Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KONSEP UTAMA
Dua faktor resiko preoperatif yang paling penting adalah sindroma koroner
yang tidak stabil dan adanya tanda-tanda CHF. Kontraindikasi untuk bedah non
jantung biasanya meliputi infark miokardium kurang dari 1 bulan sebelum
pembedahan dengan tanda-tanda resiko iskemik yang menetap baik dilihat dari
gejala-gejala atau tes non infasif, gagal jantung tak terkompensasi, dan stenosis
aorta berat atau stenosis mitral.
Adanya aliran shunt antara sisi kiri dan kanan jantung, tanpa tergantung
arah aliran darah, mengharuskan pencegahan timbulnya gelembung udara atau
bekuan darah dari cairan vena untuk mencegah emboli paradoks pada cerebral
atau sirkulasi koroner.
Mayor
MI3 akut atau baru (rescent) dengan tanda-tanda risiko iskemik yang penting
berdasarkan gejala klinik atau studi non invasif
Unstable angina atau severe4 angina (Canadian class III dan IV) 5
Intermediate
Insufisiensi renal
Minor
Usia lanjut
EKG abnormal (hipertropi ventrikul kiri, left bundle-branch block, ST-T yang
abnormal)
Riwayat stroke
1
Dari ACC/AHA Guideline Update on Perioperative Cardiovascular Evaluation for
Noncardiac Surgery.
2
EKG, elektrocardiogram; MI, myocard infark.
3
American College of Cardiology National Database Library mendefinisikan MI
baru (recent MI) lebih dari 7 hari tetapi kurang atau sama dengan 1 bulan (30
hari); MI akut terjadi dalam 7 hari.
4
Termasuk "stable" angina pada pasien who are unusually sedentary.
5
Campeau L: Grading of angina pectoris. Circulation 1976;54:522.
endarterectomy karotis
Operasi Orthopedi
Operasi prostat
Prosedur endoscopi
Prosedur superfisial
Operasi katarak
Operasi payudara
1
Insidensi gabungan dari kematian jantung dan infark miokard yang nonfatal.
2
ACC/AHA Guideline Update on Perioperative Cardiovascular Evaluation for
Noncardiac Surgery.
3
Umumnya tidak memerlukan pemeriksaan jantung preoperatif lebih lanjut.
HIPERTENSI
Pertimbangan Preoperatif
Hipertensi adalah penyebab utama kematian dan cacat di kebanyakan
masyarakat Barat dan kelainan preoperatif paling sering pada pasien-pasien
operasi bedah, dengan prefalensi keseluruhan 20–25%. Hipertensi tak terkontrol
yang lama mempercepat aterosklerosis dan kerusakan organ. Hipertensi adalah
faktor resiko mayor untuk penyakit jantung, cerebral, ginjal, dan vaskuler.
Beberapa penyulit meliputi infark myokard, gagal jantung kongestif, stroke,
gagal ginjal, penyakit sumbatan pembuluh darah perifer, dan diseksi aorta.
Adanya hipertropi ventrikel kiri (LVH) pada pasien-pasien hipertensi bisa menjadi
petanda penting dari kematian akibat penyakit jantung. Peningkatan kematian
juga dilaporkan pada pasien-pasien dengan bruits karotis - walaupun tanpa
gejala.
Definisi
Pengukuran tekanan darah dipengaruhi oleh banyak variabel, termasuk
postur tubuh, waktu siang atau malam, status emosional, aktivitas yang sedang
dilakukan, dan obat yang sedang dimakan juga peralatan dan teknik yang
digunakan. Diagnosa tekanan darah tinggi tidak bisa ditegakan oleh hanya sekali
pengukuran preoperatif tapi memerlukan konfirmasi adanya riwayat peningkatan
tekanan darah yang menetap. Meski kecemasan preoperatif atau nyeri sering
menimbulkan sedikit peningkatan tekanan darah walaupun pada pasien-pasien
normal, pasien-pasien dengan riwayat hipertensi secara umum memperlihatkan
peningkatan tekanan darah preoperatif lebih besar.
Studi-epidemiologi menunjukkan suatu korelasi langsung dan
berkelanjutan antara tekanan darah sistolik dan diastolik dengan tingkat
kematian. Definisi hipertensi sistemik berubah-ubah tetapi biasanya dianggap
sebagai peningkatan tekanan darah diastol yang menetap lebih dari 90–95
mmHg atau tekanan sistol lebih besar dari 140–160 mmHg. Skema klasifikasi
yang biasa digunakan terdapat pada Tabel 20–4. Hipertensi borderline
dinyatakan ada ketika tekanan diastol 85–89 mmHg atau tekanan sistol 130–139
mmHg. Risiko timbulnya komplikasi kardiovasculer pada pasien-pasien dengan
hipertensi borderlinepun dapat meningkat. Hipertensi berat atau accelerated
hipertensi (stage 3) didefinisikan sebagai suatu peningkatan tekanan darah yang
baru, stabil, dan progresif, biasanya dengan tekanan darah diastol lebih dari
110–119 mmHg; sering disertai dengan kelainan fungsi ginjal. Hipertensi
malignan adalah suatu darurat medis yang ditandai oleh tekanan darah tinggi
yang berat (>210/120 mmHg) ditandai adanya papilledema dan, sering,
encephalopathy.
Tabel 20–4. Klasifikasi Tekanan Darah (Dewasa).
