada J. L. (1975) Aspartic acid racemization in tooth

enamel from living humans. Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A 72, 2891–2894)

Dari semua asam amino, asam aspartat memiliki kecepatan rasemisasi paling besar

sehingga paling banyak dipakai dalam praktek forensik. Perubahan asam amino bentuk L

menjadi bentuk D dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti suhu,kelembaban, pH, dan lain-

lain. Karena adanya perubahan bentuk yang kontinu dan degradasi dari asam amino, jaringan

dengan kecepatan metabolisme yang rendah lebih bagus dalam mengidentifikasi usia

daripada jaringan dengan kecepatan metabolisme yang cepat. Dalam hal ini, gigi merupakan

jaringan yang paling baik digunakan dalam mengidentifikasi usia karena pada kasus post

mortem yang memiliki interval kematian yang panjang, gigi masih dapat digunakan. (Alkass

K, Buchholz B, Ohtani S, Yamamoto T, Druid H, Spalding KL. Age estimation in

Forensc Science, Application of Combined Aspartic Acid Racemization and

Radiocarbon Analysis. 2010; 9(5) 1022-1030.)


Tahun 1985, Origano et el melaporkan kegunaan asam aspartat pada bidang gigi forensik

untuk menentukan usia pada saat meninggal. Tahun 1990, Ritz dkk melaporkan bahwa banyaknya

asam aspartat pada dentin dapat digunakan untuk menentukan saat kematian,dan menyimpulkan

kalau metode ini dapat memberikan penentuan umur yang lebih akurat dibanding parameter umur

yang lain. Ketelitian metode ini adalah 3-4 tahun dari usia yang sesungguhnya. (Helfman P.

M., Bada J. L. (1975) Aspartic acid racemization in tooth enamel from living humans.

Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A 72, 2891–2894)

Metode pemeriksaan asam aspartat pada gigi

 Pemotongan gigi setebal 1 mm menggunakan mesin pemotong berkecepatan

rendah
 Pembersihan dari seluruh jaringan lunak dan ditempatkan di desikator dalam

waktu minimal 1 minggu. Proses ini menfasilitasi pemisahan enamel dari

dentin yang ada didalamnya, karena enamel bisa dipotong dari gigi yang

terdesikasi dengan mortar dan stamper, dimana dentin dan cementum biasanya

akan tetap intak.


 Karies atau fragmen yang berwarna lain dibuang .
 Dentin dicuci menggunakan gelombang ultrasonik pada 0.2 m hcl, kemudian

dengan air sulingan sebanyak tiga kali, etanol, dan etil eter selama 5 menit.
 Potongan dentin kemudian ditumbuk kemudian sebanyak 10 mg bubuk

digunakan untuk menentukan rasio rasemisasi.


 Asam aspartat bentuk d dan bentuk l diukur dengan gas kromatografi

menggunakan gelas kapiler setelah dilakukan hidrolisis dan derivatisasi

(Ohtani S., Yamamoto T. (2005) Strategy for the estimation of

chronological age using the aspartic acid racemization method with

special reference to coefficient of correlation between D/L ratios and ages.

J. Forensic Sci 50, 1020–1027

Untuk penentuan usia digunakan persamaan linear sebagai berikut :


t = {ln[(1 + D/L)/(1-D/L)]t – ln[(1+ D/L)/ (1-D/l)]}/2k

Ket : k = first order kinetik

t = usia sesungguhnya

D = Asam aspartat bentuk D yang diukur dengan gas kromatografi

L = Asam aspartat bentuk L yang diukur dengan gas kromatografi

(Ohtani S., Yamamoto T. (2010) Age estimation by amino acid racemization in human

teeth: five case studies. J. Forensic Sci, in press)

Anda mungkin juga menyukai