Kategori Tekanan Tekanan Sistol (mm Tekanan Diastol (mm
Darah Hg) Hg)
Normal < 130 < 85
Hipertensi
Patofisiologi
Hipertensi dapat idiopatik (essensial) atau, lebih jarang, akibat sekunder
dari kondisi medis yang lain seperti penyakit ginjal, hiperaldosteronisme primer,
sindroma Cushing, akromegali, pheochromocytoma, kehamilan, atau terapi
oestrogen. Hipertensi esensial sekitar 80–95% dari kasus dan dapat
dihubungkan dengan peningkatan baseline kardiak output yang abnormal,
resistensi vaskuler sistemik (SVR), atau keduanya. Suatu pola perubahan
biasanya terlihat setelah melewati sakit. Awalnya, Kardiak output meningkat, tapi
SVR tampak dalam batas normal (Pada kenyataannya, hal ini tidak tepat).
Seiring dengan perkembangan penyakit, kardiak output kembali normal tetapi
SVR meningkat abnormal. Volume cairan ekstraseluler dan aktivitas rennin
plasma (lihat Bab 29) mungkin rendah, normal, atau tinggi. Peningkatan
afterload jantung yang kronis menyebbkan LVH yang konsentrik dan merubah
fungsi diastolik (lihat Bab 19). Hipertensi juga merubah autoregulasi otak (lihat
Bab 25) sehingga aliran darah cerebral yang normal terpelihara walaupun saat
tekanan darah yang tinggi; batas autoregulasi rata-rata darahberkisar pada
tekanan darah 110–180 mm Hg.
Mekanisme-mekanisme yang bertanggungjawab terhadap perubahan-
perubahan yang timbul pada pasien hipertensi masih sulit tetapi tampaknya
meliputi hipertropi vaskuler, hiperinsulinemia, peningkatan kalsium intraseluler
yang abnormal dan peningkatan konsentrasi Natrium intraseluler pada otot polos
pembuluh darah dan sel-sel tubular ginjal. Peningkatan kalsium intrasel
diperkirakan mengakibatkan peningkatan tonus arteri, sedangkan peningkatan
konsentrasi natrium mengganggu ekskresi natrium di ginjal. Pada beberapa
pasien didapatkan overaktivitas sistem saraf otonom dan peningkatan respon
terhadap agonis simpatis. Pasien-pasien hipertensi sering menunjukan respon
berlebihan terhadap pemberian vasopresor. Overaktivitas sistim renin–
angiotensin–aldosterone (lihat Bab 29) memegang peranan penting pada pasien
pasien dengan hipertensi akselerasi, accelerated hypertensive.
Chlorthalidone (Thalitone)
Hydrochlorothiazide
(Microzide)
Indapamide (Lozol)
Metolazone (Zaroxolyn)
Triamterene (Dyrenium)
Amiloride (Midamor)
Furosemide (Lasix)
Torasemide (Demadex)
Betaxolol (Kerlone)
Bisoprolol (Zebeta)
Carteolol (Cartrol)
Metoprolol (Lopressor)
Nadolol (Corgard)
Penbutolol (Levatol)
Kategori Kelas Subkelas Obat
Pindolol (Visken)
Propranolol (Inderal)
Timolol (Blocadren)
Doxazosin (Cardura)
Prazosin (Minipress)
Terazosin (Hytrin)
1 + 2
Phenoxybenzamine
(Dibenzyline)
Carvedilol (Coreg)
Guanabenz (Wytensin)
Guanfacine (Tenex)
Methyldopa (Aldomet)
Felodipine (Plendil)
Isradipine1 (Dynacirc)
Nicardipine1 (Cardene)
Kategori Kelas Subkelas Obat
Nifedipine1 (Procardia XL)
Nisoldipine (Sular)
Captopril (Capoten)
Enalapril (Vasotec)
Fosinopril (Monopril)
Lisinopril (Zestril)
Moexipril (Univasc)
Perindopril (Aceon)
Quinapril (Accupril)
Ramipril (Altace)
Trandopril (Mavik)
Irbesartan (Avapro)
Losartan (Cozaar)
Olmesartan (Benicar)
Telmisartan (Micardis)
Valsartan (Diovan)
Minoxidil
1
Extended realease.
2
ACE, angiotensin-converting enzyme.
MANAJEMEN PREOPERATIF
Satu pertanyaan yang sering berulang pada praktek anestesi adalah derajat
hipertensi preoperatif yang dapat diterima untuk pasien-pasien yang dijadwalkan
operasi elektif. Kecuali pasien-pasien yang terkontrol dengan baik, kebanyakan
pasien-pasien dengan hipertensi datang ke ruang operasi dengan berbagai
tingkat hipertensi. Meski data menyatakan bahwa hipertensi preoperative yang
moderat pun (tekanan diastol <90–110 mmHg) secara statistik belum jelas
berkaitan dengan komplikasi post operasi, data lain menunjukkan bahwa pasien
dengan hipertensi yang tidak diobati atau jarang dikontrol lebih cenderung untuk
mengalami epiode iskemia miokard intraoperatif, arhythmia, atau hipertensi
maupun hippotensi. Penyesuaian intraoperatif pada kedalaman anestesia dan
penggunaan obat vasoactive mengurangi timbulnya komplikasi sesudah operasi
karena kurang baiknya kontrol tekanan darah sebelum operasi.
Meski idealnya pasien-pasien yang akan mengalami operasi elektif hanya jika
dalam keadaan normotensive, ini tidak selalu mudah untuk dilakukan atau
sangat diperlukan oleh karena perubahan autoregulasi cerebral. Penurunan
tekanan darah yang berlebihan dapat mengganggu perfusi cerebral. Lebih dari
itu, keputusan untuk menunda atau meneruskan operasi bersifat individual,
berdasar berat ringannya peningkatan tekanan darah preoperative; kemungkinan
adanya iskemia miokard, disfungsi ventrikel, atau komplikasi jantung dan ginjal;
dan prosedur operasi (apakah operasi besar yang akan menimbulkan perubahan
preload dan afterload dapat diantisipasi). Kebanyakan, hipertensi preoperatif
disebabkan pasien tidak mematuhi regimen pengobatan. Dengan sedikit
pengecualian, pengobatan antihipertensi harus dilanjutkan sampai saat operasi.
Beberapa klinikus menghentikan ACE inhibitor di pagi hari operasi sehubungan
dengan meningkatnya insidensi hipotensi intraoperasi; bagaimanapun,
menghentikan sementara obat ini meningkatkan resiko timbulnya tekanan darah
tinggi perioperative dan kebutuhan akan obat antihipertensi parenteral. Prosedur-
operasi pada pasien-pasien dengan tekanan darah diastolik preoperative yang
lebih tinggi dari 110 mmHg –terutama jika terdapat tanda-tanda kerusakan target
organ- harus ditunda sampai tekanan darah terkontrol dengan baik dalam
beberapa hari
Sympatholytics
Vasodilators
1
ACE, angiotensin-converting enzyme.
Premedikasi
Premedikasi mengurangi kecemasan preoperative dan sangat dibutuhkan pada
pasien-pasien hypertensi. Hipertensi preoperasi yang ringan sampai moderat
sering membaik setelah pemberian obat anxiolitik, seperti midazolam. Obat
antihipertensi preoperatif harus dilanjutkan sampai dengan jadwal operasi dan
dapat diberikan dengan seteguk air. Seperti yang sudah diterangkan di awal bab
ini, beberapa klinisi mnghentikan sementara ACE inhibitor oleh karena adanya
peningkatan insiden hipotensi intraoperasi. Agonis α2-adrenergic pusat dapat
bermanfaat sebagai ajuvan untuk premedikasi pasien-pasien hipertensi;
clonidine (0,2 mg) meningkatkan sedasi, mengurangi pemberian obat anestesi
intraoperatif, dan mengurangi hipertensi perioperatif. Sayangnya, pemberian
clonidin preoperatif berkaitan dengan hipotensi intraoperatif yang berat dan
bradikardia.
MANAJEMEN INTRAOPERASI
Tujuan
Induksi
Anestesia bisa dilanjutkan dengan aman dengan volatil (dengan atau tanpa nitro
oxida), teknik balance (opioid + nitro oxida + pelemas otot), atau teknik intravena
secara total. Tanpa memperlihatkan teknik pemeliharaan yang digunakan,
penambahan volatil atau vasodilator intravena umumnya membuat kendali
tekanan darah intraoperasi lebih memuaskan. Vasodilasi dan depresi miokard
yang relatif cepat dan refersibel oleh volatil menyebabkan pemberian obat
dilakukan secara titrasi sehingga efeknya dapat menghambat tekanan darah
arteri. Beberapa klinisi percaya bahwa opioid, sufentanil paling kuat dalam
mensupresi sistem otonom dan mengendalikan tekanan darah.
PELEMAS OTOT
Kecuali pancuronium yang diberikan secara bolus dalam jumlah besar, setiap
pelemas otot (disebut juga neuromuscular blocking agent) dapat digunakan
secara rutin. Pancuronium menyebabkan blokade vagal dan pelepasan
katekolamina oleh syaraf sehingga dapat menimbulkan hipertensi pada pasien-
pasien yang kurang terkontrol tekanan darahnya. Ketika pancuronium diberi
pelan-pelan dengan peningkatan dosis kecil, peningkatan bermakna pada denyut
jantung dan tekanan darah mungkin lebih sedikit. Selain itu, pancuronium
bermanfaat dalam mengurangi tonus vagal yang meningkat akibat pemberian
opioid atau manipulasi pembedahan. Hipotensi setelah pemberian dosis yang
besar (saat intubasi) dari tubokurarine, metocurine, atracurium, atau mivacurium
(lihat Bab 9) dapat ditekan pada pasien-pasien hipertensi.
VASOPRESOR
Pasien hipertensi dapat memperlihatkan respon yang meningkat terhadap
katekolamina endogen (akibat stimulasi saat intubsi atau pembedahan) dan
pemberian agonis simpatis secara eksogen. Jika suatu vasopressor diperlukan
untuk mengatasi hipotensi yang hebat, suatu dosis yang kecil dari obat yang
bekerja langsung seperti phenylephrine ( 25–50 μg) bisa lebih baik dibanding
obat yang bekerja tidak langsung. Meskipun begitu, dosis kecil efedrin (5–10 mg)
lebih sesuai ketika tonus vagal meningkat. Pada pasien yang mendapat obat
simpatolitik sebelum operasi dapat memperlihatkan respon yang berkurang
terhadap vasopressor, terutama efedrin; untuk itu pemberian dosis kecil epinefrin
yang jarang, 2–5 μg, mungkin diperlukan. Pemberian epinefrin dengan dosis
tidak tepat pada pasien hipertensi dapat menyebabkan morbiditas kardiovaskuler
yang bermakna.
Hipertensi Intraoperasi
g/kg/min
5–15 mg/h
MANAJEMEN POSTOPERASI
Hipertensi sesudah operasi (lihat Bab 48) biasa terjadi dan harus diantisipasi
pada pasien-pasien yang tensinya kurang terkontrol. Monitoring ketat tekanan
darah harus dilanjutkan di ruang pemulihan dan periode awal sesudah operasi.
Pada iskemia miokard dan gagal jantung kongestif, dengan peningkatan tekanan
darah yang menetap dapat berperan untuk pembentukan hematoma dan
pecahnya pembuluh darah pada tempat jahitan.
Sampai saat ini penyebab iskemia miokard yang paling sering adalah
atherosclerosis arteri koroner. CAD bertanggung jawab atas lebih dari sepertiga
kematian pada masyarakat Barat dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
perioperatif. Insidensi keseluruhan dari CAD pada pasien bedah diperkirakan
antara 5% sampai 10%. Faktor resiko mayor untuk CAD termasuk hiperlipidemia,
hipertensi, kencing manis, perokok, usia lanjut, laki-laki, dan ada riwayat sakit
serupa pada keluarga. Yang termasuk faktor risiko lainnya adalah obesitas,
terdapat riwayat penyakit pembuluh darah cerebrovascular atau perifer,
menopause, penggunaan kontrasepsi estrogen oral yang tinggi (pada wanita
perokok), pola hidup yang lebih banyak duduk/jarang bergerak, dan pola perilaku
yang menyebabkan mudah mendapat serangan jantung. Pada usia 65 tahun,
insidensi CAD kurang lebih 37% pada pria dibandingkan dengan 18% untuk
wanita.
Unstable Angina
Prognosis pasien dengan CAD berkaitan dengan jumlah dan beratnya obstruksi
koroner seperti juga fungsi ventrikel.
Tiga pendekatan yang terakhir berkaitan langsung dengan ahli anestesi. Prinsip-
prinsip yang sama harus diterapkan dalam perawatan pasien-pasien ini baik di
ruang operasi maupun di unit perawatan intensif (ICU).
Afterload —/
Contractility — —
Calcium Channel Blockers
Parameter Nifedipine
Nitrates -Blockers
Kardiak Verapamil Nicardipine Diltiazem
Nimodipine
SA node automaticity /— /—
AV conduction — —
Vasodilation
Coronary —/
Systemic —/
1
SA, sinoatrial; AV, atrioventricular; , peningkatan; —, tidak berubah; , penurunan.
NITRAT
Nitrat merelaksasi semua otot polos pembuluh darah tetapi efeknya terhadap
pembuluh darah vena lebih besar daripada arteri. Turunnya tonus vena dan
berkurangnya venous return ke jantung (preload jantung) mengurangi tegangan
dinding dan afterload. Efek ini cenderung untuk mengurangi kebutuhan oksigen
jantung. Efek utama dilatasi vena menjadikan nitrat obat yang baik ketika gagal
jantung kongestif juga ditemukan.
Hal yang sama pentingnya, nitrat mendilatasi arteri koroner. Walaupun tingkat
dilatasinya kecil pada lokasi yang stenosis namun cukup untuk meningkatkan
aliran darah, karena aliran darah berbanding lurus dengan radius pangkat 4.
Vasodilatasi koroner karena pengaruh nitrat diharapkan dapat meningkatkan
aliran darah subendocardial pada daerah yang iskemik. Redistribusi yang baik
dari aliran darah koroner ke area yang iskemik tergantung pada adanya kolateral
pada sirkulasi koroner.
Clinical Use
Half-
Agent Route Dosage1
life Angina Hypertension Cerebral Supraventricular
Vasospasm Tachycardia
Verapamil PO 40–240 5h + + +
mg
IV 5–15 mg 5 h + +
Nifedipine PO 30–180 2h + +
mg
SL 10 mg 2h + +
Diltiazem PO 30–60 4h + + +
mg
IV 0.25– 4h + +
0.35
mg/kg
IV 0.25–0.5 2–4 + +
mg/kg h
Nimodipine PO 240 mg 2h +
Bepridil2 PO 200–400 24 h + +
mg
Clinical Use
Half-
Agent Route Dosage1
life Angina Hypertension Cerebral Supraventricular
Vasospasm Tachycardia
Isradipine PO 2.5–5.0 8h +
mg
Felodipine PO 5–20 mg 9 h +
Efek kuat Nifedipine pada tekanan darah sistemik dapat memicu hipotensi,
refleks takikardi, atau keduanya; sediaan onset cepatnya (misalnya, sublingual)
telah dimanfaatkan untuk MI pada beberapa pasien. Kecenderungannya untuk
menurunkan afterload umumnya menyeimbangkan berbagai efek inotropik
negatif. Nifedipin lepas lambat mempunyai reflek takikardi yang lebih sedikit dan
lebih cocok dibanding obat lain untuk pasien-pasien dengan disfungsi ventrikel.
Amlodipine, yang mempunyai profil serupa dengan nifedipine tetapi hampir tidak
ada pengaruh terhadap denyut jantung, juga digunakan pada pasien dengan
disfungsi ventrikel. Sebaliknya, verapamil dan diltiazem mempunyai efek lebih
besar pada kontraktilitas jantung dan konduksi antrioventrikular (AV) oleh
karenanya harus digunakan dengan hati-hati, pada pasien-pasien dengan
disfungsi ventrikel, kelainan konduksi, atau bradiaritmia. Diltiazem lebih
ditoleransi dibanding verapamil pada pasien dengan fungsi ventrikel yang
terganggu. Nicardipine dan nimodipine umumnya mempunyai efek yang sama
seperti nifedipine; nimodipine terutama digunakan untuk mencegah vasospasm
cerebral setelah perdarahan subarachnoid, sedangkan nicardipine digunakan
sebagai vasodilator arteri yang diberikan intravena.
Acebutolol + 2–4 h + +
Atenolol ++ 5–9 h
Betaxlol ++ 14–22
h
Esmolol ++ 9 min
Metoprolol ++ 3–4 h ±
Bisoprolol + 9–12
h
Oxprenolol 1–2 h + +
Agent 1-Receptor Half- Sympathomimetic -Receptor Membrane
Selectivity life Blockade Stabilizing
Alprenolol 2–3 h + +
Pindolol 3–4 h ++ ±
Penbutolol 5h + +
Carteolol 6h +
Labetalol 4–8 h + ±
Propranolol 3–6 h ++
Timolol 3–5 h
Sotalol1 5–13
h
Nadolol 10–24
h
Carvedilol 6–8 h + ±
1
Juga memeiliki komponen antiaritmia yang unik.l
OBAT-OBAT LAIN
MANAJEMEN PREOPERASI
Stable angina yang kronis (ringan sampai moderat) tidak meningkakan risiko
perioperasi. Hal yang sama juga pada riwayat operasi bypass arteri koroner
sebelumnya atau angioplasti koroner saja tidak meningkatkan risiko perioperasi.
Skema manajemen sederhana untuk pasien dengan prediksi intermediat dan
minor ditampilkan pada Tabel 20-2 dan gambar 20-1. Penghambat reseptor β
terbukti mengurangi kematian perioperasi dan insidensi komplikasi
kardiovaskuler postoperasi.
Anamnesa
Anamnesa adalah hal yang penting pada pasien dengan penyakit jantung
iskemik. Pertanyaan harus mencakup gejala-gejala, Pengobatan yan sedang
berlangsung dan yang sudah, komplikasi dan hasil pemeriksaan sebelumnya.
Informasi ini biasanya cukup untuk memperkirakan beratnya penyakit dan fungsi
ventrikel.
Gejala paling penting yang harus diketahui meliputi nyeri dada, sesak nafas,
toleransi aktifitas OR yang kurang, sinkope, atau hampir sinkope. Hubungan
antara gejala dan tingkat aktivitas harus ditegakkan. Aktivitas harus diuraikan
dalam kegiatan sehari-hari seperti berjalan atau menaiki tangga. Kemampuan
untuk melakukan pekerjaan ringan di rumah atau menaiki satu anak tangga
dengan lambat sebanding dengan 4 metabolic equivalent (METs) dan ini
merupakan salah satu kriteria penting untuk menentukan perlu tidaknya
pemeriksaan jantung noninvasif (Gambar 20-1 dan abel 20-2). Pasien-pasien
dengan penyakit yang berat mungkin relatif tidak bergejala (asimptomatik)
disebabkan gaya hidup yang terlalu banyak duduk. Pasien diabetes cenderung
untuk silent iskemia (Bab 36). Gambaran nyeri dada pada pasien diperkirakan
kebanyakan karena vasospasme (Variable-treshold angina). Mudah lelah dan
nafas pendek menunjukan gangguan fungsi ventrikel.
Riwayat angina unstable atau IM harus meliputi waktu terjadinya dan apakah
disertai dengan aritmia, gangguan konduksi, atau gagal jantung. Pasien dengan
infark anterior sebelumnya cenderung mempunyai penyakit lebih berat daripada
yang infark inferior sebelumnya. Penentuan lokasi dari area iskemia adalah
penting berdasarkan lead elektrokardiografi pada monitor intraoperasi. Aritmia
dan kelainan konduksi biasanya ditemukan pada pasien dengan riwayat infark
sebelumnya dan fungsi ventrikel yang buruk. Kelompok pasien ini sering
menggunakan ICD.
Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium Rutin
Pemeriksaan pasien CAD serupa dengan pasien hipertensi. Memang, keduanya
sering ditemukan bersamaan pada pasien yang sama. Pemeriksaan
laboratorium untuk pasien yang mempunyai riwayat angina unstable yang baru
dan akan dilakukan operasi emergensi harus meliputi kadar serum enzim
jantung. Kadar serum dari troponin spesifik jantung (T atau I), kreatine kinase
(isoenzim MB), dan laktat dehidrogenase (isoenzim tipe 1) berguna untuk
menyingkirkan IM. Digoksin serum dan kadar antiaritmia lainnya juga berguna
untuk menyingkirkan toksisitas obat.
EKG awal normal pada 25-50% pasien dengan CAD tapi tidak jika sebelumnya
terdapat IM. Segmen ST yang datar dikaitakan dengan penyakit jantung
koroner; Segmen ST yang normal secara bertahap melekuk mulai dari komplek
QRS dan gelombang T. Tanda iskemik pada EKG sering tampak jelas hanya
selama nyeri dada. Kelainan yang sering timbul pada kondisi awal adalah
Segmen ST non spesifik dan perubahan gelombang T. Infark yang terjadi
sebelumnya sering ditandai dengan gelombang Q atau tidak adanya gelombang
R pada lead yang terdekat dengan infark. AV blok derajat 1, bundle branch
block atau hemiblok dapt ditemukan. Elevasi segmen ST yang persisten setelah
IM seringkali menunjukan adanya aneurisma ventrikel kiri. Koreksi QT interval
yang memanjang (QTc > 0,44) mencerminkan adanya iskemia, keracunan obat
(biasanya obat antiaritmia kelas 1a, antidepresan, atau penotiazine), kelainan
elektrolit (hipokalemia atau hipomagnesemia), disfungsi otonom, prolap katup
mitral, atau yang lebih jarang, kelainan kongenital. Pasien-pasien dengan
interval QT memanjang mempunyai risiko terjadinya aritmia ventrikel –terutama
takikardi ventrikel polimorfik (torsade de pointes), yang dapat mengawali
timbulnya fibrilasi ventrikel. Interval QT yang memanjang menunjukan
pemanjangan yang tidak sama dari repolarisasi ventrikel dan pasien cenderung
memasuki fenomena reentri (lihat Bab 19). Operasi harus ditunda sampai
keracunan obat dan ketidakseimbangan elektrolit dapat diatasi. Kebalikan dari
aritmia ventrikel polimorfik dengan interval QT yang normal, yang berespon
dengan obat antiaritmia konvensional (lihat Bab 19 dan 47), takiaritmia polimorfik
dengan interval QT yang memanjang biasanya mempunyai respon yang baik
terhadap pacing atau magnesium. Psien dengan pemanjangan kongenital
biasanya memebrikan respon terhadap pemberian penghambat β-adrenergik.
Blokade ganglion stelata kiri (lihat Bab 18) juga efektif dan memebrikan kesan
ketidakseimbangan otonom berperan penting pada kelompok pasien ini.
Foto toraks merupakan pemeriksaan skreening yang berguna untuk
menyingkirkan kardiomegali atau kongesti pembuluh darah paru akibat disfungsi
ventrikel, Walupun jarang, kalsifikasi koroner , aorta atau katup aorta dapat
terlihat.
Pemeriksaan khusus
EXERCISE ELECTROCARDIOGRAPHY
Kegunaan pemeriksaan ini terbatas pada pasien dengan kelainan awal pada
segmen ST dan mereka yang tidak bisa meningkatkan denyut jantungnya (>85%
dari perkiraan maksimal) disebabkan katrena lelah, sesak dan pengobatan.
Sensitivitasnya 65 % dan spesifisitasnya 90 %. Pemeriksaan paling sensitif (85
%) pada pasien dengan CAD tiga pembuluh darah atau bagian kiri. Penyakit
yang terbatas pada arteri cicumflexy kiri juga dapat keliru sebab iskemia pada
daerah ini tidak tampak jelas pada EKG permukaan yang standar. Pemeriksaan
yang normal tidak perlu disingkirkan tapi mungkin bukan penyakit yang berat.
Tingkat depresi segmen ST , bentuk dan berat ringannya, waktu timbulnya saat
pemeriksaan, dan saat kembali normal adalah hal yang penting. Respon
iskemik miokard pada aktivitas yang ringan menunjukan peningkatan risiko yang
signifikan akan komplikasi preoperasi dan serangan jantung jangka panjang.
Hasil penting lainnya meliputi perubahan tekanan darah dan kejadian aritmia.
Iskemia kemungkinan merupakan tanda adanya ketidakstabilan elektrik pada
sel jantung. Faktor-faktor yang berkaitan dengan penyakit pembuluh darah
yang berat dapat dilihat pada tabel 20-11.
ECHOCARDIOGRAPHY
Teknik ini memberikan informasi mengenai fungsi ventrikel regional maupn
global, dan dapat dilaksnakan saat istirahat, sesudah aktivitas OR, atau dengan
pemberian dobutamin. Kelainan pergerakan dinding regional yang dapat
dideteksi dan Fraksi ejeksi ventrikel kiri yang diperoleh berkorelasi dengan hasil
angiografi. Lebih dari itu, ekokardiografi dengan stres dobutamin menjadi alat
prediksi yang dpat dipercaya untuk memperkirakan kompliksi jantung yang
merugikan pada pasien yang tidak dapat melakukan aktivitas OR. Kelainan
pergerakan dinding yang baru atau memburuk setelah infus dobutamin
menunjukan iskemia yang signifikan. Pasien dengan fraksi ejeksi kurang dari
50% cenderung memiliki penyakit yang lebih berat peningkatan kesakitan
perioperasi. Dobutamin stress echocardiography, bagaimanapun, dapat tidak
dipercaya pada pasien dengan LBBB sebab pergerakan septumnya dapat
abnormal meskipun tanpa left anterior descending CAD pada beberapa pasien.
ANGIOGRAFY KORONER
Angiografi koroner masih menjadi gold standar dalam mengevaluasi CAD dan
berhubungan dengan tingkat komplikasi yang rendah (<1 %). Meskipun
demikian, angiografi koroner dilakukan hanya untuk menentukan apakah pasien
mendapat keuntungan dari angioplasti koroner perkutaneus atau CABG
sebelum operasi non jantung. Lokasi dan beratnya oklusi dapat ditentukan, dan
vasospasme koroner juga dapat diamati saat angiografi. Saat mengevaluasi lesi
stenosis yang terfiksasi, oklusi yang lebih besar dari 50-75 % biasanya
dianggap signifikan. Perkiraan persentase oklusi dapat menyesatkan (terutama
antara 40 – 80 %) disebabkan perbedaan pengamat dan dugaan tipe oklusinya
konsentrik padahal seringnya eksentrik. Beratnya penyakit sering tampak sesuai
dengan jumlah pembuluh darah koroner yang terkena (satu, dua atau tiga
pembuluh darah yang sakit) . Stenosis pada LMCA yang signifikan merupakan
hal yang kurang baik sebab mengenai hampir seluruh ventrikel kiri. Selain itu,
meskipun oklusinya sebesar 50 – 75% pada LMCA dapat signifikan secara
hemodinamik.
Ventrikulografi dan pengukuran tekanan intrakardiak juga meberikan informasi
penting. Yang paling penting adalah pengukuran fraksi ejeksi. Indikator
disfungsi ventrikel yang penting meliputi Fraksi ejeksi kurang dari 0,5%,
Tekanan diastolik akhir ventrikel kiri (Left ventrikel end diastolik) lebih dari 18
mmHg setelah penyuntikan kontras, indeks kardiak kurang dari 2,2 L/m 2, dan
kelainan pergerakan dinding yang jelas atau multipel.
Premedikasi
Menghilangkan rasa takut, cemas dan rasa sakit pre operasi adalah sasaran
yang diinginkkan pada psien dengan CAD. Premedikasi yang memuaskan
mencegah aktivasi simpatis, yang mempunyai pengaruh merugikan terhadap
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen jantung. Overmedikasi juga sama
merugikannya, bagaimanapun harus dihindari karena hal ini dapat
mengakibatkan hipoksemia, asidosis respirasi, dan hipotension. Benzodiazepin,
dengan atau tanpa kombinasi dengan opioid, sering digunakan (lihat Bab 8).
Hasil yang memuaskan juga dicapai dengan kombinasi morfin, 0,1-o,15 mg/kg,
dan skopolamin, 0,2-0,4 mg, intramuskular. Bersamaan dengan itu pemberian
oksigen via kanul nasal membantu mencegah hipoxemia setelah premedikasi.
Pasien dengan fungsi ventrikel yang buruk dan disertai penyakit paru harus
dikurang dosisnya. Pengobatan preoperasi biasanya dilanjutkan sampai waktu
operasi. Obat tersebut dapat diberikan secara oral dengan seteguk air,
intramuskular, intravena, sublingual, atau transdermal. Penghentian mendadak
obat antiangina perioperasi –terutama - dapat memicu peningkatan episode
iskemia yang tiba-tiba (rebound). Selain itu, profilaksis dengan penghambat β-
adrenergik telah menunjukan pengurangan insidensi episode iskemia
intraoperasi dan postoperasi dan yang superior pencegahan dengan calcium
chanel blocker. Banyak klinisi yang memberikan nitrat intravena atau
transdermal untuk pencegahan pada pasien dengan CAD pada periode
perioperasi. Meskipun hal ini secara teori menguntungkan, pada pasien yang
sebelumnya tidak mendapat pengobatan nitrat jangka panjang dan tanpa tanda-
tanda iskemik yang sedang berlangsung tidak memberikan hasil yang baik.
Absorpsi transdermal nitrogliserin tidak dapat ditentukan hasilnya pada periode
perioperasi, sementara pemberian intravena dapat menurunkan preload jantung
secara signifikan. Yang dapat menyebabkan hipotensi segera jika tidak
dikompensasi dengan cairan intravena.
MANAJEMEN INTRAOPERASI
Periode intraoperasi biasanya berhubungan dengan beberapa faktor dan
peristiwa yang dapat memberikan pengaruh buruk terhadap hubungan suplai
dan kebutuhan oksigen jantung. Aktivasi sistem simpatis mempunyai peran
utama. Hipertensi dan peningkatan kontraktilitas dapat meningkatkan kebutuhan
oksigen jantung, sementara takikardi meningkatkan kebutuhan dan mengurangi
suplai (lihat Bab 19). Meskipun iskema miokard biasanya dikaitkan dengan
takikardia, hal ini dapat terjadi tanpa gangguan hemodinamik yang jelas.
Tujuan
ELEKTROKARDIOGRAFI
Perubahan iskemik dini tidak nampak jelas dan sering dapat diabaikan. Meliputi
perubahan morfologi gelombang T, terdiri dari terbalik (inversi), bentuk seperti
tenda (enting), ataiu keduanya. (gambar 20-3). Iskemia yang lebih jelas dapat
dilihat pada bentuk depresi segmen ST. ST depresi yang down sloping (miring
ke bawah) dan yang horizontal (mendatar) lebih spesifik untuk iskemia daripada
depresi yang up-sloping (miring ke atas). Segmen ST elevasi yang baru jarang
terjadi selama operasi nonjantung dan menunjukan iskemia berat, vasospasme,
atau infark. Yang perlu dicatat adalah ST elevasi minor yang hanya terdapat di
mid-precordeal lead (V3 dan V4) dapat merupakan variasi normal pada pasien
muda. Iskemia juga dapat tampak sebagai aritmia atrial atau ventrikular
intraoperasi yang sulit diterangkan atau timbulnya gangguan konduksi yang
baru. Sensitivitas EKG dalam mendeteksi iskemia tergantung jumlah lead yang
dipakai untuk memonitor. Penelitian menganjurkan bahwa lead V 5, V4, II, V2 dan
V3 (pada penurunan sensitifitas) paling beguna. Idealnya paling sedikit 2 lead
harus terus meneru dimonitor. Biasanya, lead II untuk memonitor iskemia pada
diniding infrior dan aritmia dan V 5 untuk iskemia dinding anterior. Lead
esophagus juga dapat berguna untuk pasien dengan iskemia dinding posterior.
Ketika hanya satu chanel yang dapat dimonitor, lead V 5 yang dimodifikasi
mempunyai sensitivitas paling tinggi (lihat Bab 6).
Gambar 20–3.
Tanda tanda iskemia pada EKG . Gambaran iskemia dan kerusakan jaringan (injury)
(Modified and reproduced, with permission, from Schamroth L: The 12 Lead Electrocardiogram. Blackwell,
1989.)
HEMODYNAMIC MONITORING
Kelainan hemodinamik yang paling sering ditemukan selama episode iskemik
adalah hipertensi dan takikardia. Keduanya hampir selalu menjadi penyebab
dibandingkan akibat iskemia. Hipotensi adalah manifestasi akhir dan tidak
menyenangkan dari disfungsi ventrikel. Hemodinamika paling sensitif yang
berkaitan dengan hal ini berasal dari monitoring tekanan arteri pulmonal.
Kemunculan yang tiba-tiba dari gelombang v yang jelas pada wedge waveform
biasanya menunjukan regurgitasi mitral akut disfungsi otot papillary yang iskemik
atau pelebaran ventrkel kiri akut.
TRANSESOPHAGEAL ECHOCARDIOGRAPHY
TEE dapat sangat menolong dalam mendeteksi disfungsi jantung global
maupun regional dan juga fungsi valve (katup) pada pasien tertentu. Selain dari
itu, deteksi kelainan pergerakan dinding yang baru meripakan indikator yang
cepat dan lebih sensitif bagi iskemik jantung daripada EKG. Pada penelitian
hewan dimana aliran darah koroner berkurang secara bertahap, kelainan
pergerakan dinding regional terjadi sebelum perubahan EKG. Meskipun
kejadian adanya kelainan intraoperasi yang baruberkaitan dengan infark miokard
posoperasi pada beberpa penelitian, tidak semua kelainan itu merupakan
iskemik yang penting. Kelainan global maupiun regional dapat disebabkan oleh
perubahan denyut jantung, perubahan konduksi, preload, afterload atau
perubahan kontraktilitas yang diebabkan oleh obat. Penurunan tebal dinding
saat sistolik dapat menjadi petunjuk iskemia yang lebih dipercaya daripada
hanya pergerakan dinding endocardial. Sayangnya, TEE membutuhkan
peralatan yang mahal dan perlu pengenalan teknik yang baik agar dapat
menginterpretasikan dengan benar dan cepat intra operasi.
Pilihan Anestesia
ANESTESIA REGIONAL
Meskipun penelitian mengenai kelebihan anestesi regional dibanding anestesia
umum kurang, anestesi regional sering menjadi pilihan yang baik prosedur
operasi di ekstremitas, perineum, dan mungkin abdomen bawah. Penurunan
tekanan darah setelah anestesi spinal atau epidural harus cepat diatasi dengan
dosis kecil fenilefrin (25 – 50 μg) atau obat sejenis untuk mengembalikan
tekanan perfusi koroner sampai cairan intravena yang cukup diberikan. Dosis
kecil efedrin (5 – 10 μg) dapat diberikan saat timbul bradikardi. Hipotensi
biasanya dapat dihindari engan memberikan loading cairan sebelumnya (lihat
Bab 16). Hipotensi yang tidak berespon terhadap fenilefrin atau efedrin dapt
diatasi dengan epinefrin (2 – 10 μg).
Pasien dengan gagal jantung kongestif kompensata biasanya tahan terhadap
simpatectomi herannya tetap baik dan tidak memerlukan loading cairan
preoperasi. Anestesi operasi yang tidak sempurna atau tidak komplit atau sedasi
yang berlebihan selama anestesi regional mengalahkan tujuan pemilihan teknik
regional, menimbulkan stres yang tidak perlu bagi pasien, dan dapat memicu
iskemia miokard. Merubah anestesi regional menjadi anestesi umum adalah
langkah yang sesuai untuk beberapa contoh kasus dan mengoreksi beberapa
kondisi yang sering terjadi – kipertensi, takikardi, hipoksia dan hiperkapnia.
ANESTESIA UMUM
Induksi
Prinsip umum yang dilakukan pada pasien hipertensi juga digunakan pada
kebanyakan pasien dengan penyakit jantung iskemik. Banyak, jika bukan
sebagian besar, pasien dengan CAD mempunyai hipertensi. Teknik induksi
untuk pasien dengan CAD moderat atau berat (three vessel disease, left main
disease, atau fraksi ejeksi < 40 %) memerlukan beberapa modifikasi. Induksi
seharusnya mempunyai efek hemodinamik minimal, membuat hilang kesadaran
yang cukup, memberikan kedalaman anestesia yang cukup untuk mencegah
respon vasopresor saat intubasi (jika intubasi dilakukan); namun, dalam banyak
kasus, hipertensi ringan sampai moderat lebih ditoleransi daripada hipotensi.
Dengan mengabaikan obat yang digunakan, tujuan ini lebih konsisten untuk
dicapai dengan teknik pemberian obat pelan-pelan yang terkontrol. Induksi
dengan dosis yang ditambah sedikit-sedikit (small incremental dose) dari obat
yang dipilih biasanya dapat menghindari penurunan tekanan darah yang dapat
terlihat setelah memberikan bolus dosis besar. Titrasi obat induksi –awalnya
untuk melawan hilangnya kesadaran dan selanjutnya mendapatkan penurunan
tekanan darah yang dapat diterima- mempunyai variasi individu dalam
meresponnya. Selain itu kedalaman anestesi yang cukup untuk intubasi
endotrakhea dapat dicapai dengan depresi kardiovaskuler yang lebih kecil
dibandingkan dengan teknik bolus.
Pemberian pelemas otot (segera setelah reflex bulu mata hilang) dan mengontrol
ventilasi umumnya menjamin oksigenasi yang adekuat selama induksi.
Hiperkarbia sering dihubungkan dengan hipertensi . Intubasi endotrakheal
dianjurkan saat kedalaman anestesi yang cukup tercapai atau tekanan darah
arteri